Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Macam pengangkutan yang digunakan untuk berhubungan antar wilayah


meliputi pengangkutan darat, pengangkutan laut dan pengangkutan udara. Alat
pengangkutan tersebut berfungsi untuk memindahkan orang dan/atau barang dari
suatu tempat ke tempat lain melalui darat, laut atau udara sesuai dengan alat
pengangkutan yang digunakan atau yang dipilih.

Kereta api adalah salah satu contoh alat pengangkutan darat, kereta api
sebagai salah satu alat pengangkutan darat yang paling diminati, hal ini terbukti
semakin meningkatnya kebutuhan jasa pengangkutan kereta api bagi mobilitas orang
dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain diseluruh wilayah tanah air. Oleh
karena itu usaha perkeretaapian perlu dikembangkan baik sarana maupun prasarana
untuk mewujutkan pengangkutan darat yang baik, aman, nyaman dan lancar.

Kelancaran, kenyamanan dan keselamatan berlalu lintas merupakan harapan


semua pihak baik pengguna jasa pengangkutan maupun penyelenggara jasa
pengangkutan. Dalam perhubungan darat didapati sarana transportasi berupa kereta
api yang memiliki jalan tersendiri atau jalan khusus kereta api dan kendaraan lainnya
baik berupa kendaraan pribadi maupun kendaraan umum memiliki fasilitas jalan
tersendiri yang sering kita sebut sebagai jalan umum, dengan adanya fasilitas
tersendiri itulah dalam perhubungan darat secara faktual diberbagai titik terdapat
adanya perlintasan antara jalan kereta api dan jalan umum, baik perlintasan sebidang
maupun perlintasan dua bidang atau lebih.

Salah satu manfaat dan tujuan diadakannya perlintasan adalah untuk


mempersingkat waktu tempuh dan memperpendek jarak tempuh berlalu lintas,
sehingga dihasilkan biaya operasional akan lebih hemat, itulah salah satu opsi yang
dipilih dari PT.(persero) Kereta Api Indonesi dari pada harus membangun fly over
ataupun subway. Walaupun program fly over ataupun subway sangat mungkin
dilakukan di kemudian hari.

Pada kenyataannya banyaknya pintu perlintasan antara jalan kereta api dan
jalan umum sarat dengan permasalahan yakni sering terjadi kecelakaan diperlintasan,
yaitu berupa benturan antara kereta api dengan pengguna jalan umum yang akibatnya
banyak jatuh korban dan timbul kerugian, baik bagi pihak pengguna jalan umum
maupun pihak kereta api. Kecelakaan diberbagai perlintasan pada umumnya

1
disebabkan karena kelalaian para pengguna perlintasan dan atau minimnya kesadaran
hukum masyarakat terhadap hukum berlalu lintas, yang berakibat persengketaan
hukum antara pihak PT.(persero) Kereta Api Indonesia dengan pihak pengguna jalan
umum.

Dengan demikian akan timbul masalah dan pertanyaan bagaimanakah


pertanggungjawaban badan penyelenggara yaitu PT.(persero) Kereta Api Indonesia
dalam peristiwa kecelakaan yang terjadi di pintu perlintasan yang melibatkan pihak
lain yakni pengguna jalan umum dalam sarana pengankutan kereta api. Prinsip
pertanggung jawaban dalam pengangkutan, dinyatakan bahwa pengangkut dianggap
selalu bertaggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang
diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak
bersalah, maka pengangkut dapat dibebaskan dari kewajiban membayar kerugian.

Dikatakan tidak bersalah adalah tidak melakukan kelalaian, telah mengambil


tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan
kerugian itu tidak mungkin untuk dihindari. Dalam berlalu lintas terdapat seperangkat
pranata hukum yang mengaturnya. Lalu lintas kereta api diberikan status
keistimewaan dimaksudkan bahwa lalu lintas kereta api diperlakukan berbeda dan
apabila perlu menyimpang dari aturan-aturan lalu lintas pada umumnya. Kereta api
mempunyai kepentingan khusus yang harus didahulukan dan pengguna jalan umum
tidak dibenarkan dan dilarang berada pada lokasi jalan kereta api pada saat kereta api
lewat. Keberadaan dan penugasan penjaga perintasan bukan untuk mengamankan
pengguna jalan umum melainkan khusus mengamankan keselamatan kereta api
berikut penumpang dan barang bawaan.

Sepanjang jalur kereta api, pengelola jalan kereta api tidak diwajibkan untuk
mengamankan pengguna jalan umum pada kawasan tersebut, sejak berlangsungnya
pengangkutan kereta api, tanah dan sarana perjalanan kereta api yang dibangun
diatasnya dengan hak penguasaan, hak pemanfaatan, hak penggunaan, hak pemilikan
ataupun delegasi wewenang tertentu, merupakan sistem yang utuh, menyeluruh dan
tidak terhalang oleh hak-hak lain. Sistem pengelolaan jalur perjalanan kereta api
bersifat utuh, tidak terpenggal-penggal, otonom dan mandiri.

Banyak kasus kecelakaan antara kereta api dengan pengguna jalan yang
terjadi, sebagian besar karena kelalaian penjaga pintu perlintasan. Terlepas dari
kelalaian atau tidak penjaga pintu perlintasan, keberadaan palang pintu perlintasan
hakekatnya merupakan kebutuhan internal pengelolaan jalur perjalanan kereta api,

2
yang semata-mata sebagai sarana untuk melindungi dan mengamankan perjalanan
kereta api dan bukan sebagai pengaman pengguna jalan.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkereta apian dalam


hal pintu perlintasan terdapat dalam Undang-Undang No.23 tahun 2007 tentang
Perkereta Apian, antara lain :

a. Bab X pasal 124 yang berbunyi :


”Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai
jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.”

b. Bab XV pasal 181 yang berbunyi :


1) Setiap orang dilarang :
1. Berada di ruang manfaat jalur kereta api,
2. Menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan
barang diatas rel atau melintasi jalur kereta api, atau
3. Menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain
untuk mengangkut kereta api.
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
petugas di bidang perkereta apian yang mempunyai surat tugas dari
penyelenggara prasarana perkereta apian.

c. Bab XVII pasal 199 yang berbunyi :

”Setiap orang yang berada di ruang manfaat jalan kereta api,


menyeret barang diatas atau melintas jalur kereta api tanpa hak, dan
menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain selain untuk
angkutan kereta api yang dapat mengganggu perjalanan kereta api
sebagaimana dimaksud dalam pasal 181 ayat (1), dipidana dengan penjara
paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00
(lima belas juta rupiah).”

Disamping diatur dalam Undang-Undang No.23 tahun 2007 tentang


Perkereta Apian, juga di atur dan ditegaskan dalam Undang-Undang
No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, antara lain :

d. Pasal 114 yang berbunyi :


Pada perlintasan sebidan antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi
kendaraan wajib :
1. Berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah
mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain,

3
2. Mendahulukan kereta api, dan
3. Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dulu melintasi
rel.

1. Pasal 296 yang berbunyi :

”setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada


perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah
berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat
lain sebagai mana dimaksud dalam pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).”

Sengketa hukum antara PT.(persero) Kereta Api Indonesia sebagai


penyelenggara pengangkutan dan pengguna jalan sangat sering terjadi, dan dalam
banyak kasus PT.(persero) Kereta Api Indonesia tidak mau memberikan ganti rugi
kepada korban atau ahli waris, dengan dasar bahwa kegunaan palang pintu
perlintasan semata-mata sebagai pengaman dan pelindung kereta api, penumpang dan
barang, bukan sebagai pengaman pengguna jalan umum.

Berdasar uraian di atas, maka penulis membahas mengenai: “TANGGUNG


JAWAB PT. (Persero) KAI TERHADAP PENGGUNA JALAN AKIBAT
KECELAKAAN PADA PERLINTASAN KERETA API”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi pokok
permasalahan ini adalah :

1. Bagaimana tanggung jawab PT. (Persero) KAI terhadap terjadinya kecelakaan


dalam kasus kecelakaan pada perlintasan kereta api?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan sesuai dengan permasalahan yang


ada, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab PT. (Persero) KAI terhadap


terjadinya kecelakaan yang melibatkan pengguna jalan dalam pengangkutan
kereta api

4
PEMBAHASAN

1. Tanggung Jawab PT. (Persero) KAI Terhadap Terjadinya Kecelakaan


Dalam Kasus Kecelakaan Pada Perlintasan Kereta Api

Tanpa disadari, pandangan umum kerap menunjukkan bahwa keselamatan


bertransportasi merupakan semata-mata tanggungjawab si penyelanggara moda
transportasi tersebut. Padahal, jika diteliti lebih jauh, masing-masing pihak yang
berkepentingan memiliki andil dan tanggungjawabnya sendiri. PT Kereta Api
Indonesia (Persero) sebagai operator dan penyelenggara sarana perkeretaapian pun
memiliki porsi dan tanggungjawabnya.

Salah satu tugas utama PT KAI adalah mengantarkan para penumpang yang
menggunakan jasanya dengan selamat hingga stasiun tujuan sesuai aturan yang
berlaku. Untuk mewujudkannya, PT KAI pun melakukan pengaturan dan penjagaan
agar perjalanan kereta api (KA) tetap lancar di jalurnya.

Mungkin sekilas terlihat seperti masinis tersebut dapat dijerat pidana dengan
Pasal 359 atau Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), akan
tetapi perlu dilihat lagi unsur-unsur dari pasal tersebut:

Pasal 359

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,


diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun.”

Pasal 360

(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain


mendapatkan luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-
luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan
atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

5
Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
yang dimaksud “karena salahnya” adalah kurang hati-hati, lalai lupa, amat kurang
perhatian. Dalam hal ini, pejalan kaki atau kendaraan bermotor itu sendiri yang telah
melanggar peraturan, dan jika pada saat itu masinis juga telah membunyikan klakson
untuk memperingati si pejalan kaki, maka masinis tidak dapat dipersalahkan. Jika
tidak ada unsur kesalahan pada si masinis, maka masinis kereta api tersebut tidak
dapat dituntut.

Menurut Direktur Utama PT KAI (Persero) - EDI SUKORMO "Tak jarang,


jika ada kecelakaan lalu lintas yang terjadi di pelintasan sebidang, pandangan umum
seolah-olah itu adalah menjadi tanggungjawab PT KAI. Pandangan tersebut adalah
keliru. Namun pada kenyataannya, tidak semuanya berjalan seperti sebagaimana
idealnya karena berbagai faktor. Salah satunya yakni kurangnya kesadaran dan
pemahaman seluruh pengguna jalan raya terhadap peraturan keselamatan perjalanan
KA di pelintasan sebidang.

Sebagai contoh kejadian yang baru-baru ini terjadi yakni insiden antara Bus
Transjakarta dan KA Senja Utama di kawasan Mangga Dua, Jakarta, Kamis dini hari,
19 Mei 2016. Ada beberapa aturan keselamatan KA di pelintasan sebidang yang
sepatutnya sudah dipahami oleh seluruh pihak yang berkepentingan. Salah satunya
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ)
Pasal 114 menyatakan bahwa : Pada pelintasan sebidang antara jalur KA dan jalan,
pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi dan palang pintu
KA sudah mulai ditutup, serta wajib mendahulukan kereta api.

a Aturan di atas senada dengan UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian


dimana berbunyi: Pasal 90 poin d) menyatakan bahwa : Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian berhak dan berwenang mendahulukan perjalanan
kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan.
b Pasal 124 menyatakan bahwa : Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta
api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.

Dua aturan di atas menyebutkan bahwa perjalanan kereta api mendapatkan


prioritas di jalur yang bersinggungan dengan jalan raya. Berdasarkan aturan di atas
pula, sudah jelas disebutkan jika tidak ada kesalahan yang dapat dituduhkan kepada
kereta api.

6
Untuk mendukung keselamatan perjalanan KA, telah ditempatkan Petugas Jaga
Pelintasan beserta fasilitas pendukungnya seperti gardu, palang pintu, sirene, dan
peralatan pendukung lainnya. Sekali lagi, tujuan utamanya yaitu untuk menjaga
keselamatan perjalanan KA. Oleh karena itu, PT KAI mengimbau kepada seluruh
pengguna jalan raya untuk tak hanya memahami tapi juga disiplin menaati peraturan
lalu lintas, khususnya mengenai keselamatan di pelintasan sebidang.

Masyarakat sebagai pengguna jalan raya baik itu pengendara bus, mobil, motor,
dan kendaraan lainnya, sepatutnya bertanggung jawab atas keselamatan dirinya
dengan memahami peraturan perkeretaapian tersebut karena selama berada di
sepanjang jalur kereta api, maka keselamatan perjalanan KA yang diutamakan. Para
pengguna jalan raya pun harus memiliki kesadaran bahwa peraturan dan peralatan
pendukung keselamatan perjalanan KA di pelintasan sebidang pada hakikatnya untuk
menjaga keselamatan perjalanan KA dan mendukung keselamatan lalu lintas KA.

Karena itu, pengguna jalan raya harus tetap mawas diri, ada atau tidak ada
penjaga maupun fasilitas pelintasan sebidang, saat berada di area tersebut haruslah
memperhatikan seluruh rambu dan tanda-tanda keselamatan yang ada serta setiap
arah jalur kereta api. Masyarakat juga harus mengetahui bahwa ada sanksi yang
ditetapkan bagi penerobos pintu pelintasan sebidang.

Aturan melewati pelintasan KA terdapat dalam UU Nomor 22 Tahun 2009


tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 dan sanksinya tertulis dalam Pasal
296 dengan bunyi sebagai berikut:

Pasal 296 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada pelintasan
antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang
pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu
rupiah).

Menelaah lebih jauh mengenai pelintasan kereta api, maka kembali mengacu
pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Pelintasan kereta

7
api adalah bagian kiri dan kanan jalan rel. Bagian kanan dan kiri jalan kereta
termasuk dalam Ruang Manfaat Jalur Kereta Api.

Pada hakikatnya, Ruang Manfaat Jalur Kereta Api merupakan kawasan yang steril
dan diperuntukkan bagi operasional kereta api saja. Pasal 37 ayat (1) UU No. 23
Tahun 2007 tentang Perkeretaapian menyatakan bahwa jalur KA terdiri atas Ruang
Manfaat Jalur Kereta Api, Ruang Milik Jalur Kereta Api, dan Ruang Pengawasan
Jalur Kereta Api.

Ruang Manfaat Jalur Kereta Api terdiri dari jalan rel dan bidang tanah di kiri
dan kanan jalan rel beserta ruang di kiri, kanan, atas, dan bawah yang digunakan
untuk konstruksi jalan rel dan penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan
pelengkap lainnya.

Ruang Milik Jalur Kereta Api adalah bidang tanah di kiri dan di kanan Ruang
Manfaat Jalur Kereta Api yang digunakan untuk pengamanan konstruksi jalan rel.
Ruang Pengawasan Jalur Kereta Api adalah bidang tanah atau bidang lain di kiri dan
di kanan ruang milik jalur kereta api untuk pengamanan dan kelancaran operasi
kereta api.

Selain itu, menurut Pasal 181ayat (1) UU Perkeretaapian, setiap orang


dilarang berada di Ruang Manfaat Jalur Kereta Api; menyeret, menggerakkan,
meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau melintasi jalur kereta api; atau
menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain untuk angkutan kereta
api.

Pelanggaran terhadap Pasal 181 ayat (1) UU Perkeretaapian yang dapat


mengganggu perjalanan kereta api, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah),
sebagaimana terdapat dalam Pasal 199 UU Perkeretaapian:

Setiap orang yang berada di ruang manfaat jalan kereta api, menyeret barang di atas
atau melintasi jalur kereta api tanpa hak, dan menggunakan jalur kereta api untuk
kepentingan lain selain untuk angkutan kereta api yang dapat mengganggu
perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (1), dipidana

8
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan sesuai UU Perkeretaapian


idealnya memang dibuat tidak sebidang. Pelintasan sebidang memungkinkan jika
hanya area tersebut merupakan jalur dengan frekuensi perjalanan KA rendah dan arus
lalu lintas jalan rayanya pun tidak padat.

Namun, jika pelintasan sebidang tersebut merupakan jalur dengan frekuensi


perjalanan KA yang tinggi dan padat lalu lintas jalan raya, maka sudah seharusnya
dibuat tidak sebidang, bisa flyover maupun underpass. Pembangunan prasarana
perkeretaapian merupakan wewenang dari penyelenggara prasarana perkeretaapian
dalam hal ini pemerintah.

PP 56 tahun 2009 pun menyebutkan bahwa pemerintah bertanggungjawab


atas pelintasan sebidang. Pasal 79 menyebutkan bahwa Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai kewenangannya melakukan evaluasi secara berkala terhadap
perpotongan sebidang. Jikalau berdasarkan hasil evaluasi ada perpotongan yang
seyogiayanya harus ditutup, maka pemerintah sebagaimana disebut di atas dapat
menutupnya.

Perjalanan kereta api memang kompleks dan melibatkan berbagai pihak yang
berkepentingan. Diperlukan pemahaman akan berbagai aturan yang mengacu pada
keselamatan perjalanan KA khususnya di pelintasan sebidang.

Keselamatan perjalanan kereta api maupun keselamatan lalu lintas jalan


umum merupakan tanggung jawab bersama. Tidak memberatkan hanya ke satu pihak
saja. Dengan adanya pemahaman dan kesadaran oleh seluruh pihak akan
tanggungjawab yang diembannya, maka keselamatan yang diharapkan niscaya dapat
diwujudkan.

9
PENUTUP

KESIMPULAN

Regulasi pelintasan sebidang masih kurang dipahami masyarakat, termasuk


pemahaman pelintasan sebidang merupakan daerah rawan kecelakaan. pelintasan
sebidang atau yang berpotongan langsung antara jalan raya dengan jalan rel KA, baik
yang dijaga maupun tidak dijaga, merupakan daerah rawan kecelakaan, bahkan sering
kali menimbulkan korban jiwa dan kerugian dari kedua belah pihak. Regulasi
mendahulukan kereta untuk melintas di pelintasan sebidang sudah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian.

Menurut Direktur Utama PT KAI (Persero) - EDI SUKORMO "Tak jarang,


jika ada kecelakaan lalu lintas yang terjadi di pelintasan sebidang, pandangan umum
seolah-olah itu adalah menjadi tanggungjawab PT KAI. Pandangan tersebut adalah
keliru. Karema Tugas PT KAI ialah menyelamatkan perjalanan kereta api karena jika
terjadi sesuatu di peilintasan, mak berdampak korban yang sangat banyak.

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan


(LLAJ) Pasal 114 menyatakan bahwa : Pada pelintasan sebidang antara jalur KA dan
jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi dan palang
pintu KA sudah mulai ditutup, serta wajib mendahulukan kereta api.

 Aturan di atas senada dengan UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian


dimana berbunyi: Pasal 90 poin d) menyatakan bahwa : Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian berhak dan berwenang mendahulukan perjalanan
kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan.
 Pasal 124 menyatakan bahwa : Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta
api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.

Dua aturan di atas menyebutkan bahwa perjalanan kereta api mendapatkan


prioritas di jalur yang bersinggungan dengan jalan raya. Berdasarkan aturan di atas
pula, sudah jelas disebutkan jika tidak ada kesalahan yang dapat dituduhkan kepada
kereta api. Dan Menurut Pasal 192 dan 197 UU Perkeretaapian Nomor 23 Tahun
2007 pula, kecelakaan yang terjadi di pelintasan kereta bukan menjerat penjaga
pelintasan atau masinis dengan Pasal 359 ataupun Pasal 360 Ayat 1 KUHP tentang
kelalaian yang menyebabkan kematian.

10

Anda mungkin juga menyukai