DAFTAR ISI............................................................................................................................... i
DAFTAR TABEL..................................................................................................................... iv
A. Latar Belakang.................................................................................................................. 1
E. Landasan hukum............................................................................................................... 4
D. Pelatihan ........................................................................................................................... 8
A. Denah Dapur................................................................................................................... 10
B. Tujuan ............................................................................................................................. 13
A. Tujuan ............................................................................................................................. 16
B. Sasaran............................................................................................................................ 16
i
BAB VI PENYELENGGARAAN MAKANAN .................................................................... 20
A. Tujuan ............................................................................................................................. 20
B. Sasaran............................................................................................................................ 20
A. Pengertian ....................................................................................................................... 33
B. Tujuan ............................................................................................................................. 33
C. Pelaksana ........................................................................................................................ 33
A. Pengertian ....................................................................................................................... 36
B. Tujuan ............................................................................................................................. 36
A. Pengertian ....................................................................................................................... 39
ii
BAB IX PENUTUP ................................................................................................................. 41
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 . Denah Dapur .......................................................................................................... 10
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan persaingan dalam berbagai aspek,
diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi agar mampu bersaing
dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas SDM disuatu Negara, yang digambarkan melalui pertumbuhan
ekonomi, usia harapan hidup, dan tingkat pendidikan. Tenaga SDM yang berkualitas tinggi
hanya dapat dicapai oleh tingkat kesehatan dan status gizi yang baik. Untuk itu diperlukan
upaya perbaikan gizi yang bertujuan meningkatkan status gizi masyarakat melalui upaya
perbaikan gizi didalam keluarga dan pelayanan gizi pada individu yang karena kondisi
kesehatannya harus dirawat di suatu sarana pelayanan kesehatan misalnya Rumah Sakit (RS).
Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan kesehatan dalam rantai satu sistem rujukan,
Dalam rumah sakit terdapat berbagai upaya yang ditujukan guna pemulihan penderita.
Instalasi gizi merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit yang saling
menunjang dan tidak dapat dipisahkan dengan pelayanan lainnya, Instalasi gizi dirumah sakit
merupakan salah satu pelayanan non medis rumah sakit yang berfungsi untuk mengolah dan
mengatur makanan dan minuman pasien, pegawai setiap hari, juga sebagai ruang konsultasi
gizi.
Masalah gizi dirumah sakit dinilai sesuai kondisi perorangan yang secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi penyembuhan. Kecendrungan peningkatan kasus
terkait gizi ( nutrition – related disease) pada semua kelompok rentan mulai dari ibu hamil,
bayi, anak, remaja, hingga lanjut usia (Lansia), memerlukan penatalaksanaan gizi secara
khusus. Oleh karena itu dibutuhkan pelayanan gizi yang bermutu untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal dan mempercepat pertumbuhan
Risiko kurang gizi dapat timbul pada keadaan sakit, terutama pada pasien dengan
anoreksia, kondisi mulut dan gigi-geligi yang buruk, gangguan menelan, penyakit saluran
cerna disertai mual, muntah dan diare, infeksi berat, lansia dengan penurunan kesadaran
dalam waktu lama dan yang menjalani kemoterapi. Asupan Energi yang tidak adekuat, lama
hari rawat, penyakit non infeksi, dan diet khusus merupakan factor yang mempengaruhi
terjadinya malnutrisi di Rumah Sakit.
1
Pengalaman dinegara maju telah membuktikan bahwa hospital malnutrision (malnutrisi di
RS) merupakan masalah yang komplek dan dinamik. Malnutrisi pada pasien di RS,
khususnya pasien rawat inap, berdampak buruk terhadap proses penyembuhan penyakit dan
penyembuhan pasca bedah. Selain itu, pasien yang mengalami penurunan status gizi akan
mempunyai resiko kekambuhan yang signifikan dalam waktu singkat. Semua keadaan ini
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta menurunkan kualitas hidup. Untuk
mengatasi masalah tersebut, diperlukan pelayanan gizi yang efektif dan efisien melalui Proses
Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) dan bila dibutuhkan pendekatan multidisiplin maka dapat
dilakukan dalam Tim Asuhan Gizi (TAG)/Nutrition Suport Tim (NST)/Tim Terapi Gizi
(TTG)/Panitia Asuhan Gizi (PAG).
Pelaksanaan pelayanan gizi di rumah sakit memerlukan sebuah pedoman sebagai acuan
untuk pelayanan bermutu yang dapat mempercepat proses penyembuhan pasien,
memperpendek lama hari rawat, dan menghemat biaya perawatan. Pedoman pelayanan gizi
rumah sakit hasil revisi, yang tertuang didalam buku pedoman ini, merupakan
penyempurnaan Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) yang ditertibkan oleh
Departemen kesehatan RI pada tahun 2013. Sejalan dengan dilaksanakan program akreditasi
pelayana gizi di rumah sakit, diharapkan pedoman ini dapat menjadi acuan bagi rumah sakit
untuk melaksanakan kegiatan pelayanan gizi yang berkualitas
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum :
Terciptanya sistem pelayanan gizi yang bermutu sebagai bagian dari pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
2. Tujuan Khusus :
a. Menyelenggarakan Asuhan gizi terstandar pada pelayanan gizi rawat inap.
b. Menyelenggarakan makanan sesuai standar kebutuhan gizi dan aman dikonsumsi.
c. Menyelenggarakan konseling gizi pada klien/pasien dan keluarganya.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan pokok pelayanan gizi di Rumah Sakit Bersalin Nabasa terdiri
dari:
1. Pelayanan Gizi Instalasi Rawat Inap.
2. Penyelenggaraan Makanan.
2
D. Batasan Operasional
1. Pelayanan Gizi Rumah Sakit adalah Kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap maupun rawat jalan,
untuk keperluan metabolisme tubuh, meningkatkan kesehatan maupun mengoreksi
kelainan metabolisme dalam rangka upaya preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif.
E. Landasan hukum
Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan pelayanan gizi di
rumah sakit diperlukan peraturan perundang-undangan pendukung ( legal aspect ).
Beberapa ketentuan perundang-undangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan.
1. Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
2. Standar pelayanan gizi klinik tahun 2009
3. Pedoman penyelenggaraan tim terapi Gizi Rumah Sakit Th 2009
4. Pedoman Teknis Pengelolaan Makanan dan pencegahan infeksi nosokomial Di
RS.
5. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2014.
4
BAB II STANDAR KETENAGAAN
Pelayanan gizi yang baik menjadi salah satu penunjang rumah sakit dalam standar
akreditasi. Semangkin baik pelayanan gizi yang diberikan oleh rumah sakit, maka semakin
baik pula standar akreditasi rumah sakit tersebut. Hal ini dapat terlaksana bila tersedia tenaga
gizi yang professional dalam memberikan pelayanan gizi. Profesionalisme tenaga gizi dalam
memberikan pelayann gizi diatur berdasarkan Permenkes No 26 tahun 2013, tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan Dan Praktek Tenaga Gizi. Dalam melaksanakan pelayanan gizi di
rumah sakit. Selain tenaga gizi, dibutuhkan juga tenaga pendukung meliputi tenaga jasa boga,
logistic, pranata computer, tenaga administrasi dan tenaga lainnya.
C. Pengaturan Jaga
Pengaturan kerja di Instalasi Gizi dibagi menjadi 2 shift yaitu:
1. Dinas pagi
2. Dinas sore
D. Pelatihan
Pembinaan Tenaga Gizi
Pembinaan tenaga kerja dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti dengan
memberikan pelatihan bersertifikat (sertifikasi), pendidikan lanjutan, kursus, mengikuti
symposium/seminar yang bertujuan untuk member, memperoleh, meningkatkan serta
8
mengembangkan kompetensi kerja, produktifitas, disiplin, sikap,dan etos kerja pada
tingkat keterampilan dan keahlian tertentu, sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan
atau pekerjaan.
1. Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan system pengawasan, melalui
perangkat atau instrumen atau formulir penilaian secara berkala.
2. Pendidikan Dan Pelatihan Berjenjang dan Berlanjutan
Tujuan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga gizi adalah :
a. Peningkatan kinerja
b. Peningkatan pengetahuan dan wawasan ilmiah terkini
c. Peningkatan ketrampilan
d. Perubahan sikap dan prilaku yang positif terhadap pekerjaan
9
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah Dapur
Ba
ha
n
ma
Lok ka
et na
dist n
ribu da
si ta
mak ng
ana
n
10
Keterangan gambar dapur :
wastafel
persiapan BM
pengolahan BM
pemorsian makanan
gudangalat
toilet
11
B. Standar Fasilitas
Kegiatan pelayanan gizi dirumah sakit dapat berjalan dengan optimal bila didukung
dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk melaksanakan pelayanan gizi rawat inap
dan penyelenggaraan makanan
1. Sarana dan Prasarana Pelayanan Gizi Rawat Inap
a. Peralatan Penunjang Konseling
leaflet/brosur diet dan daftar bahan makanan penukar, SPO, Buku
Panduan/Pedoman.
b. Peralatan Antropometri
Untuk mendapatkan data antropometri pasien diperlukan :
Standar antropometri, alat ukur tinggi dan berat badan dewasa, alat ukur panjang
badan bayi/anak, timbangan bayi (beam balance scale), alat ukur skinfold thickness
caliper, alat ukur Lingkar Lengan Atas (LILA), alat ukur Lingkar Kepala (LK), alat
ukur Tinggi Lutut dan formulir skrining.
c. Tersedianya troli untuk mengantar makanan.
12
BAB IV KONSEP PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
Terapi gizi atau terapi diet merupakan bagian dari perawatan penyakit atau kondisi klinis
yang harus diperhatikan agar pemberiannya tidak melebihi kemampuan organ tubuh untuk
melaksanakan fungsi metabolisme. Terapi gizi harus disesuaikan dengan perubahan fungsi
organ. Pemberian diet pasien harus dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan
klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium.
B. Tujuan
a. Tujuan umum
Terciptanya sistem pelayanan gizi yang bermutu sebagai bagian dari pelyanan kesehaatan
di Rumah Sakit Bersalin Nabasa
b. Tujuan khusus
1. Melakukan pengkajian gizi, faktor yang berpengaruh terhadap gangguan gizi dan
status gizi dengan cara anamnesis diet.
2. Menegakkan diagnosis gizi berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan
3. Menentukan tujuan dan merencanakan intervensi gizi dengan menghitung kebutuhan
zat gizi, bentuk makanan, jumlah serta pemberian makanan yang sesuai dengan
keadaan pasien.
4. Merancang dan mengubah preskripsi diet dan menerapkan mulai dari merencanaan
menu sampai menyajikan makanan.
5. Memberikan pelayanan dan penyuluhan serta konseling gizi pada pasien dan
keluarganya
6. Mengelola sumber daya dalam pelayanan penyelenggaraan makanan bagi konsumen
di rumah sakit.
13
C. Mekanisme pelayanan gizi rumah sakit
Kegiatan pelayanan gizi Rumah Sakit Bersalin Nabasa meliputi:
14
Gambar 2 Mekanisme pelayanan gizi RSB Nabasa
Pasien masuk
Rawat inap
Tidak berisiko
Skrining gizi Skrining ulang periodik
Pengkajian ulang dan
revisi rencana asuhan gizi
Berisiko
Berisiko Tujuan tidak
tercapai
Intervensi gizi
Asesmen gizi Penentuan diagnosis gizi Monitor dan evaluasi gizi
Pemberian diet & edukasi /konseling gizi
Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan gizi yang dimulai dari proses engkajian
gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi, meliputi perencanaan, penyediaan makanan,
penyuluhan/edukasi, dan konseling gizi, serta monitoring evaluasi gizi.
A. Tujuan
Memberikan pelayanan gizi kepada pasien rawat inap agar memperoleh asupan makanan
yang sesuai kondisi kesehatannya dalam upaya mempercepat proses penyembuhan,
mempertahankan dan meningkatkan status gizi.
B. Sasaran
Pasien dan keluarga
C. Mekanisme kegiatan
mekanisme pelayanan gizi rawat inap di RSB Nabasa sebagai berikut:
1. Skrining awal
Tahapan pelayanan gizi rawat inap diawali dengan skrining/penapisan gizi yang
dilakukan oleh perawat ruangan dan penetapan order diet awal oleh DPJP. Skrining gizi
bertujuan untuk mengidentifikasi pasien/klien yang beresiko malnutrisi/kondisi khusus.
Kondisi khusus yang dimaksud adalah pasien dengan kelainan metabolik, hemodialisis,
kanker dengan kemoterapi, dsb. Skrining dilakukan pada pasien baru 1x24 jam setelah
pasien MRS. Metoda skrining yang digunakan harus singkat, cepat dan disesuaikan
dengan kondisi dan kesepakatan masing-masing RS. Metoda skrining yang digunakan
yakni untuk dewasa menggunakan Malnutrition Screening Tools (MST) dan untuk psien
anak 0-18 tahun menggunakan Strong Kids.
Bila hasil skrining menunjukkan pasien beresiko malnutrisi maka dilakukan
pengkajian/assesmen gizi dan dilanjutkan dengan PAGT oleh dietesin. Pasien dengan
status gizi baik atau tidak beresiko malnutrisi dianjurkan melakukan skrining ulng setelah
1 minggu.
Proses asuhan gizi terstandar dilakukan pada pasien yang beresiko kurang gizi, sudah
mengalami kurang gizi dan atau kondisi khusus. Proses ini merupakan serangkaian
kegiatan yang berulang (siklus) sebagai berikut:
16
Pasien masuk
Tidak beresiko
Tujuan tercapai
Pasien
STOP
Skrining gizi Tidak beresiko Diet normal pulang
Tujuan tercapai
Proses asuhan gizi terstandar
a. Pengkajian Gizi
Data antropometri
Data biokimia
Langkah diagnosa gizi ini merupakan langkah kritis menjembatani antara pengkajian gizi dan
intervensi gizi. Identifikasi masalah, penyebab dan hasil pengkajian gizi masalah tersebut.
Melalui langkah ini, dietisien diarahkan untuk membuat prioritas dalam pelaksanaan intervensi
gizi. Diagnosis gizi adalah kegiatan mengidentifikasi dan memberi nama masalah gizi yang
actual dan atau beresiko menyebabkan masalah menanganinya secara mandiri. Diagnosis gizi
diuraikan atas komponen masalah gizi (problem), penyebab masalah (etiologi) serta tanda dan
gejala adanya masalah (sign & symptoms)
Masalah gizi (problem) mengggambarkan masalah gizi pasien, dimana ahli gizi bertanggung
jawab secara mandiri untuk memecahkannya.Penyebab masalah (etiologi) merupakan faktor
penyebab yang memiliki kontribusi penyebab terjadi masalah. Penyebab dapat berkaitan dengan
faktor fisiologis, sosial, lingkungan dan prilaku. Tanda dan gejala ada masalah (sign dan
simptom) menunjukkan keadaan pasien, sign umumnya menunjukkan data objektif sementara
simptom merupakan data subjektif. Sign dan simptom merupakan dasar monitoring dan evaluasi.
Penulisan diagnosis gizi disusun dengan urutan : Problem (P), Etiologi (E), Sign/Simptoms (S).
Diagnosis gizi berbeda dengan diagnosa medis baik dari sifatnya maupun cara penulisannya.
Diagnosis gizi dapat berubah sesuai dengan respon pasien, khususnya terhadap intervensi gizi
yang dilakukan. Pengelompokan diagnosis gizi: domain asupan, domain klinis, domain perilaku
lingkungan.
c. Intervensi Gizi
Intervensi adalah serangkaian aktivitas spesifik dan berkaitandengan penggunaan bahan untuk
menanggulangi masalah. Aktivitas ini merupakan tindakan yang terencana secara khusus dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien, klien atau kelompok. Pelaksanaan intervensi
dimulai dengan menetapkan tujuan, preskripsi diet (perhitungan kebutuhan, jenis diet, jadwal
pemberian diet, jalur makanan),
18
d. Monitoring dan Evaluasi Gizi
Monitoring dan evaluasi gizi dilaksanakan untuk mengukur keberhasilan dari pemberian
intervensi selama implementasi yang dilakukan. Jika tujuan tercapai, pasien
diperbolehkan untuk pulang. Namun jika tujuan masih belum tercapai maka pasien
kembali ke tahapan pengkajian gizi ulang atau kembali ke tahapan sebelumnya sehingga
tujuan intervensi tercapai dan terlaksanakan
19
BAB VI PENYELENGGARAAN MAKANAN
A. Tujuan
Menyediakan makanan berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima
oleh konsumen gua mencapai status gizi yang optimal.
B. Sasaran
Sasaran penyelenggaraan makanan di RSB Nabasa adalah pasien rawat inap. Ruang lingkup
penyelenggaraan makanan rumah sakit meliputi produksi dan distribusi makanan.
20
E. Kegiatan penyelenggaraan makanan di RSB Nabasa
1. Penetapan peraturan pemberian makanan rumah sakit dan standar bahan makanan rumah
sakit
Merupakan suatu pedoman yang ditetapkan pimpinan rumah sakit sebagai acuan dalam
memberikan pelayanan makanan pada pasien yang sekurang-kurangnya mencakup ketentuan
konsumen yang dilayani, kandungan gizi, pola menu dan frekuensi makan sehari serta jenis
menu. Tujuannya adalah tersedianya ketentuan tentang macam konsumen, standar pemberian
makanan, macam dan jumlah makanan konsumen sebagai acuan dalam penyelenggaraan
makanan rumah sakit.
Standar bahan makanan sehari sebagai acuan untuk macam dan jumlah bahan makanan
(berat kotor) seorang sehari, disusun berdasarkan kecukupan gizi pasien. Tujuan tersedianya
macam dan jumlah bahan mkanan seorang sehari sebagai alat untuk merancang kebutuhan
macam dan jumlah bahan makanan dalam penyelenggaraan makanan.
Peraturan dan jadwal pemberian makanan pasien rawat inap RSB Nabasa yaitu:
a. Pelayanan makanan pasien rawat inap sesuai dengan diit yang ditentukan
b. Pemberian makan bagi pasien yang berpuasa tidak diberikan untuk keluarga yang
menunggu
c. Pasien post op diberikan makanan lunak (bubur) setelah 6 jam diruang perawatan
d. Bagi pasien bayi yang asi eksklusif, makanan diberikan kepada penunggunya
e. Pasien baru yang datang 1 jam setelah distribusi makanan mendapat makan dijam makan
berikutnya
21
2. Penentuan Diet Pasien dan Evaluasi Diet
22
4. Penyusunan Biaya Belanja bahan makanan
23
7. Penyimpanan dan Penanganan Bahan Makanan
24
disajikan dalam alat makan diruang pemorsian makanan dan
didistrbusikan menggunakan troli makanan. Ada beberapa keuntungan
dalam menggunakan sistem sentralisasi, yakni :
26
F. Sarana Penyelenggaraan Makanan
a. Perencanaan Bangunan, Peralatan dan Perlengkapan
Agar penyelenggaraan makanan dapat berjalan dengan optimal, maka ruangan,
peralatan dan perlengkapannya perlu direncanakan dengan baik dan benar. Dalam
merencanakan sarana fisik/bangunan untuk unit pelayanan gizi rumah sakit, maka
diperlukan kesatuan pemikiran antara perencanaan dan pihak manajemen yang
terkait. Oleh karena itu, diperlukan satu tim yang memiliki keahlian yang berbeda,
yang secara langsung akan memanfaatkan hasil perencanaannya, yang terdiri dari
arsitek, konsultan manajemen, insinyur bangunan/sipil, listrik, disainer bagian
dalam gedung, insalator, ahli gizi serta unsure lain dirumah sakit yang terkait
langsung seperti pemilik rumah sakit, direktur rumah sakit serta instalasi prasarana
rumah sakit.
b. Fasilitas Ruang yang Dibutuhkan
Tempat yang diperlukan di Ruang Penyelenggaraan Makanan terdiri dari :
1) Tempat penerimaan bahan makanan
Tempat/ruangan ini digunakan untuk penerimaan bahan makanan dan
mengecek kualitas serta kuantitas bahan makanan. Letak ruangan ini sebaiknya
mudah dicapai kendaraan, dekat dengan ruang penyimpanan serta persiapan
bahan makanan. Luas ruangan tergantung dari jumlah bahan makanan yang
akan diterima.
2) Tempat/ruang penyimpanan bahan makanan
Ada dua jenis tempat penyimpanan bahan makanan yaitu penyimpanan bahan
makanan segar (lemari pendingin) dan penyimpanan bahan makanan kering.
Luas tempat pendingin ataupun gudang bahan makanan tergantung pada
jumlah bahan makanan yang akan disimpan, cara pembelian bahan makanan,
frekuensi pemesanan bahan
3) Tempat persiapan bahan makanan
Tempat persiapan digunakan untuk mempersiapkan bahan makanan dan bumbu
meliputi kegiatan membersihkan, mencuci, mengupas, menumbuk, menggiling,
memotong, mengiris, dan lain – lain sebelum bahan makanan dimasak. Ruang
ini hendaknya dekat dengan ruang penyimpanan serta pemasakan. Ruang harus
cukup luas untuk menampung bahan,alat,pegawai, dan alat transportasi.
27
4) Tempat pengolahan dan distribusi makanan
Tempat pengolahan makanan biasa mapun makanan khusus tidak dibedakan
seperti nasi, sayuran, dan lauk – pauk sedangkan untuk makanan selingan dan
buah dibuat pada tempat yang terpisah
5) Tempat pencucian dan penyimpanan alat
Pencucian alat masak hendaknya pada tempat khusus yang dilengkapi dengan
sarana air panas. Alat – alat dapur besar dan kecil dibersihkan dan disimpan
diruang khusus, sehingga mudah bagi pengawas untuk inventarisasi alat.
a) Fasilitas pencucian peralatan :
1. Terletak terpisah dengan ruang pencucian bahan makanan
2. Tersedia fasilitas pengering/rak dan penyimpanan sementara yang
bersih
3. Dilengkapi alat untuk mengatasi sumbatan dan vector
4. Tersedia air mengalir dalam jumlah cukup dengan tekanan ± 15 psi
(1.2 kg/cm3)
5. Tersedia sabun
28
8) Ruang pengawas
Diperlukan ruang untuk pengawas melakukan kegiatannya. Hendaknya ruang
ini terletak cukup baik, sehingga pengawas dapat mengawasi semua kegiatan di
dapur.
9) Sarana Fisik
1. Letak tempat penyelenggaraan makanan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai letak tempat
penyelenggaraan makanan suatu rumah sakit, antara lain :
a. Mudah dicapai dari semua ruang perawatan, agar pelayanan dapat
diberikan dengan baik dan merata untuk semua pasien
b. Kebisingan dan keributan di pengolahan tidak mengganggu ruangan
lain sekitarnya
c. Mudah dicapai kendaraan dari luar, untuk memudahkan pengiriman
bahan makanan sehingga perlu mempunyai jalan langsung dari luar
d. Tidak dekat dengan tempat sampah, kamar jenazah, ruang cuci
(laundry) dan lingkungan yang kurang memenuhi syarat kesehatan
e. Mendapat udara dan sinar yang cukup
2. Bangunan
Belum ada standar yang tetap untuk sebuah tempat pengolahan makanan,
akan tetapi disarankan luas bangunan adalah 1-2 m per tempat tidur.
Dalam merencanakan luas bangunan pengolahan makanan harus
diperetimbangkan kebutuhan bangunan pada saat ini, serta kemungkinan
perluasan sarana pelayanan kesehatan dimasa mendatang. Setelah
menentukan besar dan luas ruangan kemudian direncanakan susunan
ruangan dan peralatan yang akan digunakan, sesuai dengan arus kerja dan
macam pelayanan yang akan diberikan. Hal – hal yang perlu diperhatikan
dalam merencanakan suatu bangunan instalasi/unit pelayanan gizi yaitu :
tipe rumah sakit, macam pelayanan dan macam menu, jumlah fasilitas
yang diinginkan, kebutuhan biaya, arus kerja dan susunan ruangan, serta
macam dan jumlah tenaga yang digunakan.
29
3. Kontruksi
Beberapa persyaratan mengenai kontruksi tempat pengolahan makanan :
a. Lantai : harus kuat, mudah dibersihkan, tidak membahayakan/tidak
licin, tidak menyerap air, tahan terhadap asam dan tidak memberikan
suara keras. Beberapa macam bahan dapat digunakan seperti bata
keras, teraso tegel, dsb
b. Dinding : harus halus, mudah dibersihkan, dapat memantulkan cahaya
yang cukup bagi ruangan, dan tahan terhadap cairan. Semua kabel dan
pipa atau instalasi pipa uap harus berada dalam keadaan terbungkus
atau tertanam dalam lantai atau dinding
c. Langit – langit : harus tertutup, dilengkapi dengan bahan peredam
suara untuk bagian tertentu dan disediakan cerobong asap. Langi –
langit dapat diberi warna agar serasi dengan warna dinding. Jarak
antara lantai dan langit – langit harus tinggi agar udara panas dapat
bersirkulasi dengan baik
d. Penerangan dan ventilasi : harus cukup, baik penerangan langsung
maupun penerangan listrik, sebaiknya berkekuatan minimal 200 lux.
Ventilasi harus cukup sehingga dapat mengeluarkan asap, bau
makanan, bau uap lemak, bau air, dan panas, untuk itu dapat
digunakan „ exhause fan “ pada tempat – tempat tertentu
i. Ventilasi harus dapat mengatur pergantian udara sehingga ruanagan
tidak terasa panas, tidak terjadi kondensasi uap air atau lemak pada
lantai, dinding, atau langit – langit.
30
4. Jarak yang ditempuh pekerja sependek mungkin dan tidak bolak –
balik
5. Ruang dan alat dapat dipakai seefektif mungkin
6. Biaya produksi dapat ditekan
Setiap orang memerlukan ruang kerja seluas 2 m2 untuk dapat bekerja dengan baik. Dapat
digunkan untuk pekerjaan yang bersifat administrative, seperti : perencanaan anggaran,
perencanaan diet, analisisi, monitoring, dan evaluasi penyelenggaraan makanan. Ruangan diatas
sebaiknya terletak berdekatan dengan ruangan kegiatan kerja, sehingga mudah untuk
berkomunikasi dan melakukan pengawasan.
32
BAB V LOGISTIK
A. Pengertian
Logistik Gizi yaitu gudang pengadaan bahan makanan yang system kerjanya dari penentuan
kebutuhan, pemesanan, pengecekan, penyimpanan hingga penyaluran bahan makanan ke
masing-masing bagian.
B. Tujuan
Tersedianya bahan makanan siap pakai dengan mutu dan jumlah yang tepat sesuai dengan
perencanaan, menghemat waktu dan biaya pada saat pembelian.
C. Pelaksana
Pelaksana di logistic Gizi adalah Petugas Gudang. Logistik Gizi di RSB Nabasa di tangani
langsung oleh ahli gizi karena keterbatasan karyawan dan lokasi dapur sehingga gudang
pengadaan/penyimpanan bahan makanan basah/kering masih bisa dijangkau.
D. Penentuan Kebutuhan
1. Kebutuhan Bahan Makanan Basah
Menentukan kebutuhan bahan makanan basah dilakukan setiap hari .
2. Kebutuhan Bahan Makanan Kering.
Melakukan Kebutuhan Bahan Maknan Kering dilakukan setiap hari
33
tabel 2. Suhu dan lama penyimpanan bahan makanan mentah/segar
Lama waktu penyimpanan
No Jenis bahan makanan
< 3 hari ≤ 1 minggu >1minggu
1 Daging, ikan, udang dan hasil olahannya 5 – 0 0C -10 - -5 0C < -5 0C
2 Telur, buah, dan hasil olahannya 5 – 7 0C -5 – 0 0C < -5 0C
3 Sayur, buah, minuman 10 0C 10 0C 10 0C
4 Tepung dan biji-nijian 25 0C 25 0C 25 0C
34
BAB VI KESELAMATAN PASIEN
Keamanan makanan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah makanan
dari kemungkinan cemaran biologis, kimiawi dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan, sehingga menjadi hal yang mutlak harus dipenuhi
dalam proses pengolahan makanan di rumah sakit. Makanan yang tidak aman dapat
menyebabkan penyakit yang disebut Foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat
mengkonsumsi makanan yang mengandung atau tercemar bahan/senyawa beracun atau
organisme pathogen.Prinsip keamanan makanan meliputi :
Upaya tersebut merupakan program dan prosedur proaktif yang bersifat antisipasi dan
preventif, perlu didokumentasikan secara teratur agar dapat menjamin keamanan makanan.
35
BAB VII KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian
Keselamatan kerja (safety) adalah segala upaya atau tindakan yang harus diterapkan dalam
rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja petugas ataupun
kelalaian/kesengajaan.
B. Tujuan
Syarat-syarat keselamatan kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya dengan
tujuan :
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3. Mencegah, mengurangi bahaya ledakan
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian
lain yang berbahaya.
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi perlindungan pada pekerja
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik/psikis,
keracunan, infeksi dan penularan.
9. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
10. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
36
11. Memperholeh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, linkungan, cara dan proses
kerjanya.
12. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang.
13. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
14. Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan
barang.
15. Mencegah tekanan aliran listrik.
38
BAB VIII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU
A. Pengertian
1. Pengawasan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengusahakan agar
pekerjaan atau kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana, dan kebijakan yang
ditetapkan dapat mencapai sasaran yang dikehendaki.Pengawasan memberikan
dampak positif berupa :
a. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelengan,
pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban.
b. Mencegah terulang kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan,
pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban.
c. Mencari cara yang lebih baik atau membina yang lebih baik untuk mencapai
tujuan dan melaksanakan tugas organisasi.
2. Pengendalian
Pengendalian merupakan bentuk atau bahan untuk melakukan perbaikan yang terjadi
sesuai dengan tujuan arah pengendalian bertujuan semua kegiatan-kegiatan dapat
tercapai secara berdayaguna dan berhasilguna, dilaksanakan sesuai dengan rencana,
pembagian tugas, rumusan kerja, pedoman pelaksanaan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.Pengendalian merupakan unsure penting yang harus dilakukan
dalam proses manajemen.Fungsi manajemen :
a. Mengarahkan kegiatan yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan.
b. Identifikasi penyimpangan.
c. Dapat dicapai hasil yang efisien dan efektif.
3. Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu implementasi fungsi manajemen.Evaluasi ini bertujuan
untuk menilai pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan kebijaksanaan yang
disusun sehingga dapat mencapai sasaran yang dikehendaki.Melalui evaluasi ini
pengelola dapat memperbaiki rencana bila perlu dan membuat rencana program yang
baru. Pada kegiatan evaluas, tekanan penilaian dilakukan terhadap masukan, proses,
luaran untuk menilai relevansi kecukupan, kesesuaian dan kegunaan dalam hal ini
diutamakan hasil yang dicapai. Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan suatu
39
kegiatan dalam mengawasi dan mengendalikan mutu untuk menjamin hasil yang
diharapkan sesuai dengan standar.
40
BAB IX PENUTUP
41