Kreta Api
Kreta Api
A. Latar belakang
Kereta api adalah salah satu contoh alat pengangkutan darat, kereta api
sebagai salah satu alat pengangkutan darat yang paling diminati, hal ini terbukti
semakin meningkatnya kebutuhan jasa pengangkutan kereta api bagi mobilitas orang
dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain diseluruh wilayah tanah air. Oleh
karena itu usaha perkeretaapian perlu dikembangkan baik sarana maupun prasarana
untuk mewujutkan pengangkutan darat yang baik, aman, nyaman dan lancar.
Pada kenyataannya banyaknya pintu perlintasan antara jalan kereta api dan
jalan umum sarat dengan permasalahan yakni sering terjadi kecelakaan diperlintasan,
yaitu berupa benturan antara kereta api dengan pengguna jalan umum yang akibatnya
banyak jatuh korban dan timbul kerugian, baik bagi pihak pengguna jalan umum
maupun pihak kereta api. Kecelakaan diberbagai perlintasan pada umumnya
1
disebabkan karena kelalaian para pengguna perlintasan dan atau minimnya kesadaran
hukum masyarakat terhadap hukum berlalu lintas, yang berakibat persengketaan
hukum antara pihak PT.(persero) Kereta Api Indonesia dengan pihak pengguna jalan
umum.
Sepanjang jalur kereta api, pengelola jalan kereta api tidak diwajibkan untuk
mengamankan pengguna jalan umum pada kawasan tersebut, sejak berlangsungnya
pengangkutan kereta api, tanah dan sarana perjalanan kereta api yang dibangun
diatasnya dengan hak penguasaan, hak pemanfaatan, hak penggunaan, hak pemilikan
ataupun delegasi wewenang tertentu, merupakan sistem yang utuh, menyeluruh dan
tidak terhalang oleh hak-hak lain. Sistem pengelolaan jalur perjalanan kereta api
bersifat utuh, tidak terpenggal-penggal, otonom dan mandiri.
Banyak kasus kecelakaan antara kereta api dengan pengguna jalan yang
terjadi, sebagian besar karena kelalaian penjaga pintu perlintasan. Terlepas dari
kelalaian atau tidak penjaga pintu perlintasan, keberadaan palang pintu perlintasan
hakekatnya merupakan kebutuhan internal pengelolaan jalur perjalanan kereta api,
2
yang semata-mata sebagai sarana untuk melindungi dan mengamankan perjalanan
kereta api dan bukan sebagai pengaman pengguna jalan.
3
2. Mendahulukan kereta api, dan
3. Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dulu melintasi
rel.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi pokok
permasalahan ini adalah :
C. Tujuan Penelitian
4
PEMBAHASAN
Salah satu tugas utama PT KAI adalah mengantarkan para penumpang yang
menggunakan jasanya dengan selamat hingga stasiun tujuan sesuai aturan yang
berlaku. Untuk mewujudkannya, PT KAI pun melakukan pengaturan dan penjagaan
agar perjalanan kereta api (KA) tetap lancar di jalurnya.
Mungkin sekilas terlihat seperti masinis tersebut dapat dijerat pidana dengan
Pasal 359 atau Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), akan
tetapi perlu dilihat lagi unsur-unsur dari pasal tersebut:
Pasal 359
Pasal 360
(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-
luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan
atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
5
Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
yang dimaksud “karena salahnya” adalah kurang hati-hati, lalai lupa, amat kurang
perhatian. Dalam hal ini, pejalan kaki atau kendaraan bermotor itu sendiri yang telah
melanggar peraturan, dan jika pada saat itu masinis juga telah membunyikan klakson
untuk memperingati si pejalan kaki, maka masinis tidak dapat dipersalahkan. Jika
tidak ada unsur kesalahan pada si masinis, maka masinis kereta api tersebut tidak
dapat dituntut.
Sebagai contoh kejadian yang baru-baru ini terjadi yakni insiden antara Bus
Transjakarta dan KA Senja Utama di kawasan Mangga Dua, Jakarta, Kamis dini hari,
19 Mei 2016. Ada beberapa aturan keselamatan KA di pelintasan sebidang yang
sepatutnya sudah dipahami oleh seluruh pihak yang berkepentingan. Salah satunya
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ)
Pasal 114 menyatakan bahwa : Pada pelintasan sebidang antara jalur KA dan jalan,
pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi dan palang pintu
KA sudah mulai ditutup, serta wajib mendahulukan kereta api.
6
Untuk mendukung keselamatan perjalanan KA, telah ditempatkan Petugas Jaga
Pelintasan beserta fasilitas pendukungnya seperti gardu, palang pintu, sirene, dan
peralatan pendukung lainnya. Sekali lagi, tujuan utamanya yaitu untuk menjaga
keselamatan perjalanan KA. Oleh karena itu, PT KAI mengimbau kepada seluruh
pengguna jalan raya untuk tak hanya memahami tapi juga disiplin menaati peraturan
lalu lintas, khususnya mengenai keselamatan di pelintasan sebidang.
Masyarakat sebagai pengguna jalan raya baik itu pengendara bus, mobil, motor,
dan kendaraan lainnya, sepatutnya bertanggung jawab atas keselamatan dirinya
dengan memahami peraturan perkeretaapian tersebut karena selama berada di
sepanjang jalur kereta api, maka keselamatan perjalanan KA yang diutamakan. Para
pengguna jalan raya pun harus memiliki kesadaran bahwa peraturan dan peralatan
pendukung keselamatan perjalanan KA di pelintasan sebidang pada hakikatnya untuk
menjaga keselamatan perjalanan KA dan mendukung keselamatan lalu lintas KA.
Karena itu, pengguna jalan raya harus tetap mawas diri, ada atau tidak ada
penjaga maupun fasilitas pelintasan sebidang, saat berada di area tersebut haruslah
memperhatikan seluruh rambu dan tanda-tanda keselamatan yang ada serta setiap
arah jalur kereta api. Masyarakat juga harus mengetahui bahwa ada sanksi yang
ditetapkan bagi penerobos pintu pelintasan sebidang.
Pasal 296 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada pelintasan
antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang
pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu
rupiah).
Menelaah lebih jauh mengenai pelintasan kereta api, maka kembali mengacu
pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Pelintasan kereta
7
api adalah bagian kiri dan kanan jalan rel. Bagian kanan dan kiri jalan kereta
termasuk dalam Ruang Manfaat Jalur Kereta Api.
Pada hakikatnya, Ruang Manfaat Jalur Kereta Api merupakan kawasan yang steril
dan diperuntukkan bagi operasional kereta api saja. Pasal 37 ayat (1) UU No. 23
Tahun 2007 tentang Perkeretaapian menyatakan bahwa jalur KA terdiri atas Ruang
Manfaat Jalur Kereta Api, Ruang Milik Jalur Kereta Api, dan Ruang Pengawasan
Jalur Kereta Api.
Ruang Manfaat Jalur Kereta Api terdiri dari jalan rel dan bidang tanah di kiri
dan kanan jalan rel beserta ruang di kiri, kanan, atas, dan bawah yang digunakan
untuk konstruksi jalan rel dan penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan
pelengkap lainnya.
Ruang Milik Jalur Kereta Api adalah bidang tanah di kiri dan di kanan Ruang
Manfaat Jalur Kereta Api yang digunakan untuk pengamanan konstruksi jalan rel.
Ruang Pengawasan Jalur Kereta Api adalah bidang tanah atau bidang lain di kiri dan
di kanan ruang milik jalur kereta api untuk pengamanan dan kelancaran operasi
kereta api.
Setiap orang yang berada di ruang manfaat jalan kereta api, menyeret barang di atas
atau melintasi jalur kereta api tanpa hak, dan menggunakan jalur kereta api untuk
kepentingan lain selain untuk angkutan kereta api yang dapat mengganggu
perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (1), dipidana
8
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
Perjalanan kereta api memang kompleks dan melibatkan berbagai pihak yang
berkepentingan. Diperlukan pemahaman akan berbagai aturan yang mengacu pada
keselamatan perjalanan KA khususnya di pelintasan sebidang.
9
PENUTUP
KESIMPULAN
10