Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan
keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan formal dan
pendekatan substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupun norna, sedangkan
pendekatan substantif mengkaji konsep kesetaraan berdasarkan keluaran atau output,
maupun proses terjadinya kesetaraan.
Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dapat
disebut sebagai masyarakat multikultural. Berbagai keragaman masyarakat Indonesia
terwadahi dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentuk dengan
karakter utama mengakui pluralitas dan kesetaraan warga bangsa. NKRI yang mengakui
keragaman dan menghormati kesetaraan adalah pilihan terbaik untuk menghantarkan
masyarakat Indonesia pada pencapaian kemajuan peradabannya.
Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang dirumuskan pada pendiri bangsa telah
membekali bangsa Indonesia dengan konsepsi normatif Negara Bhineka Tunggal Ika,
membekali hidup bangsa dalam keberagaman, kesetaraan dan harmoni. Hal tersebut
merupakan kesepakatan bangsa yang bersifat dasar.
Adakalanya sebuah identitas terkesan sangat mencolok atau berarti disbanding yang
lainnya. Identitas agama dan etnisitas biasanya mendapatkan perhatian lebih, bisa jadi, ini
karena kedaunya sudan dianggap lebih rawan konflik dibandingkan identitas lainnya. Padahal,
keragaman status social, kondisi fisik, fungsi dan profesi, jenis kelamin, usia, ideology, gaya
hidup, dan lain sebagainya juga perlu dikelola. Hal ini bukan semata untuk mengurangi potensi
konflik, melainkan juga untuk memungkinkan pelayanan (public) yang prima dan sesuai
dengan kebutuhan pengguna jasa. Bhineka tunggal ika dan unity in diversity ditunjukkan untuk
mengelolah keragaman agama dan etnisitas semata.
b. Mengelola keragaman
Ada banyak cara megelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan cara berikut :
Untuk mendekonstruksi streotip dan prasangka terhadap identitas lain.
Untuk nengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan identitas yang
berbedabukan hanya sebatas kenal nama dan wajah tetapi mengenali latar belakang,
karakter, dan ekspektasi
Untuk mengembangkan ikatan-ikatan (pertemanan, bisnis, organisasi, asosiasi, dll)
yang bersifat inklusif dan lintas identitas bukan bersifat eksklusif.
Untuk mempelajari ritual dan falsafah identitas lain
Untuk mengembangkan empati terhadap identitas yang berbeda
Untuk menolak berpartisipasi dalam prilaku-prilaku yang diskriminatif
Melihat kemajemukan Indonesia yang begitu luasnya terdiri dari sedikitnya 500 suku
bangsa, maka mutikulturalisme hendaknya tidak hanya sekedar retorika, tetapi harus
diprjuangkan sebagai landasan bagi tumbuh dan tegaknya proses demokrasi, pengakuan hak
asasi manusia, dan akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Upaya itu harus
dilakukan jika melihat berbagai konflik yang terjadi di sejumlah daerah di tanah air beberapa
waktu lalu. Konflik itu mengindikasikan belum tuntasnya penbentuka masyarakat mutikultural
di Indonesia. Munculnya konflik antar suku misalnya, menunjukkan belum dipahaminya
prinsip mutikulturalisme yang mengakui perbedaan dalam kesetaraan. Pemahaman nilai-nilai
kesetaraan dalam perbedaan itulah yang senantiasa dilakukan secara aktif baik oleh tokoh
masyarakat, tokoh partai, maupun lembaga swadaya masyarakat. Dengan demikian,
pemahaman bahwa bangsa indinesia merupakan masyarakat yang terdiri dari berbagai
kebudayaan harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kesetaraan setiap warga masyarakat dan dijaminnya hak masyarakat tradisional
merupakan unsur dasar dari prinsip demokrasi yang terkandung dalam pengakuan terhadap
kesetaraan dan toleransi perbedaan dalam kemajemukkan.
3. Kesetaraan dalam Kehidupan Bermasyarakat
Tuntutan kesetaraan mungkin belum beberapa abad terakhir ini dimulai oleh manusia.
Tentunya seruan dengan suara kecil malah yang hamper tidak terdengar, pada ribuan tahun
yang lalu suda ada. Tingkatanya rakyat jelata, tetapi berkeinginnan agar menjadi seapadan
dengan para bangsawan, dengan para orang kayaserta berkuasa bahkan memjadi anggota
kalangan sang bagianda raja. Kalau kita mau memikirkan matang-matang keinginanuntuk
setara itu, biasanya dan selalu dating dari pihak yang kurang beruntung untuk menyamai
kaum yang sedang atau sudah beruntung.
Untuk mencapai kesetaraan itu sebaiknya dengan cara menaikkan derajat, peringkat,
kondisi serta kemampuan setiap perorangan ketingkat yang diingininya dengan upaya sendiri-
sendiri untuk tahap awal. Ini adalah satu-satunya jalan. Jangan mengajak teman sejawat
terlebih dahulu hanya untuk membentuk mass-mass forming. mass forming sepereti ini akan
menjadi solid-utuh kalau para pemebentuknya memang memiliki
peringkat yang setara. Kalau isi para pembentuknya tidak sama kemampuannya, visinya dan
tugasnya maka masa yang dibentuknya akan tidak utruh serta mudah tercerai-berai. Yang
memilukan adalah bahwa setiap orang yang menpunyai ambisi untuk menggerakkan massa
untuk mencapai kesetaraan, kurang mengamati sekelilingnya sendiri.
Dengan identitas pluralis dan multikulturalis itu bangunan interaksi dan relasi antara
manusia Indonesia akan bersifat setara. Paham kesetaraan akan menandai cara berfikir dan
perilaku bangsa Indonesia, apabila setip orang Indonesia berdiri di atas realitas bangsanya
yang plural dan multicultural itu. Identitas kesetaraan ini tidak akan mucul dan berkembang
dalam susunan masyarakat yang didirikan diatas paham dominasi dan kekuasaan satu
kelompok terhadap kelompok yang lain. Kesetaraan merupakan identitas nasional Indonesia.
d) Secara relatif sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang
lainnya.
e) Secara relatif intergrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan
didalam bidang ekonomi.
f) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.
Jika keterbukaan dan kedewasaan sikap dikesampingkan, besar kemungkinan tercipta masalah-
masalah yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa seperti :
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh
pengaruh negative dari keragaman, yaitu :
1) Semangat Religius
2) Semangat Nasionalisme
3) Semangat Fluralisme
4) Dialog antar umat beragama
5) Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan
antar agama, media, masa, dan harmonisasinya.