Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar dengan gangguan eliminisi Fekal

a. Definisi
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air
besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya
dilakukan huknah, baik huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan
hangat melalui anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti
(Wilkinson dan Judith, 2011).
b. Etiologi
1. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya
selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses.
Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan
ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan
feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama
setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan
makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon (Wilkinson dan Judith,
2011).
2. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk
beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia
lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal,
menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan
memperlambat perjalananchyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan
reabsorbsi cairan dari chyme
3. Meningkatnya stress psikolog
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit
tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai
komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah
dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang
yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada
konstipasi

4. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.


Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic
dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan
terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras
5. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang
besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan
codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi
eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan
eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-
obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas
peristaltik dan kadang- kadang digunakan untuk mengobati diare
6. Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem
neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasajuga
mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan
lambung. Di antaranya adalahatony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-
otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan
mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn
juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang
dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang
dapat berdampak pada proses defekasi.
7. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord
dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus
sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk
merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau
mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien
bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter
ani.

c. Patofisiologi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa
kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap
kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi
instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum
memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum.
Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati
anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses
keluar(Wilkinson dan Judith, 2011).
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum
dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke
kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau
bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang
akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada
dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal
dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi
duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan
muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di
absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.
Obstrusi sel cerna


Gangguan neuromuskuler


Peristaltik kolon menurun


Perurunan pengeluran cairan di dalam usus


Tinja kering, keras


Tinja tertahan di dalam usus


Tinja sulit dikeluarkan


Konstipasi


Sakit perut, melilit, mules, kembung.

d. Manifestasi Klinik
1. Konstipas
a. Menurunnya frekuensi BAB
b. Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
c. Nyeri rektum
2. Impaction
a. Tidak BAB
b. Anoreksia
c. Kembung/kram
d. nyeri rektum
3. Diare
a. BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
b. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
c. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa
d. feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB
4. Inkontinensia Fekal
a. Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
b. BAB encer dan jumlahnya banyak
c. Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinalcord dan
tumor spingter anal eksternal.
5. Flatulens
a. Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
b. Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
c. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
6. Hemoroid
a. pembengkakan vena pada dinding rectum
b. perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
c. merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
d. nyeri
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

f. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Perawat dapat melakukan penanganan: Memposisikan klien duduk saat
melakukan BAB di tempat tidur untuk mengurangi ketegangan pada punggung bagian
belakang. Memberikan obat katartik dan laksatif sesuai prosedur dan bila klien tidak
mampu defekasi dengan normal karena rasa nyeri, konstipasi atau Impaksi. Agens anti
diare seperti opiate, kodein fosfat, opium tintur, dan difenoksilat untuk klien yang
menderita diare, seringnya pengeluaran feses yang encer. Enema adalah memasukan
suatu larutan kedalam rectum dan kolon sigmoid untuk meningkatkan defekasi dengan
menstimulasi peristaltic. Pengeluaran feses secara manual dimana perawat membantu
klien yang mengalami impaksi, massa feses yang terlalu besar mengeluarkannya secara
volunteer yaitu memecah feses dengan jari tangan dan mengeluarkan bagian demi
bagian. Bowel training (pelatihan defekasi) klien yang mengalami inkontinensia usus
tidak mamou mempertahankan kotrol defekasi. Program bowel training dapat
membantu beberapa klien mendapatkan defekasi yang normal, terutama klien yang
masih memiliki kontrol neuromuscular (Doughty,1992)\

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat
menentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu gambaran
feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan mengumpulkan informasi
tentang beberapa masalah yang pernah terjadi berhubungan dengan eliminasi,
adanya ostomy dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola eliminasi.
Pengkajiannya meliputi:
1) Pola eliminasi
2) Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
3) Masalah eliminasi
4) Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu,diet, cairan,
aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi,
auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal. Auskultasi
dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah peristaltik. Pemeriksaan
rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi
feses klien terhadap warna, konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya
unsur-unsur abdomen.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik visualisasi
langsung / tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap unsur-
unsur yang tidak normal.

2. Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan (Tujan dan Kriteria Hasil


menggunakan NOC, intervensi menggunakan pendekatan NIC)

Diagnosa
NO Tindakan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan NOC : Bowel elimination NIC : Konstipation atau
pola - Buang air besar / BAB impaction management
eliminasi dengan konsistensi lembek o Monitor tanda dan gejala
fekal : - Pasien menyatakan mampu konstipasi
konstipasi mengontrol pola BAB o Monitor frekuensi, warna,
berhubungan - Mempertahankan pola dan konsistensi.
dengan... eliminasi usus tanpa ileus o Anjurkan pada pasien untuk
3. E makan buah-buahan dan serat
v tinggi dengan konsultasi
a bagian gizi.
o Mobilisasi bertahap
l
o Kolaborasikan dengan tenaga
u medis mengenai pemberian
a laksatif, enema dan
s pengobatan
i o Berikan pendidikan
T kesehatan tentang : kebiasaan
i diet, cairan dan makanan
yang mengandung gas,
n
aktivitas dan kebiasaan BAB
d o Intruksikan agar pasien tidak
a mengejan saat defekasi
2.k Gangguan NOC: a. Timbang berat badan pasien
a pola - Bowel elimination b. Ajarkan pasien untuk
n eliminasi - Fluid Balance menggunakan obat antidiare
fekal : diare - Hydration yang benar
berhubungan - Electrolyte and Acid basec. Instruksikan pasien/keluarga
u
dengan... Balance untuk mencatat warna, jumlah,
n Kriteria Hasil : frekuensi dan konsistensi dari
t - Feses berbentuk, BAB feses
u sehari sekali- tiga hari d. Evaluasi intake makanan yang
k - Menjaga daerah sekitar masuk
rectal dari iritasi e. Anjurkan pasien untuk
m - Tidak mengalami diare menghindari susu, kopi,
makanan pedas, dan makanan
e yang mengiritasi saluran cerna.
l f. Ajarkan tehnik menurunkan
i stress
h g. Kolaborasi pemberian obat
a antidiare
t kemampuan dan kemajuan yang dialami oleh pasien setelah diberikan tindakan. Hal
ini disesuaikan dengan respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan dan
medis.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Lynda Juall.2013.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta:EGC
Nanda.2015-2017.Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.Jakarta: EGC
Potter &Perry.2010.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2.Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
Wilkinson,Judith M.2011.Buku Saku Diagnosis Keperawatan,Diagnosis NANDA, Intervensi
NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9.Jakarta: EGC
Wartonah, tarwoto.2012.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.Jakarta:Salemba
Medik
Brooker,Christine.2013.Kamus Saku Keperawatan.Jakarta:EGC
Brunner and Suddarth. (2016). Keperawtan Medika-Bedah. EGC. Edisi 12: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai

  • Relaksasi Otot Progresif
    Relaksasi Otot Progresif
    Dokumen1 halaman
    Relaksasi Otot Progresif
    Anggraeny S Faisal
    Belum ada peringkat
  • Kista Ovari
    Kista Ovari
    Dokumen18 halaman
    Kista Ovari
    Anggraeny S Faisal
    Belum ada peringkat
  • Stemi
    Stemi
    Dokumen8 halaman
    Stemi
    Anggraeny S Faisal
    Belum ada peringkat
  • Stemi
    Stemi
    Dokumen8 halaman
    Stemi
    Anggraeny S Faisal
    Belum ada peringkat
  • Daftar Kelompok Osce Ners 8
    Daftar Kelompok Osce Ners 8
    Dokumen3 halaman
    Daftar Kelompok Osce Ners 8
    Najwa fizra
    Belum ada peringkat
  • Kista Ovari
    Kista Ovari
    Dokumen18 halaman
    Kista Ovari
    Anggraeny S Faisal
    Belum ada peringkat
  • Stemi
    Stemi
    Dokumen8 halaman
    Stemi
    Anggraeny S Faisal
    Belum ada peringkat
  • Cover Individu
    Cover Individu
    Dokumen1 halaman
    Cover Individu
    Anggraeny S Faisal
    Belum ada peringkat