Anda di halaman 1dari 9

RANGKUMAN MATERI ETIKA PROFESI AKUNTAN PUBLIK

“Konsep Dasar Etika”

A. Hakikat Etika
Etika berasal dari kata Yunani ethos (bentuk tunggal) yang berarti :
tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan,
sikap, cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat
istiadat. Dalam hal ini kata etika sama pengertiannya dengan moral. Moral
berasal dari kata latin: mos (bentuk tunggal) atau mores (bentuk jamak)
yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, akhlak, cara
hidup (Kanter,2011).
Untuk memperoleh pengetahuan lebih lanjut, maka dibawah akan
dikutip beberapa pengertian etika.
1. Ada dua pengertian etika; sebagai praksis dan sebagai refleksi. Sebagai
praksis, etika berarti nilai-nilai dan norma-norma moral baik yang
dipraktikkan atau justru tidak dipraktikkan, walaupun seharusnya
dipraktikkan. Etika sebagai praksis sama artinya dengan moral atau
moralitas- yaitu apa yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan, pantas
dilakukan, dan sebagainya. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran
moral (Bertens, 2001).
2. Etika secara etimologis dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan, atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan
dengan hidup yang baik dan yang buruk (kanter,2001).
3. Istilah lain dari etika adalah susila. Su artinya baik, dan sila berarti
kebiasaan atau tingkah laku. Jadi, susila berarti kebiasaan atau tingkah
laku perbuatan manusia yang baik. Etika sebagai ilmu disebut tata
susila, yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu
perbuatan, apa yang harus dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta
hubungan yang baik di antara sesama manusia (Suhardana, 2006)
4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1988), etika dirumuskan dalam pengertian
sebagai berikut:
a) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
b) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
c) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
5. Menurut Webster’s Collegiate Dictionary, sebagaimana dikutip oleh
Duska dan Duska (2003), ada empat arti ethic sebagai berikut
a. The discipline dealing with what is good and bad and with moral
duty and obligation;
b. A set of moral principles or values;
c. A theory or system of moral values;
d. The principles of conduct governing an individual or group.
6. Menurut Lawrence, weber, dan Post (2005), etika adalah suatu
konsepsi tentang perilaku benar dan salah. Etika menjelaskan kepada kita
apakah perilaku kita bermoral atau tidak dan berkaitan dengan hubungan
kemanusiaan yang fundamental-bagaimana kita berpikir dan bertindak
terhadap orang lain dan bagaimana kita inginkan mereka berpikir dan
bertindak terhadap kita.
7. Menurut David P. Baron (2005), etika adalah suatu pendekatan
sistematis atas penilaian moral yang didasarkan atas penalaran, analisis,
sintesis, dan reflektif.
Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa ternyata etika mempunyai
banyak arti. Namun demikian, setidaknya arti etika dapat dilihat dari dua hal
berikut:
a. Etika sebagai praksis; sama dengan moral atau moralitas yang
berarti adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang
berlaku dalam kelompok atau masyarakat.
b. Etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran/ penilaian
moral. Etika sebagai pemikiran moral bisa saja mencapai taraf
ilmiah bila proses penalaran terhadap moralitas tersebut bersifat
kritis, metodis, dan sistematis. Dalam taraf ini ilmu etika dapat saja
mencoba merumuskan suatu teori, konsep, asas, atau prinsip-prinsi
tentang perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik,
mengapa perilaku tersebut dianggap baik atau tidak baik, mengapa
menjadi baik itu sangat bermanfaat dan sebagainya.
B. Hukum Etika
1. Mengatur perilaku manusia
2. Sumber etika adalah masyarakat
3. Sifat pengaturan : ada yang lisan (berupaa adat kebiasaan) dam ada
yang tertulis (berupa kode etik)
4. Objek yang diatur : bersifat rohaniah, misalnya: perilaku etis (jujur,
tidak menipu, bertanggung jawab) dan perilaku tidak etis (korupsi,
mencuri, berzina).
C. Beberapa Teori Etika
Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis
tentang adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia yang
dianggap baik atau tidak baik. Sebagai ilmu, etika belum semapan ilmu
fisika atau ilmu ekonomi. Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang
mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang
sama dari sudut pandang atau perspektif yang berlainan. Sebagaiman
dikatakan oleh Pescke S.V.D. (2003), berbagai teori etika muncul antara lain
karena adanya perbedaan perspektif dan penafsiran tentang apa yang
menjadi tujuan akhir hidup umat manusia. Di samping itu sifat teori dalam
ilmu etika masih lebih banyak untuk menjelaskan sesuatu, belum sampai
pada tahap untuk meramalkan, apalagi untuk mengontrol suatu tindakan
atau perilaku.
Banyak teori etika yang berkembang tampak cukup
membingungkan. Padahal, sifat teori yang makin sederhana dan makin
mengerucut menuju suatu teori yang mampu menjelaskan suatu gejala
secara komprehensif, justru makin menunjukkan kemapanan disiplin ilmu
yang bersangkutan. Untuk dapat memperoleh pemahaman tentang berbagai
teori etika yang berkembang berikut diuraikan secara garis besar beberapa
teori yang berpengaruh.
Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan
dengan egoisme, yaitu egoisme psikologis dan egoisme etis. Kedua konsep
ini tampak mirip karena keduanya menggunakan istilah egoisme, namun
sebenarnya keduanya memiliki pengertian yang berbeda.
Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua
tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (selfish).
Menurut teori ini, orang boleh saja yakin bahwa ada tindakan mereka yang
bersifat lihur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang berkesan
luhur atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah ilusi. Pada
kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Jadi menurut
teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme.
Altruisme adalah suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau
mengutamakan keoentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan
dirinya sendiri.
Rachels sendiri juga menjelaskan paham egoisme etis yang pengertiannya
sering dikacaukan dengan paham egoisme psikologis. Egoisme etis adalah
tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest). Jadi,
yang membedakan tindakan berkutat diri (egoisme psikologis) dengan
tindakan untuk kepentingan diri (egoism etis) adalah pada akibatnya
terhadap orang lain.
Pokok-pokok pandangan egoisme etis (Rachels,2004)
a) Egoisme tidak mengatakan bahwa orang harus membela
kepentingannya sendiri maupun kepentingan orang lain.
b) Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah
membela kepentingan diri.
c) Meski egoisme etis berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah
membela kepentingan diri, tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan
bahwa anda harus menghindari tindakan menolong orang lain.
d) Menurut pandangan egoisme etis, tindakan menolong orang lain
dianggap sebagai tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin
saja kepentingan orang lain tersebur bertautan dengan kepentingan diri
sendiri sehingga dalam menolong orang lain sebenarnya juga dalam
rangka memenuhi kepentingan diri.
e) Inti dari paham egoisme etis adalah bahwa kalau ada tindakan yang
menguntungkan orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini
bukalnlah alasan yang membuat tindakan itu benar. Yang membuat
tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu menguntungkan
diri sendiri.
Munculnya paham egoism etis memberikan landasan yang sangat
kuat bagi munculnya paham ekonomi kapitalis dalam ilmu ekonomi. Paham
ekonomi kapitalis ini dipelopori oleh Adam Smith. Adam Smith
berpandangan bahwa kekayaan suatu Negara akan tumbuh maksimal bila
setiap individu (warga/rakyatnya) diberi kebebasan untuk mengejar
kepentingan (kekayaan)-nya masing-masing .
Utilitarianisme
Utilitarianisme sebagai teori etika dipelopori oleh David Hume (1711-
1776), kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Jeremy Bentham (1748-
1832) dan John Stuart Mill (1806-1873). Utilitarianisme berasal dari kata
Latin utilis,kemudian menjadi kata Inggris utility yang berarti bermanfaat
(Bertens, 2000). Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatakan baik jika
membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat, atau
dengan istilah yang sangat terkenal; “the grearest happiness of the greatest
numbers”. Jadi, ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat,
konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu-apakah memberi manfaat atau
tidak. Itulah sebabnya, paham ini disebut juga paham teologis. Teleologis
berasal dari kata Yunani telos yang berarti tujuan (Bartens,2000).
Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada
siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis dilihat dari sudut pandang
kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut
kepentingan orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat).
Dari uraian sebelumnya, paham utilitarianisme dapat diringkas
sebagai berikut :
(1) Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya
(akibat,tujuan, atau hasilnya).
(2) Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan satu-satunya parameter
yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
(3) Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.
Deontologi
Istilah deontology berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban
(Bertens, 2000). Paham ini dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804) dan
kembali mendapat dukungan dari filsuf abad ke-20, Anscombe dan
suaminya, Peter Geach (Rachels, 2004).
Paradigma teori deontology sangat berbeda dengan paham egoism dan
utilitarianisme yang sudah dibahas. Kedua teori yang disebut terakhir, yaitu
egoisme dan utilitarianisme sama-sama sama-sama menilai baik dan
buruknya suatu tindakan dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan
tersebut. Sangat berbeda dengan paham teleologi yang menilai etis atau
tidaknya suatu tindakan berdasarkan hasil, tujuan, atau konsekuensi dari
tindakan tersebut, paham deontology justru mengatakan bahwa etis tidaknya
suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi,
dan akibat dari tindakan tersebut.
Teori Hak
Immanuel Kany sebenarnya mengajukan dua pemikiran pokok.
Disamping teori deontology dengan imperative categories-nya, ia
sebenarnya juga mengemukakan apa yang dikenal dengan teori hak (right
theory). Menurut teori hak, suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila
perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan hak asasi manusia (HAM).
Namun sebagaimana dikatakan oleh Bartens (2000), teori hak merupakan
suatu aspek dari teori deontology (teori kewajiban) karena hak tidak daoat
dipisahkan dengan kewajiban-bagaikan satu keeping mata uang logam yang
sama dengan dua sisi.
Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas
(Weiss,2006), yaitu hak hukum (legal right), hak moral atau kemanusiaan
(moral,human right), dan hak kontraktual (contractual right). Hak legal
adalah hak yang didasarkan atas sistem/yurisdiksi hukum suatu Negara.
Dimana sumber hukum tertinggi disuatu Negara adalah UUD Negara yang
bersangkutan. Hak moral dihubungkan dengan pribadi manusia secara
individu, atau dalam beberapa kasus dihubungkan dengan pribadi manusia
secara individu, atau dalam beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok-
bukan dengan masyarakat dalam artian luas.
Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Teori keutamaan sebenarnya telah lahir sejak zaman dahulu yang
didasarkan atas pemikiran Aristoteles (384-322 SM) yang sempat
tenggelam, tetapi sekarang ini kembali mendapatkan momentumnya.
Berbeda dengan teori teleologi dan deontology yang keduanya sama-sama
menyoroti moralitas berangkat dari suatu tindakan,teori keutamaan
berangkat dari manusianya (Bertens,200). Teori keutamaan tidak
menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan tmana yang tidak etis.
Teori Etika Teonom
Pada dasarnya setiap teori etika yang ada memiliki kesamaan,
kesamaan tersebut terletak pada kajian aspek moralitas, dimana moralitas
hanya dikaji berdasarkan proses penalaran manusia tanpa ada yang
mengakui atau mengaitkannya dengan kekuatan tak terbatas (Tuhan).
Peschke S.V.D (2003) mengungkapkan keterbatasan akan teori-teori yang
telah ada, dimana mereka tidak mengakui adanya kekuatan tak terbatas
yaitu kekuatan Tuhan yang ada dibelakang semua hakikat keberadaan
alam semesta ini. Oleh karena itu mereka keliru menafsirkan tujuan hidup
manusia bukan hanya untuk memperoleh kebahagiaan yang bersifat
duniawi saja.

D. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis


Prinsip etika dapat diartikan sebagai asas atau dasar untuk berpikir
dan bertindak. Dibawah ini dikuti beberapa contoh prinsip-prinsip etika
suatu sumber.
1. Prinsip-prinsip etika bisnis menurut Caux Round Table (dalam Alois A.
Nugroho,2001).
Prediksi John Naisbitt akan adanya standar perilaku etis dunia yang
universal makin mendekati kebenaran dengan munculnya prinsip etika
internasional pertama dalam bidang bisnis yang dihasilkan dalam
pertemuan para eksekutif puncak bisnis di Amerika, Eropa, dan Jepang
pada bulan Juli 1994. Pertemuan itu dikenal dengan Caux Round Table.
Bisa dipahami bahwa prinsip-prinsip etika bisnis menurut Caux Round
Table ini merupakan suatu kombinasi yang dilandasi secara bersama
oleh konsep etika Jepangg kyosei yang sifatnya lebih menekankan
kebersamaan (communitarian) dan konsep etika Barat yang lebih
menekankan pada penghormatan terhadap martabat/nilai-nilai
individual (human dignity).
Prinsip-prinsip etika bisnis menurut Caux Round Table adalah:
a. Tanggung jawab bisnis: dan Shareholders ke Stakeholders.
b. Dampak ekonomis dan social dari bisnis: menuju inovasi, keadilan
dan komunitas dunia.
c. Perilaku bisnis: dari hukum yang tersurat ke semangat saling
percaya
d. Sikap menghormati aturan
e. Dukungan bagi perdagangan multilateral
f. Sikap hormat bagi lingkungan alam
g. Menghindari operasi-operasi yang tidak etis
REFERENSI

Agoes, Sukrisno, dan Ardana, Cenik I. 2011. Etika Bisnis dan Profesi edisi revisi
Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai