Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Luka kronis adalah luka yang sudah lama terjadi atau menahun dengan
penyembuhan yang lebih lama akibat adanya gangguan selama proses
penyembuhan luka. Gangguan dapat berupa infeksi, dan dapat terjadi pada
fase inflamasi, poliferasi, atau maturasi. Biasanya luka akan sembuh setelah
perawatan yang tepat selama dua sampai 3 bulan (dengan memperhatikan
faktor penghambat penyembuhan). (Perry & Potter, 2006).
Luka kronis juga sering disebut kegagalan dalam penyembuhan luka.
Penyebab luka kronis biasanya akibat ulkus, luka gesekan, sekresi dan
tekan. Contoh luka kronis adalah luka diabetes militus ,luka kanker, dan luka
tekan, ulkus pada pembuluh darah vena, ulkus pada pembuluh arteri
(iskemia), luka abses dan luka infeksi. Luka kronis umumnya sembuh atau
menutup dengan tipe penyembuhan sekunder. Akan tetapi , tidak semua
luka dengan tipe penyembuhan sekunder disebut luka kronis, misalnya luka
bakar dengan deep full-thickness yang terjadi dua hari yang lalu disebut luka
dengan tipe penyembuhan sekunder (Arisanty,2013).

B. Etiologi
Selain sirkulasi yang buruk, neuropati, dan kesulitan bergerak, faktor yang
berkontribusiterhadap luka kronis adalah penyakit sistemik, usia, dan
penyakit trauma. Comorbid berulang yang dapat berkontribusi pada
pembentukan luka kronis termasuk vaskulitis (radang pembuluh darah),
kekebalan penindasan, pioderma gangrenosum, dan penyakit yang
menyebabkan iskemia. Penekanan kekebalan dapat disebabkan oleh
penyakit atau obat medis yang digunakan dalam jangka panjang, misalnya
steroid. Faktor lain yang dapat menyebabkan luka kronis adalah usia tua.
Kulit orang tua lebih mudah rusak, dan sel-sel yang lebih tua tidak
berkembang biak secepat dan tidak mungkin memiliki respon yang memadai
terhadap stres dalam hal upregulationgen yang terkait dengan stres protein.
Fibrosis kronis, aterosklerosis, edema, penyakit sel sabit,dan arteri
insufisiensi merupakan penyakit yang terkait dengan luka kronis. Faktor
utama yang menyebabkan luka kronis, di antaranya adalah iskemia, cedera
reperfusi, dan kolonisasi bakteri.

C. Gejala luka kronis


Pasien luka kronis sering mengeluhkan nyeri yang dominan. Enam dari
sepuluh pasien dengan kaki vena ulkus mengalami nyeri. Nyeri persisten
(pada malam hari, saat istirahat, dan saat aktivitas) adalah masalah utama
bagi pasien dengan ulkus kronis.

D. klasifikasi luka kronis


1. Luka Ulkus Diabetikum
Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit
sampai ke dalam dermis, yang biasanya terjadi di telapak kaki. (Hariani &
David, 2015). Ulkus diabetik merupakan suatu komplikasi yang umum
bagi pasien dengan diabetes melitus. Penderita diabetes melitus
mencapai 8 juta orang pada tahun 2000 di negara Indonesia, 50% pasti
terkena komplikasi ulkus diabetik (Guntur dkk, 2012).
Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit
sampai ke dalam dermis, yang biasanya terjadi di telapak kaki. Separo
lebih amputasi non trauma merupakan akibat dari komplikasi ulkus
diabetes, dan disertai dengan tingginya angka mortalitas, reamputasi dan
amputasi kaki kontralateral. Bahkan setelah hasil perawatan
penyembuhan luka bagus, angka kekambuhan diperkirakan sekitar 66%,
dan resiko amputasi meningkat sampai 12%. Beberapa etiologi yang
menyebabkan ulkus diabetes meliputi neuropati, penyakit arterial,
tekanan dan deformitas kaki. (Titi, 2016).
Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati,
trauma, deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit
vaskuler perifer.Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetes yang
menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan arahan
perawatan yang adekuat. .(Hariani & David, 2015).
2. Luka Kanker
Luka kanker merupakan luka kronik yang berhubungan dengan
kanker stadium lanjut. Hoplamazian 2006 dalam Wijaya 2016,
menyebutkan definisi luka kanker sebagai kerusakan integritas kulit yang
disebabkan infiltrasi sel kanker. Infiltrasi sel kanker juga akan merusak
pembuluh darah dan membunuh lymph yang terdapat di kulit (Dudut
Tanjung, 2007).
Luka kanker merupakan infiltrasi sel tumor yang merusak lapisan
epidermis dan dermis yang disebabkan oleh deposisi dan atau proliferasi
sel ganas dengan bentuk menonjol atau tidak beraturan, biasanya
seringkali muncul berupa benjolan yang keras, bentuknya menyerupai
jamur, mudah terinfeksi, mudah berdarah, nyeri, mengeluarkan cairan
yang berbau tidak sedap dan sulit sembuh (Gitaraja, 2004 dalam Wijaya,
2016).
Luka kanker dikatakan sebagai luka kronis dilihat dari
karakteristiknya yaitu sulit sembuh, sangat menyakitkan, tidak sedap
dipandang, bau/malodor, dan sangat banyak memproduksi eksudat
(Dennis et all. 2010; dalam Astriana, 2013). Dari definisi luka kanker
yang dijabarkan maka dapat disimpulkan bahwa luka kanker adalah luka
kronis yang disebabkan deposisi atau proliferasi sel ganas yang sulit
sembuh, berbau, dan banyak mengandung eksudat. Adapun beberapa
luka kanker antara lain:
a. Luka Kanker Payudara
Luka kanker payudara termasuk jenis luka kronik yang sukar
sembuh. Menurut Potter & Perry, (2005) luka kronik adalah luka yang
gagal melewati proses perbaikan untuk mengembalikan integritas
fungsi dan anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang normal.
Seperti luka kronik lainnya, luka kanker payudara juga mengalami
tahapan proses penyembuhan luka. Luka kanker ada pada tahapan
proliferasi yang memanjang, dimana terjadi penurunan fibroblas,
penurunan produksi kolagen, dan berkurangnya angiogenesis kapiler.
Oleh karena itu luka kanker terus ada pada kondisi hipoksia panjang
yang kemudian menjadi jaringan nekrotik. Jaringan nekrotik
merupakan fasilitator terhadap perkembangbiakan bakteri aerob dan
anaerob.( Astuti, 2013)
b. Luka Melanoma Maligna
Melanoma maligna (MM) merupakan keganasan kulit yang
berasal dari sel-sel melanosit; sel-sel tersebut masih mampu
membentuk melanin, sehingga pada umumnya MM berwarna coklat
atau kehitaman. Beberapa melanoma yang sel-selnya tidak dapat
membentuk melanin lagi tampak berwarna merah muda, tan, atau
bahkan putih. (Tansil & Isabella, 2015)
American Cancer Society 2014: menjelaskan bahwa MM bisa
ditemukan di bagian mana saja di tubuh, paling sering di dada dan
punggung pada pria, di tungkai bawah pada wanita. Lokasi lain yang
sering adalah di wajah dan leher. MM juga dapat ditemukan di mata,
mulut, daerah genital, dan daerah anus, walaupun jarang.4 Kulit lebih
gelap menurunkan risiko terkena MM; MM 20 kali lebih sering
ditemukan pada kulit putih dibandingkan kulit gelap.
Faktor risiko terpapar sinar matahari berlebihan dapat dihindari,
sedangkan genetik, usia, atau jenis kelamin merupakan faktor risiko
yang tidak dapat dihindari.

E. Warna dasar Luka


Luka dapat juga dibedakan berdasarkan warna dasar luka atau
penampilan klinis luka (clinical appearance). Klasifikasi ini juga dikenal
dengan sebutan RWB (red, yellow, black). Beberapa referensi
menambahkan pink dan coklat pada klasifikasi tersebut.
1. Hitam (black)
Menurut Arisanty 2013, warna dasar luka hitam artinya jaringan
nekrosis (mati) dengan kecendrungan keras kering. Jaringan tidak
mendapatkan vaskulerisasi yang baik dari tubuh sehingga mati. Luka
dengan warna dasar hitam beresiko mengalami deep tissue injury
atau kerusakan kulit hingga tulang , dengan lapisan epidermis masih
terlihat utuh. Luka terlihat kering, namun sebetulnya itu bukan
jaringan sehat dan harus diangkat. Tujuan perawatan adalah untuk
membersihkan jaringan mati dengan debridement, baik dengan
autolysis debridemen maupun dengan pembedahan. (Ronald , 2015)
2. Kuning (yellow)
Warna dasar luka kuning artinya jaringan nekrosis (mati) yang lunak
berbentuk seperti nanah beku pada permukaan kulit yang sering
disebut dengan slough. Jaringan ini juga mengalami kegagalan
vaskulerisasi dalam tubuh dan memiliki eksudat yang banyak hingga
sangat banyak. Perlu dipahami bahwa jaringan nekrosis mana pun
(hitam atau kuning) belum tentu mengalami infeksi sehingga penting
sekali bagi klinisi luka untuk melakukan pengkajian yang tepat. Pada
beberapa kasus, kita akan menemukan bentuk slough yang keras
yang disebabkan oleh balutan yang tidak lembab. (Puspita, 2013).
3. Merah (red)
Warna dasar luka merah artinya jaringan granulasi dengan
vaskulerisasi yang baik dan memiliki kecendrungan mudah berdarah.
Warna dasar merah menjadi tujuan klinisi dalam perawatan luka
hingga hingga luka dapat menutup. Hati- hati dengan warna dasar
luka merah yang tidak cerah atau berwarna pucat karena
kemungkinan ada lapisan biofilm yang menutupi jaringan granulasi.
4. Pink
Warna dasar luka pink menunjukan terjadinya proses epitelissi
dengan baik menuju maturasi. Artinya luka sudah menutup, namun
biasanya sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap dilundungi selama
proses maturasi terjadi. Memberikan kelembapan pada jaringan epitel
dapat membantu agar tidak timbul luka baru. (Puspita,2013)
F. Proses penyembuhan luka
Luka akan sembuh sesuai tahapan spesifik yang dapat terjadi tumpang
tindih. Fase penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
1. Fase infl amasi:
a. Hari ke-0 sampai 5
b. Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah untuk
mencegah kehilangan darah
c. Karakteristik: tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
d. Fase awal terjadi hemostasis
e. Fase akhir terjadi fagositosis
f. Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.
2. Fase proliferasi atau epitelisasi
a. Hari ke-3 sampai 14
b. Disebut juga fase granulasi karena adan ya pembentukan jaringan
granulasi; luka tampak merah segar, mengkilat
c. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fibroblas, sel inflamasi,
pembuluh darah baru, fibronektin, dan asam hialuronat
d. Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan
lapisan epidermis pada tepian luka.
e. Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi.
3. Fase maturasi atau remodelling
a. Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun
b. Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
c. Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 5080% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya
d. Pengurangan bertahap aktivitas seluler and vaskulerisasi jaringan
yang mengalami perbaikan.

G. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka


1. Status imunologi atau kekebalan tubuh
Penyembuhan luka adalah proses biologis yang kompleks, terdiri dari
serangkaian peristiwa berurutan bertujuan untuk memperbaiki
jaringan yang terluka. Peran sistem kekebalan tubuh dalam proses ini
tidak hanya untuk mengenali dan memerangi antigen baru dari luka,
tetapi juga untuk proses regenerasi sel.
2. Kadar gula darah
Peningkatan gula darah akibat hambatan sekresi insulin, seperti pada
penderita diebetes melitus, juga menyebabkan nutrisi tidak dapat
masuk ke dalam sel, akibatnya terjadi penurunan protein dan kalori
tubuh.
3. Rehidrasi dan pencucian luka
Dengan dilakukan rehidarasi dan pencucian luka, jumlah bakteri di
dalam luka akan berkurang, sehingga jumlah eksudat yang dihasilkan
bakteri akan berkurang.
4. Nutrisi: Nutrisi memainkan peran tertentu dalam penyembuhan luka.
Misalnya, vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen, vitamin A
meningkatkan epitelisasi, dan seng (zinc) diperlukan untuk mitosis sel
dan proliferasi sel. Semua nutrisi, termasuk protein, karbohidrat,
lemak, vitamin, dan mineral, baik melalui dukungan parenteral
maupun enteral, sangat dibutuhkan. Malnutrisi menyebabkan
berbagai perubahan metabolik yang mempengaruhi penyembuhan
luka.
5. Kadar albumin darah
Albumin sangat berperan untuk mencegah edema, albumin berperan
besar dalam penentuan tekanan onkotik plasma darah. Target
albumin dalam penyembuhan luka adalah 3,5-5,5 g/dl.
6. Suplai oksigen dan vaskulerisasi
Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparatif, seperti
proliferasi sel, pertahanan bakteri, angiogenesis, dan sintesis kolagen.
Penyembuhan luka akan terhambat bila terjadi hipoksia jaringan.
7. Nyeri: Rasa nyeri merupakan salah satu pencetus peningkatan
hormon glukokortikoid yang menghambat proses penyembuhan luka.
8. Kortikosteroid: Steroid memiliki efek antagonis terhadap faktor-faktor
pertumbuhan dan deposisi kolagen dalam penyembuhan luka. Steroid
juga menekan sistem kekebalan tubuh/sistem imun yang sangat
dibutuhkan dalam penyembuhan luka.
H. Manajemen perawatan luka
Pengkajian luka perlu dilakukan untuk menentukan status luka dan
mengidentifikasi luka sehingga membantu proses penyembuhan. Sebuah
pendekatan terstruktur dalam pengkajian luka diperlukan untuk
mempertahankan standar yang baik dari perawatan. Ini melibatkan
pengkajian pasien menyeluruh, yang harus dilakukan oleh praktisi yang
terampil dan kompeten, mengikuti pedoman lokal dan nasional (Harding et
al, 2008). Pengkajian yang tidak tepat dapat menyebabkan penyembuhan
luka tertunda , nyeri, peningkatan resiko infeksi dan pengurangan kwalitas
hidup bagi pasien (Ousey & Cook, 2011) untuk itu dibutuhkan suatu alat
dalam pengkajian luka untuk mengetahui perkembangan luka antara lain:
1. TIME
Internasional Wound Bed Preparation Advisory Board (IWBPAB)
banyak mengembangkan konsep persiapan dasar luka. Menurut Schultz
(2003) dalam Arisanty 2013, persiapan dasar luka adalah
penatalaksanaan luka sehingga dapat meningkatkan penyembuhan dari
dalam tubuh sendiri atau memfasilitasi efektifitas terapi lain. Metode ini
bertujuan mempersiapkan dasar luka dari adanya infeksi, benda asing,
atau jaringan mati menjadi merah terang dengan proses epitelisasi yang
baik. TIME dikenalkan oleh Prof. Vincent Falanga pada tahun 2003 yang
disponsori oleh produk Smith dan Nephew dalam penelitian ini sehingga
keluar akronim (sebutan) manajemen TIME. T tissue management
(manajemen jaringan), I infection or inflammation control (pengendalian
infeksi), M moisture balance (keseimbangan kelembaban), dan E edge of
wound (pinggiran luka untuk mendukung proses epitelisasi).
a. Tissue Management (manajemen jaringan)
Menurut David et.all 2012 dan Arisanty 2013. TIME yang pertama
adalah Tissue Management, yaitu manajemen jaringan pada dasar
luka. Tindakan utama manajemen jaringan adalah melakukan
debdridemang (debridement) yang dimulai dari mengkaji dasar luka
sehingga dapat dipilih jenis jenis debridemang yang akan dilakukan.
Debridemang adalah kegiatan mengangkat atau menghilangkan
jaringan mati (devaskulerisasi), jaringan terinfeksi, dan benda asing
dari dasar luka sehingga dapat ditemukan dasar luka dengan
vaskularisasi baik. Untuk mendapatkan dasar luka yang baik (tidak
ada jaringan yang mati dan benda asing), diperlukan tindakan
debridemang secara berkelanjutan. Kaji luka, lingkungan, dan faktor
sistemik pasien sebelum melakukan debridemang, tentukan
pencapaian hasil, dan pilih jenis debridemang yang cocok untuk
pasien tersebut.
Penganggkatan jaringan mati (manajemen T) memerlukan waktu
tambahan dalam penyembuhan luka. Waktu efektif dalam
pengangkatan jaringan mati yaitu sekitar dua minggu (14 hari) dan
tentunya tanpa faktor penyulit yang berarti, misalnya GDS terkontrol,
penyumbatan atau gangguan pembuluh darah teratasi , mobilisasi
baik,dll. Jika kondisi sistemik pasien tidak mendukung, persiapan
dasar luka akan memanjang hingga 4-6 minggu. (Arisanty , 2013)
b. Infection-Inflamation Control (Manajemen Infeksi dan Inflamsi)
TIME yang kedua adalah nfektion-inflammation control,yaitu kegiatan
mengatasi perkembangan jumlah kuman pada luka. Semua luka
adalah luka yang terkontaminasi, namuntidak selalu ada infeksi
(Smith, 2014). Infeksi adalah pertumbuhan organisme dalam luka
yang ditandai dengan reaksi jaringan lokal dan sistemik. Sebelum
terjadi infeksi, ada proses perkembangbiakan kuman mulai dari
kontaminasi, kolonisasi, kolonisasi kritis, kemudian infeksi (Schultz et
al., 2003 dalam Arisanty 2013). Luka dikatan infeksi jika ada tanda
inflamasi/infeksi, eksudat purulen, bertambah, dan berbau, luka
meluas/ break down, dan pemeriksaan penunjang diagnostik
menunjukan leukosit dan makrofag meningkat, kultur eksudat
menunjukan bakteri >106/g jaringan.
c. Moisture Balance Managemen (Manajemen pengaturan kelembapan
luka)
Winter (2013) menemukan evolusi kelembapan pada penyembuhan
luka (moist wond healing). Falanga (2003) mengemukakan bahwa
cairan yang berlebihan pada luka kronis dapat menyebabkan
gangguan kegiatan sel mediator seperti growth factor pada jaringan.
Banyaknya cairan luka (eksudat) pada luka kronis dapat
menimbulkan maserasi dan perlukaan baru pada daerah sekitar luka
sehingga konsep kelembapan yang dikembangkan adalah
keseimbangan kelembapan pada luka. Tujuan manajemennya adalah
melindungi kulit sekitar luka, menyerap eksudat, mempertahankan
kelembapan, dan mendukung penyembuhan luka dengan
menentukan jenis dan fungsi balutan yang akan digunakan. Luka
kering atau luka tanpa eksudat hingga luka eksudat minimal harus
dibuat lembab dengan memberikan balutan yang berfungsi
memberikan hidrasi dan kelembapan pada luka, seperti hydrogel,
hydrocolloid, interactive wet dressing, dan salep herbal TTO.
d. Epitelization Advancement Management ( Manajemen Tepi Luka)
Proses penutupan luka yang dimulai dari tepi luka disebut proses
epitelisasi. Proses penutupan luka terjadi pada fase poliferasi. Epitel
(tepi luka) sangat penting diperhatikan sehingga proses epitelisasi
dapat berlangsung secara efektif. Tepi luka yang siap melakukan
proses penutupan (epitelisasi) adalah tepi luka yang halus, bersih,
tipis, menyatu dengan dasar luk, dan lunak.
Tepi luka yang kasar disebabkan oleh pencucian yang kurang bersih
atau lemak yang dihasilkan oleh tubuh menumpuk dan mengeras di
tepi luka. Tepi luka yang tebal disebabkan oleh proses epitelisasi
yang tidak mau maju (tetap ditempat) sehingga epitel menumpuk di
tepi luka dan menebal. Dasar luka yang belum menyatu dengan tepi
luka disebabkan oleh adanya kedalaman, undermining, atau jaringan
mati. Jika di tepi luka masih ada jaringan mati (nekrosis) jaringan
tersebut harus diangkat. Jika ada kedalaman dan undermining,
proses granulasi harus dirangsang dengan dengan menciptakan
kondisi yang sangat lembap (hipermoist) yang seimbang. Jika tinggi
luka dengan tepi luka sama (menyatu), proses epitelisasi dapat
terjadi dengan baik dan rata. Jika dasar luka belum menyatu dengan
tepi luka, namun proses epitelisasi telah terjadi, hal ini dapat
menyebabkan luka sembuh dengan permukaan yang tidak rata. Tepi
luka juga harus lunak, jika tidak , epitel akan mengalami kesulitan
menyebrang karena tepi luka yang keras (frozen).

DAFTAR PUSTAKA

Kartika, 2015. Jurnal Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing, CDK-
230/ vol. 42 no. 7, th. 2015
Ariefa Adha Putra, 2013. Makalah Luka Kronik,
https://www.scribd.com/doc/153680499/Makalah-Luka-Kronik
Yani, 2017. Kajian pustaka luka kronis.
repository.ump.ac.id/4242/3/Nur%20Indah%20Indri%20Yani%20BAB%2
0II.pdf

Anda mungkin juga menyukai