Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan merupakan proses yang penting bagi seorang ibu. Secara ilmiah dalam proses persalinan, ibu
bersalin akan mengeluarkan banyak energi dan mengalami perubahan – perubahan baik secara fisiologis
dan psikologis sehingga dukungan pada pada ibu bersalin sangat diperlukan. Persalinan adalah suatu
proses fisiologis yang memungkinkan terjadinya serangkaian perubahan besar pada calon ibu untuk
dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir. Ini diidentifikasikan sebagai pembukaan serviks yang
progresif, dilatasi atau keduanya, akibat kontraksi rahim teratur yang terjadi sekurang – kurangnya setiap
lima menit dan berlangsung sampai 60 detik (Aprillia, 2010)

Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi
pada ibu atau janin. Keputusan yang diambil untuk menolong, harus dipertimbangkan dengan hati – hati.
Pertolongan yang diberikan tidak hanya membawa keuntungan potensial, tetapi juga risiko potensial.
Kasus penanganan yang terbaik dapat berupa “observasi yang cermat” (Aprillia, 2010)

Asuhan keperawatan pasca persalinan diperlukan untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan anak.
Peran perawat pada perawatan bayi setelah lahir (menghisap lendir, perawatan tali pusat, menentukan
apgar score, memandikan bayi, menimbang berat badan (BB) mengukur panjang badan (PB), lingkar
kepala, serta lingkar dada bayi) sangat diperlukan (Nursalam, 2008).

Kelahiran sekitar 6 – 10% adalah kurang bulan, yaitu terjadi sebelum kehamilan tiga puluh tujuh minggu.
Para ibu dengan kelahiran kurang bulan sebagian besar berisiko mengalami satu atau beberapa faktor
risiko berikut ini. Penting diketahui bahwa banyak wanita dengan faktor risiko ini yang tidak mengalami
persalinan kurang bulan. Persalinan kurang bulan dapat saja terjadi pada wanita yang tidak mempunyai
faktor risiko (Penny Simkin, Janet Whalley, & Ann Keppler)

Persalinan kurang bulan (premature) dapat terjadi ketika belum memasuki minggu ke 37 atau tiga
minggu sebelum hari perkiraan lahir. Penyebab persalinan kurang bulan belum jelas. Presdisposisi
terjadinya adalah ketuban pecah sebelum waktunya, infeksi cairan ketuban, riwayat persalinan kurang
bulan, pembesaran uterus yang berlebihan, inkompeten serviks, AKDR in situ, penyakit sistemik ibu,
kelainan uterus atau hasil konsepsi (Sastrawinata, 2004).

Indikasi persalinan kurang bulan salah satunya adalah ketuban pecah dini (KPD) yaitu pecahnya ketuban
sebelum terdapat tanda mulai persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu, sebagian besar
ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu, sedangkan kurang dari 36 minggu
tidak terlalu banyak (Manuaba, 2008).

World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menyebutkan Angka Kematian Ibu di Indonesia
240/100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2010; hal. 181). Sumber Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) menyebutkan pada tahun 2012 AKI di Indonesia sebesar 102/100.000 kelahiran dan
angka kematian bayi sebesar 23/1000 kelahiran hidup (Antara, 2013). Penyebab AKI adalah perdarahan
(28%), eklampsia (12%), abortus (13%), sepsis (15%), partus lama (18%), dan penyebab lainnya (2%)
(Antara, 2013). Data dari Rumah Sakit Pantiwilasa Citarum jumlah persalinan normal tahun 2013 sebesar
191 kasus (http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/02/16/mi9ugy-menkes-angka-
kematian-ibu-melahirkan-masih-tinggi).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik dan termotivasi untuk menyusun laporan Karya Tulis
Ilmiah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Keperawatan
dengan mengambil kasus berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ny. Ir dengan Post Partum Indikasi
Ketuban Pecah Dini di Ruang Bougenvile RS Pantiwilasa Citarum Semarang”.

Pengertian

1. Post partum (masa nifas)

a. Pengertian

Post partum adalah masa sesudah peralihan dapat juga disebut masa nifas (puerperium) yaitu masa
sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu.
Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ - organ reproduksi sampai kembali ke
keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2005:491).

Masa nifas atau puerperium merupakan masa pemulihan kembali alat reproduksi ke bentuk normal yang
memerlukan waktu sekitar 6 minggu (Manuaba, 2004:61).

Masa nifas adalah masa pemulihan, mulai dari partus selesai sampai kembalinya alat - alat kandungan
seperti sebelum hamil. Lama masa nifas adalah 6 - 8 minggu. Masyarakat Indonesia menyebutnya
periode 40 hari (Aprillia, 2010:123).

Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan yang dibutuhkan selama 6 - 8 minggu untuk
kembalinya alat reproduksi ke keadaan seperti sebelum hamil.

b. Perubahan Fisiologis

Menurut Aprillia (2010:123) dan Bobak (2005:493) terdapat proses penting dalam masa nifas antara
lain :

1) Adaptasi sistem reproduksi yaitu :

a) Involusi corvus uteri dan tempat plasenta

Involusi merupakan proses kembalinya alat - alat genital (internal dan eksternal) ke keadaan semula
seperti sebelum hamil. Setelah bayi dilahirkan, fundus uteri (puncak rahim) kira - kira berjarak setinggi
tali pusat. Namun setelah plasenta keluar, tinggi fundus uteri menjadi kurang lebih dua jari (2 cm) di
bawah tali pusat.

Uterus/rahim menyerupai buah advokat gepeng, berukuran panjang sekitar 15 cm, lebar 12 cm, dan
tebal 10 cm. Dinding uterus bertambah 5 cm, dan pada bekas implantasi plasenta menjadi lebih tipis
daripada bagian lain. Pada hari ke 5 pascapersalinan, uterus menjadi kurang lebih setinggi 7 cm berada di
atas simfisis (tulang rawan pertemuan antara tulang panggul bagian depan kanan dan kiri, tepatnya
tempat tumbuhnya rambut di vagina, atau setengah simfisis dengan pusat).

Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi tidak beraturan dan permukaannya
kasar dan menonjol kedalam kavum uteri (kantung rahim). Tonjolan berdiameter 7.5 cm tersebut sering
dikira plasenta yang tertinggal. Setelah dua minggu, diameternya berkurang menjadi 3.5 cm dan pada
enam minggu mencapai 2.4 mm. Pada saat uterus tahap gravidus aterm (kehamilan cukup bulan)
beratnya kira - kira 1000 g. Satu minggu pascabersalin ukurannya berubah menjadi sekitar 500 g, dua
minggu pascabersalin menjadi 300 g, dan setelah enam minggu pascabersalin menjadi 40 - 60 gr (berat
uterus normal adalah sekitar 30 g). Perubahan ini berhubungan erat dengan perubahan miometrilium
(otot lapisan tengah dari rahim) yang bersifat proteolisis (mengerut, hancur sendiri). Hasil dari proses ini
dialirkan melalui pembuluh getah bening. Otot - otot uterus berkontraksi segera setelah melahirkan.
Pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot - otot uterus akan terjepit. Proses ini juga akan
menghentikan pendarahan.

Perubahan pada endometrium (lapisan otot rahim paling dalam, tempat implantasi janin maupun
plasenta) adalh timbulnya trombosis (darah dalam pembuluh vena), degenerasi (munculnya sel - sel
baru), dan nekrosis (kematian jaringan) di tempat implantasi plasenta. Hari pertama pasca bersalin, tebal
endometrium 2 - 5 mm dengan permukaan yang kasar. Hari ke tiga, permukaan endometrium mulai rata
akibat pelepasan sel dibagian yang berdegenerasi. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa - sisa sel
desidua basalis, dan ini memakan waktu 2 - 3 minggu. Pelepasan jaringan berdegenerasi ini berlangsung
lengkap sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas tempat implementasi plasenta.
Ligamen - ligamen dan diafraghma pelvis serta fasia (panggul) meregang sewatu kehamilan dan partus.
Setelah bayi lahir, tiga bagian ini berangsur menyusut seperti semula. Tidak jarang ligamentum rotundum
(otot yang menjaga rahim tetap berdiri tegak) menjadi setelah persalinan, dan sampai dua hari
pascabersalin jumlahnya akan akan semakin sedikit.

b) Kontraksi uterus

Intensitas kontraksi uterus meningkat 1 - 2 jam post partum, aktifitas uteri menurun secara halus dan
cepat kemudian stabil. Kontraksi uterus ini akan menjadi pembuluh darah uterus sehingga perlahan
dapat berhenti. Rasa sakit (after pain) mulas - mulas yang disebabkan karena kontraksi rahim
berlangsung 2 - 4 hari post partum, perlu diberikan pengertian pada ibu tentang hal ini, bila terlalu
mengganggu dapat diberikan analgetik anti spasmolitik.

c) Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan
kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang
masa awal puerpenium. Rasa nyeri setelah melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang (misalnya, pada
bayi besar, kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya
merangsang kontraksi uterus.

d) Lokhea

Lokhea adalah secret yang berasal dari kavum uteri yang dikeluarkan melalui vagina yang terdiri sel - sel
darah tua dan bakteri, sifatnya alkalis dan berbau amis dalam keadaan normal. Berdasarkan warna dan
komposisinya lokhea dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu :

(1) Lokhea rubra, timbul pada hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan berisi darah segar dan
sisa - sisa selaput ketuban, sel - sel desidua, vertikoasiosa, lanugo, dan mekonium.

(2) Lokhea serosa, timbul pada hari ketiga sampai hari ketujuh berisi serum, selaput lendir leukosit dan
kuman - kuman yang sudah mati, berwarna kecoklatan tidak mengandung darah.

(3) Lokhea alba, timbul pada hari ketujuh sampai keempat belas berisi selaput lendir, leukosit serta
kuman yang sudah mati berwarna kekuning - kuningan berbau amis. Lokhea alba ini dapat keluar terus 2
sampai 6 minggu setelah melahirkan. Apabila salah satu lokhea terjadi lebih lama dari yang disebutkan
diatas kemungkinan tertinggalnya plasenta akan selaput janin dan adanya infeksi jalan lahir.

e) Serviks dan vagina

Setelah persalinan bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman, konsistensi
lunak kadang - kadang terjadi perlukaan - perlukaan kecil. Setelah bayi lahir tangan masih bisa masuk
kedalam ringga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui 2 - 3 jam jari dan setelah 7 hari hanya dilalui 1 jari.
Vagina yang sulit diregangkan pada waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang normal, edema
dan gerakan - gerakan pada permukaan luarnya akan kembali dalam waktu 3 minggu.

f) Topangan otot panggul

Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan dan masalah
ginekologi dapat timbul dikemudian hari. Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang
saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai enam bulan untuk kembali ke tonus semula. Istilah
relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur
panggul. Struktur ini terdiri atas uterus, dinding vagina posterior atas, uretra, kandung kemih, dan
rektum. Walaupun relaksasi dapat terjadi pada setiap wanita, tetapi biasanya merupakan komplikasi
langsung yang timbul terlambat akibat melahirkan.

2) Adaptasi Sistem Endokrin

a) Hormon plasenta
Selama periode post partum, terjadi perubahan hormon yang besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan
penurunan signifikan hormon - hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon human
placental lactogen (hPL), estrogen dan kortisol serta placental enzyme insulinase membalik efek
diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa
puerperium. Kadar estrogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta kelua, kadar
terendahnya dicapai kira - kira satu minggu post partum. Penurunan kadar estrogen berkaitan dengan
pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama masa
hamil.

b) Hormon hipofisis dan Fungsi ovarium

Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Kadar prolaktin tetap meningkat
sampai minggu keenam setelah melahirkan untuk wanita menyusui. Kadar prolaktin serum dipengaruhi
oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui dan bayak makanan tambahan yang diberikan.
Perbedaan individual dalam kekuatan menghisap kemungkinan juga mempengaruhi kadar prolaktin.

3) Adaptasi Sistem Urinarius

a) Komponen urine

Glikosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada ibu menyusui
merupakan hal yang normal. BUN (blood urea nitrogen), yang meningkat selama masa post partum,
merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus
juga menyebabkan proteinuria ringan selama satu sampai dua hari setelah wanita melahirkan.

b) Diuresis post partum

Ibu mulai membuang kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan dalam 12 jam setelah melahirkan.
Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas,
terutama pada malam hari selama dua sampai tiga hari pertama setelah melahirkan. Diuresis post
partum yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada
tungkai bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme lain
tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah
urine menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2.5 kg selama masa post partum.

c) Uretra dan kandung kemih

Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi
melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema, seringkali
disertai daerah - daerah kecil hemoragi. Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas
kandung kemih setelah bayi lahir dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih
menurun. Rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau
episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih. Penurunan berkemih, seiring diuresis post
partum bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah
wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat
uterus berkontraksi dengan baik.

4) Adaptasi Sistem Pencernaan

a) Nafsu makan

Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga boleh mengkonsumsi makanan ringan. Setelah
pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar.

b) Motilitas

Penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir.
Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan
normal.

c) Defekasi

Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan.
Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot menurun selama proses persalinan dan pada awal masa
post partum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi.

5) Adaptasi Sistem Kardiovaskuler

a) Volume darah

Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama
melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis). Kehilangan darah
merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat, tetapi terbatas. Hipervolemia yang
diakibatkan kehamilan menyebabkan ibu bisa menoleransi kehilangan darah saat melahirkan. Ibu
kehilangan 300 sampai 400 ml darah sewaktu melahirkan bayi tunggal pervaginam.

b) Curah jantung

Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil. Setelah wanita
melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah
yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulai umum. Nilai ini meningkat
pada semua jenis kelahiran atau semua pemakaian konduksi anestesia (Bowes, 1991). Data mengenai
kembalinya hemodinamika jantung secara pasti ke kadar normal tidak tersedia, tetapi nilai curah jantung
normal ditemukan, bila pemeriksaan dilakukan 8 sampai 10 minggu setelah wanita melahirkan.

c) Tanda - tanda vital


Perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil
sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan berlangsung selama
sekitar empat hari setelah wanita melahirkan. Fungsi pernapasan kembali ke fungsi saat wanita tidak
hamil pada bulan keenam setelah wanita melahirkan. Setelah rahim kosong, diafragma menurun, aksis
jantung kembali normal, dan impuls titik maksimum dan EKG kembali normal.

6) Komponen Darah

a) Hematokrit dan hemoglobin

Selama 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar daripada sel darah
yang hilang. Penurunan volume plasma dan peningkatan sel darah merah dikaitkan dengan peningkatan
hematokrit pada hari ketiga sampai hari ketujuh pascapartum. Tidak ada SDM yang rusak selama masa
pascapartum, tetapi semua kelebihan SDM akan menurun secara bertahap sesuai dengan usia SDM
tersebut. Waktu yang pasti kapan volume SDM kembali sebelum hamil tidak diketahui, tetapi volume ini
berbeda dalam batas normal saat dikaji 8 minggu setelah melahirkan.

b) Hitung Sel Darah Putih

Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000/mm². Selama 10 sampai 12 hari pertama
setelah bayi, nilai leukosit antara 20.000 dan 25.000/mm² merupakan hal yang umum. Neutrofil
merupakan sel darah putih yang paling banyak. Keberadaan leukositosis disertai peningkatan normal laju
endap merah dapat membingngkan dalam menegakkan diagnosis infeksi akut selama ini.

c) Faktor Koagulasi

Faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selama masa hamil dan tetap meningkat
pada awal puerperium. Keadaan hiperkoagulasi, yang bisa diiringi kerusakan pembuluh darah dan
imobilitas, mengakibatkan peningkatan resiko tromboembolisme, terutama setelah wanita melahirkan
secara sesaria. Aktivitas fibrinolitik juga meningkat selama beberapa hari pertama setelah bayi lahir.

d) Varises

Varises ditungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil varises, bahkan
varises vulva yang jarang dijumpai, akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi varises tidak
dipertimbangkan selama masa hamil. Regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah
melahirkan.

7) Sistem Neurologi

Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi saat
wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan. Rasa tidak
nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah wanita melahirkan. Eliminasi
edema fisiologis melalui diuresis setelah bayi lahir menghilangkan sindrom carpal tuntel. Nyeri kepala
memerlukan pemeriksaan yang cermat. Lama nyeri kepala bervariasi dari satu sampai tiga hari sampai
beberapa minggu, tergantung pada penyebab dan efektivitas pengobatan.

8) Sistem Muskuloskeletal

Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara terbalik pada
masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi.

2. Ketuban Pecah Dini (KPD)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu
satu jam belum terjadi in partu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm diatas 37
minggu, sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001:221).

Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum awitan persalinan (Hamilton, 2009:391).

Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum ada tanda - tanda inpartu, dan setelah ditunggu
selama satu jam belum juga mulai ada tanda - tanda inpartu. Ketuban pecah dini merupakan kondisi
pecahnya ketuban pada fase laten dan dapat menyebabkan infeksi asenden intrauterin (Manuaba,
2004:72)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu
satu jam belum ada tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut
“kejadian ketuban pecah dini” (periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab terbesar persalinan
premature dengan segala akibatnya (Yulaikhah, 2008:116).

Ketuban pecah dini adalah rupture kantung air (RKK) yang terjadi sebelum awitan persalinan, dan setelah
ditunggu satu jam belum ada tanda - tanda persalinan.

B. Etiologi

Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan ditentukan secara pasti. Banyak faktor
berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor - faktor mana yang lebih berperan sulit
diketahui. Menurut Hamilton (2009:391) dan Manuaba (2004) antara lain:

1. Persalinan prematur

2. Korioamionitis terjadi dua kali sebanyak KPD

3. Malposisi atau malpresentasi janin

4. Kerusakan serviks disebabkan oleh faktor antara lain : pemakaian alat – alat pada serviks
sebelumnya (misal : aborsi terapeutik, LEEP dan sebagainya); peningkatan paritas yang memungkinan
kerusakan serviks selama kelahiran sebelumnya; inkompetensi serviks

5. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih


6. Berhubungan dengan berat badan ibu (misal : kelebihan berat badan sebelum kehamilan;
penambahan berat badan yang sedikit selama kehamilan)

7. Merokok selama kehamilan

8. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada ibu muda

9. Riwayat hubungan seksual baru – baru ini.

10. Multiparitas

11. Hidramnion

12. Kelainan letak : sungsang atau lintang

13. Chepalo Pelvik Disproportion (CPD)

14. Kehamilan ganda

15. Pendular abdomen (perut gantung)

Menurut Nugroho (2011:3) terdapat beberapa faktor risiko dari ketuban pecah dini antara lain
inkompetensi serviks (leher rahim), polihidramnion (cairan ketuban berlebih), riwayat ketuban pecah dini
sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban, kehamilan kembar, trauma, serviks (leher rahim)
yang pendek (<25 mm) pada usia kehamilan 23 minggu, dan infeksi pada kehamilan seperti bakterial
vaginosis.

C. Patofisiologi

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibrolas, jaringan retikuler korion dan trofoblas.
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktivitas dan inhibisi interleukin - 1 (IL-
1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktivitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion,
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Mekanisme terjadinya ketuban
pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut : selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat dari kurangnya
jaringan ikat dan vaskularisasi sehingga bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban akan
sangat lemah dan mudah untuk pecah dengan respon mengeluarkan air ketuban.

D. Manisfestasi Klinik

Tanda gejala menurut Nadesul (2001), Hidayat, Asri (2009:14), dan Nugroho (2011:3) yang harus
diwaspadai selama kehamilan adalah :

1. Keluarnya cairan merembes melalui vagina (kemaluan).

2. Timbul sebelum rasa mulas – mulas tanda dari awal persalinan.


3. Cairan ketuban menjadi berwarna putih keruh mirip air kelapa, mungkin juga sudah berwarna
kehijauan.

4. Kontraksi ≥ 4x/jam (dapat dirasa sebagai nyeri abdomen, rasa kencang, nyeri, kram menstruasi,
atau rekaan pada vagina) (Sinclair, 2009)

5. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih
merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.

6. Jika duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau
“menyumbat” kebocoran untuk sementara.

7. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan
tanda – tanda infeksi yang terjadi.

8. Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit – sedikit atau
sekaligus banyak.

9. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.

10. Janin mudah diraba.

11. Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering.

12. Inspekulo, tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah
kering.

E. Komplikasi

Komplikasi menurut Hidayat, Asri (2009:17) dan Nugroho (2011:7) paling sering terjadi pada ketuban
pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10
- 40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini. Semua ibu hamil
dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya
korioamnionitis (radang padakorion dan amnion). Kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat
terjadi pada ketuban pecah dini.

Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia paru
merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai hampir
100% apabila ketuban pecah dini preterm terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu. Komplikasi
lainnya adalah infeksi intrauterin, tali pusat menumbung, prematuritas, distosia.

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan indikasi ketuban pecah dini menurut Hamilton (2009:391), Hidayat, Asri
(2009:17) dan Nugroho (2011:7) antara lain :

1. Pencegahan
a. Obati infeksi gonokokus, klamidia, dan vaginosis bakterial.

b. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung usaha untuk mengurangi atau
berhenti.

c. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil.

d. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester terakhir bila ada faktor presdisposisi.

2. Panduan mengantisipasi : jelaskan kepada pasien yang memiliki riwayat berikut ini saat prenatal
bahwa mereka harus segera melapor bila ketuban pecah.

a. Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan prolaps tali pusat

a. Letak kepala selain verteks

b. Polihidramnion

b. Herpes aktif

c. Riwayat infeksi streptokus beta hemolitikus sebelumnya

3. Bila ketuban telah pecah

a. Anjurkan pasien untuk pergi ke rumah sakit atau klinik

b. Catat terjadinya ketuban pecah

1) Lakukan pengkajian secara seksama. Upayakan mengetahui waktu terjadinya pecah ketuban.

2) Bila robekan ketuban tampak kasar :

1) Saat pasien berbaring telentang, tekan fundus untuk melihat adanya semburan cairan dari vagina

2) Basahi kapas apusan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide untuk mengkaji ferning di
bawah mikroskop

3) Sebagian cairan diusap ke kertas Nitrazene. Bila positif, pertimbangkan uji diagnostik bila pasien
sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual, tidak ada perdarahan, dan tidak dilakukan pemeriksaan
per vagina menggunakan jeli K-Y

3) Bila pecah ketuban dan/atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas, lakukan pemeriksaan spekulum
steril.

1) Kaji nilai Bishop serviks ( lihat nilai bishop )

2) Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.


3) Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang dipulaskan pada slide untuk mengkaji
ferning di bawah mikroskop.

4) Bila usia tingkat gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit herpes Tipe 2, rujuk ke dokter.

4. Penatalaksanaan konservatif

a. Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24 – 72 jam setelah ketuban pecah.

b. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan ke vagina, kecuali spekulum
steril; jangan melakukan pemeriksaan vagina.

c. Saat menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat.

1) Ukur suhu tubuh empat kali sehari ; bila suhu meningkat secara signifikan, dan/atau mencapai 38º
C, berikan 2 macam antibiotik dan pelahiran harus diselesaikan.

2) Observasi rabas vagina : bau menyengat, purulen atau tampak kekuningan menunjukkan adanya
infeksi.

3) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan perubahan apapun.

5. Penatalaksanaan agresif

a. Jel prostaglandin atau Misoprostol (meskipun tidak disetujui penggunaannya) dapat diberikan
setelah konsultasi dengan dokter

b. Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi Pitocin bila serviks tidak berespon

c. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak ada tanda, mulai
pemberian Pitocin

d. Berikan cairan per IV, pantau janin

e. Peningkatan risiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif

f. Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk diinduksi, kaji nilai Bishop
setelah pemeriksaan spekulum. Bila diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan
yang dilakukan, baik manipulasi dengan tangan maupun spekulum, sampai persalinan dimulai dan
induksi dimulai

g. Periksaan hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada hari berikutnya
sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi

h. Lakukan NST (nonstress test) setelah ketuban pecah ; waspada adanya takikardia janin yang
merupakan salah satu tanda infeksi

i. Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila :


a. Suhu tubuh ibu meningkat signifikan

b. Terjadi takikardi janin

c. Lochea tampak keruh

d. Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan

e. Kultur vagina menunjukan streptokus beta hemolitikus

f. Hitung darah lengkap menunjukkan kenaikan sel darah putih

6. Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah

a. Persalinan spontan

1) Ukur suhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila ada demam

2) Anjurkan pemantauan janin internal

3) Beritahu dokter spesialis obstetri dan spesial anak atau praktisi perawat neonatus

4) Lakukan kultur sesuai panduan

b. Induksi persalinan

1) Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter

2) Ukur suhu tubuh setiap 2 jam

3) Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam panduan, banyak yang memberikan 1 – 2 g


ampisilin per IV atau 1 – 2 g mefoxin per IV setiap 6 jam sebagai profilaksis.

G. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nugroho (2011:6) dan Hidayat (2009:16) pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan indikasi
ketuban pecah dini adalah :

1. Pemeriksaan laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar
dari vagina kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4 - 5,
dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Dilakukan pula tes lakmus (tes nitrazin), jika
kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis), pH air ketuban 7 -
7.5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu. Tes pakis (mikroskopik), dengan
meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.

2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)


Bertujuan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Ketuban pecah dini yang jumlah
cairannya sedikit, sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion. Walaupun pendekatan
diagnosis KPD cukup banyak dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sederhana.

H. Pengkajian

Pengkajian post partum menurut Morton (2005:518,522), Nurbaeti, Irma et. (2013:37) merupakan
tindakan mengevaluasi adanya perubahan fisiologis dan psikologis pada ibu yang terjadi pada saat
tubuhnya kembali ke keadaan sebelum hamil. Pengkajian yang dilakukan antara lain :

1. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan dengan cara mengumpulkan data - data tentang respons pasien terhadap kelahiran
bayinya serta penyesuaian selama masa post partum. Pengkajian awal mulai dengan review prenatal dan
intranatal meliputi :

a. Komplikasi antepartum

b. Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan

c. Lamanya ketuban pecah dini

d. Adanya episiotomi dan laserasi

e. Respon janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai APGAR)

f. Pemberian anestesi selama proses persalinan dan kelahiran

g. Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode immediate post partum

h. Komplikasi yang terjadi pada periode immediate post partum (seperti atonia uteri, retensi
plasenta)

Pengkajian ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor resiko yang signifikan yang merupakan faktor
presdisposisi terjadinya komplikasi post partum.

2. Pengkajian status fisiologis maternal

Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post partum, banyak perawat
menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus),
Bladder (kandung kemih), Lochea (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower Extremity
(ekstremitas bawah), dan Emotion (emosi).

3. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik yang dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan - perubahan pada tubuh pasien.

a. Payudara

Inspeksi adanya infeksi puting, perdarahan atau kusta. Palpasi payudara harus terasa lembut, tidak ada
nyeri tekan. Kondisi Nipple apakah puting susu flat, inverted atau exverted. Normalnya puting susu tegak,
exverted dan menonjol, latch-on. Namun, banyak terdapat ibu yang mengalami pembengkakan payudara
karena peningkatan vaskularitas payudara yang terjadi sebagai persiapan untuk laktasi. Payudara
membengkak menjadi besar, keras dan biasanya nyeri. Apabila ada area kemerahan dan hangat dapat
dipastikan terjadi mastitis.

b. Abdomen/Uterus

Setelah melahirkan abdomen terasa lunak, tonus otot kurang, tetapi tonus otot tersebut akan kembali
seperti sebelum hamil setelah 6 minggu post partum. Pengkajian uterus meliputi tonus uterus, posisi
dan tinggi fundus uteri dengan melakukan palpasi. Pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih
sebelum pengkajian untuk akurasi data dan posisi kepala datar dengan posisi supine.

1) Pada sekitar satu jam pasca persalinan, fundus teraba keras(boggy) setinggi umbilikus.

2) Fundus uteri terus turun ke panggul sekitar 1 cm atau satu ruas jari per hari dan harus tidak bisa
dipalpasi (non palpable) oleh pemeriksa pada 10 hari pasca melahirkan.

Selain itu, perlu dikaji affterpains (uterine cramping) dan melakukan intervensi menurunkan nyeri sesuai
kebutuhan. Pasien atau anggota baru dapat diajarkan untuk menilai kekerasan uterus dan cara untuk
melakukan massage uterus agar uterus keras (boggy) atau mencegah perdarahan yang berlebihan.

c. Fungsi gastrointestinal

Penilaian fungsi gastrointestinal sangat penting pada semua pasien post partum terutama bagi pasien
setelah seksio.

Pengkajian fungsi gastrointestinal meliputi :

1) Inspeksi abdomen : adanya distensi

2) Auskultasi bising usus

3) Palpasi abdomen : adanya distensi, neyri tekan, rigditas dan diastasis rektus abdominis

4) Perkusi untuk menentukan ada dan lokasi gas

5) Kaji adanya flatus dan warna, konsistensi tinja

6) Kaji adanya mual dan muntah

Pengkajian dilakukan dua kali sehrai sampai fungsi gastrointestinal normal. Fungsi gastrointestinal bisa
mengalami perlambatan terutama pada ibu yang mengalami pembedahan (seksio sesaria) dan dilakukan
anestesi. Pemberia laktasif atau pencahar yang diperlukan untuk mengobati sembelit dan meringankan
ketidaknyamanan perineum saat buang air besar.

d. Pemeriksaan diatasis rektus abdominis

Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus abdominis akibat pembesaran uterus. Jika
dipalpasi, regangan ini menyerupai celah memanjang dari prosessus xiphoideus ke umbilikus sehingga
dapat diukur panjang dan lebarnya. Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum hamil
tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu melakukan senam nifas. Pemeriksaan diastasis rektus
abdominis dilakukan dengan meminta ibu untuk tidur terlentang tanpa batal dan mengangkat kepala,
tidak diganjal. Kemudian palpasi abdomen dari bawah prossesus xiphoideus ke umbilikus kemudian ukur
panjang dan lebar diastasis.

e. Fungsi kandung kemih

Pengkajian keluaran urine pada ibu post partum untuk mengidentifikasi potensial kesulitan berkemih.
Berkemih yang pertama harus diukur. Pengkajian buang air kecil dan fungsi kandung kemih meliputi :

1) Kembalinya buang air kecil, yang harus terjadi dalam waktu 6 sampai 8 jam setelah melahirkan

2) Jumlah urine selama kurang lebih 8 jam setelah melahirkan. Pasien harus mengeluarkan minimal
150 ml setiap kali berkemih, kurang dari 150 ml setiap kali berkemih dapat mengidikasikan adanya
retensi urin karena penurunan tonus kandung kemih pascabersalin (tanpa adanya preeklampsia atau
masalah kesehatan yang signifikan)

3) Tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK)

4) Kandung kemih harus nonpalpable di atas simfisis pubis.

f. Tipe dan jenis lokhea

Mengkaji lokhea selama periode post partum meliputi :

1) Saturasi satu pad penuh lokhea dalam waktu kurang dari satu jam, aliran lokhea yang terus
menerus atau adanya bekuan darah besar adalah indikasi komplikasi yang serius (misalnya : adanya sisa
plasenta, perdarahan) dan harus diselidiki secepatnya.

2) Bila terjadi peningkatan jumlah yang signifikan dari lokhea meskipun fundus keras mungkin
menunjukkan adanya luka gores di jalan lahir, yang hars segera diatasi.

3) Lokhea berbau busuk biasanya menunjukkan infeksi dan perlu ditangani sesegera mungkin

4) Lokhea harus ada perubahan dari lokhea rubra ke serosa ke alba. Setiap perkembangan dari
perubahan dapat dianggap abnormal dan harus dilaporkan

g. Perinium dan anus


Pengkajian perinium dan anus harus dilakukan setiap 4 jam untuk 24 jam pertama pasca melahirkan dan
setiap 8 - 12 jam sampai pasien pulang. Perawat harus menginspeksi perinium dengan posisi ibu miring
dan menekuk kaki ke arah dada.

h. Episiotomi/perinium

REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk menilai kondisi episiotomi atau laserasi perinium.
REEDA singkatan (Redness/kemerahan, Edema/edema, Ecchymosis/ekimosis, Discharge/keluaran, dan
Approximate/perlekatan). Kemerahan dianggap normal pada episiotomi dan luka namun jika ada rasa
sakit yang signifikan, diperlukan pengkajian lebih lanjut. Selanjutnya, edema berlebihan dapat
memperlambat penyembuhan luka. Penggunaan kompres es (icepacks) selama periode pasca
melahirkan umumnya disarankan.

i. Lower extremity (ekstremitas bawah)

Ekstremitas harus dikaji sensai, kekuatan, edema, nyeri dan tanda - tanda tromboembolisis pada periode
immediate post partum. Untuk mengkaji Deep Vein Thrombosis (DVT), ekstremitas bawah diperiksa
adanya panas, merah, menyakitkan atau pembengkakan. Mengkaji DVT dengan menggunakan tanda
homan (dorsofleksi kaki), rasa sakit yang muncul saat dilakukan tanda homan menunjukkan adanya DVT.
Namun, kini hal tersebut kontraindikasi untuk menggunakan tanda homan untuk mengkaji DVT karena
tindakan ini dapat melepas gumpalan, pijat kaki juga harus dihindari.

4. Pengkajian status nutrisi

Pengkajian awal status nutrisi pada periode post partum didasarkan pada data ibu saat sebelum hamil
dan berat badan saat hamil, bukti simpanan besi yang memadai (Misal : konjungtiva) dan riwayat diet
yang adekuat atau penampilan. Perawat juga perlu mengkaji beberapa faktor komplikasi yang
memperburuk status nutrisi, seperti kehilangan darah yang berlebih saat persalinan.

5. Pengkajian tingkat energi dan kualitas istirahat

Perawat harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan menanyakan apa yang dapat dilakukan ibu untuk
membantunya meningkatkan istirahat selama ibu di rumah sakit. Ibu mungkin tidak bisa mengantisipasi
kesulitan tidur setelah persalinan.

6. Emosi

Emosi merupakan elemen penting dari penilaian post partum. Pasien post partum biasanya
menunjukkan gejala dari ”baby blues” atau “postpartum blues” ditunjukan oleh gejala menangis, lekas
marah, dan kadang - kadang insomnia. Postpartum blues disebabkan oleh banyak faktor, termasuk
fluktuasi hormonal, kelelahan fisik, dan penyesuaian peran ibu. Ini adalah bagian normal dari
pengalaman post partum. Namun, jika gejala ini berlangsung lebih lama dari beberapa minggu atau jika
pasien post partum menjadi nonfungsional atau mengungkapkan keinginan untuk menyakiti bayinya
atau diri sendiri, pasien harus diajari untuk segera melaporkan hal ini pada perawat, bidan atau dokter.
7. Pengkajian nyeri

Selama periode post partum, sangat penting untuk menilai rasa nyeri pasien dengan mempertimbangkan
tingkat nyeri yang dapat diterima pasien. Pengkajian nyeri pada semua area tubuh, termasuk kepala,
dada, payudara, punggung, kaki, perut, uterus, perinium dan ekstremitas. Posisi selama persalinan dapat
menyebabkan ketidaknyamanan otot, dan sakit kepala dapat menunjukkan hipertensi gestasional.

8. Masalah seksio sesaria

Pasien dengan riwayat seksio sesaria memerlukan beberapa pengkajian tambahan selama periode post
partum, termasuk status insisi (sayatan), nyeri, pernafasan, paru - paru dan bising usus.

I. Diagnosa Keperawatan

Menegakkan diagnosa ketuban pecah dini (KPD) menurut Hidayat (2009:15), Joseph (2010: 187) dan
Nugroho (2011:4) secara tepat sangat penting. Diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi
seperti melahirkan bayi terlalu awal. Diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin
mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Diagnosa ketuban
pecah dini (KPD) ditegakkan dengan cara :

1. Anamnese

Pasien merasakan basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba - tiba dari jalan
lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut, his belum teratur
atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.

2. Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa, akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan
jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

3. Pemeriksaan dengan spekulum

Pemeriksaan menggunakan spekulum pada pasien dengan ketuban pecah dini akan tampak keluar cairan
dari ostium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita
diminta batuk, mengejan atau mengadakan manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan
tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.

4. Pemeriksaan dalam

Tidak didapatkan cairan dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi didalam vagina. Pemeriksaan dalam
vagina dengan toucher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam
persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Sewaktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan
mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa
dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan jika ketuban pecah dini yang
sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin
Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum diantaranya (Herdman, 2009) :

1. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan


atau distensi, efek-efek hormonal.

2. Ketidak efektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya,


usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.

3. Risiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh komplikasi fisik dan
emosional.

4. Resiko ketidakefektifan koping individu berkaitan perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan

psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan


kelahiran melelahkan.

6. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi

berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber –
sumber.

7. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan

kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan
tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.

Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan


atau distensi, efek-efek hormonal.

Tujuan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi

ketidaknyamanan.

Intervensi Keperawatan :

a. Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan.

Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat.

b. Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.

Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan terjadinya komplikasi yang
memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.

c. Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
Rasional : Memberi anestesia lokal, meningkatkan vasokonstriksi, dan mengurangi edema dan
vasodilatasi.

d. Berikan kompres panas lembab (misalnya ; rendam duduk / bak mandi)

Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi dan nutrisi pada jaringan,
menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.

e. Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.

Rasional : Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stres dan tekanan langsung pada
perineum.

f. Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit sebelum menyusui.

Rasional : Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain paling hebat karena
pelepasan oksitosin.

2. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman

sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.

Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang proses/situasi menyusui, mendemonstrasikan teknik


efektif dari menyusui, menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain.

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya

Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana
perawatan.

b. Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga.

Rasional : Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui
dengan berhasil.

c. Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan
putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor–faktor yang memudahkan atau mengganggu
keberhasilan menyusui.

Rasional : Membantu menjamin supli susu adekuat, mencegah putting pecah dan luka, memberikan
kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusui.

d. Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik – teknik menyusui

Rasional : Posisi yang tepat biasanya mencegah luka putting, tanpa memperhatikan lamanya menyusu.
e. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi ; misalnya ; progam
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Rasional : Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien dan nutrisional.

3. Risiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh komplikasi fisik dan
emosional

Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua, mendiskusikan peran
menjadi orang tua secara realistis, secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan
tepat, mengidentifikasi sumber-sumber.

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan sumber pendukung dan latar
belakang budaya.

Rasional : Mengidentifikasi faktor – faktor risiko potensial dan sumber-sumber pendukung, yang
mempengaruhi kemampuan klien/pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang tua.

b. Perhatikan respons klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua.

Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua mungkin
dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.

c. Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien/pengalaman
selama kanak-kanak.

Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran orang tua mereka sendiri
menjadi model peran.

d. Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan, adanya komplikasi, dan peran
pasangan pada persalinan.

Rasional : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara menurunkan energi fisik dan emosional
yang perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif mempengaruhi menyusui.

e. Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi pranatal, intranatal, atau
pascapartal.

Rasional : Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi, atau adanya komplikasi ibu dapat
mempengaruhi kondisi psikologis klien.

f. Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai indikasi.

Rasional : Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak seperti bayi yang diharapkan.

g. Pantau dan dokumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi.


Rasional : Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang bermakna pada pertama kali ; selanjutnya,
mereka dikenalkan pada bayi secara bertahap.

h. Anjurkan pasangan/sibling untuk mengunjungi dan menggendong bayi dan berpartisipasi terhadap
aktifitas perawatan bayi sesuai izin.

Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa.

i. Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah menjadi
orang tua atau bila ikatan positif diantara klien/pasangan dan bayi tidak terjadi.

Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan ketidakefektifan koping memerlukan perbaikan
melalui konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.

4. Risiko ketidakefektifan koping individual berhubungan dengan krisis

maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua (atau
melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak
realistis

Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan individu dan
kemampuan koping pribadi, mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebuuhan.

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode intrapartum dan persepsi klien
tentang penampilannya selama persalinan.

Rasional : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan peran feminin dan
keunikan fungsi feminin serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu, dan menyusui.

b. Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran.

Rasional : Membantu klien / pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas realitas dari pengalaman
fantasi.

c. Kaji terhadap gejala depresi yang fana (" perasaan sedih " pascapartum) pada hari ke-2 sampai ke-3
pascapartum (misalnya ; ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi ringan atau
berat).

Rasional : Sebanyak 80 % ibu - ibu mengalami depresi sementara atau perasaan emosi kecewa setelah
melahirkan.

d. Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya, sistem pendukung, dan
rencana untuk bantuan domestik pada saat pulang.

Rasional : Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi stres.


e. Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran
baru dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir.

Rasional : Keterampilan menjadi ibu / orang tua bukan secara insting tetapi harus dipelajari.

f. Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu – raguan tentang
kemampuan menjadi orang tua

Rasional : Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara realistis dan mengenali
kebutuhan terhadap bantuan profesional yang tepat.

g. Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok pendukungan menjadi orang tua,
pelayanan sosial, kelompok komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung.

Rasional : Kira - kira 40 % wanita dengan depresi pascapartum ringan mempunyai gejala – gejala yang
menetap sampai 1 tahun dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan

psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan


kelahiran melelahkan.

Tujuan : Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan


kebutuhan terhadap anggota keluarga baru, melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat.

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.

Rasional : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit, khususnya bila ini terjadi malam, meningkatkan
tingkat kelelahan.

b. Kaji faktor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat.

Rasional : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi dan menurunkan rangsang.

c. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah kembali ke rumah.

Rasional : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi lebih awal serta tidur siang
membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

d. Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI.

Rasional : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI, dan penurunan refleks secara
psikologis.

e. Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling dan anggota keluarga lain.
Rasional : Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih banyak dirumah sakit untuk
mengatasi kekurangan tidur dan memenuhi kebutuhannya.

6. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi

berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber –


sumber.

Tujuan : Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan individu,


hasil yang diharapkan, melakukan aktivitas / prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan-alasan untuk
tindakan.

Intervensi Keperawatan :

a. Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat kelelahan
klien.

Rasional : Terhadap hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan tanggung
jawab tugas dan aktifitas-aktifitas perawatan diri/perawatan bayi.

b. Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar.

Rasional : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat untuk
membantu pertumbuhan ibu, maturasi, dan kompetensi.

c. Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan higiene, perubahan
fisiologis.

Rasional : Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan penyembuhan, dan berperan
pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan emosional.

d. Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi.

Rasional : Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan metoda kontrasepsi dan
kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan sebelum kunjungan minggu ke-6.

7. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecukupan pemenuhan


kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke
permukaan.

Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarah pada kerja sama
dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya
kemajuan dan adaptasi.

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain.


Rasional : Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah sakit dan menyiapkan
keluarga terhadap pertumbuhan melalui tahap – tahap perkembangan.

b. Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan bayi.

Rasional : Fleksibilitas dan sensitifitasi terhadap kebutuhan keluarga membantu mengembangkan harga
diri dan rasa kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah pulang.

c. Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal berkenaan dengan periode
pascapartum.

Rasional : Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan perubahan yang mereka alami,
menurunkan stres dan meningkatkan koping positif.

d. Berikan informasi tertulis mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak (sibling) tetang
bayi baru.

Rasional : Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi perasaan akan kemungkinan penggantian
atau penolakan.

e. Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok orang tua pascapartum di komunitas.

Rasional : Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak dan perkembangan anak.

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 27 agustus 2013 pukul 08.10 WIB, di Ruang Bougenvil/III oleh Asrey
Fatmalasari Putri.

1. Identitas

Pasien Ny. Ir dengan no RM 480567 masuk pada tanggal 26 agustus 2013 pukul 06.30 WIB. Berusia 24
tahun, beragama islam, pendidikan terakhir SMA, bekerja sebagai pegawai swasta yang beralamat di
kedungmundu ini memiliki suami Tn. M yang berusia 27 tahun, beragama islam, pendidikan terakhir SMA
juga bekerja sebagai pegawai swasta dan beralamat di kedungmundu.

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama : Ny. Ir mengatakan perut terasa nyeri (perut bawah)

b. Riwayat kesehatan sekarang : pada tanggal 26 agustus 2013 sejak subuh (pukul 04.00 WIB) Ny.
Ir merasakan perutnya kenceng - kenceng, lalu oleh keluarga Ny. Ir dibawa ke bidan tempat biasa periksa.
Bidan Ny. Ir dirujuk ke Rumah Sakit Pantiwilasa Citarum dengan alasan untuk diberi obat penguat janin,
namun setibanya di rumah sakit (06.30 WIB) melalui RPP (ruang penerimaan pasien) keluar air ketuban
merembes (KPD), usia kehamilan 8 bulan (± 32 minggu) his 3x/menit lamanya 45 detik. Ny. Ir mendapat
terapi infus RL 20 tpm selama di VK (ruang bersalin). Saat ini Ny. Ir dirawat di ruang Bougenvil/III dengan
keluhan nyeri di daerah abdomen bawah (kuadran 3 - 4) dengan skala nyeri 5, nyeri tiba - tiba muncul
saat duduk/bergerak dengan durasi 3 - 7 detik, nyeri terasa seperti diremas, saat terasa nyeri Ny. Ir
terlihat mengusap - usap perut.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Ny. Ir mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit, dan Ny. Ir
juga mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit seperti asma, hipertensi, DM dll.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Ny. Ir mengatakan didalam keluarga tidak ada yang memiliki
riwayat penyakit seperti asma, hipertensi, DM dll

e. Riwayat Ginekologi : menarche pada usia 13 tahun, siklus menstruasi Ny. Ir teratur dengan
siklus 28 hari lama haid Ny. Ir 7 hari dan jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali haid sebanyak ± 250
ml (2 - 3 kali ganti pembalut)/hari. G1 P1 A0 .

HPHT : 27 desember 2012

HPL : 3 september 2013

Masalah selama kehamilan pada trimester I adalah mual dan muntah sedangkan pada trimester II dan
trimester III tidak ada masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Antara. (2013, February 15). Republika Online. Dipetik September 3, 2013, dari
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/02/16/mi9ugy-menkes-angka-kematian-ibu-
melahirkan-masih-tinggi

Aprillia, Y. (2010). Hipnostetri : Rileks, Nyaman, dan Aman Saat Hamil & Melahirkan hal. 123. Jakarta:
Gagas Media.

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta:
Salemba Medika.

Asri Hidayat, Mufdilah, & Sujiyanti. (2009). Asuhan Patologi Kebidanan . Yogyakarta: Nuha Medika.

Bobak. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Ed.4. Jakarta: EGC.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Hamilton, G. M. (2009). Obstetri dan Ginekologi : Panduan Praktik Ed. 2. Jakarta: EGC.
Harry Orxon & Willian R. (2010). Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogjakarta: Yayasan
Essentia Medika.

Herdman, T. H. (2009). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Mander, R. (2003). Nyeri Persalinan. Jakarta: EGC.

Manuaba. (2008). Buku Ajar Patologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.

Manuaba. (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.

Manuaba, I. B. (2004). Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi Ed.2 hal. 61. Jakarta: EGC.

Morton, P. G. (2005). Panduan Pemeriksaan Kesehatan dengan Dokumentasi SOAPIE. Jakarta: EGC.

Nadesul, H. (2001). Cara Sehat Selama Hamil. Niaga Swadaya.

Nugroho, J. &. (2010). Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri (OBSGYN). Yogyakarta: Nuha Medika.

Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Nugroho, T. (2011). Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi,
Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. hal. 67. Jakarta: Salemba Medika.

Penny Simkin, Janet Whalley, & Ann Keppler. Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan & Bayi. Arcan.

Sastrawinata, S. (2004). Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi Ed. 2, hal. 59. Jakarta : EGC.

Sinclair, C. (2009). Buku Saku Kebidanan . Jakarta : EGC.

Wong, D. L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Yulaikhah, L. (2008). Kehamilan . Jakarta: EGC.

Yuliarti, N. (2010). Keajaiban ASI. Yogyakarta: Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai