RETINOPATI
Pembimbing :
dr. Sri Harto, Sp.M
Disusun oleh:
Jessica Febriani
030.13.235
“Retinopati”
Jessica Febriani
030.13.235
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus
karena berkat anugrah-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah referat yang berjudul “Retinopati” pada
kepaniteraan klinik Mata Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada dr. Sri Harto,Sp.M selaku pembimbing yang telah memberikan
waktu danbimbingannya sehingga makalah referat ini dapat terselesaikan.
Penulis berharap makalah referat ini dapat menambah pengetahuan dan
memahami lebih lanjut mengenai kelainan refraksiserta salah satunya untuk
memenuhi tugas yang diberikan pada kepaniteraan klinik di Rumah Sakit
Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah referat ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan.
Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi berbagai pihak.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................v
DAFTAR TABEL.............................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................2
I. Anatomi dan fisiologi retina...............................................................................2
II. Retinopati diabetik ...........................................................................................4
III. Retinopati hipertensi .....................................................................................15
IV. Retinopati prematuritas .................................................................................18
BAB III KESIMPULAN.................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................21
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu indera pada manusia yang berfungsi dalam
penglihatan. Lebih dari setengah reseptor sensorik yang ada dalam tubuh manusia
terletak di mata. Reseptor sensorik pada mata terdapat pada retina. Retina
merupakan suatu struktur yang sangat kompleks dan sangat terorganisasi, dengan
kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi
tersebut ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual.(1)
Beberapa gangguan dapat terjadi pada retina, salah satunya adalah
retinopati. Retinopati adalah kelainan pada retina yang tidak disebabkan radang. (2)
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa macam retinopati yang sering terjadi,
antara lain retinopati diabetes, retinopati hipertensi dan retinopati prematuritas.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi dan Fisiologi Retina
Retina merupakan 2/3 dinding bagian dalam bola mata, berupa membran
tipis transparan, berbentuk seperti jala, dan mempunyai metabolisme oksigen
yang sangat tinggi.(2) Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang
mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan
dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan:(3)
1. Lapis fotoreseptor: merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nukleus luar: merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari
kapiler koroid.
4. Lapis pleksiform luar: merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5. Lapis nukleus dalam: merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan
sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapis pleksiform dalam: merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion: merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
8. Lapis serabut saraf: merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah
retina.
9. Membran limitan interna: merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
2
Gambar 1. Lapisan-lapisan Retina
3
II. Retinopati Diabetik
A. Definisi
Retinopati diabetik adalah kelainan retin yang ditemukan pada penderita
diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa aneurismata,
melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak.(4)
B. Epidemiologi
Retinopati diabetik adalah salah satu penyebab utama kebutaan dinegara-
negara barat terutama diantara individu usia produktif. Orang muda dengan
diabetes tipe I baru mengalami retinopati paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan
penyakit. Sedangkan pada orang yang memiliki diabetes tipe II dapat sudah
mengalami retinopati pada saat diagnosis ditegakkan dan mungkin retinopati
merupakan manifestasi diabetes yang tampak saat itu. (4)
C. Faktor Risiko
Faktor risiko retinopati diabetikum antara lain:(5)
1. Durasi diabetes. Pasien DM tipe I selama kurang dari 5 tahun jarang
sekali menampakkan gejala RD. Namun kejadian RD meningkat mencapai
27% setelah 5-10 tahun dari penegakkan diagnosis DM dan 71-90% diatas 10
tahun. Setelah 20-30 tahun, insiden meningkat menjadi 95%, dan sekitar 30-
50% dari pasien tersebut mengalami proliferative diabetic retinopathy (PDR).
2. Kontrol gula darah yang buruk berhubungan dengan perkembangan dan
perburukan dari retinopati diabetikum.
3. Kehamilan. Wanita yang saat awal kehamilan tidak memiliki retinopati,
memiliki resiko 10% untuk mengalami nonproliferative diabetic retinopathy
(NPDR). Sedangkan pada mereka yang sudah memiliki NPDR pada awal
kehamilan dan mereka yang memiliki hipertensi cenderung untuk
memperlihatkan progresi, dengan peningkatan perdarahan, cotton-wool spots,
dan macular edema. Namun, kejadian ini umumnya kembali normal setelah
persalinan. Sekitar 4% wanita hamil dengan NPDR berkembang menjadi
PDR. Pasien dengan PDR pada awal kehamilan yang tidak diterapi memiliki
prognosis yang buruk, kecuali dilakukan tindakan panretinal photocoagulation
(PRP). Retinopati pada wanita hamil dapat terjadi pada pasien dengan kontrol
diabetes yang buruk sebelum hami, kontrol yang terlalu cepat dan ketat pada
awal kehamilan, dan kondisi pre-eklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
4
4. Hipertensi yang tidak terkontrol dihubungkan dengan bertambah beratnya
retinopati diabetikum dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada
DM tipe I dan II.
5. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetikum. Sebaliknya
terapi penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan
perbaikan retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.
6. Faktor risiko yang lain adalah merokok, obesitas, dan hiperlipidemia.
D. Patofisiologi
Patofisiologi retinopati diabetikum melibatkan 5 proses dasar yang terjadi
di tingkat kapiler, yaitu pembentukan mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, penyumbatan pembuluh darah, neovaskularisasi, dan
pembentukan jaringan fibrosa di vitreo-retina.(5)
Pada DM terjadi persistensi kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan
glukosa yang berlebih dalam aldose reductase pathway terbentuk di jaringan,
yang mengubah gula menjadi alkohol. Peningkatan kadar gula karena kadar
aldosterone reductase yang tinggi mempengaruhi perisit intramural pada kapiler
retina yang menyebabkan hilangnya fungsi utama dari perisit dan menyebabkan
kelemahan dinding kapiler sehingga terbentuk kantung pada dinding kapiler yang
disebut mikroaneurisma. Mikroaneurisma merupakan tanda paling awal untuk
deteksi retionpati diabetikum.(6)
5
kelainan seperti edema retina, eksudat keras (berwarna kuning, karena eksudasi
plasma yang berlangsung lama), serta timbulnya perdarahan retina akibat
gangguan permeabilitias mikroaneurisma, cotton woll patches yang berwarna
putih, berbatas tidak tegas, dan berhubungan dengan iskemia retina.(6)
6
Gambar 4. Neovaskularisasi pada Retinopati Diabetikum
7
infark lapisan serat saraf, membentuk cotton wool spots. Perdarahan akan
berbentuk seperti nyala api.
8
Gambar 7. severe NPDR
9
Gambar 8. PDR
E. Manifestasi Klinis
Pada retinopati non proliferatif biasanya tidak menimbulkan keluhan
gangguan penglihatan. Tetapi bila pembuluh darah rusak dan bocor dapat
menyebabkan masuknya lipid ke macula sehingga macula akan edema dan
pengelihatan menurun.
Retinopati merupakan gejala DM utama pada mata, dimana ditemukan
pada retina:(2,5,10)
1. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh
darah terutama polus posterior. Kadang-kadang pembuluh darah ini demikian
kecilnya sehingga tidak terlihat, sedangkan dengan bantuan angiografi
fluoresein lebih muda dipertunjukkan adanya mikroaneurismata ini.
Mikroaneurismata merupakan kelainan DM dini pada mata.
2. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurismata di polus posterior. Bentuk perdarahan ini merupakan
prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang
lebih buruk dibanding kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas
pada mikroaneurismata, atau karena pecahnya kapiler.
3. Dilatasi pembuluh darah baik dengan lumennya iregular dan berkelok-kelok,
bentuk ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi hal ini tidaklah
10
demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan kadang-kadang disertai
kelainan endotel dan eksudasi plasma.
4. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus
yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata
membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam
beberapa minggu. Pada mulanya tampak gambaran angiografi fluoresein
sebagai kebocoran fluoresein di luar pembuluh darah. Kelainan ini terutama
terdiri atas bahan-bahan lipid dan terutama banyak ditemukan pada keadaan
hiperlipoproteinemia.
5. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak-bercak warna
kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak di bagian tepi
daerah non-irigasi dan dihubungkan dengan iskema retina.
6. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan jaringan.
Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah.
Tampak sebagai pembuluh darah yang berkelok-kelok, dalam kelompok-
kelompok, dan bentuknya iregular. Hal ini merupakan awal penyakit yang
berat pada retinopati DM. Mula-mula terletak di dalam jaringan retina,
kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya
neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan
retina, perdarahan subhialoid (pre-retinal), maupun perdarahan badan kaca.
Proliferasi preretinal dari suatu neovaskularisasi biasanya diikuti proliferasi
jaringan ganglia dan perdarahan.
7. Edema retina dengan tanda hilangnya gambran retina terutama daerah makula
sehingga sangat menganggu tajam penglihatan pasien.
8. Hiperlipidemia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan segera hilang
bila diberikan pengobatan.
F. Tatalaksana
Berdasarkan derajatnya:(11)
-
NPDR derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali
-
NPDR derajat ringan-sedang tanpa edema macula harus melakukan
pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan.
11
-
NPDR derajat ringan-sedang dengan edema macula signifikan merupakan
indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah itu
penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan.
-
NPDR derajat berat dianjurkan menjalani panretinal laser
photocoagulation, terutama apabila kelainan beresiko tinggi untuk
berkembang menjadi PDR. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan
pasce tindakan.
Fotokoagulasi panretinal dilakukan untuk mencegah terbentuknya dan
menghilangkan zat-zat vasoaktif terutama VEGF sehingga dapat
mencegah timbulnya serta mengakibatkan regresi pembuluh darah
neovaskular.
-
Panretinal laser photocoagulation harus segera dilakukan pada penderita
PDR. Apabila disertai edema macula maka perlu kombinasi focal dan
panretinal laser photocoagulation.
Terapi laser fokal terdiri dari laser fokal direk dan laser grid atau
kombinasi. Fotokoagulasi laser fokal direk ditujukan langsung pada daerah
mikroaneurisma atau kebocoran kapiler yang lokal dengan tujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan edema makula, sehingga dapat mencegah
penurunan visus lebih lanjut. Fotokoagulasi grid merupakan tindakan laser
berbentuk kisi mengelilingi daerah edema retina akibat kebocoran kapiler
yang difus. Fokal laser diperlukan untuk CSME terutama bila pusat
makula terancam atau terlibat walaupun visus masih normal.
12
-
Medika mentosa:(3)
Injeksi intravitreal mempunyai keunggulan dibandingkan beberapa cara
aplikasi obat yang lain, di antaranya adalah kemampuan untuk mencapai
efek terapeutik yang diinginkan. Penggunaan kortikosteroid untuk edema
makula diabetikum didasarkan pada observasi bahwa peningkatan
permeabilitas kapiler pada edema makula disebabkan karena rusaknya
sawar darah retina yang dapat disebabkan oleh VEGF (Vascular
Endothelial Growth Factor). Kortikosteroid adalah suatu obat yang
berfungsi sebagai antiinflamasi dan dapat menghambat ekspresi VEGF.
Untuk meningkatkan konsentrasi kortikosteroid intravitreal pada
pengobatan penyakit retina dilakukan injeksi intravitreal acetonide
(IVTA).
Injeksi ini terbukti efektif untuk memicu resolusi edema makula
akibat uveitis, oklusi vena sentralis, retinopati proliferatif, dan
neovaskularisasi koroid dan iris akibat degenerasi makula terkait usia.
Komplikasi penyuntikan ini adalah glaukoma, katarak, perdarahan vitreus,
ablasio retina, dan endoftalmitis. Obat-obatan anti VEGF seperti
ranibizumab, pegaptanib, dan bevacizumab diberikan intravitreal untuk
menangani neovaskularisasi baik pada koroid maupun retina, Untuk kasus-
kasus AMD, retinopati diabetikum, serta edema makula karena kelainan
vaskular retina. Bevacizumab intravitreal dapat menyebabkan regresi
neovaskularisasi dan resolusi perdarahan vitreus yang cepat pada PDR
dengan perdarahan vitreus, tetapi masih diperlukan penelitian yang lebih
luas akan manfaat dan komplikasinya.
G. Komplikasi
1. Rubeosis Iridis Progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata
maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetikum.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai
percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membran
13
fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari
akar iris melewati korpus siliaris mencapai jaring trabekula, pembuangan
cairan akuos terganggu, dan sudut masih terbuka. Suatu saat membran
fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia
anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan
intraokuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra
okuler.(6)
2. Glaukoma Neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran akuous dan
dapat meningkatkan tekanan intraokuler. Nama lain dari glaukoma
neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik, dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan
neovaskular pada iris (rubeosis iridis). (6)
3. Perdarahan Vitreus Rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.
Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina
hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai
struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan
perdarahan. Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-
hyaloid) atau intragel. Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah
anterior, middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous. (6)
4. Ablasio Retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensoris retina
dari lapisan pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi
bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang
atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur. (6)
14
Retinopati hipertensi merupakan kumpulan kelainan vaskularisasi retina
yang secara patologis berhubungan dengan kerusakan mikrovaskular akibat
peningkatan tekanan darah.(4,5)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina
berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat
pada retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat
berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang
tajam, fenomena crossing, atau sklerose pembuluh darah.(2)
B. Patogenesis
Tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami penyempitan (spasme).
Penyempitan pembuluh darah ini tampak sebagai pembuluh darah (terutama
arteriol retina) yang berwarna lebih pucat, kaliber pembuluh darah yang menjadi
lebih kecil atau ireguler karena spasme lokal, dan percabangan arteriol yang
tajam.(2) Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya
penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan
degenerasi hialin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriol yang lebih
berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai
arteriovenous nicking.(12) Terjadi juga perubahan refleks cahaya, dimana pada
pemeriksaan oftalmoskopi refleks cahaya yang terlihat menjadi lebih difus atau
kurang terang dari seharusnya.
Apabila dinding arteriol diinfitrasi oleh sel lemak dan kolesterol akan
menjadi sklerosis. Progresi yang lebih lanjut dari sklerosis dan hialinisasi
menyebabkan refleks cahaya menjadi lebih difus dan warna dari arteriol retina
menjadi merah kecoklatan hal ini disebut copper wire. Sklerosis yang lebih lanjut
pada vaskularisasi retina meningkatkan densitas optik sehingga menyebabkan
fenomena silver wire .(12-3)
Kelainan pada pembuluh darah ini dapat mengakibatkan kelainan pada
retina yaitu retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi dapat berupa perdarahan
atau eksudat retina yang pada daerah makula dapat memberikan gambaran seperti
bintang (star figure). Eksudat retina tersebut dapat berbentuk cotton wool patches
15
yang merupakan edema serat saraf retina akibat mikroinfark sesudah
penyumbatan arteriol, biasanya terletak sekitar 2-3 diameter papil di dekat
kelompok pembuluh darah utama sekitar papil, eksudat pungtata yang tersebar,
atau eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas.(2)
Perubahan pada sirkulasi retina pada fase akut melibatkan arteriol terminal
dibandingkan dengan arteriol utama, bila arteriol utama sudah terlibat maka ini
adalah respon kronik terhadap hipertensi.(13)
16
4. Stadium IV: seperti stadium III dengan edema papil dengan eksudat star
figure, disertai keluhan penglihatan menurun dengan tekanan diastol kira-kira
150 mmHg.
17
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemerisksaan fisik. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi,
pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia
diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga
penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi.
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui
pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi.(12)
Penatalaksanaan yang paling utama adalah mengatasi hipertensi meliputi
perubahan gaya hidup dan kombinasi dengan terapi medikamentosa yaitu obat-
obatan antihipertensi. Penurunan tekanan darah diharapkan dapat mencegah
perburukan yang disebabkan oleh kondisi iskemik yang dapat merusak nervus
optikus.(13)
18
Gambar 7. Waktu Pembentukan Vaskularisasi Retina(5)
19
Gambar 7. Gambaran Retinopati Prematuritas(1)
Staging:(4,5)
-
Stage 1: digambarkan sebagai kondisi dengan adanya garis tipis, datar,
berkelok, berwarna putih- keabuan yang bergerak parallel dengan ora
serrata.
-
Stage 2: berasal dari bagian garis demarksi, memiliki tinggi dan lebar,
dan meluas melebihi area dari retina.
-
Stage 3: meluas hingga menuju vitreus.
-
Stage 4: ablasio retina parsial, terbagi atas fovea dan ekstrafovea.
-
Stage 5: ablasio menyeluruh.
Tatalaksana:(4,5)
1. Rujuk
2. Fotokoagulasi laser
3. Vitrektomi pars plana dengan menyisakan lensa.
4. Anti VEGF intravitreus.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology [ebook].
17th Ed. USA: The McGrawHill Company; 2007.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th Ed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI;2011.
3. Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Ukrida;
2011.h.61-6.
4. Fletcher EC, Chong V, Shetlar D. Retina. Dalam: Riordan-Eva P. Oftalmologi
Umum Vaughan dan Asbury ed. 17. Jakarta: EGC. 2007; 185-93.
5. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systemic approach [ebook].
7th ed. USA: Saunders Elsevier. 2011.
6. Bhavsar AR. Diabetic Retinopathy. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-overview. Diakses pada
tanggal 4 April 2018.
7. Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: FK UGM;
2012.h.96-8.
8. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes.
Diabetes Care 2004;27:1047-53.
9. Vislisel J, Oetting T. Diabeteic Retinopathy: classifications. Diunduh dari
http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/tutorials/Diabetic-Retinopathy-Med-
Students/Classification.htm. Diakses pada tanggal 4 April 2018.
10. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous angiogenic inhibitors in diabetic
retinopathy. In: Ocular angiogenesis disease. New Jersey: Humana Press;
2006.p.23-35.
11. Regillo C, Holekamp N, Johnson MW, Kaiser PK, Schubert HD, Spaide R, et
al. Retina and Vitreous. In: Basic and Clinical Science Course. San Francisco:
American Academy of Ophthalmology, 2011:337-47.
12. Levanita, S. Prevalensi Retinopati Hipertensi di RSUP H. Adam Malik Medan
Periode Agustus 2008-Agustus 2010. [Skripsi]. Medan: Fakultas Kedokteran
Sumatera Utara;2010.
13. Theng Oh K. Ophthalmologic Manifestation of Hypertension. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1201779-overview. Diakses pada
tanggal 4 April 2018.
21
14. University of Maryland Medical Center. Hypertensive Retinopathy. Available
from: http://www.umm.edu/patiented/articles/000576.htm. Diakses pada
tanggal 4 April 2018.
15. Rundjan L. Deteksi Dini dan Tatalaksana Retinopati pada Prematuritas.
Available from: http://www.idai.or.id/buletinidai/view.asp?
ID=754&IDEdisi=70. Diakses pada tanggal 4 April 2018.
22