Anda di halaman 1dari 18

HALAMAN JUDUL

MAKALAH KEPERAWATAN SISTEM GASTROINTESTINAL


HIRSCHPRUNG

OLEH
KELOMPOK 3 :
SARINA SUKRI C12115505
NANDITA SUCI RHAMADANI C12115030
AMINA C12115010
SUNARTI C12115017
ILHAM TRINANDI C12115016
MONALISA C12116304
NURAZIZAH C12115019
RIA PUTRI GUSTI WULANDARI C12115506
HASNI C12115024
MERSI SAMBA BURA C12115022
YULIANTI RIZAL C12115020
RASDIANA C12115023
SAKINA C12115306
NOVIAWATI C12115325

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN AJARAN 2017/2018

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga makalah tentang “Hirschprung”, untuk mata kuliah Keperawatan Sistem
Gastrointestinal dapat terselesaikan dengan baik. Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing kepada kami sebagai
mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
dan agar supaya mahasiswa dapat mengetahui lebih banyak materi tentang imunologi dengan
baik.

Dengan makalah ini, diharapkan dapat memudahkan kita dalam mempelajari kembali
materi sistem gastrointestinal. Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari
cara penulisan maupun isi dari makalah ini, karenanya kami siap menerima kritik maupun
saran dari dosen pembimbing dan pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam pembuatan
makalah berikutnya.

Kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini,
kami sampaikan penghargaan dan terima kasih. Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan berkat dan bimbingannya kepada kita semua.

Makassar, 13 September 2017

Penyusun

Kelompok

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2
A. Pengertian Hirschprung .................................................................................................. 2
B. Etiologi Hirschprung ....................................................................................................... 3
C. Patofisiologi Hirschprung ............................................................................................... 4
D. Pemeriksaan penunjang hirschprung .............................................................................. 6
E. Penatalaksanaan Hirschprung ......................................................................................... 7
F. Pengkajian Hirschprung ................................................................................................. 8
G. Diagnosa Keperawatan Hirschprung yang bisa muncul ................................................. 9
H. Rencana keperawatan Hirschprung............................................................................... 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 14
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 14
B. Saran ............................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit hirschprung juga disebut megakolon konginetal dan megakolon
aganglionik kongenital, merupakan gangguan kongenital pada usus besar yang ditandai
oleh tidak ada atau penurunan secara nyata sel-sel ganglion parasimpatik didalam
dinding kolarektal. Penyakit hirschprung tampak sebagai defek kongenital yang bersifat
familial dan terjadi pada 1 dalam 2000 hingga 1 dalam 5000 kelahiran hidup. Penyakit
ini memiliki insidensi tujuh kali lebih sering pada laki laki dibandingkan pada wanita
(meskipun) segmen aganglionik biasanya lebih pendek pada laki-laki dan paling
prevalen diantara populasi kulit putih di Amerika. Aganglionis total mengenai laki-laki
dan wanita sama banyaknya. Wanita yang menderita penyakitn hirschprung
menghadapi risiko yang lebih besar untuk mempunyai anak dengan penyakit ini.
Biasanya penyakit hirschprung muncul bersama anomali kongenital lain, khusunya
trisomi 21, dan anomali pada traktus urinarius (Kowalak , Welsh, & Mayer, 2011).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hirschprung ?


2. Apa etiologi dan manifestasi klinis hirschprung?
3. Bagaimana patofisiologi hirschprung?
4. Bagaimana penatalaksanaan hirschprung ?
5. Bagaimana pengkajian hirschprung?
6. Apa saja diagnosa keperawatan hirschprung yang bisa muncul?
7. Bagaiamana rencana keperawatan hirschprung?

C. Tujuan

1. Mahasiswa mengetahui pengertian hirschprung


2. Mahasiswa mengetahui etiologi dan manifestasi klinis hirschprung
3. Mahasiswa mengetahui patofisiologi hirschprung
4. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang hirschprung
5. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan hirschprung
6. Mahasiswa mengetahui pengkajian hirschprung
7. Mahasiswa mengetahui diagnosa keperawatan hirschprung yang bisa muncul
8. Mahasiswa mengetahui rencana keperawatan hirschprung

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hirschprung

Penyakit hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf


enterik dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak adanya pleksus
mienterik) pada bagian distal kolon dan kolon tidak bisa mengembang dengan
memberikan manifestasi perubahan struktur dari kolon. Pada kondisi klinik
penyakit Hirschprung lebih dikenal dengan megakolon kongenital .
Pada tahun 1886, Harold Hirschprung pertama kali mendeskripsikan penyakit
Hirschprung sebagai penyebab konstipasi padda awal masa bayi. Di Amerika
Serikat, penyakit Hirschprung sekitar 4 kali lebih sering terjadi pada sekitar 1 per
5.000 kelahiran hidup. Hampir semua ana dengan penyakit Hirschprung didiagnosa
selama 2 tahun pertama kehidupan. Sekitar satu setengah anak-anak yang terkena
penyakit ini didiagnosa sebelum mereka berumur 1 tahun (Muttaqin & Sari, 2013)
Menurut Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI(1996), hischsprung
dibedakan sesuai dengan panjang segmen yang terkena, Hischsprung dibedakan
menjadi dua tipe berikut :
1. Segmen pendek
Segmen pendek aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, terjadi
pada sekitar kasus penyakit Hischsprung dan tipe ini lebih sering ditemukan
pada laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen pendek
yang umum, insidensinya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan
wanita dan kesempatan bagi saudara laki-laki dari penderita anak untuk
mengalami penyakit ini adalah 1 dari 20 (Sodikin, Asuhan Keperawatan
anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier, 2011).

2
2. Segmen panjang
Daerah aganglionosis dapat melebihisigmoid, bahkan kadang dapat
mengenai seluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki dan perempuan
mempunyai peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa
membedakan jenis kelamin (Sodikin, 2011).

B. Etiologi dan Manifestasi Klinis Hirschprung

Penyebab tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan kondisi genetik. Mutasi
pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B pada
penyakit Hirschprung familiar. Gen lain yang berhubungan dengan penyakit
Hirschprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari faktor gen, reseptor
gen endothelin-B, dan gen endothelin -3. Penyakit Hirschprung juga terkait dengan
Down syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan penyakit Hirschprung juga
memiliki trisomi 21 (Muttaqin & Sari, 2013)
Adapun tanda dan gejala yang bisa di temukan pada hirschprung adalah
sebagai berikut :

Obstipasi (sembelit) merupakan tanda utama pada Hischsprung, dan pada


bayi baru lahir dapat merupakan gejala obstruktif akut. Tiga tanda (trias) yang
sering ditemukan meliputi mekonium yang terlambat keluar (lebih dari 24 jam),
perut kembung, dan muntah berwarna hijau. Pada neonatus, kemungkinan ada
riwayat keterlambatan keluarnya mekonium selama 3 hari atau bahkan lebih
mungkin menandakan terdapat obstruksi rektum dengan distensi abdomen progresif
dan muntah, sedangkan pada anak yang lebih besar kadang-kadang ditemukan
keluhan adanya diare dan enterokolitis kronik yang lebih menonjol daripada tanda-
tanda obstipasi (sembelit).
Terjadinya diare yang berganti-gantidengan konstipasi merupakan hal yang
tidak lazim. Pabila disertai dengan komplikasi enterokolitis,anak akan
mengeluarkan feses yang besar dan mengandung darah serta sangat berbau, dan
terdapat peristaltik dan bising usus yang nyata.
Sebagian besar tanda dapat ditemukan pada minggu pertama kehidupan,
sengkan yang lain ditemukan sebagai kasus konstipasi kronik dengan tingkat
keparahan yang meningkat sesuai dengan perubahan umur anak. Dimana, pada anak
yang lebih tua biasanya terdapat konstipasi kronik disertai anoreksia dan kegagalan

3
pertumbuhan. (Sodikin, Asuhan Keperawatan anak: Gangguan Sistem
Gastrointestinal dan Hepatobilier, 2011)

C. Patofisiologi Hirschprung

Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan di


sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus
(kontraksi ritmis ini disebut geraka peristaltik ). Kontraksi otot-otot tersebut
dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak di bawah
lapisan otot. Pada penyakit Hirschprung ganglion/pleksis yang memerintahkan
gerakan peristaltik tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter.
Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-
bahan yang dicerna sehingga terjadi penyumbatan .
Dengan kondisi tidak adanya ganglion, maka akan memberikan manifestasi
ganggguan atau tidak adanya peristalsis sehingga akan terjadi tidak adanya evakuasi
usus spontan. Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi secara optimal,
kondisi ini dapat mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus kemudian
terdorong ke segmen aganglionik dan terjadi akumulasi fese di daerah tersebut
sehingga memberikan manifestasi dilatasi usus pada bagian proksimal.
.

4
Patofisiologi Penyakit Hirschprung

Respon psikologis keluarga dan Predisposisi gangguan genetic


pasien (bayi atau anak) serta perkembangan dari system saraf
misinterpretasi terhadap enterik
perawatan dan pengobatan

Tidak adanya sel-sel ganglion


 Kecemasan (aganglionik) pada bagian distal
 Perubahan peran keluarga kolon
(perubahan family center)
Gangguan peristaltik usus pada area aganglionik
 Gangguan proses bermain
 Gangguan tumbuh kembang
Penyakit Hirschprung

Obstruksi kolon distal


Gangguan
absorpsi air Kecemasan
baik pada
Merangsang Konstipasi
anak maupun
Cairan yang tidak proses inflamasi keluarga Nyeri
di absorpsi pada dinding
kolon Obstruksi kolon
proksimal
Intervensi Rasa penuh
pembedahan atau kembung
Feses bercampur
Produksi dalam perut
dengan cairan di
cairan/mucus Distensi
kolon
berlebih Pascaoperasi abdomen
Merangsang
pusat muntah
Feses Kerusakan Kongesti
di medulla otak
menjadi cair jaringan vaskuler, edema
Nyeri pascaoperasi dinding usus
Mual,
Terjadi Diare Gangguan aliran muntah
Port de darah vaskuler
entrée luka gastrointestinal  Anoreksia, atau
Penurunan volume pascabedah  Risiko kehilangan
cairan dalam tubuh cairan & elektrolit
Iskemia dinding
Risiko infeksi usus
Intake asupan
 Risiko kekurangan nutrisi kurang
volume cairan, atau
 Risiko tinggi syok Risiko injuri Nekrosis
dinding usus
hipovolemik  Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Perforasi peritonitis  Risiko ketidakseimbanagan
cairan
5
D. Pemeriksaan penunjang hirschprung

1. Pemeriksaan colok dubur

Pada penderita Hirschprung, pemeriksaan colok anus sangat penting untuk


dilakukan. Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen
rektum yang sempit, pada saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan
mekonium (feses) yang menyemprot.

2. Pemeriksaan lain
a. Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar atau
terdapat gambaran obstruksi usus rendah.

b. Pemeriksaan radiologis akan memperlihatkan kelainan pada kolon setelah


enema barium. Radiografi biasa akan memperlihatkan dilatasi dari kolon di atas
segmen aganglionik.
c. Biopsi rektal dilakukan dengan anestesi umum, hal ini melibatkan diperolehnya
sampel lapisan otot rektum untuk pemeriksaan adanya sel ganglion dari pleksus
Aurbach (biopsi) yang lebih superfisial untuk memperoleh mukosa dan
submukosa bagi pemeriksaan pleksus meissner.
d. Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang ditempatkan
dalam rektum dan dikembangkan. Secara normal, dikembangkannya balon akan
menghambat sfingter ani interna. Efek inhibisi pada penyakit Hirschprung tidak
ada dan jika balon berada dalam usus aganglionik, dapat diidentifikasi
gelombang rektal yang abnormal. Uji ini efektif dilakukan pada masa neonatus
karena dapat diperoleh hasil baik positif palsu atau negatif palsu. (Sodikin,
2011)

6
E. Penatalaksanaan Hirschprung

Setelah ditemukan kelainan patologik dari Hirscprung, selanjtnya mulai dikenal


Teknik operasi yang rasional untuk penyakit ini. Tindakan defenitif bertujuan
menghilangkan hambatan pada segmen usus yang menyempit. Tindakan
konservatif adalah tindakan untuk menghilangkan tanda-tanda obstruksi rendah
dengan jalan memasang anal tube dengan atau tanpa disertai pembilasan air garam
hangat secara teratur. Air tidak boleh digunakan karena bahaya absorpsi air
mengarah pada intoksikasi air, hal ini disebabkan karena difusi cepat dari usus yang
mengalami dilatasi air ke dalam sirkulasi. Penatalaksanaan dari gejala obstipasi dan
mencegah enterokolitis dapat dilakukan dengan bilas kolon menggunakan garam
faal, cara ini efektif dilakukan pada hirscprung tipe segmen pendek-untuk tujuan
yang sama dapat dilakukan dengan tindakan kolostomi di daerah ganglioner.
Membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus dapat
dikerjakan dengan satu atau dua tahap, teknik ini disebut operasi definitive yang
dapat dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (lebih dari 9 kilogram).
Tindakan konservatif ini sebenarnya akan mengaburkan gambaran pemeriksaan
barium enema yang di buat kemudian.
Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat untuk menghilangkan gejala
obstruksi usus, saling menunggu dan memperbaiki keadaan umum penderita
sebelum operasi definitive berikan dukungan kepada orang tua, karena kolostomi
sementara sukar di terima. Orang tua harus belajar bagaimana merawat anak dengan
kolostomi, observasi apa yang perlu dilakukan, bagaimana membersihkan stoma,
dan bagaimana menggunakan kantong kolostomi.
Intervensi bedah terdiri atas pengangkatan segmen usus aganglionik yang
mengalami obstruksi. Pembedahan rektosimoidektomi dilakukan dengan teknik
pull through dan dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua, dan
tahap ketiga., rektosigmoidoskopi didahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi di
tutup dalam prosedur tahap kedua. Pull through (Swenson, renbein, dan Duhamel)
yaitu jenis pembedahan dengan mereseksi segmen yang menyempit dan menarik
usus sehat ke arah anus.
Operasi Swenson dilakukan dengan teknik anastomosisintususepsi ujung ke
ujung usus aganglionik dan ganglionic melalui anus dan reseksi serta anastomosis
sepanjang garis bertitik-titik. Secara lebih spesifik prosedur Duhamel dilakukan

7
dengan cara menaikkan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya
di belakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik
dan bagian posterior kolon normal yang telah di tarik (Sodikin, 2011)

F. Pengkajian Hirschprung
Pengkajian penyakit Hirschprung terdiri atas pengkajian anamnesis,
pemeriksaan fisik dan evaluasi diagnostic. Pada anamnesis, keluhan utama yang lazim
ditemukan pada anak adalah nyeri abdomen. Keluhan orangtua pada bayinya dapat
berupa muntah – muntah. Keluhan gastrointestinal lain yang menyertai, seperti distensi
abdominal, mual, muntah, dan nyeri kolik abdomen.
Pengkajian riwayat penyakit sekarang, keluhan orangtua pada bayi dengan tidak
adanya evakuasi mekonium dalam 24 – 48 jam pertama setelah lahir diikuti obstruksi
konstipasi,muntah, dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa
minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan
entrokolitis dengan diare, distensiabdomen, dan demam. Adanya feses yang
menyemprot pada saat colok dubur merupakan tanda yang khas.
Pada anak, selain tanda pada bayi, anak akan rewel dan keluhan nyeri pada
abominal. Didapatkan Keluhan lainnya berupa kontipasi atau diare berulang. Pada
kondisi kroni, orangtua sering mengeluh anak mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan. Anak mungkin didapatkan mengalami kekurangan kalori – protein.
Kondisi gizi buruk ini merupakan hail dari anak karena selalu merasa kenyang, perut
tidak nyaman, dan distensi terkait dengan konstipasi kronis. Dengan berlanjutnya
proses penyakit, maka akan terjadi enterokolitis. Kondisi enterokolitis dapat berlanjut
ke sepsis, transmural nekrosis usus, dan perforasi.
Pada pengkajian riwayat penyakit keluarga sering didapatkan kondisi yang
sama pada generasi terdahulu. Kondisi ini terjadi sekitar 30% dari kasus.
Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan, serta perlunya
pemenuhan informasi intervensi keperawatan dan pengobatan.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik. Pada
survey umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi dan
takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya perforasi.
Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis.
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipat paha, dan rectum akan
didapatkan :

8
Inspeksi : tanda khas didapatkan adanya distensi abdominal. Pemeriksaan
rectum dan feses akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan dan berbau
busuk.
Auskultasi : pada fase awal didapatkan penurunan bisisng usus, dan
berlanjut dengan hilangnya bising usus.
Perkusi : timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi : teraba dilatasi kolon pada abdominal.
Pengkajian diagnostic yang dapat membantu, meliputi pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi adanya leukositosis dan gangguan elektrolit atau
metabolic; foto polos abdomen dengan dua posisi, yaitu posisi tegak dan posisi
berbaring untuk mendeteksi obstruksi intestinal pola gas usus, serta USG untuk
mendeteksi kelainan intraabdominal (Muttaqin & Sari, 2013)

G. Diagnosa Keperawatan Hirschprung yang bisa muncul

1. resiko injuri b.d pascaprosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal sekunder
dari kondisi obstruksi usus
2. nyeri b.d distensi abdomen, iritasi intestinal.\, respon pembedahan
3. resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d keluar cairantubuh dan muntah,
ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal
4. Aktual/resiko tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, sekunder dai
gangguan absorpsi saluran intestinal, muntah-muntah
5. aktual/resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang kurag adekuat
6. resko tinggi infeksi b.d adanya port de entreeluka pasca bedah
7. kostipasi b.d penyempitan kolon , sekunder obstruksi mekanik
8. pemenuhan informasi b.d adanya kolostomi,evaluasi diagnostik, rencana
pembedahan, dan rencana perawatan rumah.
9. risiko gangguan tumbuh kembang b.d perubahan kondisi psikososial anak selama
dirawat sekunder dari kondisi sakit
10. kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasi, rencana pembedahan
(Muttaqin & Sari, 2013)

9
H. Rencana keperawatan Hirschprung

Risiko injuri b.d pascaprosedur pembedahan (Herdman & Kamitsuru, 2016)

Outcome ( NIC ) : Dalam waktu 2 x 24 jam pascaintervensi reseksi kolon pasien tidak
mengalami injuri
kriteria evaluasi :
 TTV dalam batas normal
 Kondisi kardio respirasi optimal
 Tidak terjadi infeksi pada insisi.
(Moorhead, Johnson , Mass, & Swanson , 2016)

Intervensi Rasional

Kaji faktor yang meningkatkan Pascabedah terdapat risiko rekuren dari


risiko injuri hernia umbilicus akibat peningkatan tekanan
intraabdomen
Monitor tanda dan gejala perforasi Perawat mengantisipasi risiko terjadinya
atau peritonitis perforasi atau peritonitis. Tanda dan gejala
yang penting adalah anak rewel tiba-tiba dan
tidak bisa dibujuk untuk diam oleh orang tua
atau perawat, muntah-muntah, peningkatan
suhu tubuh dan hilangnya bising usus.
Adanya pengeluaran pada anus berupa cairan
fases bercampur darah merupakan tanda
klinik penting bahwa telah terjadi perforasi.
Semua perubahan yang terjadi
dokumentasikan oleh perawat dan dilaporkan
pada dokter yang merawat.
Lakukan pemasangan selang Tujuan pemasangan selang nasogastric
nasogatrik adalah intervensi dekompresi akibat respons
dilatasi dari kolon dan obstruksi dari kolon
aganglionik. Apabila tindakan dekompresi
ini optima, maka akan menurunkan distensi
abdominal yang menjadi penyebab utama
nyeri abdominal pada pasien Hirschprung.
Monitor adanya komplikasi Perawat memonitor adanya komplikasi
pascabedah pascabedah seperti mencret atau
inkontinensia fekal, kebocoran anastomosis
formasi striker, obstruksi usus, dan
enterokolitis. Secara umum kondisi
pascabedah biasanya menghasilkan kondisi
optimal, namun pada anak-anak dengan
sindrom Down terdapat penurunan
kemmapuan dalam menahan fekal, dan
beberapa penulis mendukung penempatan
ostomi permanen.
Pertahankan status hemodinamik Pasien akan mendapat cairan intravena
yang optimal sebagai pemeliharaan status hemodinamik.

10
Bantu ambulasi dini Pasien dibantu turun dari tempat tidur pada
hari pertama pascaoperatif dan didorong
untuk mulai berpartisipasi dalam ambulasi
dini. Pada bayi pasca bedah pemenuhan
informasi dan melibatkan orang tua dalam
intervensi dapat menurunkan kecemasan
orang tua.
Hadirkan orang terdekat Pada pasien anak, orang terdekat dapat
mengetahui penurunan respon nyeri. Orang
terdekat bisa merupakan orang tua kandung,
babysister , atau neneknya. Pada suatu studi
mengnai penurunan respons nyeri dengan
kehadiran orang terdekat menampakkan
hubungan yang relative positif untuk
menurunkan skala nyeri.
Pada orang dewasa, kehadiran orang terdekat
merupakan tambahan dukungan psikologis
dalam menghadapi masalah kondisi nyeri
baik akibat dari kolik abdomen atau nyeri
pascabedah.
Kolaborasi untuk pemberian Antibiotik menurunkan risiko infeksi yang
antibiotic pascabedah (Bulechek, akan menimbulkan reaksi inflamasi local dan
Butcher , Dochterman, & Wagner , dapat memperlama proses penyembuhan
2016) pascafunduplikasi lambung.

Pemenuhan informasi b.d adanya rencana pembedahan, perencanaan pasien pulang

Tujuan: Dalam waktu 1 × 24 jam informasi kesehatan terpenuhi.


Kriteria evaluasi:
- Pasien dan keluarga jadwal pembedahan.
- Pasien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, serta secara subjektif
menyatakan bersedia dan termotivasi untuk melakukan aturan atau prosedur prabedah
yang telah dijelaskan.
- Pasien dan keluarga mengungkaapkan alasan pada setiap instruksi dan latihan preoperatif.
- Secara subjektif pasien menyatakan rasa nyaman dan relaksasi emosional.
- Pasien mampu menghindarkan cedera selama periode perioperatif.

Intervensi Rasional

11
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang Bila pasien mendapat intervensi, peran
intervensi konservatif, intervensi bedah, dan perawat adlah memberikan informasi yang
program perawatan rumah. sesuai dengan kebutuhan individu.
Apabila pasien mendapat keputusan
pembedahan atas kondisi penyakitnya, maka
persiapan prabedah sama seperti persiapan
pembedahan abdomen lainnya. Peran
perawat mengklarifikasi bahwa informasi
dimengerti dan dilaksanakan pasien.

Intervensi konservatif: Keluarga terdekat dengan pasien perlu


 Cari sumber yang meningkatkan dilibatkan dalam pemenuhan informasi
penerimaan informasi. untuk menurunkan risiko misinterpretasi
terhadap informasi yang diberikan.

 Kaji kondisi komplikasi enterokolitis. Sebelum intervensi bedah pada paasien


dengan penyakit Hirschsprung, dilakukan
pengkajian untuk memastikan perawatan
yang memadai dekompresi usus dan bahwa
tanda-tanda atau gejala enterokolitis tidak
berkembang.
 Beritahu pada keluarga mengenai
intervensi teknik dekompresi dan irigasi Maksud dan tujuan pemberian teknik
rektal. dekompresi dan irigasi rektal perlu
disampaikan pada keluarga, yaitu terapi ini
membantu mengurangi pelebaran kolon
dalam persiapan untuk operasi.
Intervensi passien dengan pembedahan:
 Beritahu persiapan pembedahan Tujuan persiapan prabedah dilakukan untuk
(persiapan pada orang dewasa sama efisiensi dan efektivitas pada fase
seperti persiapan prabedah abdominal intraoperatif.
lainnya).

 Libatkan keluarga dalam mempersiapan Hernia umbilikalis biasanya dilakukan


anak pada tahap praoperatif. perbaikan di bawah anestesi umum.
Biasanya, anak tidak boleh makan atau
minum selama sekitar enam jam
sebelumnya.
Penting bagi perawat untuk menanyakan
adanya alergi atau jika ada riwayat masalah
pendarahan dalam keluarga.
Perawat mendukung keluarga dalam
penandatanganan formulir persetujuan
sebelum operasi. Hal ini menegaskan bahwa
keluarga telah memahami risiko,
keuntungan, dan kemungkinan alternatif
prosedur, serta telah memberikan izin
pembedahan.

12
 Jelaskan tentang prosedur pembedahan Operasi biasanya membutuhkan waktu 40-
60 menit. Tujuan dari operasi kolostomi
adalah untuk membuat anus buatan pada
dinding abdominal secara sementara dan
apabila toleransi anak membaik, maka akan
dikembalikan ke tempat semula.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf
enterik dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak adanya pleksus
mienterik) pada bagian distal kolon dan kolon tidak bisa mengembang dengan
memberikan manifestasi perubahan struktur dari kolon. Pada kondisi klinik penyakit
Hirschprung lebih dikenal dengan megakolon kongenital
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, kelompok kami menyadari bahwa makalah ini
masih banyak terdapat beberapa kekurangan karena masih banyak hal-hal yang perlu
ditambahkan lagi dalam makalah ini. Maka dari itu kami kelompok 6 sangat
mengharapkan adanya saran dan kritik yang dapat membangun, agar makalah kami
kedepannya dapat lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Kowalak , J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2011). Buku Ajar Patofisiologi . Jakarta : EGC.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2013). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2016). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi .
Jakarta : EGC .

Moorhead, S., Johnson , M., Mass, M. L., & Swanson , E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) . Jakarta : ELSEVIER .

Bulechek, G. M., Butcher , H. K., Dochterman, J. M., & Wagner , C. M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC) . Jakarta : ELSEVIER .

15

Anda mungkin juga menyukai