Anda di halaman 1dari 5

TATALAKSANA USAHA

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh usaha ternak sapi perah skala
kecil dan menengah. Menurut Erwidodo (1993) dalam Ratnawati (2002), usaha ternak sapi perah
Indonesia memiliki komposisi peternak skala kecil (kurang dari 4 ekor sapi perah) mencapai
80%, peternak skala menengah (4-7 ekor sapi perah) mencapai 17%, dan peternak skala besar
(lebih dari 7 ekor sapi perah) sebanyak 3%. Dengan rata-rata kepemlilikan 3-5 ekor sapi perah
per peternak, tingkat efisiensi usahanya masih rendah. Jika skala kepemilikan ternak tersebut
ditingkatkan menjadi 7 ekor per peternak, maka diharapkan akan dapat meningkatkan efisiensi
usaha sekitar 30% (Swastika, dkk., 2000).

Dari komposisi peternak tersebut, sumbangan terhadap produksi susu segar dalam negeri
adalah 64% oleh peternak skala kecil, 28% oleh peternak skala menengah dan 8% oleh peternak
skala besar (Erwidodo, 1993 dalam Ratnawati, 2002).

Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan pengusahaan sapi perah menurut
Sudono (2003), yaitu:
1. Mencari pemasaran yang baik
Dalam mendapatkan keuntungan yang baik dari penjualan susu, maka peternak harus
mencari tempat dimana pengangkutan mudah atau mudah menyalurkan susu yang
dihasilkan secara ekonomis dan cepat karena susu cepat atau mudah rusak.
2. Lahan dan air
Tipe lahan dimana peternakan akan didirikan merupakan hal yang penting dan harus
diselidiki tingkat kesuburan lahan tersebut. Pada dasarnya lahan yang baik dapat
ditingkatkan kesuburannya, tetapi lahan yang buruk tidak dapat atau sulit untuk
ditingkatkan. Disamping itu tipologi iklim yaitu curah hujan dan temperatur perlu
diperhatikan. Hal penting yang tak dapat diabaikan adalah tersedianya air bersih dalam
jumlah yang banyak, karena peternakan sapi perah membutuhkan air untuk minum,
pembersihan kandang dan kamar susu. Untuk setiap liter susu yang dihasilkan sapi
membutuhkan air minum sebanyak 3,5 – 4 liter.
3. Besarnya usaha peternakan
Besarnya usaha peternakan sapi perah tergantung daripada luas lahan yang tersedia dan
daerah dimana peternak tersebut didirikan. Di Indonesia, sekitar kota-kota besar rata-rata
sapi yang diperah 25 ekor, sedangkan di daerah pegunungan rata-rata sapi yang diperah
75 ekor per peternakan. Pemeliharan yang baik dan penambahan jumlah sapi yang
diperah dalam suatu peternakan pada umumnya akan meningkatkan efisiensi perusahaan.
4. Tenaga kerja
Usaha peternakan pada saat sekarang harus memiliki tenaga yang terampil dan
berpengalaman, karena itu diperlukan fasilitas perumahan untuk dapat menarik tenaga
tersebut dan bekerja dengan baik pada peternakan.
5. Sapi yang berproduksi tinggi
Walaupun perhatian banyak dicurahkan pada efisiensi penggunaan lahan dan tenaga
kerja, tetapi produksi susu yang tinggi setiap sapi masih merupakan faktor yang sangat
penting. Hendaknya sapi-sapi berproduksi tinggi yang seragam, jangan bervariasi karena
usaha peternakan dengan produksi tinggi dan merata yang menggunakan penjantan-
penjantan unggul akan menghasilkan produksi susu yang dapat ditingkatkan dan
dipertahankan dari generasi ke generasi.
6. Penggunaan tanaman pakan ternak
Penggunaan tanaman pakan yang diproduksi sendiri perlu dimaksimumkan, karena itu
usaha peternakan sapi perah sangat memerlukan lahan untuk ditanami tanaman pakan
ternak. Efisiensi produksi tergantung pada cara pemberian makanan yang ekonomis dan
pakan hijauan yang diharuskan berasal dari tanaman sendiri sedangkan pakan konsentrat
dibeli dari luar.

Dalam melakukan kegiatan pengusahaan sapi perah, setelah melakukan perencanaan pada
faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam pelaksanaannya, perlu juga diperhatikan faktor-
faktor yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan sususan susu sapi perah yang dihasilkan oleh
sapi perah karena pada setiap pemerahan hasil susu yang dihasilkan akan sangat bervariasi.
A. Pemeliharaan tingkat produksi yang layak dan menguntungkan

Tingkat pendapatan berkaitan dengan tingkat keuntungan optimal, sehingga terkait


dengan upaya pencapaian keuntungan yang optimal, maka kita sebagai peternak harus
memahami aspek-aspek teknis dan ekonomis produksi. Tingkat efisiensi teknis produksi pada
umumnya telah mampu dicapai oleh peternak.

Adapun tingkat pemeliharaan produksi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Memperhatikan kondisi sapi baik itu kesehatan maupun produktivitasnya.


2. Memperhatikan harga hijauan dan konsentrat, serta FCR yang harus diperhatikan juga.
3. Memperhatikan kebutuhan nutrisi sapi harian, seperti pemberian pakan.
4. Memperhatikan upah tenaga kerja.
5. Memperhitungkan lokasi yang ideal.
6. Memperhatikan kebutuhan perkandangan dan kebutuhan obat-obatan untuk sapi.
7. Memperhatikan jumlah sapi produktif.

B. Pengupayaan dan penggunaan fasilitas kredit secara efisien dan menyeluruh

Kesanggupan para peternak dalam menyediakan jaminan bagi perolehan kredit


didominasi oleh ternak pada urutan pertama, diikuti sertifikat tanah atau surat berharga pada
urutan kedua, kendaraan bermotor pada urutan ketiga, dan rumah tinggal pada urutan keempat.
Hal tersebut cukup logis bahwa ternak sapi paling tinggi labilitasnya dimana apabila peternak
mengalami kesulitan finansial dalam membayar pokok maupun bunga kredit maka ternak sapi
yang dimiliki akan relative lebih mudah untuk dijual. Adapun fasilitas kredit yang efisien dan
menyeluruh harus memperhatikan beberapa hal seperti :

 Jangka waktu pengembalian kredit


a. Jangka waktu yang dipilih secara mayoritas oleh peternak adalah antara 1-7 tahun
(93,55%). Jangka waktu pengembalian diatas 7 tahun relative sedikit (6,45%). Mayoritas
pilihan (1-7 tahun) tersebut didasarkan pada siklus suatu usaha ternak dan keinginan
peternak untuk semakin cepat menikmati hasil usaha ternaknya.
b. Analisis cash flow menunjukkan bahwa payback period yang dihasilkan adalah rata-rata
6 tahun sejak pinjaman diberikan. Nilai payback period tersebut adalah berturut-turut
sebagai berikut : 6,24 tahun (12 %), 6,17 tahun (18 %), 6,10 tahun (24%) dan 6,03 tahun
(30%).

TENAGA KERJA

A. Perencanaan tenaga kerja

Andrew E. Sikula (2011), mengemukakan bahwa : “perencanaan sumber daya manusia


atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan sebagai proses menentukan kebutuhan tenaga kerja
dan berarti mempertemukan kebutuhan tersebur agar pelaksanaannya berinteraksi dengan
rencana organisasi”.

Dengan adanya perencanaan tenaga kerja untuk peternakan sapi perah, maka usaha
pertama yang harus dilakukan adalah mengadakan inventarisasi tenaga kerja dalam hal-hal
sebagai berikut.

1. Jumlah tenaga kerja yang ada


2. Kualifikasi masing-masing tenaga kerja
3. Lama waktu masing-masing tenaga kerja
4. Kemampuan, pengetahuan dan pendidikan masing-masing tenaga kerja
5. Potensi bakat masing-masing tenaga kerja
6. Minat atau perhatian tenaga kerja

B. Perhitungan dan pengalokasian beban kerja optimal

Perhitungan dan pengalokasian beban kerja optimal dapat menggunakan metode Work
Load Analysis (WLA), ini dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi kerja berdasarkan total
persentase beban kerja dari job yang diberikan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Perhitungan
besarnya beban kerja dengan menggunakan rumus di bawah ini :

Beban Kerja
(%𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑥 𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 )𝑥 (1 + 𝐴𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒)𝑥 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛
=
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛

Untuk penggunaan tenaga kerja yang efisien ada baiknya menentukan fungsi dari
masing-masing pekerja dan harus sesuai dengan kebutujan pemeliharaan.

DAFTAR PUSTAKA

Andrew E. Sikula. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia, Erlangga. Bandung.

Cahyono. 2013. Analisis Biaya Transaksi Peternak Sapi Perah Studi Kasus Anggota Koperasi Di
Kabupaten Kuningan Jawa Barat.
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/65730/1/2013cah.pdf

Erwidodo. 1993. Kemungkinan Deregulasi Industri Persusuan Indonesia. Makalah Seminar.


Bogor (IN): Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.

Ratnawati, Novita. 2002. Kajian Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Peternakan Sapi
dan Kambing Perah di Pesantren Darul Falah, Ciampea, Bogor. [Skripsi]. Jurusan
Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Sudono, A., R.R. Fina dan B. Setyawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Swastika, D. K. S. et al. 2000. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Prospek Pengembangan
Peternakan Sapi Perah. Bogor (IN) : Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai