Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

EKONOMI KESEHATAN LANJUT


FRAUD PADA INDUSTRI PELAYANAN KESEHATAN

Oleh :
Kelompok 7

Novri Wahyudi (1611216037)


Intania (1511211009)
Indah Sari Pangestika (1511211026)
Meiyola Ariska (1511211036)
Tifanny Gabriel (1511212050)
Mira Cantika (1511211058)
Muthia Riska (1511212063)
Novi Putriana Dewi (1511211067)
Fitia Oktari (1511212072)

Dosen Pengampu: Syafrawati, SKM, M. Comm Health, Sc

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ekonomi kesehatan lanjut tentang “Fraud pada Industri Pelayanan Kesehatan”.
Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah ekonomi
kesehatan lanjut. Dengan terselesaikannnya makalah ini kami mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Syafrawati, SKM, M. Comm Health, Sc selaku
pembimbing yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Kami
berusaha menyajikan makalah ini dalam bahasa yang mudah dimengerti.
Kami menyadari bahwasanya kesempurnaan bukanlah milik manusia.
Mungkin terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki dalam pembuatan makalah
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan sebagai bahan revisi
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
membawa hasanah pengetahuan bagi kita semua.

Padang, Agustus 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

_Toc492576697
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 6

2.1 Defenisi .................................................................................................... 6

2.2 Unsur-unsur Fraud .................................................................................... 8

2.3 Faktor Pemicu dan Faktor yang Membuat Kontrol Fraud dilingkungan
manapun Sulit dicegah ...................................................................................... 10

2.4 Penyebab Fraud ...................................................................................... 12

2.5 Pelaku dan Dampak Fraud ..................................................................... 12

2.6 Bentuk Fraud .......................................................................................... 13

2.7 Prinsip Mengenai Fraud dan Kerugian Akibat Fraud ............................ 15

2.8 Pencegahan dan Pengendalian Fraud ..................................................... 16

2.9 Contoh Fraud .......................................................................................... 18

2.10 Jurnal Mengenai Fraud ........................................................................... 23

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 28

4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 28

4.2 Saran ....................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemberantasan korupsi marak dilakukan di berbagai institusi. Sejak
diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) awal 2014 lalu,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai aktif melakukan kajian untuk
menilai potensi korupsi dibidang kesehatan. Korupsi merupakan bagian dari
Fraud. Dalam sektor kesehatan, istilah Fraud lebih umum digunakan untuk
menggambarkan bentuk kecurangan yang tidak hanya berupa korupsi tetapi juga
mencakup penyalahgunaan aset dan pemalsuan pernyataan. Fraud dalam sektor
kesehatan dapat dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam program JKN
mulai dari peserta BPJS Kesehatan, penyedia layanan kesehatan, BPJS Kesehatan,
dan penyedia obat dan alat kesehatan. Uniknya masing-masing aktor ini dapat
bekerjasama dalam aksi Fraud atau saling mencurangi satu sama lain.
Sejak berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional, potensi fraud dalam
layanan kesehatan semakin nampak di Indonesia. Potensi ini muncul dan dapat
menjadi semakin meluas karena adanya tekanan dari sistem pembiayaan yang
baru berlaku di Indonesia, adanya kesempatan karena minim pengawasan, serta
ada pembenaran saat melakukan tindakan ini.
Di seluruh Indonesia, hingga pertengahan tahun 2015 terdeteksi potensi
fraud dari 175.774 klaim Rumah Sakit atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjut (FKRTL) dengan nilai Rp. 440 M. Potensi fraud ini baru dari berasal dari
kelompok provider pelayanan kesehatan, belum dari aktor lain seperti staf BPJS
Kesehatan, pasien, dan supplier alat kesehatan dan obat. Nilai tersebut juga belum
menunjukan nilai sesungguhnya mengingat sistem pengawasan dan deteksi yang
digunakan masih sangat sederhana. Bentuk potensi fraud yang umum ditemui
dikelompok provider adalah upcoding, inflated bills, service unbundling, no
medical value dan standard of care.
Besarnya potensi kerugian yang ditimbulkan, mendorong pemerintah
menerbitkan Permenkes No. 36 tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan
(Fraud) dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Sistem Jaminan

4
Sosial Nasional (SJSN) sebagai dasar hukum pengembangan sistem anti Fraud
layanan kesehatan di Indonesia. Sejak diluncurkan April 2015 lalu, peraturan ini
belum optimal dijalankan. Dampaknya, Fraud layanan kesehatan berpotensi
semakin banyak terjadi namun tidak diiringi dengan sistem pengendalian yang
mumpuni.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana defenisi fraud?
2. Bagaimana unsur-unsur fraud?
3. Bagaimana faktor pemicu dan faktor yang membuat kontrol fraud
dilingkungan manapun sulit dicegah?
4. Bagaimana penyebab fraud?
5. Bagaimana dampak fraud dan siapa saja pelaku fraud?
6. Bagaimana bentuk fraud?
7. Bagaimana prinsip mengenai fraud dan kerugian akibat fraud?
8. Bagaimana pencegahan dan pengendalian fraud?
9. Bagaimana contoh fraud?
10. Bagaimana contoh jurnal mengenai fraud?

1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan defenisi fraud.
2. Untuk menjelaskan unsur-unsur fraud
3. Untuk menjelaskan faktor pemicu dan faktor yang membuat kontrol
fraud dilingkungan manapun sulit dicegah
4. Untuk menjelaskan penyebab fraud
5. Untuk menjelaskan dampak fraud dan siapa saja pelaku fraud
6. Untuk menjelaskan bentuk fraud
7. Untuk menjelaskan prinsip mengenai fraud dan kerugian akibat fraud
8. Untuk menjelaskan pencegahan dan pengendalian fraud
9. Untuk menjelaskan contoh fraud
10. Untuk menjelaskan contoh jurnal mengenai fraud

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar belakang farud dan defenisi fraud dalam industri pelayanan
kesehatan
Menurut Hanevi Djasri (Konsultan Mutu Pelayanan Kesehatan PKMK UGM)
menjelaskan latar belakang terjadinya fraud, yaitu sebagai berikut :
1. Penerapan JKN dengan Tarif INA-CBGs
RS tidak punya kebebasan lagi menetapkan tarif atas semua kegiatan
pelayan kesehatan yang diselenggarakannya. RS menerima pembayaran dalam
tarif paket INA-CBG’s di mana mau tidak RS harus melakukan upaya efisiensi
agar tidak merugi baik dalam artian sesungguhnya maupun dalam konteks
kehilangan opportunity cost.
2. Persepsi bahwa tarif INA-CBGs merugikan
3. Persepsi tarif INA-CBGs menurunkan pedapatan RS dan Dokter

Tambahnya, menurut Shahriari (2001) penyebab Fraud adalah sebagai berikut :


1. Tenaga medis bergaji rendah,
2. Ketidakseimbangan antara sistem layanan kesehatan dan beban layanan
kesehatan,
4. Penyedia layanan tidak memberi insentif yang memadai,
5. Kekurangan pasokan peralatan medis,
6. Inefisiensi dalam sistem,
7. Kurangnya transparansi dalam fasilitas kesehatan
8. Faktor budaya.

Penyebab-penyebab terjadinya fraud tersebut di atas perlu dikaji secara


mencara mendalam, baik dalam tataran legislasi pemerintah pusat maupun
fasilitas pelayanan kesehatan masing-masing. Hal tersebut perlu diatasi mengingat
fraud dapat menyebabkan menurunnya mutu pelayanan kesehatan serta dalam
aspek yang lebih luas dapat menyebabkan melambungnya biaya kesehatan
nasional yang pada akhirnya merugikan bangsa dan negara baik dalam jangka

6
panjang maupun pendek. Menurut para ahli, sebagaimana perilaku tidak baik
lainnya, fraud juga dapat “menular” / coping strategy (Divisi Mutu PKMK FK
UGM, 2016).
Definisi fraud
Fraud adalah kesengajaan melakukan kesalahan terhadap kebenaran untuk
tujuan mendapatkan sesuatu yang bernilai atas kerugian orang lain. Upaya
penipuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Kecurangan / Fraud Pelayanan Kesehatan adalah kesengajaan melakukan


kesalahan atau memberikan keterangan yang salah (misrepresentasi) oleh
seseorang atau entitas yang mengetahui hal itu dan dapat menghasilkan sejumlah
manfaat yang tidak legal kepada individu, entitas atau pihak lain dari definisi
operasional yang dikembangkan oleh Dewan Gubernur National Health Care
Anti-Fraud Association (NHCAA). Bentuk dari fraud adalah pernyataan yang
salah, keterangan yang salah atau dengan sengaja menghilangkan fakta.

Fraud adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mendapatkan


keuntungan dari sistim pembiayaan jaminan kesehatan nasional melalui perbuatan
curang yang tidak sesuai dengan ketentuan (Exsenveny, 2015).
Dalam pengertiannya Fraud didefinisikan sebagai berikut :
1. Upaya kesengajaan melakukan kesalahan, atau memberikan keterangan yang
salah dari seseorang / institusi yang mereka tahu itu salah, dan dapat
menghasilkan sejumlah manfaat yang tidak legal dari individu, institusi tau pihak
lain ( National Health Care Antifraud of America / NHCAA)
2. Adalah suatu upaya dan tindakan kesengajaan untuk melakukan kesalahan atau
kecurangan , untuk memperoleh keuntungan atau manfaat yang tidak legal dengan
memperdaya orang lain atau pihak lain, sehingga menimbulkan kerugian pihak
lain.( LAFAI )
Fraud sendiri pada dasarnya adalah sebuah tindakan kriminal menggunakan
metode-metode yang tidak jujur untuk mengambil keuntungan dari orang lain
(Merriam-Webster Online Dictionary). Lebih lanjut, Hanevi Djasri dalam HIPAA
Report, 1996) menjelaskan bahwa fraud dalam jaminan kesehatan didefinisikan

7
sebagai sebuah tindakan untuk mencurangi atau mendapat manfaat program
layanan kesehatan dengan cara yang tidak sepantasnya (Arini, 2014).
Berdasarkan Permenkes Nomor 36 tahun 2015 tentang Pencegahan
Kecurangan (Fraud) dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan pada sistem
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pasal 1, yang dimaksud dengan Kecurangan
(Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan
Sosial Nasional yang selanjutnya disebut Kecurangan JKN adalah tindakan yang
dilakukan dengan sengaja oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi
pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapatkan
keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan dalam Sistem Jaminan
Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan
(Jamsos Indonesia, 2015).
Pada Program JKN diterapkan prinsip-prinsip pelayanan yang terkendali
(Managed Care) yang dalam implementasinya melibatkan interaksi dari tiga pihak
yakni : Penyelenggara ( BPJS), Provider ( RS dan Klinik/puskesmas), dan peserta
JKN. Prinsip Managed Care dimaksudkan agar terwujud pelayanan kesehatan
yang bermutu dengan biaya yang effisien ( terkendali).
Potensi Fraud bisa terjadi pada tiga Pihak yang berinteraksi tersebut yakni :
1. Penjamin / Penyelenggara ( BPJS),
2. Provider ( Rumah Sakit / klinik)
3. Peserta JKN.

2.2 Unsur-unsur Fraud dalam industri pelayanan kesehatan


A.Unsur Pelaku: adalah seseorang atau Institusi yang dengan sengaja melakukan
kesalahan yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
B.Unsur Motivasi ( Niat): bawa tindakan fraud tersebut dilakukan dengan sengaja
dengan motif / niat untuk mendapatkan keuntungan / manfaat bagi dirinya atau
pihak lain
C.Unsur Fakta Kesalahan: adanya bukti / fakta yang nyata atas kesalahan yang
dilakukan oleh pelaku, dan pelaku mengakuinya.
d.Unsur Kerugian: terjadinya sejumlah kerugian yang dialami pihak lain akibat
tindakan kesalahan pelaku

8
Pada umumnya tindakan fraud terjadi bilamana situasi dan kondisi
memberikan peluang kepada pelaku untuk melakukan kecurangan. Adapun
kondisi latar belakang yang memungkinkan pelaku melakukan fraud antara lain
sebagai berikut :
a.Ketidak jelasan terhadap prosedur kerja atau aturan kerja yang jelas, sehingga
memungkinkan bagi pelaku melakukan improvisasi prosedur kerja sebagai
tafsirnya, sehingga pelaku memungkinkan untuk melakukan fraud.
b.Ketidak Jelasan kewenangan yang dimiliki oleh si pelaku atau adanya rangkap
jabatan sehingga dimungkinkan bagi yang bersangkutan melakukan tindakan
fraud dengan tersamar.
c.Lemahnya pengawasan internal atau pengawasan atasan yang kurang ketat atau
pekerjaan yang kurang terkontrol baik, sehingga pelaku merasa lebih leluasa atau
punya kesempatan untuk melakukan tindakan fraud
d.Adanya kondisi asimetri informasi ( ketidaksetaraan informasi) antara pemberi
pelayanan dan penerima pelayanan sehingga mudah untuk dikelabuhi. Seperti
contohnya antara petugas medis dengan pasien, cenderungnya pasien akan
percaya dan mengikuti apa-apa yang disarankan oleh petugas medis.
e.Adanya Pihak lain sebagai penanggung/ penjamin terhadap biaya-biaya atas
kerugian yang ditimbulkan. Dalam hal ini adalah BPJS atau Negara Republik
Indonesia.
f.Adanya Motivasi atau niat dari pelaku karena terdesak kebutuhan atau bujukan
dari pihak lain, atau tindakan kesengajaan untuk menjatuhkan nama baik institusi
dimana ybs bekerja
g.Adanya peluang atau kesempatan yang terbuka (tidak terkontrol) di lingkungan
pekerjaannya, untuk melakukan Fraud.
h.Manajemen yang tidak menyatu dalam satu tempat, sehingga ada kendala untuk
melakukan kontrol kepada pekerjanya.
i.Adanya pembiaran dari manajemen walaupun pimpinan mengetahui tindakan
yang bersangkutan salah.

9
2.3 Faktor Pemicu dan Faktor yang Membuat Kontrol Fraud dilingkungan
manapun Sulit dicegah

Faktor prmicu fraud


Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara
bersama, yaitu:
1. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud
2. Peluang untuk melakukan fraud
3. Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.

Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga fraud (Fraud Triangle)


berikut:

1. Opportunity
Opportunity biasanya muncul sebagai akibat lemahnya pengendalian inernal
di organisasi tersebut. Terbukanya kesempatan ini juga dapat menggoda individu
atau kelompok yang sebelumnya tidak memiliki motif untuk melakukan fraud.

10
2. Pressure
Pressure atau motivasi pada sesorang atau individu akan memebuat mereka
mencari kesempatan melakukan fraud, beberapa contoh pressure dapat timbul
karena masalah keuangan pribadi, Sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba,
berhutang berlebihan dan tenggat waktu dan target kerja yang tidak realistis.
3. Rationalization
Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas
aktifitasnya yang mengandung fraud. Pada umumnya para pelaku fraud meyakini
atau merasa bahwa tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah
suatu yang memang merupakan haknya, bahkan kadang pelaku merasa telah
berjasa karena telah berbuat banyak untuk organisasi. Dalam beberapa kasus
lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk
melakukan fraud karena merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang sama
dan tidak menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut (Arini, 2014).

7 faktor yang membuat kontrol fraud di lingkungan manapun sulit


dicegah:
(1) fraud hanya terlihat ketika dilakukan deteksi dan seringkali hanya mewakili
sebagian kecil dari kecurangan yang dilakukan
(2) indikator kinerja yang tersedia masih ambigu dan belum jelasnya apa yang
disebut keberhasilan pelaksanaan fraud control plan
(3) upaya kontrol fraud terbentur data banyak yang harus diolah oleh SDM
terbatas
(4) pencegahan fraud bersifat dinamis bukan satu statis. Sistem pencegahan fraud
harus cepat dan mudah beradaptasi dengan model-model fraud baru
(5) penindakan fraud umumnya bersifat tradisional. Kekuatan ancaman sanksi
fraud baru terlihat dari penangkapan pelaku dan beratnya sanksi dijatuhkan bagi
pelaku
(6) pihak berwenang terlalu percaya diri dengan model kontrol fraud baru. Bila
sebuah model terlihat dapat mengatasi bentuk fraud yang sering muncul, upaya
pengembangan model fraud ini tidak akan optimal

11
(7) pencegahan fraud seringnya hanya dialamatkan untuk bentuk fraud yang
sederhana.

2.4 Penyebab Fraud


Secara umum, menurut Cressey (1973), terdapat 3 faktor yang pasti muncul
bersamaan ketika seseorang melakukan Fraud. Pertama adalah tekanan yang
merupakan faktor pertama yang memotivasi seseorang melakukan tindak kriminal
Fraud. Kedua adalah kesempatan yaitu situasi yang memungkinkan tindakan
kriminal dilakukan. Ketiga adalah rasionalisasi, yaitu pembenaran atas tindakan
kriminal yang dilakukan.
Dalam banyak kasus, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shahriari
(2001), Fraud dalam layanan kesehatan terjadi karena: (1) tenaga medis bergaji
rendah, (2) adanya ketidakseimbangan antara sistem layanan kesehatan dan beban
layanan kesehatan, (3) penyedia layanan tidak memberi insentif yang memadai,
(4) kekurangan pasokan peralatan medis, (5) inefisiensi dalam sistem, (6)
kurangnya transparansi dalam fasilitas kesehatan, dan (7) faktor budaya.
“Ketidaknyamanan” dalam sistem kesehatan menyebabkan berbagai pihak
melakukan upaya “penyelamatan diri” untuk bertahan hidup selama berpartisipasi
dalam program JKN. Dokter maupun rumah sakit dapat melakukan coping
strategy sebagai langkah untuk menutupi kekurangan mereka atau paling tidak
memang bertujuan mencari keuntungan meskipun dari sesuatu yang illegal
(Lerberghe et al. 2002). Mekanisme koping ini hadir ketika sistem pengawasan
lemah dan tidak mampu menutupi peluang oknum untuk melakukan Fraud.
Oknum tentu akan terus menerus melakukan kecurangan ini sepanjang mereka
masih bisa menikmati keuntungan dengan kesempatan yang selalu terbuka untuk
melakukan kecurangan (Ferrinho et al. 2004).

2.5 Pelaku dan Dampak Fraud


Banyak aktor yang dapat terlibat dalam terjadinya Fraud layanan kesehatan.
Di Indonesia, aktor-aktor potensial Fraud yang disebut dalam Permenkes No. 36
tahun 2015, adalah peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan
kesehatan, dan/atau penyedia obat dan alat kesehatan.

12
Fraud dalam bidang kesehatan terbukti berpotensi menimbulkan kerugian
finansial negara dalam jumlah yang tidak sedikit. Sebagai contoh, pontesi
kerugian akibat Fraud di dunia adalah sebesar 7,29 % dari dana kesehatan yang
dikelola tiap tahunnya. Data dari FBI di AS menunjukkan bahwa potensi kerugian
yang mungkin ditimbulkan akibat Fraud layanan kesehatan adalah sebesar 3 –
10% dari dana yang dikelola. Data lain yang bersumber dari penelitian University
of Portsmouth menunjukkan bahwa potensi Fraud di Inggris adalah sebesar 3 – 8
% dari dana yang dikelola. Fraud juga menimbulkan kerugian sebesar 0,5 – 1 juta
dollar Amerika di Afrika Selatan berdasar data dari Simanga Msane dan Qhubeka
Forensic dan Qhubeka Forensic Services (lembaga investigasi Fraud) (Bulletin
WHO, 2011).
Menurut Vian (2002), Fraud akibat penyalahgunaan wewenang dapat
mengurangi sumber daya, menurunkan kualitas, rendahnya keadilan dan efisiensi,
meningkatkan biaya, serta mengurangi efektivitas dan jumlah. Di Indonesia,
Fraud berpotensi memperparah ketimpangan geografis. Ada kemungkinan besar
provinsi yang tidak memiliki tenaga dan fasilitas kesehatan yang memadai tidak
akan optimal menyerap dana BPJS. Penduduk di daerah sulit di Indonesia
memang tercatat sebagai peserta BPJS namun tidak memiliki akses yang sama
terhadap pelayanan. Bila mereka harus membayar sendiri, maka biaya kesehatan
yang harus ditanggung akan sangat besar. Fraud dalam layanan kesehatan di
daerah maju dapat memperparah kondisi ini. Dengan adanya Fraud, dana BPJS
akan tersedot ke daerah-daerah maju dan masyarakat di daerah terpencil akan
semakin sulit mendapat pelayanan kesehatan yang optimal (Trisnantoro, 2014).

2.6 Bentuk Fraud


Kejadian fraud pada FKTP dapat berasal dari beberapa pihak, antara lain :
1. Peserta
a) Pemalsuan Identitas, yakni terkadang ada peserta yang menggunakan kartu
BPJS orang lain untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
b) Budaya pasien yang terkadang memaksa untuk dirujuk dan atau melakukan
pemeriksaan penunjang medis, padahal kasus/penyakit tsb masih dapat
ditangani di FKTP. Atau terkadang melakukan tindakan memanfaatkan

13
haknya untuk mendapatkan pelayanan yang tidak diperlukan dengan cara
memalsukan kondisi kesehatan.
c) Memberikan gratifikasi kepada pemberi pelayanan agar bersedia memberikan
pelayanan yang tidak sesuai/ tidak ditanggung.
d) Memanipulasi penghasilan agar tidak perlu membayar iuran terlalu besar atau
mendapatkan jaminan secara gratis.
e) Memperoleh obat atau alat kesehatan yang diresepkan untuk dijual kembali.

2. BPJS Kesehatan
a) Tidak membayar besaran nilai kapitasi sebagaimana seharusnya.
b) Terlambat pembayaran kapitasi dan klaim ke FKTP atau menahan
pembayaran ke fasilitas kesehatan/rekanan dengan tujuan memperoleh
keuntungan.
c) Penunjukan FKTP yang tidak layak, atau terkadang BPJS mengarahkan
peserta ke FKTP tertentu. Selain itu juga memindahkan peserta dari satu
FKTP ke FKTP lain tanpa sepengetahuan peserta.
d) Melakukan kerjasama dengan peserta/fasilitas kesehatan untuk mengajukan
klaim palsu. Atau memanipulasi manfaat yang seharusnya tidak dijamin agar
dapat dijamin.

3. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)


a. Memanfaatkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan.
b. Memanipulasi klaim pada pelayanan yang dibayar secara non kapitasi.
c. Menerima komisi atas rujukan ke FKRTL, sehingga FKTP melakukan
rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan tertentu.
d. Menarik biaya dari peserta yang seharusnya telah terjamin dalam biaya
kapitasi dan atau non kapitasi sesuai dengan standar tarif yang
ditetapkan.
e. Melakukan upaya pemindahan peserta ke FKTP tertentu.

14
f. Tidak melaporkan perubahan sumber daya yang berpengaruh terhadap
pembayaran kapitasi. Termasuk memalsukan data fasilitas dan SDM
yang berada di FKTP.
g. Melakukan pelayanan tidak sesuai standar, seperti memperpanjang hari
rawat pada FKTP rawat inap ataupun pada bagian SDM yang sengaja
mengurangi jam kerjanya.
h. Dokter Praktik Mandiri menerima kapitasi dan merangkap kepala
Pukesmas, dan pada saat melakukan praktik mandiri menggunakan
fasilitas Puskesmas.

4. Dinas Kesehatan
Memberikan rekomendasi tidak seusia dengan kenyataan FKTP atau dengan kata
lain memanipulasi data yang ada (Rakernas Wilayah Timur Komisi VIII, 2015).
5. Industri Farmasi
a. Ketidaktersediaan obat akibat dari permainan stock perusahaan obat
dengan fasilitas kesehatan tertentu.
b. Keterlambatan distribusi obat.
c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain mengubah obat yang
tercantum dalam harga katolog dengan harga yang tidak sesuai dengan
katalog.

2.7 Prinsip Mengenai Fraud dan Kerugian Akibat Fraud


Ada 5 Prinsip Mengatasi Fraud Dalam Bidang Kesehatan (Lewismorris,
2009)
1. Pendaftaran
Mengidentifikasi secara kritis pihak-pihak yang ingin berpartisipasi dalam
program jaminan kesehatan (baikprovider maupun suplier): melakukan
seleksi dan re-seleksi para provider BPJS
2. Pembayaran Membangun metode pembayaran yang masuk akal dan
responsif terhadap perubahan (fleksibel): menjelaskan metode perhitungan
kapitasi dan INA-CBS dan merevisi besarnya tarif bila tidak sesuai
3. Pemenuhan standar

15
Membantu provider dan suplier dalam mengadopsi praktek pemenuhan
standar: menyusun Pedoman Nasional Prakek Kedokteran dan melakukan
sosialisasi serta membantu penerapan standar
4. Pengawasan
Program-program untuk memonitor bukti-bukti terjadinya fraud:
melakukan monitoring dan evaluasi kepatuhan terhadap standar praktek
kedokteran melalui audit medik
5. Respon
bertindak dengan cepat untuk mendeteksi fraud, mencegah terjadinya
fraud dan memperbaiki kerentanan terjadinya fraud: mengembangkan
mekanisme pencegahan pemberian sanksi bagi para klinisi

Salah satu contoh kerugian akibat fraud pada industri pelayanan kesehatan

• Di US

• Proyeksi di Indonesia

Besaran Fraud Kesehatan

USA 2006: 20% dari volume industri kesehatan USA yang bernilai US $ 2 triliun
per tahun Setara dengan US$ 400 milyar; melebihi GDP. Indonesia : mungkin
prosentasenya lebihbesar. Bila 20% dari volume industri kesehatan Indonesia
yang bernilai Rp. 260 trilliun per tahun (2007), setara dengan Rp. 52 trilliun

2.8 Pencegahan dan Pengendalian Fraud


Pencegahan Fraud Melalui Intervensi Di Sistem Mikro Pelayanan
Penerapan 4 pilar clinical governance:

1. Fokus kepada Pasien

2. Manajemen Kinerja Klinis

3. Manajemen Risiko

4. Manajemen dan Pengembangan para Profesional

16
Pengendalian Fraud

Hal penting dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan dalam


Sistem Jaminan Kesehatan Nasional, BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS harus
membangun sistem pencegahan kecurangan/ fraud JKN (Exsenveny, 2015).

Sehingga upaya pengendalian atau pencegahan dapat dilakukan dari berbagai


aspek, seperti :
1. Peserta
Perlunya sosialisasi yang baik kepada masyarakat tentang pathway BPJS dan
sosialisasi tentang penyimpangan dari sistem BPJS, sehingga peserta dapat ikut
serta berperan. Karena selama ini yang terjadi di lapangan, peserta kurang merasa
dilibatkan dalam program ini dan peserta menganggap bahwa JKN adalah
program pemeritah.
2. BPJS Kesehatan
a. Penyusunan kebijakan dan pedoman pencegahan kecurangan JKN di
BPJS Kesehatan dan sosialisasi kepada para tenaga kerja di jajaran
BPJS Kesehatan.
b. Pengembangan budaya pencegahan kecurangan JKN sebagai bagian
dari tata kelola organisasi yang baik.
c. Pembentukan tim pencegahan kecurangan dan pengawasan yang
ditingkatkan dalam JKN di BPJS Kesehatan. Seperti pada kasus
pemalsuan kartu dapat dikembangkan dengan kartu BPJS yang dicetak
dengan foto atau finger print.

3. Fasilitas Kesehatan
a) Peningkatan kemampuan dokter dan petugas lain berkaitan dengan
klaim.
b) Peningkatan manajemen dalam upaya deteksi dini pencegahan
kecurangan JKN.
c) Monitoring dan pembinaan terhadap fraud. Hal ini dapat dilakukan
dengan membentuk tim pencegahan kecurangan yang bertugas untuk

17
menyosialisasikan kebijakan, pedoman dan budaya baru yang
berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya, selain itu
mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan tata kelola kinik
yang baik. Tugas lainnya adalah melakukan upaya pencegahan,
deteksi dini dan penindakan kecurangan JKN di FKTP, menyelesaikan
perselisihan kecurangan JKN, monitoring, evaluasi dan pelaporan
yang baik.
d) Pada permasalahan terkait sistem klaim atau pembiayaan, merupakan
kewenangan dari Kemenkes, Fasilitas Kesehatan dan BPJS agar
membuat software yang 2 in 1 atau satu untuk semua.
e) Perlunya role model implementasi program JKN pada tingkat FasKes
yakni dengan menetapkan pedoman penetapan FasKes model dalam
pelaksanaan JKN, melakukan kegiatan penilaian FasKes model dalam
pelaksanaan JKN.

4. Dinas Kesehatan
a) Penyusunan kebijakan dan pedoman pencegahan kecurangan JKN.
b) Pengembangan pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada kendali
mutu dan kendali biaya.
c) Pengembangan budaya pencegahan kecurangan JKN sebagai bagian
dari tata kelola organisasi dan tata kelola klinis yang baik.

5. Industri Farmasi
Mendorong disusunnya Junkis tentang pengadaan obat melali E-katalog yang
terintegrasi dengan sistem dari BPJS maupun fasilitas kesehatan.

2.9 Contoh Fraud


Contoh-Contoh Kasus Fraud Oleh Penjamin ( Penyelenggara )
Fraud di pihak Penjamin / penyelenggara bisa dilakukan oleh: pihak
Manajemen (kebijakan perusahaan), dan pihak oknum personal/pegawai

1. Contoh yang dilakukan oleh Manajemen, antara lain :

18
a) Menahan atau menunda-nunda pembagian kartu psrt PBI atau peserta
lainnya kepada peserta, baik yang kartu baru maupun kartu mutasi (
pindah alamat/ pindah kerja, lahir, dll ) walau sudah siap dibagikan. Hal
ini untuk menunda utilisasi pelayanan atau pemanfaatan pelayanan
sehingga tagihan claim mengecil by design. Oleh karenanya harus ada
aturan batas waktu dari bayar premi sampai dengan kartu diberikan. Untuk
mencegah fraud.
b) Menahan atau menunda-nunda pembayaran ke provider yang seharusnya
sudah harus dibayarkan setelah claim terverifikasi dengan benar, atau dana
kapitasi yang sudah tersedia di awal bulan ( konsep prospective payment /
pre-paid)
c) Tidak diberikan atau terlambatnya data peserta ke PPK.1yang dibayar dg
kapitasi sebagai metode pembayaran “Pre Paid” (dibayar sebum ada
pelayanan ), sehingga provider tidak mengetahui peserta mana yang harus
dilayani dan peserta mana yang harus ditolak karena harus dilayani ke
provider PPK.1 lainnya.
d) Biaya Kapitasi dibayar bukan “Pre-Paid, namun Post –Paid ( setelah
sebulan belayanan berjalanan), alasannya pengolahan data peserta yang
daftar pada PPK.1 dimaksud belum selesai diolah, sehingga harus
menunggu data selesai, sementara selesainya data sebulan setelah bulan
kapitasi. Sehingga kpaitasi diterima oleh PPK.1 bukan sebelum bulan
pelayanan tetapi menjelang akhir bulan layanan. Akibatnya bagi PPK.1
tidak tahu persis kunjungan ( Utilisasi Rate) bulan bersangkutan tinggi
atau rendah. Padahal UR ini menjadi ukuran resiko bagi PPK.1 dengan
pembayaran sistem kapitasi.
e) Kurang dijelaskan apa-apa yang menjadi hak-hak peserta dalam
pemanfaatan benefit secara rinci. Misalkan hak bayi yang baru lahir yang
langsung perlu dirawat karena blue baby, atau penyebab lain. Sementara
bayi tersebut diberi waktu untuk mendaftarkan sebagai peserta dalam
waktu 3X 24 hari. Tanpa ada penjelasan secara rinci bagaimana apabila
pengurusan surat / akte kelahiran sampai dengan pendaftaran peserta

19
melebihi 3X 24 jam, hal apa yang bisa digunakan untuk tetap
mendapatkan benefit bayi tersebut.

2. Contoh-contoh kasus Fraud yang dilakukan oleh oknum /pegawai


pihak Penjamin, antara lain :
a) Melakukan manipulasi data kepesertaan yang sebenarnya tidak masuk
sebagai peserta jaminan tapi menjadi dimasukkan dalam peserta yang
dijamin. Misalkan yang terjadi pada anak angkat/ anak asuh, dimasukkan
kedalam anak kandung agar peserta yang terjamin lebih banyak.
b) Melakukan manipulasi data tagihan dari provider, dengan maksud untuk
mendapatkan imbalan keuntungan bagi oknum tersebut.
c) Menunda-nunda pemberian kartu peserta oleh oknum penjamin kepada
perusahaan yang mendaftarakan dengan jumlah karyawan / pesertanya
besar. Hal ini dengan maksud agar utilisasi pada kelompok tersebut
menjadi rendah atau tertunda, sehingga tagihan utilisasinyapun akan
menjadi rendah.
d) Meminta imbalan jasa pelayanan dari oknum penjamin dari Provider,
karena telah membantu mempercepat pengurusan verifikasi dan
pembayaran claimnya dari Provider tersebut.
e) Memperlambat proses pembayaran ke Provider
f) Kriteria benefit yang tidak tegas, sehingga mudah ditafsirkan secara
sepihak untuk tidak dijamin
g) Kolusi dengan pihak provider, agar klaim yang diajukan dapat dijamin
h) Kolusi dengan peserta untuk merubah tanggal kadaluarsa kartu peserta,
yang sebenarnya sdh habis masa berlakuknya

3. Contoh-Contoh Kasus Fraud Oleh Peserta


a) Manipulasi data diri atau keterangan palsu agar layak menjadi kepesertaan
Penerima bantuan iuran (PBI).
b) Manipulasi data keluarga atau pemalsuan agar dapat menjadi peserta yang
dijamin,

20
c) Meminjamkan kartu peserta kepada orang lain yang tidak berhak untuk
disalah gunakan
d) Pemalsuan Kartu peserta agar dapat akses ke pelayanan kesehatan (
provider )
e) Memalsukan surat rujukan agar bisa langsung akses pelayanan di Provider
tingkat lanjut ( Rumah sakit )
f) Menaikkan biaya yang tercantum di kwitansi (untuk klaim reimbursment),
bila diwilayahnya tidak ada provider.

4. Contoh Kasus Fraud Oleh Provider


Kasus fraud di provider baik di klinik maupun di Rumah sakit, merupakan kasus
fraud yang paling banyak ditemukan.

a) Contoh Kasus Fraud Bila Pembayaran Dengan DRG ( INA-CBGs)


1. Memasukkan kode diagnose penyakit yang lebih parah/ complicated dari
yang sebenarnya ( up coding), agar mendapat pembayaran yang lebih
mahal ( INA-CBGs). Seringkli memasukan kode penyakit dalam SIM Ina
cbg, ada field others, yang bisa membuat tarif menjadi lebih mahal.
2. Mengarahkan agar pasien pulang cepat dari Rawat inap, kemudian disuruh
masuk lagi dengan jeda waktu tertentu agar memenuhi syarat sebagai
kasus baru atau episode perawatan baru, yang dapat diajukan untuk
pembayaran baru ( INA –CBGs)
3. Pemisahan berkas kalim dari kasus ( Unbundling ) seseorang,pada suatu
episode perawatan untuk mengelabuhi klaimdari kasus berbeda atau
episode yang berpeda
4. Mengurangi pelayanan yang seharusnya diberikan
5. Rujukan Rawat inap dari pelayanan Gawat Darurat meningkat dengan
kurang jelas indikasinya, agar masuk kasus rawat inap
6. Tindakan one day care yang di arahkan agar bisa rawat inap.
7. Meminta cost sharing kepada peserta dari pelayanan yang seharusnya
dijamin

21
b) ·Contoh Kasus Fraud Di Ppk.1 Dengan Pembayaran Sistem Kapitasi

1. Mengurangi pelayanan yang seharusnya diberikan ( under utilisasi )


2. Mudah melakukan rujukan ke Rumah Sakit, walaupun sebenarnya klinik /
PPK.1 mampu melakukan pelayanan dimaksud
3. Meminta cost sharing/ balance billing ( selisih biaya ) kepada peserta
dengan alasan , tidak termasuk yang dijamin
4. Memalsukan diagnosa agar layak untuk dirujuk
5. Misrepresentasi dalam credensialing, melebih lebihkan kondisi profile
dirinya agar bisa layak (eligible) sebagai provider primary BPJS

Contoh Fraud Kesehatan


• Mempengaruhi pasien untuk menjalani tindakan bedah atau tindakan medik lain
yang sebenarnya tidak perlu (supply induced demand)

• Tagihan jasa yang tidak pernah dilakukan (tagihan fiktif)

• Pemberian obat-obatan atas indikasi yang tidak jelas manfaatnya

• Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik atas indikasi yang tidak tepat (over
utilisasi)

• Pemakaian kamar operasi (besar) untuk tindakan yang sebenarnya tidak


memerlukan kamar operasi besar (over treatment)

Pemalsuan diagnosa untuk mensahkan pelayanan yang tidak dibutuhkan dan tarif
yang mahal (Upcoding)

• Tagihan untuk pembayaran yang tidak disertai dengan tersedianya dokumen


seperti sinar X atau hasil laboratorium

• PPK tidak qualified, tetapi memiliki izin sebagai PPK dan spesialis

• Jual beli kartu Jamkesmas/BPJS (Orang yang sakit yang tidak berhak mendapat
pelayanan kesehatan)

• Pemalsuan identitas

22
– merugikan perusahaan penjamin

– mendorong kenaikan premi.

2.10 Jurnal Mengenai Fraud


Judul Jurnal : Analisis Faktor Internal Dan Eksternal Sebagai Bahan Penyusun
Strategi Pencegahan Frauddana Kapitasi Puskesmas Di Kota
Semarang
Oleh : Tomi Konstantia Setiaji, Sutopo Patria Jati, Septo Pawelas Arso.Bagian
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro
Ringkasaan Pendahuluan
1. Masalah
UHC adalah isu penting bagi negara maju dan berkembang, tahun 2005
negara-negara anggota WHO menyetujui sebuah resolusi agar negara
mengembangkan sistem pembiayaan kesehatan dengan tujuan untuk
menyediakan Universal Health Coverage.
Amerika Serikat yang merupakan salah satu kiblat sistem asuransi
kesehatan di dunia pun mengalami kerugian akibat fraud. sistem pengawasan
fraud di amerika serikat yang begitu hebatnya masih bisa terjadi fraud dengan
jumlah yang tidak sedikit, Besaran Fraudkesehatan di USA pada tahun 2006
mencapai 20% dari volume industri kesehatan USA yang bernilai US$ 2 triliun
pertahun.
Di Indonesia sistem JKN yang baru ini sangat rentan akan kerugian yang
diakibatkan oleh fraud. Dalam Workshop Blanded Learning tentang Penyusunan
Proposal Penelitian Pencegahan dan Pengurangan Fraud dalam Jaminan
Kesehatan Nasional yang dilaksanakan pada tanggal 29 maret 2014di
Yogyakarta menjelaskan bahwa proyeksi kerugian akibat frauddi indonsia
adalah sekitar 5 – 10 % atau setara dengan Rp. 1,8 triliun – Rp. 3,6 triliun dari
prediksi premi BPJS 2014 sekitar Rp.38,5 triliun.

23
2. Tujuan Penelitian
Kota Semarang mempunyai 37 puskesmas yang menjadi fasilitas kesehatan
tingkat pertama pada sistem JKN. sejumlah 104.232 jiwa peserta Non Penerima
Bantuan Iur (PBI) dan 268.935 jiwa peserta PBI. Dana kapitasi total yang
dikucurkan kepada puskesmas wilayah kota semarang sejumlah Rp.
24.884.142.000,-. Rata-rata dana kapitasi setiap puskesmas di kota semarang
adalah Rp. 672.544.378,-. Dari dana yang ada tentusaja memicu terjadinya
fraud dana kapitasi puskesmas, kemudian belum adanya penelitian mengenai
strategi Kota Semarang dalam mencegah terjadinya fraud dana kapitasi
Puskesmas.
Oleh karena itu peneliti memandang sangat perlu bagi Kota Semarang memiliki
strategi untuk mencegah fraud.

3. Metodologi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif deskriptif dan rancangan penelitian yang digunakan adalah dengan
pendekatan cross sectional study.

24
4. Hasil Penelitian
a. Alur Dana Kapitasi Puskesmas di Kota Semarang

b. Analisis Potensi Fraud Dana Kapitasi Puskesmas


Fraud Triangle Theory mendeskripsikan bahwa ada tiga kondisi yang
umumnya hadir pada saat fraud terjadi, yaitu Insentif atau tekanan untuk
melakukan fraud (pressure), Peluang atau kesempatan untuk melakukan fraud
(opportunity), dan Dalih untuk membenarkan tindakan fraud (rationalization)
Potensi frauddalam sistem pengelolaan dana kapitasi puskesmas di kota
semarang:
1) Markup baiaya pembelian barang untuk mendukung operasional puskesmas
2) Kolusi dengan pihak ketiga terkait pengadaan aset puskesmas dari dana
bantuan operasional puskesmas
3) Membeli barang-barang yang tidak diperlukan
4) Belanja fiktif untuk aset puskesmas
5) Kecurangan pelaporan penggunaan dana kapitasi puskesmas

25
6)Kecurangan dalam pelaporan persediaan obat, alat kesehatan dan bahan-bahan
medis habis pakai
c. Dalih untuk membenarkan tindakan fraud (rationalization)
Pengelolaan dana kapitasi puskesmas memungkinkan untuk terjadianya
fraud dari unsur rasionalisasi untuk melakukan kecurangan, antara lain:
1) Penambahan poin bagi petugas puskesmas yang melakukan tugas rangkap
2) Melakukan penggunakan dana bantuan operasional puskesmas yang juga
didanai oelh dana BOK serta APBD.
3) Memanfaatkan sisa dana kapitasi masuk ke dalam dana jasa pelayanan.
d. Analisis Faktor Internal
Analisis faktor internal melihat pengawasan anti fraud internal dana
kapitasi puskesmas dengan melihat: Pengawasan aktif manajemen (Budaya
dan kepedulian; kode etik; pengembangan SDM; tindak lanjut; saluran
komunikasi), struktur organisasi dan pertanggungjawaban (Unit anti fraud,
uraian anti fraud, SDM anti fraud), Pengendalian dan pemantauan (Kebijakan
dan prosedur; pengendalian SDM; sistem informasi).
e. Analisis faktor Eksternal
Analisis faktor eksternal melihat dari komponen Politik, pemerintahan,
Hukum, Ekonomi, dan Dukungan.
f. Matriks SWOT
Dari faktor internal dan eksternal yang ada kemudian dipadukan untuk
menetukan alternatif strategi pencegahan fraud dana kapitasi puskesmas.
Sebagai berikut:
IFAS STRENGTH WEAKNESS
EFAS (S) (W)

OPPORTUNITIES STRATEGI STRATEGI


(O) SO WO
THREATS (T) STRATEGI STRATEGI
ST WT

Sesuai dengan hasil positioning pengelola dana kapitasi puskesmas maka


strategi yang digunkan adalah startegi SO, dimana strategi tersebut sesuai dengan
kuadran I, fokus memanfaatkan peluang dengan memanfaatkan kekuatan yang
ada. Strategi SO : Membentuk unit khusus anti frauddana kapitasi puskesmas.

26
5. Simpulan
Alur dana kapitasi puskesmas di Kota Semarang mengacu pada Perpres
nomor 32 tahun 2014 dan Permenkes nomor 19 tahun 2014, serta yang SK
Walikota No. 900 / 426 / 2014.
Potensi fraud dana kapitasi puskesmas di kota semarang diantaranya adalah
dari Peluang,ancaman dan rasionalisasi untuk melakukan fraud dana kapitasi
puskesmas. Hasil analisis faktor internal dan eksterna pengelola dana kapitasi
puskesmas menunjukan posisi organisasi peneglola dana kapitasi puskesmas
berada di kuadran I Hasil Analisis SWOT didapat alternatif strategi untuk
mencegah fraud dana kapitasi puskesmas di kota semarang, antara lain sebagai
berikut, dengan prioritas utama adalah staregi SO.
a. Strategi SO
Membentuk unit khusus anti fraud dana kapitasi puskesmas
b. Strategi WO
1) Melakukan sosialisasi lebih intens mengenai pencegahan fraud dana
kapitasi puskesmas
2) Melakukan kajian dengan pengawas eksternal mengenai kebijakan
atau prosedur khusus bagi setiap puskesmas untuk mencegah fraud
dana kapitasi
c. Strategi ST
Mebuat komitmen bersama untuk membebaskan kota semarang dari
fraud dana kapitasi puskesmas
d. Strategi SW
1) Kepala puskesmas selaku penanggung jawab penuh dana kapitasi
puskesmas terus mengupdate informasi mengenai pemanfaatan dana
kapitasi puskesmas
2) Mempublikasikan pemanfaatan dana kapitasi puskesmasi tiap
puskesmas melalui online
3) Melakukan pelatihan terhadap bendahara puskesmas tentang
tatakelola pemanfaatan dana kapitasi puskesmas.

27
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kecurangan / Fraud Pelayanan Kesehatan adalah kesengajaan melakukan
kesalahan atau memberikan keterangan yang salah (misrepresentasi) oleh
seseorang atau entitas yang mengetahui hal itu dan dapat menghasilkan sejumlah
manfaat yang tidak legal kepada individu, entitas atau pihak lain dari definisi
operasional yang dikembangkan oleh Dewan Gubernur National Health Care
Anti-Fraud Association (NHCAA). Bentuk dari fraud adalah pernyataan yang
salah, keterangan yang salah atau dengan sengaja menghilangkan fakta.
Unsur-unsur Fraud dalam industri pelayanan kesehatan;
A.Unsur Pelaku:
B.Unsur Motivasi ( Niat)
C.Unsur Fakta Kesalahan
D.Unsur Kerugian: terjadinya sejumlah kerugian yang dialami pihak lain akibat
tindakan kesalahan pelaku

Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara
bersama, yaitu:
1. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud
2. Peluang untuk melakukan fraud
3. Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
Banyak aktor yang dapat terlibat dalam terjadinya Fraud layanan
kesehatan. Di Indonesia, aktor-aktor potensial Fraud yang disebut dalam
Permenkes No. 36 tahun 2015, adalah peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi
pelayanan kesehatan, dan/atau penyedia obat dan alat kesehatan.
Fraud dalam bidang kesehatan terbukti berpotensi menimbulkan kerugian
finansial negara dalam jumlah yang tidak sedikit. Sebagai contoh, pontesi
kerugian akibat Fraud di dunia adalah sebesar 7,29 % dari dana kesehatan yang
dikelola tiap tahunnya.

28
Ada 5 Prinsip Mengatasi Fraud Dalam Bidang Kesehatan
(Lewismorris, 2009)
 Pendaftaran
melakukan seleksi dan re-seleksi para provider BPJS
 Pembayaran Membangun metode pembayaran yang masuk akal dan
responsif terhadap perubahan (fleksibel): menjelaskan metode perhitungan
kapitasi dan INA-CBS dan merevisi besarnya tarif bila tidak sesuai
 Pemenuhan standar
menyusun Pedoman Nasional Prakek Kedokteran dan melakukan
sosialisasi serta membantu penerapan standar
 Pengawasan
Program-program untuk memonitor bukti-bukti terjadinya fraud:
melakukan monitoring dan evaluasi kepatuhan terhadap standar praktek
kedokteran melalui audit medik
 Respon
mengembangkan mekanisme pencegahan pemberian sanksi bagi para
klinisi

4.2 Saran
Menjaga sanitasi lingkungan tetap sehat dan rutin melakukan 3M akan
menghindari kita terjangkit virus DBD dan Malaria.
Disarankan kepada penulis selanjutnya untuk membahas lebih detail
mengenai departemen kehumasan.

29
DAFTAR PUSTAKA

ACL, Fraud Detection Using Data Analytics in the Healthcare Industry,

www.acl.com/Fraud

Annual Report of the Departments of Health and Human Sevices and Justice –

Health Care Fraud and Abuse Control Program FY 2014,

http://oig.hhs.gov/publications/docs/hcfac/FY2014-hcfac.pdf, diunduh tahun

2017.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, 2007Black Law Dictionary

Bulletin of the World Health Organization, 2011, Prevention not cure in tackling

health-care Fraud, Volume 89, Number 12, 853 – 928.

http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/images/2013/11/yulita.pdf

diakses pada tanggal 20 Agustus 2017 pukul 19:20

http://gemati.feb.ugm.ac.id/Download/bpjs/Fraud%20dalam%20sistem%20mikro%20p

elayanan%20kesehatan%20(Hanevi%20Djasri%20PKMK%20FK-UGM).pdf diakses pada

tanggal 20 Agustus 2017 pukul 19:22

30

Anda mungkin juga menyukai