CIR Pemberian Infus
CIR Pemberian Infus
Pemasangan Infus
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dalam pemberian pelayanan keperawatan ada banyak tindakan
keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien guna menunjang
kesembuhannya, dimana salah satu terapi yang diberikan adalah tindakan
mandiri melalui intravena. Pemenuhan cairan sangat penting dilakukan salah
satunya dengan melalui terapi intravena. Namun demikian ternyata terapi
intravena ini juga memiliki komplikasi yang bisa membahayakan pasien,
seperti yang dikemukakan oleh Maria, (2012) dikatakan bahwa “90% pasien
yang dirawat yang mendapat terapi intravena atau infus, 50% dari pasien
tersebut beresiko mengalami kejadian infeksi komplikasi lokal terapi
intravena salah satunya adalah plebitis”.
Plebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik
oleh iritasi kimia maupun mekanik, Hal ini ditandai dengan adanya daerah
yang memerah dan hangat disekitar daerah penusukan atau sepanjang vena,
nyeri atau rasa lunak di daerah sepanjang vena dan pembengkakan (Brunner
& Suddarth, 2002). Plebitis dapat menjadi bahaya, karena bekuan darah
(tromboflebitis) bisa menyebabkan emboli, hal ini dapat menimbulkan
kerusakan permanen pada vena.
2. Tujuan Critical Insidence Report (CIR)
Adapun tujuan dari critical incidence report adalah sebagai berikut :
1. Untuk mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
2. Untuk mempermudah akses kegawatdaruratan atau pemberian obat
3 Mempersiapkan alat
D. Incidence Report
Kejadian plebitis pada pasien yang di rawat di rumah sakit masih
ditemukan, meski hanya sebagian kecil, bahkan kejadian plebitis kadang terjadi
pada pasien yang baru 1 hari terpasang infusnya. Pencegahan kejadian plebitis
tentu sudah diperhatikan oleh perawat, seperti pelaksanaan pemasangan infus
yang dilakukan di lapangan bisa dikatakan sebagian besar sudah sesuai dengan
SOP, dimana tanggal pemasangan infus ditulis untuk mengetahui lamanya infus
yang digunakan, tetesan cairan yang digunakan juga telah dihitung sesuai resep
yang diberikan oleh dokter. Demikian juga dengan balutan yang digunakan
menggunakan balutan hifafix. Namun dalam hal ini, kadang pelaksanaan mencuci
tangan menjadi salah satu yang terlupakan sebelum melakukan pemasangan infus.
E. Analisis Incidence Report
Sesuai dengan incidence report, dikatakan bahwa pelaksanaan
pemasangan infus sebagian besar sudah baik, namun kejadian plebitis masih saja
ditemukan pada beberapa pasien. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh
seringnya terlupakan untuk mencuci tangan karena tidak melakukan cuci tangan
sebelum melakukan tindakan bisa menjadi salah satu pencetus terjadinya plebitis,
pergerakan yang banyak pada pasien juga menjadi salah satu penyebab terjadinya
plebitis pada pasien, sehingga pada pasien yang memiliki pergerakan yang banyak
dapat mengakibatkna terjadinya plebitis. Selain itu, meskipun penulisan tanggal
dilakukan ketika pemasangan infus pada pasien, namun infus yang terpasang pada
pasien terkadang terpasang lebih dari 3 hari dan hanya diganti jika pasien telah
mengalami plebitis atau ketika infus pasien tercabut dengan sendirinya.
F. Kesimpulan
Diharapkan agar tindakan mencuci tangan sebelum melakukan tindakan
apapun pada pasien dibiasakan, untuk mengurangi resiko kejadian plebitis. Selain
itu, edukasi kepada pasien tentang hal-hal yang dapat menyebabkan plebitis juga
dilakukan agar selain perawat, pasien juga dapat membantu dalam mencegah
terjadinya plebitis itu sendir
Pendarahan
RESIKO KETIDAKEFEKTIFAN
Peningkatan intrakranial PERFUSI JARINGAN CEREBRAL
Gayatri, D., Hanny, H. (2007). Hubungan Jarak Pemasangan Terapi Intravena Dari
Persendian Terhadap Waktu Terjadinya Flebitis. Jurnal Keperawatan
Indonesia, Volume 11, No.1, hal 1-5
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2001). Clinical nursing skills & techniques. (third
edition). St. louis: The C.V. Mosby Company