Makalah Ekl Fix
Makalah Ekl Fix
Oleh :
Kelompok 7
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ekonomi kesehatan lanjut tentang “Fraud pada Industri Pelayanan Kesehatan”.
Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah ekonomi
kesehatan lanjut. Dengan terselesaikannnya makalah ini kami mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Syafrawati, SKM, M. Comm Health, Sc selaku
pembimbing yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Kami
berusaha menyajikan makalah ini dalam bahasa yang mudah dimengerti.
Kami menyadari bahwasanya kesempurnaan bukanlah milik manusia.
Mungkin terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki dalam pembuatan makalah
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan sebagai bahan revisi
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
membawa hasanah pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
2
DAFTAR ISI
_Toc492576697
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2
2.3 Faktor Pemicu dan Faktor yang Membuat Kontrol Fraud dilingkungan
manapun Sulit dicegah ...................................................................................... 10
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Sosial Nasional (SJSN) sebagai dasar hukum pengembangan sistem anti Fraud
layanan kesehatan di Indonesia. Sejak diluncurkan April 2015 lalu, peraturan ini
belum optimal dijalankan. Dampaknya, Fraud layanan kesehatan berpotensi
semakin banyak terjadi namun tidak diiringi dengan sistem pengendalian yang
mumpuni.
1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan defenisi fraud.
2. Untuk menjelaskan unsur-unsur fraud
3. Untuk menjelaskan faktor pemicu dan faktor yang membuat kontrol
fraud dilingkungan manapun sulit dicegah
4. Untuk menjelaskan penyebab fraud
5. Untuk menjelaskan dampak fraud dan siapa saja pelaku fraud
6. Untuk menjelaskan bentuk fraud
7. Untuk menjelaskan prinsip mengenai fraud dan kerugian akibat fraud
8. Untuk menjelaskan pencegahan dan pengendalian fraud
9. Untuk menjelaskan contoh fraud
10. Untuk menjelaskan contoh jurnal mengenai fraud
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar belakang farud dan defenisi fraud dalam industri pelayanan
kesehatan
Menurut Hanevi Djasri (Konsultan Mutu Pelayanan Kesehatan PKMK UGM)
menjelaskan latar belakang terjadinya fraud, yaitu sebagai berikut :
1. Penerapan JKN dengan Tarif INA-CBGs
RS tidak punya kebebasan lagi menetapkan tarif atas semua kegiatan
pelayan kesehatan yang diselenggarakannya. RS menerima pembayaran dalam
tarif paket INA-CBG’s di mana mau tidak RS harus melakukan upaya efisiensi
agar tidak merugi baik dalam artian sesungguhnya maupun dalam konteks
kehilangan opportunity cost.
2. Persepsi bahwa tarif INA-CBGs merugikan
3. Persepsi tarif INA-CBGs menurunkan pedapatan RS dan Dokter
6
panjang maupun pendek. Menurut para ahli, sebagaimana perilaku tidak baik
lainnya, fraud juga dapat “menular” / coping strategy (Divisi Mutu PKMK FK
UGM, 2016).
Definisi fraud
Fraud adalah kesengajaan melakukan kesalahan terhadap kebenaran untuk
tujuan mendapatkan sesuatu yang bernilai atas kerugian orang lain. Upaya
penipuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
7
sebagai sebuah tindakan untuk mencurangi atau mendapat manfaat program
layanan kesehatan dengan cara yang tidak sepantasnya (Arini, 2014).
Berdasarkan Permenkes Nomor 36 tahun 2015 tentang Pencegahan
Kecurangan (Fraud) dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan pada sistem
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pasal 1, yang dimaksud dengan Kecurangan
(Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan
Sosial Nasional yang selanjutnya disebut Kecurangan JKN adalah tindakan yang
dilakukan dengan sengaja oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi
pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapatkan
keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan dalam Sistem Jaminan
Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan
(Jamsos Indonesia, 2015).
Pada Program JKN diterapkan prinsip-prinsip pelayanan yang terkendali
(Managed Care) yang dalam implementasinya melibatkan interaksi dari tiga pihak
yakni : Penyelenggara ( BPJS), Provider ( RS dan Klinik/puskesmas), dan peserta
JKN. Prinsip Managed Care dimaksudkan agar terwujud pelayanan kesehatan
yang bermutu dengan biaya yang effisien ( terkendali).
Potensi Fraud bisa terjadi pada tiga Pihak yang berinteraksi tersebut yakni :
1. Penjamin / Penyelenggara ( BPJS),
2. Provider ( Rumah Sakit / klinik)
3. Peserta JKN.
8
Pada umumnya tindakan fraud terjadi bilamana situasi dan kondisi
memberikan peluang kepada pelaku untuk melakukan kecurangan. Adapun
kondisi latar belakang yang memungkinkan pelaku melakukan fraud antara lain
sebagai berikut :
a.Ketidak jelasan terhadap prosedur kerja atau aturan kerja yang jelas, sehingga
memungkinkan bagi pelaku melakukan improvisasi prosedur kerja sebagai
tafsirnya, sehingga pelaku memungkinkan untuk melakukan fraud.
b.Ketidak Jelasan kewenangan yang dimiliki oleh si pelaku atau adanya rangkap
jabatan sehingga dimungkinkan bagi yang bersangkutan melakukan tindakan
fraud dengan tersamar.
c.Lemahnya pengawasan internal atau pengawasan atasan yang kurang ketat atau
pekerjaan yang kurang terkontrol baik, sehingga pelaku merasa lebih leluasa atau
punya kesempatan untuk melakukan tindakan fraud
d.Adanya kondisi asimetri informasi ( ketidaksetaraan informasi) antara pemberi
pelayanan dan penerima pelayanan sehingga mudah untuk dikelabuhi. Seperti
contohnya antara petugas medis dengan pasien, cenderungnya pasien akan
percaya dan mengikuti apa-apa yang disarankan oleh petugas medis.
e.Adanya Pihak lain sebagai penanggung/ penjamin terhadap biaya-biaya atas
kerugian yang ditimbulkan. Dalam hal ini adalah BPJS atau Negara Republik
Indonesia.
f.Adanya Motivasi atau niat dari pelaku karena terdesak kebutuhan atau bujukan
dari pihak lain, atau tindakan kesengajaan untuk menjatuhkan nama baik institusi
dimana ybs bekerja
g.Adanya peluang atau kesempatan yang terbuka (tidak terkontrol) di lingkungan
pekerjaannya, untuk melakukan Fraud.
h.Manajemen yang tidak menyatu dalam satu tempat, sehingga ada kendala untuk
melakukan kontrol kepada pekerjanya.
i.Adanya pembiaran dari manajemen walaupun pimpinan mengetahui tindakan
yang bersangkutan salah.
9
2.3 Faktor Pemicu dan Faktor yang Membuat Kontrol Fraud dilingkungan
manapun Sulit dicegah
1. Opportunity
Opportunity biasanya muncul sebagai akibat lemahnya pengendalian inernal
di organisasi tersebut. Terbukanya kesempatan ini juga dapat menggoda individu
atau kelompok yang sebelumnya tidak memiliki motif untuk melakukan fraud.
10
2. Pressure
Pressure atau motivasi pada sesorang atau individu akan memebuat mereka
mencari kesempatan melakukan fraud, beberapa contoh pressure dapat timbul
karena masalah keuangan pribadi, Sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba,
berhutang berlebihan dan tenggat waktu dan target kerja yang tidak realistis.
3. Rationalization
Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas
aktifitasnya yang mengandung fraud. Pada umumnya para pelaku fraud meyakini
atau merasa bahwa tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah
suatu yang memang merupakan haknya, bahkan kadang pelaku merasa telah
berjasa karena telah berbuat banyak untuk organisasi. Dalam beberapa kasus
lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk
melakukan fraud karena merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang sama
dan tidak menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut (Arini, 2014).
11
(7) pencegahan fraud seringnya hanya dialamatkan untuk bentuk fraud yang
sederhana.
12
Fraud dalam bidang kesehatan terbukti berpotensi menimbulkan kerugian
finansial negara dalam jumlah yang tidak sedikit. Sebagai contoh, pontesi
kerugian akibat Fraud di dunia adalah sebesar 7,29 % dari dana kesehatan yang
dikelola tiap tahunnya. Data dari FBI di AS menunjukkan bahwa potensi kerugian
yang mungkin ditimbulkan akibat Fraud layanan kesehatan adalah sebesar 3 –
10% dari dana yang dikelola. Data lain yang bersumber dari penelitian University
of Portsmouth menunjukkan bahwa potensi Fraud di Inggris adalah sebesar 3 – 8
% dari dana yang dikelola. Fraud juga menimbulkan kerugian sebesar 0,5 – 1 juta
dollar Amerika di Afrika Selatan berdasar data dari Simanga Msane dan Qhubeka
Forensic dan Qhubeka Forensic Services (lembaga investigasi Fraud) (Bulletin
WHO, 2011).
Menurut Vian (2002), Fraud akibat penyalahgunaan wewenang dapat
mengurangi sumber daya, menurunkan kualitas, rendahnya keadilan dan efisiensi,
meningkatkan biaya, serta mengurangi efektivitas dan jumlah. Di Indonesia,
Fraud berpotensi memperparah ketimpangan geografis. Ada kemungkinan besar
provinsi yang tidak memiliki tenaga dan fasilitas kesehatan yang memadai tidak
akan optimal menyerap dana BPJS. Penduduk di daerah sulit di Indonesia
memang tercatat sebagai peserta BPJS namun tidak memiliki akses yang sama
terhadap pelayanan. Bila mereka harus membayar sendiri, maka biaya kesehatan
yang harus ditanggung akan sangat besar. Fraud dalam layanan kesehatan di
daerah maju dapat memperparah kondisi ini. Dengan adanya Fraud, dana BPJS
akan tersedot ke daerah-daerah maju dan masyarakat di daerah terpencil akan
semakin sulit mendapat pelayanan kesehatan yang optimal (Trisnantoro, 2014).
13
haknya untuk mendapatkan pelayanan yang tidak diperlukan dengan cara
memalsukan kondisi kesehatan.
c) Memberikan gratifikasi kepada pemberi pelayanan agar bersedia memberikan
pelayanan yang tidak sesuai/ tidak ditanggung.
d) Memanipulasi penghasilan agar tidak perlu membayar iuran terlalu besar atau
mendapatkan jaminan secara gratis.
e) Memperoleh obat atau alat kesehatan yang diresepkan untuk dijual kembali.
2. BPJS Kesehatan
a) Tidak membayar besaran nilai kapitasi sebagaimana seharusnya.
b) Terlambat pembayaran kapitasi dan klaim ke FKTP atau menahan
pembayaran ke fasilitas kesehatan/rekanan dengan tujuan memperoleh
keuntungan.
c) Penunjukan FKTP yang tidak layak, atau terkadang BPJS mengarahkan
peserta ke FKTP tertentu. Selain itu juga memindahkan peserta dari satu
FKTP ke FKTP lain tanpa sepengetahuan peserta.
d) Melakukan kerjasama dengan peserta/fasilitas kesehatan untuk mengajukan
klaim palsu. Atau memanipulasi manfaat yang seharusnya tidak dijamin agar
dapat dijamin.
14
f. Tidak melaporkan perubahan sumber daya yang berpengaruh terhadap
pembayaran kapitasi. Termasuk memalsukan data fasilitas dan SDM
yang berada di FKTP.
g. Melakukan pelayanan tidak sesuai standar, seperti memperpanjang hari
rawat pada FKTP rawat inap ataupun pada bagian SDM yang sengaja
mengurangi jam kerjanya.
h. Dokter Praktik Mandiri menerima kapitasi dan merangkap kepala
Pukesmas, dan pada saat melakukan praktik mandiri menggunakan
fasilitas Puskesmas.
4. Dinas Kesehatan
Memberikan rekomendasi tidak seusia dengan kenyataan FKTP atau dengan kata
lain memanipulasi data yang ada (Rakernas Wilayah Timur Komisi VIII, 2015).
5. Industri Farmasi
a. Ketidaktersediaan obat akibat dari permainan stock perusahaan obat
dengan fasilitas kesehatan tertentu.
b. Keterlambatan distribusi obat.
c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain mengubah obat yang
tercantum dalam harga katolog dengan harga yang tidak sesuai dengan
katalog.
15
Membantu provider dan suplier dalam mengadopsi praktek pemenuhan
standar: menyusun Pedoman Nasional Prakek Kedokteran dan melakukan
sosialisasi serta membantu penerapan standar
4. Pengawasan
Program-program untuk memonitor bukti-bukti terjadinya fraud:
melakukan monitoring dan evaluasi kepatuhan terhadap standar praktek
kedokteran melalui audit medik
5. Respon
bertindak dengan cepat untuk mendeteksi fraud, mencegah terjadinya
fraud dan memperbaiki kerentanan terjadinya fraud: mengembangkan
mekanisme pencegahan pemberian sanksi bagi para klinisi
Salah satu contoh kerugian akibat fraud pada industri pelayanan kesehatan
• Di US
• Proyeksi di Indonesia
USA 2006: 20% dari volume industri kesehatan USA yang bernilai US $ 2 triliun
per tahun Setara dengan US$ 400 milyar; melebihi GDP. Indonesia : mungkin
prosentasenya lebihbesar. Bila 20% dari volume industri kesehatan Indonesia
yang bernilai Rp. 260 trilliun per tahun (2007), setara dengan Rp. 52 trilliun
3. Manajemen Risiko
16
Pengendalian Fraud
3. Fasilitas Kesehatan
a) Peningkatan kemampuan dokter dan petugas lain berkaitan dengan
klaim.
b) Peningkatan manajemen dalam upaya deteksi dini pencegahan
kecurangan JKN.
c) Monitoring dan pembinaan terhadap fraud. Hal ini dapat dilakukan
dengan membentuk tim pencegahan kecurangan yang bertugas untuk
17
menyosialisasikan kebijakan, pedoman dan budaya baru yang
berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya, selain itu
mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan tata kelola kinik
yang baik. Tugas lainnya adalah melakukan upaya pencegahan,
deteksi dini dan penindakan kecurangan JKN di FKTP, menyelesaikan
perselisihan kecurangan JKN, monitoring, evaluasi dan pelaporan
yang baik.
d) Pada permasalahan terkait sistem klaim atau pembiayaan, merupakan
kewenangan dari Kemenkes, Fasilitas Kesehatan dan BPJS agar
membuat software yang 2 in 1 atau satu untuk semua.
e) Perlunya role model implementasi program JKN pada tingkat FasKes
yakni dengan menetapkan pedoman penetapan FasKes model dalam
pelaksanaan JKN, melakukan kegiatan penilaian FasKes model dalam
pelaksanaan JKN.
4. Dinas Kesehatan
a) Penyusunan kebijakan dan pedoman pencegahan kecurangan JKN.
b) Pengembangan pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada kendali
mutu dan kendali biaya.
c) Pengembangan budaya pencegahan kecurangan JKN sebagai bagian
dari tata kelola organisasi dan tata kelola klinis yang baik.
5. Industri Farmasi
Mendorong disusunnya Junkis tentang pengadaan obat melali E-katalog yang
terintegrasi dengan sistem dari BPJS maupun fasilitas kesehatan.
18
a) Menahan atau menunda-nunda pembagian kartu psrt PBI atau peserta
lainnya kepada peserta, baik yang kartu baru maupun kartu mutasi (
pindah alamat/ pindah kerja, lahir, dll ) walau sudah siap dibagikan. Hal
ini untuk menunda utilisasi pelayanan atau pemanfaatan pelayanan
sehingga tagihan claim mengecil by design. Oleh karenanya harus ada
aturan batas waktu dari bayar premi sampai dengan kartu diberikan. Untuk
mencegah fraud.
b) Menahan atau menunda-nunda pembayaran ke provider yang seharusnya
sudah harus dibayarkan setelah claim terverifikasi dengan benar, atau dana
kapitasi yang sudah tersedia di awal bulan ( konsep prospective payment /
pre-paid)
c) Tidak diberikan atau terlambatnya data peserta ke PPK.1yang dibayar dg
kapitasi sebagai metode pembayaran “Pre Paid” (dibayar sebum ada
pelayanan ), sehingga provider tidak mengetahui peserta mana yang harus
dilayani dan peserta mana yang harus ditolak karena harus dilayani ke
provider PPK.1 lainnya.
d) Biaya Kapitasi dibayar bukan “Pre-Paid, namun Post –Paid ( setelah
sebulan belayanan berjalanan), alasannya pengolahan data peserta yang
daftar pada PPK.1 dimaksud belum selesai diolah, sehingga harus
menunggu data selesai, sementara selesainya data sebulan setelah bulan
kapitasi. Sehingga kpaitasi diterima oleh PPK.1 bukan sebelum bulan
pelayanan tetapi menjelang akhir bulan layanan. Akibatnya bagi PPK.1
tidak tahu persis kunjungan ( Utilisasi Rate) bulan bersangkutan tinggi
atau rendah. Padahal UR ini menjadi ukuran resiko bagi PPK.1 dengan
pembayaran sistem kapitasi.
e) Kurang dijelaskan apa-apa yang menjadi hak-hak peserta dalam
pemanfaatan benefit secara rinci. Misalkan hak bayi yang baru lahir yang
langsung perlu dirawat karena blue baby, atau penyebab lain. Sementara
bayi tersebut diberi waktu untuk mendaftarkan sebagai peserta dalam
waktu 3X 24 hari. Tanpa ada penjelasan secara rinci bagaimana apabila
pengurusan surat / akte kelahiran sampai dengan pendaftaran peserta
19
melebihi 3X 24 jam, hal apa yang bisa digunakan untuk tetap
mendapatkan benefit bayi tersebut.
20
c) Meminjamkan kartu peserta kepada orang lain yang tidak berhak untuk
disalah gunakan
d) Pemalsuan Kartu peserta agar dapat akses ke pelayanan kesehatan (
provider )
e) Memalsukan surat rujukan agar bisa langsung akses pelayanan di Provider
tingkat lanjut ( Rumah sakit )
f) Menaikkan biaya yang tercantum di kwitansi (untuk klaim reimbursment),
bila diwilayahnya tidak ada provider.
21
b) ·Contoh Kasus Fraud Di Ppk.1 Dengan Pembayaran Sistem Kapitasi
• Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik atas indikasi yang tidak tepat (over
utilisasi)
Pemalsuan diagnosa untuk mensahkan pelayanan yang tidak dibutuhkan dan tarif
yang mahal (Upcoding)
• PPK tidak qualified, tetapi memiliki izin sebagai PPK dan spesialis
• Jual beli kartu Jamkesmas/BPJS (Orang yang sakit yang tidak berhak mendapat
pelayanan kesehatan)
• Pemalsuan identitas
22
– merugikan perusahaan penjamin
23
2. Tujuan Penelitian
Kota Semarang mempunyai 37 puskesmas yang menjadi fasilitas kesehatan
tingkat pertama pada sistem JKN. sejumlah 104.232 jiwa peserta Non Penerima
Bantuan Iur (PBI) dan 268.935 jiwa peserta PBI. Dana kapitasi total yang
dikucurkan kepada puskesmas wilayah kota semarang sejumlah Rp.
24.884.142.000,-. Rata-rata dana kapitasi setiap puskesmas di kota semarang
adalah Rp. 672.544.378,-. Dari dana yang ada tentusaja memicu terjadinya
fraud dana kapitasi puskesmas, kemudian belum adanya penelitian mengenai
strategi Kota Semarang dalam mencegah terjadinya fraud dana kapitasi
Puskesmas.
Oleh karena itu peneliti memandang sangat perlu bagi Kota Semarang memiliki
strategi untuk mencegah fraud.
3. Metodologi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif deskriptif dan rancangan penelitian yang digunakan adalah dengan
pendekatan cross sectional study.
24
4. Hasil Penelitian
a. Alur Dana Kapitasi Puskesmas di Kota Semarang
25
6)Kecurangan dalam pelaporan persediaan obat, alat kesehatan dan bahan-bahan
medis habis pakai
c. Dalih untuk membenarkan tindakan fraud (rationalization)
Pengelolaan dana kapitasi puskesmas memungkinkan untuk terjadianya
fraud dari unsur rasionalisasi untuk melakukan kecurangan, antara lain:
1) Penambahan poin bagi petugas puskesmas yang melakukan tugas rangkap
2) Melakukan penggunakan dana bantuan operasional puskesmas yang juga
didanai oelh dana BOK serta APBD.
3) Memanfaatkan sisa dana kapitasi masuk ke dalam dana jasa pelayanan.
d. Analisis Faktor Internal
Analisis faktor internal melihat pengawasan anti fraud internal dana
kapitasi puskesmas dengan melihat: Pengawasan aktif manajemen (Budaya
dan kepedulian; kode etik; pengembangan SDM; tindak lanjut; saluran
komunikasi), struktur organisasi dan pertanggungjawaban (Unit anti fraud,
uraian anti fraud, SDM anti fraud), Pengendalian dan pemantauan (Kebijakan
dan prosedur; pengendalian SDM; sistem informasi).
e. Analisis faktor Eksternal
Analisis faktor eksternal melihat dari komponen Politik, pemerintahan,
Hukum, Ekonomi, dan Dukungan.
f. Matriks SWOT
Dari faktor internal dan eksternal yang ada kemudian dipadukan untuk
menetukan alternatif strategi pencegahan fraud dana kapitasi puskesmas.
Sebagai berikut:
IFAS STRENGTH WEAKNESS
EFAS (S) (W)
26
5. Simpulan
Alur dana kapitasi puskesmas di Kota Semarang mengacu pada Perpres
nomor 32 tahun 2014 dan Permenkes nomor 19 tahun 2014, serta yang SK
Walikota No. 900 / 426 / 2014.
Potensi fraud dana kapitasi puskesmas di kota semarang diantaranya adalah
dari Peluang,ancaman dan rasionalisasi untuk melakukan fraud dana kapitasi
puskesmas. Hasil analisis faktor internal dan eksterna pengelola dana kapitasi
puskesmas menunjukan posisi organisasi peneglola dana kapitasi puskesmas
berada di kuadran I Hasil Analisis SWOT didapat alternatif strategi untuk
mencegah fraud dana kapitasi puskesmas di kota semarang, antara lain sebagai
berikut, dengan prioritas utama adalah staregi SO.
a. Strategi SO
Membentuk unit khusus anti fraud dana kapitasi puskesmas
b. Strategi WO
1) Melakukan sosialisasi lebih intens mengenai pencegahan fraud dana
kapitasi puskesmas
2) Melakukan kajian dengan pengawas eksternal mengenai kebijakan
atau prosedur khusus bagi setiap puskesmas untuk mencegah fraud
dana kapitasi
c. Strategi ST
Mebuat komitmen bersama untuk membebaskan kota semarang dari
fraud dana kapitasi puskesmas
d. Strategi SW
1) Kepala puskesmas selaku penanggung jawab penuh dana kapitasi
puskesmas terus mengupdate informasi mengenai pemanfaatan dana
kapitasi puskesmas
2) Mempublikasikan pemanfaatan dana kapitasi puskesmasi tiap
puskesmas melalui online
3) Melakukan pelatihan terhadap bendahara puskesmas tentang
tatakelola pemanfaatan dana kapitasi puskesmas.
27
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kecurangan / Fraud Pelayanan Kesehatan adalah kesengajaan melakukan
kesalahan atau memberikan keterangan yang salah (misrepresentasi) oleh
seseorang atau entitas yang mengetahui hal itu dan dapat menghasilkan sejumlah
manfaat yang tidak legal kepada individu, entitas atau pihak lain dari definisi
operasional yang dikembangkan oleh Dewan Gubernur National Health Care
Anti-Fraud Association (NHCAA). Bentuk dari fraud adalah pernyataan yang
salah, keterangan yang salah atau dengan sengaja menghilangkan fakta.
Unsur-unsur Fraud dalam industri pelayanan kesehatan;
A.Unsur Pelaku:
B.Unsur Motivasi ( Niat)
C.Unsur Fakta Kesalahan
D.Unsur Kerugian: terjadinya sejumlah kerugian yang dialami pihak lain akibat
tindakan kesalahan pelaku
Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara
bersama, yaitu:
1. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud
2. Peluang untuk melakukan fraud
3. Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
Banyak aktor yang dapat terlibat dalam terjadinya Fraud layanan
kesehatan. Di Indonesia, aktor-aktor potensial Fraud yang disebut dalam
Permenkes No. 36 tahun 2015, adalah peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi
pelayanan kesehatan, dan/atau penyedia obat dan alat kesehatan.
Fraud dalam bidang kesehatan terbukti berpotensi menimbulkan kerugian
finansial negara dalam jumlah yang tidak sedikit. Sebagai contoh, pontesi
kerugian akibat Fraud di dunia adalah sebesar 7,29 % dari dana kesehatan yang
dikelola tiap tahunnya.
28
Ada 5 Prinsip Mengatasi Fraud Dalam Bidang Kesehatan
(Lewismorris, 2009)
Pendaftaran
melakukan seleksi dan re-seleksi para provider BPJS
Pembayaran Membangun metode pembayaran yang masuk akal dan
responsif terhadap perubahan (fleksibel): menjelaskan metode perhitungan
kapitasi dan INA-CBS dan merevisi besarnya tarif bila tidak sesuai
Pemenuhan standar
menyusun Pedoman Nasional Prakek Kedokteran dan melakukan
sosialisasi serta membantu penerapan standar
Pengawasan
Program-program untuk memonitor bukti-bukti terjadinya fraud:
melakukan monitoring dan evaluasi kepatuhan terhadap standar praktek
kedokteran melalui audit medik
Respon
mengembangkan mekanisme pencegahan pemberian sanksi bagi para
klinisi
4.2 Saran
Menjaga sanitasi lingkungan tetap sehat dan rutin melakukan 3M akan
menghindari kita terjangkit virus DBD dan Malaria.
Disarankan kepada penulis selanjutnya untuk membahas lebih detail
mengenai departemen kehumasan.
29
DAFTAR PUSTAKA
www.acl.com/Fraud
Annual Report of the Departments of Health and Human Sevices and Justice –
2017.
Bulletin of the World Health Organization, 2011, Prevention not cure in tackling
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/images/2013/11/yulita.pdf
http://gemati.feb.ugm.ac.id/Download/bpjs/Fraud%20dalam%20sistem%20mikro%20p
30