Kasus ENL
Kasus ENL
ERYTHEMA NODOSUM
LEPROSUM
Oleh:
Pembimbing:
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Reaksi kusta timbul akibat dari perubahan tiba-tiba dari status imun seseorang
terhadap bacillus yang hidup maupun mati. Terkadang hal ini menjadi gambaran
klinis penyakit tersebut. Reaksi dapat timbul kapan saja, baik sebagai perjalanan
alami penyakit, selama pengobatan atau bahkan setelah selesai pengobatan dengan
MDT. Terdapat dua tipe dari reaksi akut, yaitu rekasi 1 (reaksi reversal) dan reaksi 2
(Eritema nodosum leprosum = ENL). Kebanyakan deformitas dan disabilitas pada
penyakit kusta justru akibat reaksi kusta. Namun, reaksi kusta tidak diindikasikan
sebagai kegagalan pengobaan; justru diartikan sebagai pembasmian bakteri dan
pembersihan antigen.1
2
dan Brazil lebih banyak (25-49% kasus LL) dibanding dengan Africa (5%),
kemungkinan berhubungan dengan genetik.1
1.2.Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk menambah pengetahuan
tentang penyakit kusta dan untuk menambah kemampuan menganalisa suatu kasus.
3
BAB 2
LAPORAN KASUS
Nama: Tn. R
Usia: 53 tahun
Suku: Jawa
Agama: Islam
No RM: 142844
2.2 Anamnesis
4
Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluh diare sejak 3 hari SMRS, dengan
frekuensi buang air besar lebih dari 10 kali, encer, berwarna coklat dan pernah
kehitaman serta bau sekali. Oleh karena itu pasien juga merasa nyeri perut dan mual,
namun tidak ada muntah.
Pasien dikatakan terkena penyakit kusta kurang lebih sejak bulan Maret 2018
dan sudah mendapatkan pengobatan kusta dalam bentuk obat paket. Namun pasien
belum pernah mengalami keluhan seperti saat ini.
Tanda-tanda vital:
N: 80x/menit
RR: 20x/menit
T: 37,9°C
5
Thorax
Abdomen
Auskultasi: BU + normal
Efloresensi:
Status Dermatologis:
Lokasi: wajah, punggung, lengan tangan kanan dan kiri, tungkai kanan dan
kiri,
Distribusi: generalisata
Susunan: sirsinar
Bentuk: bulat
Ukuran: numularis
Batas: tegas
6
Tepi: aktif
7
2.3 Pemeriksaan Penunjang
8
Laboratorium 15 Juni 2018
Gastroenteritis akut
2.5. Terapi
- IVFD RL 30 tetes/menit
9
Hari 1 (11 Juni 2018) Hari 2 (12 Juni 2018) Hari 3 (13 Juni 2018) Hari 4 (14 Juni 2018)
- Inj. Ceftriaxone - Inj. Ceftriaxone - Inj. Ceftriaxone - Inj. Ceftriaxone
2gr/24 jam 2gr/24 jam 2gr/24 jam 2gr/24 jam
- PCT infus/ 8 jam - PCT infus/ 8 jam - PCT infus/ 8 jam - PCT infus/ 8 jam
- Salap - Salap - Inj. - Inj.
Dexosimethasone Dexosimethasone Metilprednisolon Metilprednisolon
30gr + Genalten 30gr + Genalten 62,5 mg/ 24 jam 62,5 mg/ 24 jam
20 gr 20 gr - Salap - Salap
- IVFD RL 20 tpm - IVFD RL 20 tpm Dexosimethasone Dexosimethasone
- Inf. Levofloxacin - Inf. Levofloxacin 30gr + Genalten 30gr + Genalten
500 mg/ 24 jam 500 mg/ 24 jam 20 gr 20 gr
- Inj. Pantoprazole - Inj. Pantoprazole - IVFD RL 20 tpm - IVFD RL 20 tpm
40 mg/ 12 jam 40 mg/ 12 jam - Inf. Levofloxacin - Inf. Levofloxacin
- Inj. Ondansentron - Inj. Ondansentron 500 mg/ 24 jam 500 mg/ 24 jam
8 mg/ 8 jam 8 mg/ 8 jam - Inj. Pantoprazole - Inj. Pantoprazole
- Rhillus tablet 2 x - Rhillus tablet 2 x 40 mg/ 12 jam 40 mg/ 12 jam
1tablet (dikunyah) 1tablet (dikunyah) - Inj. Ondansentron - Inj. Ondansentron
- Transfusi PRC - Transfusi PRC 8 mg/ 8 jam 8 mg/ 8 jam
sampai Hb 8gr% sampai Hb 8gr% - Rhillus tablet 2 x - Rhillus tablet 2 x
1tablet (dikunyah) 1tablet (dikunyah)
- Transfusi PRC
sampai Hb 8gr%
10
BAB 3
Tinjauan Pustaka
3.1.Definisi
Eritema Nodosum Leprosum (ENL) adalah suatu episode peradangan akut yang
terjadi dalam perjalanan kronis penyakit kusta, terutama pada spektrum klinis
lepromatosa. Secara klinis ditandai dengan munculnya gejala umum seperti panas
badan, nyeri pada berbagai sendi disertai timbulnya nodul yang multipel di seluruh
badan dengan seluruh gejala peradangan akut.Bila reaksi ini mengenai saraf tepi bisa
terjadi neuritis akut dan akhirnya menjurus ke kecacatan. Bila hebat, dapat terjadi
ulserasi pada kulit (ENL necroticans) dan bila terjadi di organ dalam bisa terjadi
glomerulo-nefritis atau iridosiklitis.1,2,3
3.2.Etiologi
11
dibandingkan dengan tipe pausi basilar dikarenakan semakin banyaknya bacillus di
dalam tubuh pasien.2.3
3.3.Patogenesis
Reaksi tipe 2 juga disebut Erythema Nodosum Leprosum (ENL). Reaksi ini biasa
muncul pada kusta tipe MB mengarah ke akhir dari spektrum lepromatosa. Selama
masa pengobatan banyak bacillus lepra yang terbunuh dan antigen dikeluarkan.
Antigen-antigen ini menyatu dengan antibodi di dalam jaringan dan darah,
menghasilkan kompleks antigen-antibodi yang mengaktifkan sistem komplemen,
menghasilkan reaksi Arthus (Coombs ad Gel Type III). Kompleks imun tersimpan di
berbagai jaringan menyebabkan inflamasi. Organ vital dapat terkena seperti mata,
testis, ginjal, hati, saraf, endokardium dan otot.2,3,4
Konsep klasik terjadinya ENL adalah terjadinya reaksi hipersenstivitas tipe III
dengan bentuk reaksi lokal atau disebut Fenomena Arthus, di mana terjadi kompleks
antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengendap di sepanjang pembuluh darah
yang akan menimbulkan vaskulitis. Dalam keadaan normal, kompleks imun dalam
sirkulasi diikat dan diangkut eritrosit ke hati, limpa dan akan dimusnahkan oleh sel
fagosit mononuclear, terutama di hati, limpa, dan paru tanpa bantuan komplemen.
Pada umumnya kompleks yang besar dapat dengan mudah dan cepat dimusnahkan
oleh makrofag dalam hati. Kompleks kecil dan larut sulit untuk dimusnahkan, karena
itu dapat lebih lama berada dalam sirkulasi. Diduga bahwa gangguan fungsi fagosit
merupakan salah satu penyebab mengapa kompleks tersebut sulit dimusnahkan.
Meskipun kompleks imun berada di dalam sirkulasi untuk jangka waktu lama,
biasanya tidak berbahaya. Permasalahan akan timbul bila kompleks imun tersebut
mengendap di jaringan.2,5
12
Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang persisten, bahan yang
terhirup, atau dari jaringan sendiri. Infeksi dapat disertai antigen dalam jumlah yang
berlebihan, tetapi tanpa adanya respons antibodi yang efektif. Makrofag yang
diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun sehingga makrofag
dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak
jaringan. Kompleks imun yang terdiri atas antigen dalam sirkulasi dan IgM ata IgG3
(dapat juga IgA) diendapkan di membrane basal vaskular dan membran basal ginjal
yang menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan luas. Kompleks yang terjadi dapat
menimbulkan agregasi trombosit, aktivasi makrofag, perubahan permeabilitas
vaskular, aktivasi sel mast, produksi dan pengelepasan mediator inflamasi dan bahan
kemotaksik serta influks neutrofil. Bahan toksik yang dilepas neutrofil dapat
menimbulkan kerusakan jaringan setempat (gambar 2).5
Tedapat dua bentuk reaksi pada hipersensitivitas tipe 3, yaitu reaksi lokal dan
sistemik, di mana yang terjadi pada ENL merupakan reaksi lokal atau disebut juga
fenomena Arthus. Arthus yang menyuntikan serum kuda ke dalam kelinci secara
intradermal berulang kali di tempat yang sama menemukan reaksi yang makin
13
menghebat di tempat suntikan. Mula-mula hanya terjadi eritem ringan dan edem
dalam 2-4 jam sesudah suntikan. Reaksi tersebut menghilang keesokan harinya.
Suntikan kemudian menimbulkan edem yang lebih besar dan suntikan yang ke 5-6
menimbulkan perdarahan dan nekrosis yang sulit sembuh. Hal tersebut disebut
fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi dari kompleks imun (gambar 3).
Antibodi yang ditemukan adalah jenis presipitin.5
14
C3a dan C5a (anafilaktoksin) yang terbentuk pada aktivitasi komplemen,
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah yang dapat menimbulkan edem. C3a
dan C5a berfungsi juga sebagai faktor kemotaktik. Neutrofil dan trombosit mulai
dikerahkan di tempat reaksi dan menimbulkan stasis dan obstruksi total aliran darah.
Sasaran anafilaktoksin adalah pembuluh darah kecil, sel mast, otot polos dan leukosit
perifer, yang menimbulkan kontraksi otot polos, degranulasi sel mast, peningkatan
permeabilitas vaskular dan respons tripel terhadap kulit. Neutrofil yang diaktifkan
memakan kompleks imun dan bersama dengan trombosit yang digumpalkan melepas
berbagai bahan seperti protease, kolagenase, dan bahan vasoaktif. Akhirnya terjadi
perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat (gambar 4 dan 5).5
15
kadar komplemen atau jumlah granulosit menurun, maka kerusakan khas dari Arthus
tidak terjadi. Reaksi Arthus di dalam klinik dapat berupa vaskulitis.
Gambar 5: Skema Interaksi molekular, selular dan jaringan pada reaksi Arthus
16
menginduksi kemotaksin, merangsang fagosit mononuclear untuk mensekresi IL-1
dengan efek yang sama dengan TNF-α dan sebagainya.6,7,8
Sekresi TNF-α yang berlebih pada ENL diduga berasal dari dinding bagian dalam
Mycobacterium leprae yang dapat merangsang kekebalan alami pada tubuh manusia,
yaitu Triacetylated Lipoprotein (TLP) dan merupakan Pathogen Associated
Molecular Pattern (PAMPs). TLP merupakan komponen membrane lipoprotein pada
semua genus mikrobakteria dan diduga merupakan indikator utama sekresi TNF-α
oleh makrofag. IFN-γ yang diproduksi oleh sel T dan sel NK juga merangsang
makrofag untuk meningkatkan sintesis TNF-α.6,7
Sitokin pro inflamasi, diantaranya TNF-α, IFN-γ, dan IL-1β telah dilaporkan
berperan dalam mekanisme terjadinya reaksi kusta baik reaksi tipe 1 (reaksi reversal)
maupun reaksi tipe 2 (termasuk ENL). Pada ENL, kadar TNF-α yang dilepaskan oleh
sel mononuclear darah tepi lebih banyak dibandingkan penyakit lain. Di satu sisi
TNF-α dapat bekerja sinergis dengan INF-γ sebagai protektif imunitas dengan
memperantarai terbentuknya granuloma dan menghambat pertumbuhan M. leprae
secara in-vitro, sedangkan di sisi lain, TNF-α dapat menimbulkan kerusakan saraf dan
terjadinya nekrosis jaringan. Pada percobaan klinis, injeksi intralesi IFN-γ untuk
terapi penderita kusta, didapatkan bahwa injeksi IFN-γ hingga 6-12 bulan dapat
menimbulkan terjadinya ENL pada 6 dari 10 penderita kusta tersebut. Ternyata
diketahui 6 dari penderita tersebut adalah penderita kusta tipe LL sedangkan sisanya
adalah tipe BL atau LL subpoar. Hal ini menunjukkan bahwa penderita BL/LL
17
subpolar tidak memiliki kemampuan untuk meningkatkan sistem imunitas selulernya,
sehingga yang berperan adalah sistem imunitas humoral. Selain itu injeksi IFN-γ
dapat menginduksi makrofag untuk memproduksi TNF-α sehingga makrofag akan
menjadi lebih aktif. Hal ini dapat menjadi penjelasan mengenai terjadinya ENL
setelah injeksi IFN-γ.7,8
ENL lebih banyak terjadi pada saat pengobatan. Hal ini dapat terjadi karena
banyak kuman kusta yang mati dan hancur, berarti banyak antigen yang dilepaskan
dan bereaksi dengan antibodi, serta mengaktifkan sistem komplemen. Kompleks
imun tersebut terus beredar dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat melibatkan
berbagai organ.1,2,3
3.4.Manifestasi Klinis
Manifestasi dari ENL berupa eritema, nodul atau plak pada kutan atau subkutan.
Gambaran klinis tersebut biasa diikuti oleh gejala simptomatik seperti demam, lemas,
anoreksia, dan nyeri otot. Pada kulit akan timbul gejala klinis yang berupa nodus
eritema dan nyeri dengan tempat predileksi di lengan dan tungkai. Bila mengenai
organ lain dapat menimbulkan gejala seperti iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis,
artritis, orkitis, dan nefritis akut dengan adanya proteinuria.1
18
Selain itu karena ini merupakan reaksi dari penyakit kusta maka memungkinkan
bahwa manifestasi klinis dari kusta masih terdapat pada pasien seperti anestesia dan
penebalan saraf.1,2
19
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan efloresensi pada kulit seperti yang telah
dijelaskan di manifestasi klinis yaitu berupa nodul eritema disertai rasa nyeri. Bisa
juga didapkan anestesia dan penebalan saraf di beberapa bagian tertentu. Penebalan
cuping telinga juga paling sering ditemukan.
Diagnosis banding:
- Reaksi reversal
- Dermatofitosis
3.6.Pengobatan
Obat yang dianggap sebagai obat pilihan pertama adalah talidomid, tetapi harus
berhati-hati karena memiliki sifat teratogenik, jadi tidak boleh diberikan pada orang
hamil atau masa subur. Namun di Indonesia obat ini belum ada.
Klofazimin kecuali sebagai obat antikusta dapat juga digunakan sebagai anti
reaksi ENL, tetapi dengan dosis yang lebih tinggi. Juga bergantung pada berat
20
ringannya reaksi, makin berat makin tinggi dosisnya, biasanya antara 200-300 mg
sehari. Khasiatnya lebih lambat daripada kortikosteroid. Juga dosisnya diturunkan
secara bertahap disesuaikan dengan perbaikan ENL. Keuntungan lain dari klofazimin
dapat digunakan sebagai usaha untuk lepas dari ketergantungan kosrtikosteroid. Salah
satu efek samping yang tidak dikehendaki oleh banyak penderita adalah bahwa kulit
menjadi berwarna merah kecoklatan, apalagi pada dosis tinggi. Tapi masih bersifat
reversible, meskipun menghilangnya lambat sejak obatnya dihentikan.1,3
Pemberian Prednison1
Pemberian Lampren
ENL yang berat dan berkepanjangan dan terdapat ketergantungan pada steroid,
perlu ditambahkan klofazimin. Untuk dewasa 300 mg/hari selama 2-3 bulan. Bila ada
perbaikan diturunkan menjadi 200 mg/hari selama 2-3 bulan. Jika ada perbaikan,
diturunkan lagi menjadi 100 mg/hari selama 2-3 bulan, dan selanjutnya kembali ke
dosis awal klofazimin, 50 mg/hari, jika penderita masih dalam pengobatan MDT, atau
dihentikan jika penderita sudah dinyatakan RFT (release from treatment). Pada saat
yang sama dosis prednisone diturunkan.1
21
Kortikosteroid
22
- Meingkatkan pengeluaran granulosit dari sumsum tulang ke sirkulasi, tetapi
menghambat akumulasi neutrofil pada daerah yang radang.
- Meningkatkan proses apoptosis.
- Menghambat sintesis sitokin.
- Menghambat sintesis nitrit oksida.
- Menghambat respons proliferative monosit terhadap Colony Stimulating
Factor dan diferensiasinya menjadi makrofag.
- Menghambat fungsi fagositik dan sitotoksik makrofag.
- Menghambat pengeluaran sel-sel radang dan cairan ke tempat radang.
- Menghambat plasminogen activators (PAs) yang mengubah plasminogen
menjadi plasmin yang berperan dalam pemecahan kininogen menjadi kinin
yang berfungsi sebagai vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah.
MDT
23
DDS (diaminodifenil sulfon)
Pengertian relaps atau kambuh pada kusta ada 2, yaitu relaps sensitif dan relaps
resisten. Pada relaps sensitif penyakit kambuh setelah menyelesaikan pengobatan
sesuai dengan waktu yang ditentukan. Secara klinis, bakterioskopik, histopatologik
dapat dinyatakan penyakit tiba-tiba aktif kembali dengan timbulnya lesi baru dan
bakterioskopik positif kembali. Tetapi setelah dibuktikan dengan pengobatan dan
inokulasi pada mencit, ternyata M. leprae masih sensitif terhadap DDS. M. leprae
yang semula dorman aktif kembali. Pada pengobatan sebelumnya kuman dorman
sukar dihancurkan dengan obat atau MDT apapun.
Resistensi hanya terjadi pada kusta multi basilar, tidak pada kusta pausibasilar
oleh karena sistem imun seluler penderita pausibasiler tinggi dan pengobatannya
relatif singkat.
Resistensi terhadap DDS dapat primer maupun sekunder. Resistensi primer terjadi
apabila orang ditulari oleh M. leprae yang telah resisten dan manifestasinya dapat
24
dalam berbagai tipe, tergantung pada sistem imun seluler penderita. Derajat resistensi
rendah masih dapat diobati dengan dosis DDS yang lebih tinggi, sedangkan pada
derajat resistensi yang tinggi DDS tidak dapat dipakai lagi. Resistensi sekunder
terjadi oleh karena:
- Monoterapi DDS
- Dosis terlalu rendah
- Minum obat tidak teratur
- Minum obat tidak adekuat, baik dosis maupun lama pemberiannya
- Pengobatan terlalu lama, setalah 4-24 tahun.
Efek samping DDS antara lain nyeri kepala, erupsi obat, anemia hemolitik,
leukopenia, insomnia, neuropati perifer, sindrom DDS, nekrosis epidermal toksik,
hepatitis, hipoalbuminemia, dan methemoglobinemia.
Rifampisin
Rifampisin adalah obat yang menjadi komponen kombinasi DDS dengan dosis
10mg/kg berat badan; diberikan setiap hari atau setiap bulan. Rifampisin tidak boleh
diberikan sebagai monoterapi karena memperbesar kemungkinan terjadinya
resistensi, tetapi pada pengobatan kombinasi selalu diikutkan, tidak boleh diberikan
setiap minggu atau 2 minggu mengingat efek sampingnya.
Klofazimin (lamprene)
Obat ini dipakai sebagai obat kusta pada tahun 1962 oleh Brown dan Hoogerzeil.
Dosis antikusta adalah 50 mg setiap hari, atau 100 mg selang sehari, atau 3 x 100 mg
tiap minggu. Juga bersifat antiinflamasi sehingga dapat digunakan pada pengobatan
25
ENL dengan dosis lebih yaitu 200 mg – 300 mg/hari namun awitan kerja baru timbul
setelah 2-3 minggu.
Efek sampingnya adalah warna merah kecoklatan pada kulit dan warna
kekuningan pada sklera, sehingga mirip ikterus, apalagi pada dosis tinggi, yang sering
merupakan masalah dalam ketaatan berobat. Hal tersebut disebabkan karena
klofazimin adalah zat warna dan dideposit terutama pada sel sistem
retikuloendotelial, mukosa dan kulit. Pigmentasi bersifat reversibel, meskipun
menghilangnya lambat sejak obat dihentikan. Efek samping lain yang hanya terjadi
pada dosis tinggi yakni nyeri abdomen, nausea, diare, anoreksia, dan vomitus. Selain
itu dapat juga terjadi penurunan berat badan.
Obat alternative
Ofloksasin
Minosiklin
26
Klaritomisin
Pausibasiler Multibasiler
PB lebih dari 1 lesi: Rifampisin 600 mg/bln + DDS 100
mg/hari + Cfz 300 mg/ bln + 50 mg/hari
Rifampisin 600 mg/ bln + DDS 100 mg/
hari
PB dengan 1 lesi:
27
BAB 4
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien atas nama Tn. AS
usia 53 tahun datang ke IGD RSUD Kudungga pada tanggal 10 Juni 2018 dengan
keluhan muncul benjolan-benjolan merah pada kulit. Diagnosa masuk dan diagnosa
kerja pasien ini adalah Eritema Nodoum Leprosum. Diagnosa ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
4.1. Anamnesis
Teori1,2,3,6 Kasus
Tidak ada perbedaan usia dan Laki-laki, 53 tahun
jenis kelamin Benjolan-benjolan merah pada
Nodul eritema pada kulit, terasa kulit yang nyeri
nyeri Badan terasa pegal-pegal, demam
Nyeri sendi, demam Pasien penderita kusta, berobat
Timbul pada penderita kusta sejak Maret 2018
terutama tipe MB dan sering
terjadi selama pengobatan
Menurut teori tidak didapatkan pengaruh usia dan jenis kelamin untuk
terjadinya reaksi ENL karena setiap penderita kusta memungkinkan untuk terjadi
reaksi kusta baik reaksi reversal ataupun reaksi ENL, yang membedakan adalah ENL
lebih sering terjadi pada pasien kusta dengan tipe MB, yang kemungkinan diderita
oleh pasien sejak Maret 2018.
28
4.2. Pemeriksaan Fisik
Teori1,3 Kasus
Tampak lemas Tampak lemas
Demam Demam
Terdapat nodul eritema/ Terdapat nodul eritema
hiperpigmentasi, nyeri generalisata, nyeri +
Penebalan saraf, nyeri +/-, Terdapat penebalan N. ulnaris
gangguan fungsi +/- dextra et sinistra, nyeri –
Tidak terdapat bagian kulit yang
anestesia
Munculnya nodul eritema merupakan salah satu gejala yang khas pada pasien
ENL. Nodul ini bisa muncul hampir di seluruh bagian tubuh. Nodul biasanya terasa
nyeri disertai gejala lain seperti demam serta malaise. Pada beberapa kasus daapat
ditemukan penebalan saraf serta gangguan fungsi saraf sehingga bagian kulit tertentu
akan mengalami rasa baal atau berkurangnya fungsi sensorik.
29
4.3. Pemeriksaan Penunjang
Teori1,3 Kasus
Ditemukan BTA dari cukit kulit BTA dari cukit kulit telinga:
Kanan +++
Kiri ++++
4.4. Penatalaksanaan
Teori1,3,6 Kasus
Kortikosteroid Hari 0 (10 Juni 2018)
MDT dilanjutkan - Ceftriaxone 2 gr/24 jam (IV) Skin
test
- Paracetamol 1 gr/ 8 jam (IV)
Konsul/ rawat bersama dengan dr. F.
Wilson, Sp.PD, advis:
- IVFD RL 30 tetes/menit
- Levofloxcin 500 mg / 24 jam (IV)
- Pantoprazole 40 mg/ 12 jam (IV)
- Ondansentron 8mg/ 8 jam (IV)
- Rhillus tablet 2 x 1 tablet (dikunyah)
- transfusi PRC 1 kantong/hari sampai
dengan Hb 8 gr%
Hari ke-2: sama dengan hari
pertama
Hari ke-3
- Inj. Ceftriaxone 2gr/24 jam
- PCT infus/ 8 jam
- Inj. Metilprednisolon 62,5 mg/ 24
jam
- Salap Dexosimethasone 30gr +
30
Genalten 20 gr
- IVFD RL 20 tpm
- Inf. Levofloxacin 500 mg/ 24 jam
- Inj. Pantoprazole 40 mg/ 12 jam
- Inj. Ondansentron 8 mg/ 8 jam
- Rhillus tablet 2 x 1tablet (dikunyah)
- Transfusi PRC sampai Hb 8gr%
Hari ke-4: sama dengan hari ke-3
31
BAB 5
Kesimpulan
• ENL atau eritema nodosum leprosum merupakan salah satu reaksi kusta yang
sering terjadi pada kusta tipe multibasilar yang terjadi akibat respons imun.
• Manifestasi klinis dari ENL adalah lesi kulit berupa nodus eritema dan nyeri
di tempat predileksi lengan dan tungkai.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, Mochtar H, Siti A. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, edisi 6. Jakarta:
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2010, pg. 73-88
2. …Pathogenesis of Leprosy Diunduh dari
http://nlep.nic.in/pdf/Ch%205%20Pathogenesis.pdf
3. …Leprosy Reaction and Its ManagementDiunduh dari
http://nlep.nic.in/pdf/Ch%208%20-%20Lepra%20reaction.pdf
4. …Leprosy Type 1 Reactions and Erythema Nodosum Leprosum. Anais
Brasileiros de Dermatologia, vol. 83 No.1. Rio de Janeiro: Januari-
February, 2008, diunduh dari:
http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0365-
05962008000100010
5. Baratawidjaja KG, Iris R. Imunologi Dasar, Edisi 9. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Indonesia, 2010, pg. 383-388
6. Nakamura K, Takeshi A, Yuko Ishido, et all. Leprosy as a Model of Immunity.
Future Microbiol, 2014; 9 (1); 43-54
7. Prameswari R,Yulianto L, Cita RSP. Peran TNF-α pada Imunopatogenesis ENL
dan Kontribusinya pada Penatalaksanaan ENL. Surabaya: Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit & Kelamin, vol. 24 No. 1, April 2012
8. Dharmasanti PA, Yulianto L, Indropo A. Ekspresi TNF-α di Jaringan Kulit pada
Eritema Nodosum Leprosum. Surabaya: Berkala Ilmu Kesehatan Kulit &
Kelamin, Vol. 22 No. 3, Desember 2010
9. Azis AL. Penggunaan Kortikosteroid di Klinik. Surabaya: Divisi Gawat Darurat
FK Unair
33