Anda di halaman 1dari 5

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”)

BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program


jaminan sosial. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“UU
BPJS”).

Melalui UU BPJS ini dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,
jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.1[1]

Kewajiban Pemberi Kerja Mendaftarkan Pekerjanya Sebagai Peserta BPJS


Ketenagakerjaan
Setiap pekerja yang bekerja dan menerima upah wajib diikut sertakan program
BPJS oleh si pemberi kerja tanpa ada batasan mengenai jumlah pekerjanya. Hal
mana diatur dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (“UU SJSN”) yang berbunyi:

Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan


pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,
sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

Istilah pekerja yang dimaksud adalah setiap orang yang bekerja menerima gaji,
upah atau imbalan dalam bentuk lain.2[2] Sedangkan pemberi kerja yang
dimaksud di sini adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau
badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara
negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau
imbalan dalam bentuk lainnya.3[3]

Sementara, yang dimaksud dengan Pengusaha kita dapat mengacu pada Pasal 1
angka 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(“UU Ketenagakerjaan”) sebagai berikut:

Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

1[1] Pasal 6 UU BPJS

2[2] Pasal 1 angka 11 UU SJSN

3[3] Pasal 1 angka 12 UU SJSN


Jadi, menjawab pertanyaan Anda, perusahaan dalam bentuk persekutuan dengan
karyawan di atas 20 orang itu termasuk pemberi kerja yang wajib mendaftarkan
pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Adapun sanksi jika perusahaan selain penyelenggara negara tidak melaksanakan


kewajiban mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS adalah sanksi
administratif.4[4] Sanksi administratif tersebut dapat berupa:5[5]
a. teguran tertulis;
b. denda; dan/atau
c. tidak mendapat pelayanan publik tertentu.

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Sanksi Jika Tidak
Mengikutsertakan Karyawan dalam BPJS.

Jika Karyawan Mengundurkan Diri


Mengenai pertanyaan Anda selanjutnya yaitu apakah pekerja berhenti kerja atas
keinginan sendiri mendapatkan pesangon atau tidak. Apabila berhenti bekerja
karena keinginan sendiri atau mengundurkan diri, maka kita mengacu pada Pasal
162 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan:

(1) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri,


memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat
(4)
(2) Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang
tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara
langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.

Berdasarkan pasal di atas, pekerja yang mengundurkan diri tidak mendapatkan


pesangon, tetapi hanya mendapatkan uang penggantian hak dan uang pisah yang
besarnya biasanya diatur dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama atau
peraturan perusahaan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak Apakah Pekerja
yang Mengundurkan Diri Akan Dapat Pesangon?

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional;
3. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial.

4[4] Pasal 17 ayat (1) UU BPJS

5[5] Pasal 17 ayat (2) UU BPJS


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”) adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(“UU BPJS”).

Dengan UU BPJS ini dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Siapa saja peserta BPJS itu? Pasal 1 angka 4 UU BPJS berbunyi:

“Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.”

Mengenai kepesertaan karyawan dalam BPJS Ketenagakerjaan, Pasal 15 ayat (1) UU BPJS
telah mengatur:

“Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai
Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.”

Jadi, menjawab pertanyaan Anda, ketentuan di atas mempertegas kedudukan Anda sebagai
karyawan yang wajib diikutsertakan dalam BPJS oleh perusahaan selaku pemberi kerja.

Ketentuan ini dipertegas kembali dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif
Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi
Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial
(“PP 86/2013”):

Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara wajib:

a. mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS secara


bertahap sesuai dengan program jaminan sosial yang diikutinya; dan
b. memberikan data dirinya dan pekerjanya berikut anggota keluarganya kepada BPJS
secara lengkap dan benar.

Sanksi Pemberi Kerja yang Melanggar Kewajiban Mendaftarkan Karyawannya sebagai


Peserta BPJS
Adapun sanksi jika perusahaan selain penyelenggara negara tidak melaksanakan kewajiban
mendaftarkan pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS adalah sanksi administratif.[1]
Sanksi administratif itu dapat berupa:[2]
a. teguran tertulis; -> dilakukan oleh BPJS.
b. denda; dan/atau -> dilakukan oleh BPJS.
c. tidak mendapat pelayanan publik tertentu. -> dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah atas
permintaan BPJS.

Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada Pemberi Kerja Selain
Penyelenggara Negara meliputi:[3]
a. perizinan terkait usaha;
b. izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek;
c. izin memperkerjakan tenaga kerja asing;
d. izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; atau
e. Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Belum Daftar BPJS Ketenagakerjaan,
Kejaksaan Panggil 300 Perusahaan, Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang
Gambir Harry Samsudin Susatio mengatakan aturan tentang kewajiban mendaftarkan
pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan ini sudah disosialisasikan sejak lama tepatnya 2013 yang
lalu kepada para perusahaan. Ia menjelaskan hal ini juga demi kebaikan para tenaga kerja
yang bekerja di perusahaan swasta, agar lebih terjamin kesejahteraannya. Ia mengancam akan
memberi hukuman pidana bagi perusahaan yang tidak menaati aturan terkait wajib mendaftar
sebagai anggota BPJS-TK.

Dasar Hukum:
1. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan
Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam
Penyelenggaraan Jaminan Sosial.

[1] Pasal 17 ayat (1) UU BPJS dan Pasal 5 ayat (1) PP 86/2013

[2] Pasal 17 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU BPJS dan Pasal 5 ayat (2) PP 86/2013

[3] Pasal 9 ayat (1) PP 86/2013

Anda mungkin juga menyukai