Anda di halaman 1dari 9

ANEMIA

A. DEFINISI

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit


(redcellmass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygencarryingcapacity). Secara praktis
anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit
(redcellcount).

B. DIAGNOSIS

Kelompok Kriteria Anemia (Hb) menurut WHO

Laki-laki dewasa < 13 g/dl

Wanita dewasa tidak hamil < 12 gldl

Wanita hamil < 11 gldl

Gambar x. Algoritme pendekatan diagnosis anemia


Gambar x. Algoritme pendekatan diagnosis pasien dengan anemia hipokromik mikrositer

Gambar x. Algoritme diagnosis anemia normokromik normositer

ANEMIA NORMOKROMIK NORMOSITIK


A. DEFINISI
Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal
serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita
anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit
kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan
penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.1,2

B. KLASIFIKASI BERDASARKAN PENYEBAB


1. Anemia hemolitik autoimun
I. Anemia hemolitik autoimun (AIHA)
a) AIHA tipe hangat
o idiopatik
o sekunder (karena cll, limfoma, SLE)
b) AIHA tipe dingin
o Idiopatik
o Sekunder (infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus, keganasan limforetokuler)
c) Paroxysmal cold hemoglobinuri
o Idiopatik
o Sekunder (viral dan sifilis)
d) AIHA atipik
o AIHA test antiglobulin negatif
o AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin
II. AIHA diinduksi obat
III. AIHA diinduksi aloantibodi
a) Reaksi hemolitik transfusi
b) Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir5
Anemia Hemolitik autoimun adalah kelainan dapatan dimana terbentuk
autoantibodi IgG, yang akan mengikat membrane eritrosit. Antibodi ini biasanya
langsung melawan komponen dasar sistem Rh yang terdapat pada semua eritrosit
manusia. Ketika antibodi IgG melingkupi eritrosit, bagian Fc antibody dikenali oleh
makrofag lien, dan bagian yang lain dikenali oleh sistem retikulo endotelial. Interaksi
nntara makrofag lien dan eritrosit yang terlingkupi antibodi menyebabkan
rusaknya membran eritrosit dan pembentukan sferosit karena penurunan rasio
permukaan dengan volume eritrosit. Sel-
sel sferosit ini mengalami penurunan kelenturan dan akan terjebak dalam pulpa
merah lien , karena tidak mampu melewati fenetrasi yang berdiameter kecil.
Jika pada eritrosit terdapat IgG
dalam jumlah yang banyak, mungkin komplemen dapat menahannya.
Lisis sel langsung jarang terjadi, namun adanya C3b pada permukaan menyebabkan
sel kupffer dalam hepar ikut berperan dalam proses hemolitik karena pada sel
kupffer terdapat reseptor C3b.

Anemia hemolitik autoimun dibedakan dalam dua jenis utama, yaitu anemia
hemolitik antibodi hangat (paling sering terjadi) dan anemia hemolitik antibodi dingin.5

2. Anemia hemolitik non-imun


Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk
terjadinya anemi hemolitik yaitu faktor instrinsik (Intra Korpuskuler) dan faktor
ekstrinsik (ekstra korpuskuler).

3. Anemia pasca perdarahan


Anemia Karena Perdarahan adalah berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang disebabkan oleh perdarahan.6

Jika kehilangan darah, tubuh dengan segera menarik cairan dari jaringan diluar
pembuluh darah sebagai usaha untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terisi.
Akibatnya darah menjadi lebih encer dan persentase sel darah merah berkurang.

4. Anemia defisiensi G6PD


Glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) berfungsi meredukasi nikotiamida adenine
dinukleotida (NADPH) dengan mengoksidasi glukosa 6 fosfat. Ini adalah satu-satunya
sumber NADPH dalan eritrosit dan NADPH deperlukan untuk produksi gluation
tereduksi sehingga defisiensi enzim ini menyebabkan eritrosit rentan terhadap stress
oksidatif.

5. Anemia karena penyakit kronik


Anemia penyakit kronik adalah anemia yang ditemukan pada kondisi penyakit kronik
seperti infeksi kronik, inflamasi kronik, atau beberapa keganasan. Penyebab dari anemia
penyakit kronik adalah:
1. Ketidakmampuan tubuh meningkatkan produksi eritrosit (sel darah merah) sebagai
kompensasi pemendekan umur eritrosit
2. Destruksi sel darah merah
3. Sekresi hormon eritropoietin yang tidak adekuat dan resistensi terhadap hormon
tersebut
4. Eritropoiesis yang terbatas karena menurunnya jumlah zat besi
5. Absorpsi zat besi dari saluran cerna yang terhambat
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan penyaring untuk jenis anemia adalah pengukuran kadar Hb, indeks
eritrosit, dan hapus darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia dan jenis
morfologik anemia tersebut yang berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.
Pada darah tepi terdapat mikrosferosit, polikromasia, normoblast dalam darah tepi.
2. Pemeriksaan darah seri anemia
Pemeriksaan ini meliputi hitung leukosit, trombosit, retikulosit, dan LED. Sekarang
sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer yang dapat memberikan presisi
hasil yang lebih baik.

3. Pemeriksaan diagnosis untuk anemia hemolitik autoimun


Pemeriksaan untuk mendeteksi autoantibodi pada eritrosit:
 Direct Antiglobulin Test (direct Coomb’s test): sel eritrosit pasien dicuci dari
protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan antiserum atau antibodi
monoclonal terhadap berbagai imunoglobulin dan fraksi komplomen, terutama IgG
dan C3d. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan Cd3
maka akan terjadi aglutinasi.5

Gambar 1. Skema Direct Antiglobulin Test


 Indirect Antiglobulin Test (indirect Coomb’s test): untuk mendeteksi
autoantibodi yang terdapat pada serum. Serum pasien direaksikan dengan sel-sel
reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat pada sel-sel reagen,
dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan terjadinya aglutinasi.5
Gambar 2. Indirect Antiglobulin Test

C. PENATALAKSANAAN
1. Anemia hemolitik autoimun
Dalam kasus di mana gejala anemia hemolitik autoimun yang ringan, atau ketika
penghancuran sel darah merah menurun sendiri, orang mungkin tidak membutuhkan
pengobatan medis. Namun, dalam kasus-kasus anemia disebabkan oleh sumber yang
mendasari, seperti mononukleosis atau pengobatan virus, pengobatan biasanya akan
melibatkan penyebab yang mendasari. Pengobatan juga dapat melibatkan obat penekan
sistem kekebalan tubuh seperti steroid atau gamma globulin untuk membantu menekan
serangan sistem sel darah merah.3,5

2. Anemia hemolitik non-imun


Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena reaksi
toksik imunologik yang didapat diberikan adalah kortikosteroid (prednison, prednisolon)
kalau perlu dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat-
obatan sitostatik seperti klorambusil dan siklofosmid.6

3. Anemia pasca perdarahan


Pengobatan tergantung kepada kecepatan hilangnya darah dan beratnya anemia yang
terjadi. Satu-satunya pengobatan untuk kehilangan darah dalam waktu yang singkat atau
anemia yang berat adalah transfusi sel darah merah. Selain itu, sumber perdarahan harus
ditemukan dan perdarahan harus dihentikan. Jika darah hilang dalam waktu yang lebih
lama atau anemia tidak terlalu berat, tubuh bisa menghasilkan sejumlah sel darah merah
yang cukup untuk memperbaiki anemia tanpa harus menjalani transfusi. Zat besi yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah juga hilang selama perdarahan. Karena itu
sebagian besar penderita anemia juga mendapatkan tambahan zat besi, biasanya dalam
bentuk tablet.6,7

4. Anemia defisiensi G6PD


Pada pasien dengan defisiensi G6PD tipe A-hemolisis terjadi self-limited sehingga tidak
perlu terapi khusus kecuali terapi untuk infeksi yang mendasari dan hindari obat-obatan
atau zat yang mempresipitasi hemolisi serta mempertahankan aliran ginjal yang adekuat
karena adanya hemoglobinuria saat hemolisis akut. Pada hemolisi berat, yang bisa terjadi
pada varian Mediteranian, mungkin diperlukan tranfusi darah.

Yang terpenting adalah pencegahan episode hemolisis dengan cara mengobati infeksi
dengan segera dan memperhatikan resiko penggunaan obat-obatan, zat oksidan, dan fava
beans. Khusus untuk orang Afrika atau Mediteranian sebaiknya sebelum dierikan zat
oksidan harus dilakukan skrining untuk mengetahui ada tidaknya defisiensi G6PD.

5. Anemia karena penyakit kronis

 Mengenali dan mengatasi penyakit penyebab


 Terapi besi: penggunaannya masih dalam perdebatan
 Kontraindikasi jika ferritin normal (>100 ng/ml)
 Agen erythropoietic:
1. Indikasi: anemia pada kanker yang akan menjalani kemoterapi, gagal ginjal kronik,
infeksi HIV yang akan menjalani mielosupresi
2. 3 jenis: epoetin-𝛼, epoetin-𝛽, darbepoetin- 𝛼
3. Epoetin: dosis awal 50-150 U/kgBB diberikan 3 kali seminggu selama minimal 4
minggu, jika tidak ada respon dinaikkan 300 U/kgBB diberikan 3 kali seminggu 4-
8 minggu setelah dosis awal
4. Target: Hb 11-12 gr/dl
5. Sebelum pemberian harus menyingkirkan adanya anemia defisiensi besi
6. Monitoring selama terapi: setelah terapi dilakukan pemeriksaan kadar Hb, dan 2-4
minggu kemudian. Jika Hb meningkat <1 gr/dl, evaluasi ulang status besi dan
pertimbangkan pemberian suplemen besi.
7. Transfusi darah: jika anemia sedang-berat (Hb<6,5 gr/dl) dan bergejala
ANEMIA HEMOLITIK

A. PENGERTIAN
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis
adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (sebelum masa hidup
rata-rata eritrosit yaitu 120 hari). Hemolisis berbeda dengan proses penuaan (senescence),
yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah cukup umurnya. Hemolisis dapat terjadi
dalam pembuluh darah (intravaskular) atau di luar pembuluh darah (ekstravaskular) yang
membawa konsekuensi patofisiologik yang berbeda.
Pada orang dengan sumsum tulang yang normal, hemolisis pada darah tepi akan
direspon oleh tubuh dengan peningkatan eritropoiesis dalam sumsum tulang. Kemampuan
maksimum sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoiesis adalah 6-8 kali normal.
Apabila derajat hemolisis tidak terlalu berat (pemendekan masa hidup eritrosit sekitar 50
hari) maka sumsum tulang masih mampu melakukan kompensasi sehingga tidak timbul
anemia. Keadaan ini disebut sebagai keadaan hemolisis terkompensasi (compensated
hemolytic state). Akan tetapi, jika kemampuan kompensasi sumsum tulang dilampaui
makan akan terjadi anemia yang kita kenal sebagai anemia hemolitik.
B. KLASIFIKASI
Defek Intrakorpuskular Defek Ekstrakorpuskular
Herediter Hemoglobinopati, enzymopathies, Familial (atypical) hemolytic
defek membran-sitoskeletal uremic syndrome
Acquired Paroxysimal Nocturnal Destruksi mekanis
Hemoglobinuria (PNH) (microangiopathic), zat toksik,
obat, infeksi, autoimun

C. DIAGNOSIS
Menentukan Anemia Hemolitik dibandingkan dengan anemia jenis lain dengan memeriksa
adanya tanda penghancuran dan pembentukan eritrosit pada waktu yang sama terjadinya
anemia yang diikuti dengan sistem eritropoesis yang meningkat (hipersensitivitas eritropoesis),
serta terjadinya penurunan kadar hemoglobin dengan cepat tanpa diimbangi dengan proses
eritropoesis yang normal, kemudian menentukan penyebab spesifik dari anemia hemolitik
tersebut dan mengklasifikasikan jenis anemia hemolitik tersebut.
Pemeriksaan Lab
1. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
a. bilirubin serum meningkat
b. urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
c. strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit
a. retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
b. hiperplasia eritropoesis sumsum tulang
3. Gambaran rusaknya eritrosit:
a. morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer, target
cell, sickle cell, sferosit.
b. fragilitas osmosis, otohemolisis
c. umur eritrosit memendek

Gambar x. Algoritma diagnosis anemia hemolitik

Anda mungkin juga menyukai