Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi
Di RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO KOTA SEMARANG
HALAMAN JUDUL
Disusun oleh :
Koko Agung Tri Wibowo
30101307221
Pembimbing :
dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp.Rad
i
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang telah diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Seorang
perempuan dengan Cholelitiasis disertai Calculous Cholecystisis “guna memenuhi
salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang di RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro Kota Semarang periode 13 Agustus – 9 September 2018.
Penulis sangat bersyukur atas keberhasilan penyusunan laporan kasus
ini.Hal ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Luh Putu Endyah Santi Maryani, Sp. Rad
2. dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp.Rad
3. dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp.Rad
4. Seluruh staff instalasi radiologi RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota
Semarang
5. Rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik ilmu Radiologi.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan.Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan segala pihak yang telah membantu.Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3
2.1. Anatomi Kandung Empedu ............................................................. 3
2.2. Fisiologi Kandung Empedu ............................................................. 6
2.3. Kolelitiasis ....................................................................................... 8
2.3.1. Definisi .................................................................................. 8
2.3.2. Etiologi .................................................................................. 9
2.3.3. Patofisiologi ........................................................................... 10
2.3.4. Manifestasi Klinis .................................................................. 13
2.3.5. Diagnosis ............................................................................... 16
2.3.6. Penatalaksanaan ..................................................................... 18
2.4. Kolesistitis ....................................................................................... 19
2.4.1. Definisi .................................................................................. 19
2.4.2. Patogenesis ............................................................................ 20
2.4.3. Diagnosis Banding ................................................................. 21
2.4.4. Diagnosis ............................................................................... 21
2.4.5. Komplikasi............................................................................. 24
2.4.6. Penatalaksanaan ..................................................................... 25
2.4.7. Prognosis ............................................................................... 27
BAB III LAPORAN KASUS............................................................................. 29
3.1. Identitas Pasien ................................................................................ 29
3.2. Anamnesis ....................................................................................... 29
3.3. Pemeriksaan Fisik ........................................................................... 31
3.4. Pemeriksaan Penunjang................................................................... 34
3.5. Diagnosis dan Diagnosis Banding................................................... 40
3.6. Penatalaksanaan .............................................................................. 40
3.7. Prognosis ......................................................................................... 41
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................. 42
BAB V DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 43
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kolelitiasis atau batu empedu pada hakekatnya merupakan endapan satu
atau lebih komponen empedu (kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium dan
protein1. Kolelitiasis (kalkuli atau batu empedu) biasanya di bentuk dalam kadung
empedu dari bahan-bahan padat empedu. Berdasarkan bentuk, ukuran, dan
komposisinya ada dua jenis utama batu empedu : batu pigmen yang terdiri atas
pigmen empedu tak jenuh yang jumlahnya berlebihan, dan batu kolestrol, yang
merupakan bentuk paling umum. Faktor-faktor resiko pada batu empedu termasuk
sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan saluran empedu faktor-faktor resiko
untuk batu kolestrol termasuk kontrasepsi oral, estrogen, dan klofibrat. Wanita
mengalami batu kolesterol dan penyakit kandung empedu empat kali lebih sering
di banding pria : biasanya di atas 40 tahun, multi para, dan obesitas. Kolelitiasis
dapat terjadi di dalam kandung empedu atau saluran empedu (duktus koledokus)
atau keduanya.
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi kandung empedu dengan/atau tanpa
adanya batu, akibat infeksi bacterial. Faktor yang mempengaruhi terjadinya
kolesistitis akut yaitu statis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding
kandung empedu. Kuman yang tersering menyebabnya kolesistitis akut yaitu
E.coli, strep. Fecalis, klebsiella, anaerob (bacteroides dan clostridia), kuman akan
mendekonjugasi garam empedu sehingga menghasilkan asam empedu toksik yang
merusak mukosa. Di Amerika 10-20% penduduknya menderita kolelitiasis (batu
empedu) dan sepertiganya juga menderita kolesistitis akut. Penyakit ini lebih sering
terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih. Pada
wanita, terutama pada wanita-wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat-obatan
hormonal, insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi. Beberapa teori mengatakan
hal ini berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan stasis
aliran kandung empedu. Di Indonesia, walaupun belum ada data epidemiologis
penduduk, insidensi kolesistitis dan kolelithiasis relatif lebih rendah dibandingkan
dengan negara-negara barat1,2,3.
1
Gejala dari kolesistitis diantaranya nyeri epigastrium atau perut kanan atas
yang dapat menjalar ke daerah pundak sampai scapula kanan dan disertai demam.
Penjalaran dapat ke sisi kiri sehingga menstimulasi angina pektoris. Nyeri timbul
dipresipitasi oleh makanan berlemak dan palpasi abdomen. Pasien juga mengalami
anoreksia dan sering mual 4.
Pada kasus ini akan dibahas mengenai Seorang perempuan dengan
Cholelitiasis, dengan harapan dapat menambah informasi tentang imejing
kolesistitis dan penyakit ginjal kronis sehingga dapat membantu dalam
mendiagnosisnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
duktus biliaris komunis. Duktus biliaris komunis secara umum memiliki
panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati duodenum menuju pangkal
pankreas, dan kemudian menuju ampula Vateri8.
4
Duktus sistikus memiliki panjang yang bervariasi hingga 3 cm dengan
diameter antara 1-3 mm. Dinding lumennya terdapat katup berbentuk spiral
yang disebut katup spiral Heister dimana katup tersebut mengatur cairan
empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, akan tetapi dapat
menahan aliran cairan empedu keluar. Duktus sistikus bergabung dengan
duktus hepatikus komunis membentuk duktus biliaris komunis10,12.
Duktus hepatikus komunis memiliki panjang kurang lebih 2,5 cm
merupakan penyatuan dari duktus hepatikus kanan dan duktus hepatikus kiri.
Selanjutnya penyatuan antara duktus sistikus dengan duktus hepatikus
komunis disebut sebagai common bile duct (duktus koledokus) yang memiliki
panjang sekitar 7 cm. Pertemuan (muara) duktus koledokus ke dalam
duodenum, disebut choledochoduodenal junction. Duktus koledokus berjalan
di belakang duodenum menembus jaringan pankreas dan dinding duodenum
membentuk papila vater yang terletak di sebelah medial dinding duodenum.
Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter oddi yang mengatur aliran
empedu masuk ke dalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara
ditempat yang sama dengan duktus koledokus di dalam papila vater, tetapi
dapat juga terpisah10,12.
Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang
berasal dari arteri hepatikus kanan.Asal arteri sistika dapat bervariasi pada tiap
tiap orang, namun 95 % berasal dari arteri hepatik kanan. Aliran vena pada
kandung empedu biasanya melalui hubungan antara vena vena kecil. Vena-
vena ini melalui permukaan kandung empedu langsung ke hati dan bergabung
dengan vena kolateral dari saluran empedu bersama dan akhirnya menuju vena
portal. Aliran limfatik dari kandung empedu menyerupai aliran venanya.
Cairan limfa mengalir dari kandung empedu ke hati dan menuju duktus sistika
dan masuk ke sebuah nodus atau sekelompok nodus. Dari nodus ini cairan
limfa pada akhinya akan masuk ke nodus pada vena portal. Kandung empedu
diinervasi oleh cabang dari saraf simpatetik dan parasimpatetik, yang melewati
pleksus seliaka. Saraf preganglionik simpatetik berasal dari T8 dan T9. Saraf
postganglionik simpatetik berasal dari pleksus seliaka dan berjalan bersama
5
dengan arteri hepatik dan vena portal menuju kandung empedu. Saraf
parasimpatetik berasal dari cabang nervus vagus9.
7
produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan
sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan11.
2.3. Kolelitiasis
2.3.1. Definisi
Kolelitiasis atau batu empedu pada hakekatnya merupakan endapan
satu atau lebih komponen empedu (kolesterol, bilirubin, garam empedu,
kalsium dan protein1,8,10.
8
Gambar 4. Batu Empedu9
2.3.2. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor
predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung
empedu.
9
timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab terbentuknya
batu8,10.
2.3.3. Patofisiologi
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sembilan puluh persen kasus
kolesistitis melibatkan batu di saluran sistikus (kolesistitis kalkulus), dan 10%
sisanya merupakan kasus kolesistitis akalkulus. Faktor yang mempengaruhi
timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi
kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Kolesistitis kalkulus akut
disebabkan oleh tersumbatnya duktus sistikus hingga menyebabkan distensi
kandung empedu18.
10
Sementara itu, mekanisme yang akurat dari kolesistitis akalkulus
tidaklah jelas, namun beberapa teori mencoba menjelaskan. Radang mungkin
terjadi akibat kondisi dipertahankannya konsentrat empedu, zat yang sangat
berbahaya, di kandung empedu, pada keadaan tertentu. Misalnya pada kondisi
puasa berkepanjangan, kantong empedu tidak pernah menerima stimulus dari
kolesistokinin (CCK) untuk mengosongkan isinya, dengan demikian, empedu
terkonsentrasi dan tetap stagnan di lumen18,19
11
kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini kemudian mengendap pada
lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol20.
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak
biasa (misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri.
Bakteri menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin
tak terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium
bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang
komplek dengan kalsium dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang
dihasilkan memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat20.
12
peningkatan peristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di
daerah epigastrum, mungkin dengan penjalaran ke punggung. Respon nyeri,
gangguan gastrointestinal dan anoreksia akan meningkatkan penurunan intake
nutrisi20.
13
dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna
kuning10,21.
3. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi
vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi
bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal10,21.
4. Kolesistitis Akut
Sebagian besar (90-95%) kasus kolesistitis akut disertai
kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus
yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Respon peradangan
dapat dicetuskan tiga faktor yaitu: a) inflamasi mekanik yang
dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra lumen dan distensi
menyebabkan iskemia mukosa dan dinding kandung empedu, b)
inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin, c) inflamasi bakteri yang
memegang peran pada sebagian besar pasien dengan kolesititis akut.
Pasien dianggap menderita kolesistitis akut jika mereka
memiliki kriteria berikut21.
1. Nyeri akut region hypochondria kanan dan / atau nyeri epigastric
durasi > 8-12 jam.
14
batu empedu dapat juga terbentuk dalam saluran empedu
(koledokolitiasis primer). Gambaran klinis koledokolitiasis
didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruksif, kolangitis dan
pankreatitis. Tujuh puluh empat pasien dengan koledokolitiasis
simtomatik memperlihatkan bahwa nyeri dan ikterus merupakan
gejala utama10,21.
6. Kolesistolitiasis
Kolesistolitiasis atau kolesistitis kalkulosus yaitu adanya batu
di dalam kandung empedu yang biasanya disertai proses inflamasi.
Batu empedu yang terdapat di dalam kandung empedu dapat
memberikan gejala nyeri akut episodik akibat kolesistitis akut, kolik
bilier, rasa tidak nyaman pada perut yang berulang dan kronik akibat
episode berulang dari kolik bilier ringan atau gejala-gejala
dyspepsia. Tertanamnya batu dalam leher kandung empedu diduga
menyebabkan spasme belakang, kandung empedu di daerah kosong
dan nyeri berhenti, dan jika batu tetap berada di leher kandung
empedu akan terjadi nyeri yang terus menerus. Cairan empedu yang
terperangkap akan berubah komposisinya menyebabkan inflamasi
lokal dan menyebabkan rasa nyeri yang menetap beberapa saat, Isi
kandung empedu dapat terinfeksi akibat adanya toksemia yang dapat
menyebabkan empiema, gangren atau perforasi. Kontraksi kandung
empedu akibat batu adalah penjelasan tradisional terhadap post
prandial discomfort, tetapi tidak terdapat hubungan yang jelas
antara gejala ini dengan adanya batu empedu pada populasi umum.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda toksemia,
kuadran kanan atas abdomen secara klasik ditemukan Murphy’s
sign. Pada kasus yang lebih lanjut dapat diraba massa inflamasi
akibat pembengkakan kandung empedu yang dikelilingi oleh
omentum18.
15
2.3.5. Diagnosis
1. Ultrasonografi (USG)
16
2. CT-Scan
Metode ini juga merupakan pemeriksaan yang akurat untuk
menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan
koledokolitiasis.
17
Gambar 8. ERCP 22.
18
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut
(monooktanoin atau metil tertier butil eter (MTBE) ke dalam
kandung empedu.
Pengangkatan non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan
dengan alat jaring untuk memegang dan menarik keluar batuyang
terjepit dalam duktus koleduktus.
d. Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL) : gelombang kejut
berulang yang diarahkan kepada batu empedu yang
gelombangnya dihasilkan dalam media cairan oleh percikan
listrik.
Efek samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis
2. Penatalaksanaan bedah 21 :
a. Kolesistektomi : paling sering digunakan atau dilakukan :
kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus
diligasi.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka
insisi selebar 4 cm.
c. Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi
kecil melalui dinding abdomen pada umbilikus.
d. Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk
mengeluarkian batu empedu.
2.4. Kolesistitis
2.4.1. Definisi
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan
etiologinya, kolesistitis dapat dibagi menjadi:
19
Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan
kolesistitis kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala yang timbul
pada kolesistitis akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi akut
pada kandung empedu dengan gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik merupakan
inflamasi pada kandung empedu yang timbul secara perlahan-lahan dan sangat
erat hubungannya dengan litiasis dan gejala yang ditimbulkan sangat minimal
dan tidak menonjol 4.
2.4.2. Patogenesis
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang
terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan
sebagian kecil kasus kolesititis (10%) timbul tanpa adanya batu empedu.
Kolesistitis kalkulus akut disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus oleh batu
empedu yang menyebabkan distensi kandung empedu. Akibatnya aliran darah
dan drainase limfatik menurun dan menyebabkan iskemia mukosa dan
nekrosis. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh seperti kepekatan
cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan
mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi 14.
20
kehamilan dapat dikaitkan dengan pengosongan kandung empedu yang lebih
lambat. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam
pembentukan batu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan
mukus. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering sebagai akibat adanya batu
empedu daripada menjadi penyebab terbentuknya batu empedu 14.
2.4.4. Diagnosis
Pasien kolesistitis akut memiliki riwayat nyeri hebat pada abdomen
bagian atas yang bertahan dalam beberapa jam hingga akhirnya mereka
mencari pertolongan ke unit gawat darurat lokal. Secara umum, pasien
kolesistitis akut juga sering merasa mual dan muntah serta pasien melaporkan
adanya demam. Tanda-tanda iritasi peritoneal juga dapat muncul, dan pada
beberapa pasien menjalar hingga ke bahu kanan atau skapula. Kadang-kadang
nyeri bermula dari regio epigastrium dan kemudian terlokalisisr di kuadran
kanan atas (RUQ). Meskipun nyeri awal dideskripsikan sebagai nyeri kolik,
nyeri ini kemudian akan menetap pada semua kasus kolesistitis. Pada
kolesistitis akalkulus, riwayat penyakit yang didapatkan sangat terbatas.
Seringkali, banyak pasien sangat kesakitan (kemungkinan akibat ventilasi
mekanik) dan tidak bisa menceritakan riwayat atau gejala yang muncul 4.
21
sebagai tanda Murphy positif. Terdapat tanda-tanda peritonitis lokal dan
demam 4.
22
Gambar 10. Pemeriksaan CT scan pada kolesistitis 15.
23
Gambar 12. Gambaran 99mTc-HIDA scan yang memperlihatkan tidak
adanya pengisian kandung empedu akibat obstruksi duktus sitikus 15
2.4.5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kolesistitis 1:
24
Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai
dengan adanya udara di dinding kandung empedu akibat invasi
organisme penghasil gas seperti Escherichia coli, Clostridia
perfringens, dan Klebsiella sp. Komplikasi ini lebih sering terjadi
pada pasien dengan diabetes, lebih sering pada laki-laki, dan pada
kolesistitis akalkulus (28%). Karena tingginya insidensi
terbentuknya gangren dan perforasi, diperlukan kolesitektomi
darurat. Perforasi dapat terjadi pada lebih dari 15% pasien.
Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis.
2.4.6. Penatalaksanaan
A. Terapi Konservatif
Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk
kolesistitis akut dan komplikasinya, mungkin diperlukan periode
stabilisasi di rumah sakit sebelum kolesistektomi. Pengobatan umum
termasuk istirahat total, perbaiki status hidrasi pasien, pemberian nutrisi
parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit, obat penghilang rasa nyeri
seperti pemberian petidin dan antispasmodic. Pemberian antibiotic pada
fase awal sangat pentig untuk mencegah komplikasi seperti peritonitis,
kolangitis dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan
metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman yang
umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep. Faecalis dan
Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan pada pasien yang
memperlihatkan tanda sepsis gram negative, lebih ianjurkan pemberian
antibiotic kombinasi 4.
Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan
ampisilin/sulbactam dengan dosis 3 gram/6 jam, IV, cephalosporin
generasi ketiga atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu
diberikan 500 mg/6 jam, IV. Pada kasus-kasus yang sudah lanjut dapat
diberikan imipenem 500mg/6 jam, IV. Bila terdapat mual dan muntah
dapat diberikan anti emetic atau dipasang NGT. Pasien-pasien dengan
25
kolesistitis akut tanpa komplikasi yang hendak dipulangkan harus
dipastikan tidak demam dengan tanda-tanda vital yang stabil, tidak
terdapat tanda-tanda bstruksi pada hasil laboratorium dan USG,
penyakit-penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus) telah
terkontrol. Pada saat pulang, pasien diberikan antibiotic yang sesuai
seperti Levofloxacin 1x500mg PO dan Metronidazole 2x500mg PO, anti
emetic dan analgesic yang sesuai 4.
B. Terapi Bedah
Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih
diperdebatkan, apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau
ditunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaan umum
pasien lebih baik. Sebanyak 50% kasus akan membaik tanpa tindakan
bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbul gangrene
dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dan dihindarkan dan lama
perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya dapat ditekan.
Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan
menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik
operasi lebih sulit karena proses inflamasi akut di sekitar duktus akan
mengaburkan anatomi 16.
Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu
dilakukan pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami
komplikasi klesistitis akut nonkomplikata, hampir 30% pasien tidak
berespons terhadap terapi medis dan perkembangan penyakit atau
ancaman komplikasi menyebabkan operasi perlu dini dilakukan (dalam
24 sampai 72 jam). Komplikasi teknis pembedahan tidak meningkat pada
pasien yang menjalani kolesistektomi dibi dibanding kolesistektomi yang
tertunda. Penundaan intervensi bedah mungkin sebaiknya dicadangkan
untuk (1) pasien yang kondidi medis keseluruhannya memiliki resiko
besar bila dilakukan operasi segera dan (2) pasien yang diagnosis
kolesistitis akutnya masih meragukan 16.
26
Kontraindikasi untuk tindakan kolesistektomi laparoskopik meliputi:
27
kolesistitis akut berkembang menjadi gangren, empiema dan perforasi
kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum secara cepat.
Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada
awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (>75 tahun)
mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak
timbul komplikasi pasca bedah 4.
28
BAB III
LAPORAN KASUS
29
serangan nyeri datang. Nyeri dirasakan bertambah apabila pasien
menarik nafas dalam. Sesak dan nyeri dada disangkal. Pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah, pasien muntah 2 kali, isi makanan,
darah(-). Setiap kali makan pasien mengaku sering merasa mual. Nafsu
makan menjadi turun semenjak sakit. Pasien juga mengatakan
mengalami demam sejak 2 hari SMRS. Demam dirasakan terus
menerus, naik-turun, dan tidak disertai menggigil. Demam meningkat
terutama saat nyeri muncul. Demam turun jika diberi obat penurun
panas.
30
- Riwayat sakit ginjal : Disangkal
- Riwayat trauma : Disangkal
Riwayat sosioekonomi :
Pasien memiliki 3 orang anak, suami sebagai wiraswasta, pasien periksa
menggunakan BPJS.
STATUS INTERNUS
- Kepala : Bentuk normocephale, tidak teraba benjolan.
- Rambut : Warna putih, mudah dicabut, distribusimerata
- Mata :
- Bola mata : tidak terdapat eksoftalmus
- Konjungtiva : anemis +/+, perdarahan -/-,
- Sklera : ikterus -/-
- Palpebra : oedema -/-
31
- Pupil : bulat, isokor 3 mm/ 3mm, reflek cahaya +/+
- Hidung :
- Deformitas (-)
- Nafas cuping hidung (-/-),
- Tidak tampak adanya sekret atau perdarahan
- Telinga :
- Bentuk : normal
- Lubang : normal, discharge (-/-)
- Pendengaran : normal
- Perdarahan : tidak ada
- Mulut :
- Bibir : tidak ada kelainan kongenital, sianosis (-), oedem (-)
- Lidah : ukuran normal, tidak kotor, tidak tremor
- Gigi : perawatan gigi kurang
- Mukosa : hiperemi (-), stomatitis (-)
- Leher :
- Deviasi trakea : - (posisi trakea simetris)
- Kaku kuduk : - (negatif)
- Tiroid : tidak ada pembesaran
- JVP : tidak ada peningkatan JVP
- KGB : tidak ada pembesaran
- PF Thoraks:
a. Paru :
1. Inspeksi : laju nafas 20x/menit, pola nafas regular, simetris,
ketertinggalan gerak (-/-), retraksi (-/-), pergerakan otot bantu
pernafasan (-/-)
2. Palpasi : fremitus vokal normal,nyeri tekan (-), gerakan dada
simetris, tidak ada ketertinggalan gerak.
32
3. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
4. Auskultasi : suara pernafasan vesikuler, ronkhi (-), wheezing(-)
b. Jantung :
1. Inspeksi : pulsasi ictus cordis tampak kuat angkat
2. Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea
mid clavicularis sinistra
3. Perkusi : kardiomegali (-)
4. Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur(-),
gallop (-)
- PF Abdomen :
1. Inspeksi : permukaan perut datar, pelebaran pembuluh darah(-),
sikatrik (-), massa (-), tanda peradangan (-), caput medusa (-),sikatrik
(-), striae (-),hiperpigmentasi (-)
2. Auskultasi: bunyi peristaltik usus normal, tidak ada bising usus, tidak
ada bising pembuluh darah.
3. Palpasi :
Superfisial Nyeri tekan abdomen regio epigastrium (+),
Massa (-), defence muscular (-)
Dalam Nyeri tekan dalam (-)
Organ Hepar tidak teraba membesar, tepi tajam, permukaan
halus, konsistensi kenyal,lien schuffner (0), ginjal dextra et
sinistra tak teraba membesar
Murphy’s Sign (-)
Tes undulasi (-)
4. Perkusi :
Perkusi 4 regio timpani
Hepar pekak (+), liver span dextra 12 cm, sinistra 6 cm
Lien traube space (+)
Ginjal nyeri ketok ginjal (-)
Pekak sisi dan pekak ahli (-)
33
- PF Ekstremitas :
- Superior : Akral hangat, Oedema -/-, capillary refill <2 detik
- Inferior : Akral hangat, Oedema -/-, capillary refill <2 detik
34
Creatinin 0.6 mg/dL (H)
SGOT 30 u/L
SGPT 65 u/L (H)
Cholesterol 194
35
36
Tanggal 14 Agustus 2018
37
Pembacaan Hasil USG Abdomen
38
- HEPAR ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, ekogenitas
normal, tepi rata, sudut tajam, tak tampak nodul, V.Porta dan V. Hepatika
tak melebar.
- VESIKA FELEA tak membesar, dinding tampak menebal (4,8 mm),
tampak batu ukuran sekitar 1,16 cm, tak tampak sludge.
- LIEN ukuran normal, parenkim homogen, V. Lienalis tak melebar, tak
tampak nodul.
- PANKREAS ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tak
melebar.
- GINJAL KANAN ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas,
PCS tak tampak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.
- GINJAL KIRI ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas, PCS
tak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.
- AORTA tak tampak melebar, tak tampak pembesaran limfonodi paraaorta.
- VESIKA URINARIA dinding tak menebal, permukaan regular, tak tampak
batu/massa.
- UTERUS ukuran normal, posisi antefleksi, parenkim homogen, tak tampak
massa, endometrial line baik.
- Tak Tampak efusi pleura. Tak Tampak cairan bebas intraabdomen
KESAN :
39
- VESIKA FELEA post kolesistektomi
- LIEN ukuran normal, parenkim homogen, V. Lienalis tak melebar, tak
tampak nodul.
- PANKREAS ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tak
melebar.
- GINJAL KANAN ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas,
PCS tak tampak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.
- GINJAL KIRI ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler jelas, PCS
tak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.
- AORTA tak tampak melebar, tak tampak pembesaran limfonodi paraaorta.
- VESIKA URINARIA dinding tak menebal, permukaan regular, tak tampak
batu/massa.
- UTERUS ukuran normal, posisi antefleksi, parenkim homogen, tak tampak
massa, endometrial line baik.
- Tak Tampak efusi pleura. Tak Tampak cairan bebas intraabdomen
KESAN :
40
- Injeksi Ketorolac 10mg (bila perlu)
- Ursodeoxycholic acid 3x250 mg PO
3.7. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
41
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pasien mengeluh nyeri perut sejak 6 hari SMRS
secara tiba-tiba, nyeri menetap 1-3 jam lalu menghilang. Nyeri dirasakan pada
bagian ulu hati hingga ke atas dan menjalar ke dada kanan. Pasien juga
mengeluhkan demam yang naik turun sekitar 6 hari yang lalu, disertai kembung,
mual dan muntah berisi cairan. Pasien juga mengeluhkan sering merasa mudah
lelah saat beraktivitas. Pasien bercerita sesekali air seninya berwarna lebih gelap
meskipun telah mengkonsumsi cairan cukup. Pasien sering makan goreng-
gorengan, makanan bersantan, riwayat minum alcohol disangkal.
Pada pemeriksaan kimia klinik pada tanggal 29 Juli 2018 didapatkan kadar
SGPT dan SGOT yang meningkat, kondisi ini menandakan adanya kerusakan
parenkim hati akut, infeksi mononuklear, hepatitis kronis dan nekrosis hati. Tetapi
pada pemeriksaan USG tidak didapatkan kelainan pada Hepar.
42
DAFTAR PUSTAKA
43
13. Shojamanesh H, Roy PK, Patti MG. Acalculous Cholecystitis. [Diakses pada:
1 Juni 2011]. http://emedicine.medscape.com/article/187645-overview.
14. Rasad, Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Balai Pustaka.
15. Wilson E, Gurusamy K, Gluud CC, Davidson BR. Cost-utility and value of
information analysis of early versus delayed laparoscopic cholecystectomy for
acute cholecystitis. Br J Surg. Feb 2010;97(2);210-9.
16. Single S. Corellation of Ultrasonographic Parameters with serum Creatinine
in Chronic Kidney Disease . Journal of Clinical Imaging Science; 2013.
[Diakses pada: 12 Juli 2018].
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3779384/
17. Albert J. Bredenoord, Andre S, Jan T. Functional Anatomy and Pysiology .A
guide to Gastrointestinal Motility Disorder, Springer; 2016:1-13
18. Keshav K, Chahal MS, Joshi H.S, Kashmir S, Agarwal R. Prevalece of
different types Gallstone in the patient with cholelithiasis at rohilkhan medical
college and hospital. International Journal of contemporary surgery:
2015:3(1):1-4
19. Debas Haile T.Biliary Tract In : Pathophysiology and Management.Springer
– Verlaag 2004 ; Chapter 7 :198 – 224
20. Saquib Zet. al. “Early vs Interval Cholecystectomy in Acute Cholecystitis: an
Experience at Ghurki Trust Teaching Hospital, Lahore”. Department of
Surgery, Ghurki Trust Teaching Hospital/Lahore Medical & Dental College,
Lahore (2013)
21. Nathanson LK. Management of Common Bile Duct Stone in:Hepatobiliary
And Pancreatic Surgery. Saunders 2009; 4th edition, Chapter 10:185-196.
22. Freeman HM. Mullen MG, Friel CM. The Progression of Cholelithiasis to
Gallstone Illeus : Do Large Gallstone Warrant Surgery. Journal of
Gastrointestinal Surgery: 2016:1-3
44