Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cardiogenic shock merupakan penyebab kematian terbanyak pada pasien
dengan akut miokard infark (Zeymer, 2017). Cardiogenic shock terjadi pada ±
5% sampai 8% pasien yang dirawat di rumah sakit dengan ST-elevation
myocardial infarction (STEMI).
Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai
dengan kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan
gangguan metabolisme sel. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang
tak dapat dipulihkan kembali (syok ireversibel), oleh karena itu penting untuk
mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok, gejala
dini yang berguna untuk penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk
selanjutnya dilakukan suatu penatalaksanaan yang sesuai.
Satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam
jiwa penderitanya adalah syok kardiogenik. Pada syok kardiogenik ini terjadi
suatu keadaan yang diakibatkan oleh karena tidak cukupnya curah jantung
untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh akibat disfungsi otot
jantung. Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan
penanganan yang cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif
pun angka kematiannya tetap tinggi yaitu antara 80-90%. Penanganan yang
cepat dan tepat pada penderita syok kardiogenik ini mengambil peranan
penting di dalam pengelolaan / penatalaksanaan pasien guna menyelamatkan
jiwanya dari ancaman kematian.
Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark
jantung akut dan kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok
merupakan komplikasi infark yang paling ditakuti karena mempunyai
mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-akhir ini angka kematian dapat
diturunkan sampai 56% (GUSTO), syok kardiogenik masih merupakan

1
penyebab kematian yang terpenting pada pasien infark yang dirawat di rumah
sakit
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi syok kardiogenik ?
2. Bagaimanakah etiologi syok kardiogenik ?
3. Bagaimanakah patofisiologi syok kardiogenik ?
4. Bagaimanakah manifestasi klinis syok kardiogenik ?
5. Bagaimanakah komplikasi syok kardiogenik ?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan syok kardiogenik ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan syok kardiogenik ?
C. Tujuan
1. Untuk Menjelaskan Definisi syok kardiogenik
2. Untuk Menjelaskan etiologi syok kardiogenik
3. Untuk Menjelaskan patofisiologi syok kardiogenik
4. Untuk Menjelaskan manifestasi klinis syok kardiogenik
5. Untuk Menjelaskan komplikasi syok kardiogenik
6. Untuk Menjelaskan penatalaksanaan syok kardiogenik
7. Untuk Menjelaskan asuhan keperawatan syok kardiogenik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Syok Kardiogenik adalah suatu sindrom klinis dimana jantung tidak
mampu memompakan darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhaan
metabolisme tubuh akibat disfungsi otot jantung.
Syok Kardiogenik adalah keadaan dimana jantung gagal
mempertahankan cardiac output untuk menyeimbangkan dan
mempertahankan fungsi organ (Diehl, 2017).
Gambaran yang esensial dari syok kardiogenik adalah adanya
hipoperfusi sistemik yang menyebabkan hipoksia jaringan dengan bukti
volume intravaskular yang tidak adekuat
Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat
yang berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang
umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga
kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang
tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi
jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak
ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok
kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik
kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari
30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam)
dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya
kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung
rendah dengan syok kerdiogenik. (www.fkuii.org)
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau
gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang
luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan
penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ

3
vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi
ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai
komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli
paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)

B. Etiologi
1. Gangguan kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru
dan/atau hipoperfusi iskemik
3. Infark miokard akut ( AMI)
4. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur
septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi
(menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan
infark-infark yang lebih kecil
5. Valvular stenosis
6. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung)
7. Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak
diketahui penyebabnya )
8. Trauma jantung
9. Temponade jantung akut
10. Komplikasi bedah jantung

C. Patofisiologi

Syok kardiogenik merupakan kondisi yang terjadi sebagai serangan


jantung pada fase termimal dari berbagai penyakit jantung. Berkurangnya ke
aliran darah koroner berdampak pada supply O2 kejaringan khususnya pada
otot jantung yang semakin berkurang, hal ini akan menyababkan iscemik
miokard pada fase awal, namun bila berkelanjutan akan menimbulkan injuri
sampai infark miokard. Bila kondisi tersebut tidak tertangani dengan baik

4
akan menyebabkan kondisi yang dinamakan syok kardiogenik. Pada kondisi
syok, metabolisme yang pada fase awal sudah mengalami perubahan pada
kondisi anaerob akan semakin memburuk sehingga produksi asam
laktat terus meningkat dan memicu timbulnya nyeri hebat seperti terbakar
maupun tertekan yang menjalar sampai leher dan lengan kiri, kelemahan
fisik juga terjadi sebagai akibat dari penimbunan asam laktat yang tinggi pada
darah. Semakin Menurunnya kondisi pada fase syok otot jantung semakin
kehilangan kemampuan untuk berkontraksi utuk memompa darah. Penurunan
jumlah strok volume mengakibatkan berkurangnnya cardiac output atau
berhenti sama sekali. Hal tersebut menyebakkan suplay darah maupun O2
sangatlah menurun kejaringan, sehingga menimbulkan kondisi penurunan
kesadaran dengan akral dinging pada ektrimitas, Kompensasi dari otot
jantung dengan meningkatkan denyut nadi yang berdampak pada penurunan
tekanan darah Juga tidak memperbaiki kondisi penurunan kesadaran.
Aktifitas ginjal juga terganggu pada penurunan cardiac output,yang
berdampak pada penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR ). Pada kondisi ini
pengaktifan system rennin, angiotensin dan aldostreron akan , menambah
retensi air dan natrium menyebabkan produksi urine berkurang( Oliguri <
30ml/ jam) . Penurunan kontraktilitas miokard pada fase syok yang
menyebabkan adanya peningkatan residu darah di ventrikel, yang
mana kondisi ini akan semakin memburuk pada keadaan regurgitasi maupun
stenosis valvular .Hal tersebut dapat mennyebabkan bendungan vena
pulmonalis oleh akumulasi cairan maupun refluk aliran darah dan akhirnya
memperberat kondisi edema paru.

D. Manifestasi Klinis
1. Keluhan Utama Syok Kardiogenik :
a. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
b. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
c. Nyeri substernal seperti IMA.
2. Tanda Penting Syok Kardiogenik :

5
a. Tensi turun < 80-90 mmHg.
b. Takipneu dan dalam.
c. Takikardi.
d. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
e. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
f. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
g. Sianosis.
h. Diaforesis (mandi keringat).
i. Ekstremitas dingin.
j. Perubahan mental.

E. Komplikasi
1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmia
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli

F. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis,
iskemia dan kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium,
ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh
darah atau peningkatan tekanan pulmonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub
atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.

6
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF
memperburuk PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan ata
hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan
jantung,misalnya infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim
CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :
a. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakuka
intubasi.
b. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg
c. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada
harus diatasi dengan pemberian morfin.
d. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa
yang terjadi.
e. Bila mungkin pasang CVP.
f. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
2. Medikamentosa :
a. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri
b. ansietas, bila cemas
c. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
d. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit
e. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila
perfusi jantung tidak adekuat Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
f. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan
amrinon IV. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m

7
g. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi
jaringan. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan syok kardiogenik , dengan data fokus
pada :
1. Aktivitas
a. Gejala : kelemahan, kelelahan
b. Tanda : takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan
warna kulit kelembaban, kelemahan umum
2. Sirkulasi
a. Gejala : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK,
masalah TD, DM
b. Tanda : tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah, perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah,
tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung
atau penurun an kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan
kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena –
vena pada punggung tangan dan kaki kolaps
3. Eliminasi
a. Gejala : Produksi urine < 30 ml/ jaM
b. Tanda : oliguri
4. Nyeri atau ketidaknyamanan
a. Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak dan sangat hebat, tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin, lokasi tipikal pada dada anterio
substernal, prekordial, dapat menyebar ketangan, rahang, wajah, Tidak
tentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,abdomen,punggung,
leher, dengan kualitas chorusing, menyempit, berat,tertekan , dengan
skala biasanya 10 pada skala 1- 10, mungkin dirasakan pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.

9
b. Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang mengeliat,
menarik diri, kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama
jantung, TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan
kesadaran.

5. Pernafasan
a. Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
dengan atau tanpa produksi sputum,penggunaan bantuan pernafasan
oksigen atau medikasi,riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
b. Tanda : takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot
aksesori pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/
batuk terus-menerus, dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin
bersemu darah, merah muda/ berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas;
mungkin tidak terdengar dengan crakles dari basilar dan
mengi peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit;
pucat atau sianosis, akral dingin.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial/
perubahan inotropik
2. Kerusakan Pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar
3. Kelebihan volume cairan b/d Penurunan ferfusi organ ginjal, peningkatan
na / air, peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma(
menyerap air dalam area interstisial/ jaringan )
4. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan / penghentian aliran darah.
5. Nyeri ( akut ) b/d iskemik jaringan sekunder akibat sumbatan atau
penyempitan arteri koroner.
6. Intoleransi aktifitas b/d Ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miokard

10
C. Rencana Tindakan
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial/
perubahan inotropik, Ditandai dengan :Tekanan arterial sistolik < 90
mmHG (hipotensi absolute) atau paling tidak 60 mmHg dibawah tekan
basal ( hipotensi relative ), perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak teratur, BJ ekstra S3
atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau penurun an kontraktilitas
ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab ),
pucat, akral dingin, sianosis, vena – vena pada punggung tangan dan kaki
kolaps, Gangguan fungsi mental, gelisah, berontak,apatis,
bingung.penurunan kesadaran hingga koma, Produksi urine < 30 ml/ jam(
oliguri).

Intervensi :
a. Auskutasi TD . Bandingkan kedua tangan dan ukur dengan tidur,
duduk, berdiri jika memngkinkan .
Rasional:
Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan difungsi ventrikel,
hipoperfusi miokardia dan rangsanng vagal. Namun hipertensi juga
fenomena umum, kemungkinan berhubungan dengan nyeri , cemas,
pengeluaran katekolmin, dan atau masalah vakuler
sebelumnya.Hipotensi ortistatik (postural)mungkin berhubungan
dengan komplikasi infark.
b. Evaluasi kualitas dan keamaan nadi sesuai indikasi.
Rasional :
Penurunan curah jantung menyebabkan menurunnya kelemahan
/kekuatan nadi.Ketidakteraturan diduga disritmia , yang memerlukan
evaluasi lanjut.
c. Catat terjadinya suara S3, S4
Rasional:
S3 terjadi pada GJK tetapi juga terlihat pada gagal

11
mitral(regugitasi)dan kelebihan kerja ventrikel kiri yang disertai infark
berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemik miokard , kekakuan
ventrikel, dan hipertensi pulmonal atau sistemik.
d. Catat adanya suara murmur/gesekan .
Rasional:
Menunjukan gangguan aliran darah normal dalam jantung, contoh
katup tak baik , kerusakan septum, atau vibrasi otot papilar/korda
tendenia.Adanya gesekan dengan infark juga berhubungan dengan
inflamasi , contoh efusi pericardial dan perikarditis.
e. Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia melalui telemetri.
Rasional :
Frekuensi dan irama jaantung yang berspon terhadap obat dan ativitas
sesuai dengan terjadinya komplikasi /disritmia( Khususnya kontraksi
ventrikel premature atau blok jantung) , yang mempengaruhi fungsi
jantung atau meningkatan kerusakan iskemik. Denyutan /fibrilasi akut
atau kronis mungkin terlihat pada arteri koroner atau keterlibatan katup
dan mungkin merupakan kondisi patologi.
f. Sediakan alat dan obat darurat.
Rasional:
Sumbaatan koroner tiba – tiba , disritmia letal, perluasan infark
maupun kondisi syok yang memburuk merupakan kondisi yang
mencetuskan henti jantung, yang memerlukan terapi penyelamat hidup
segera.
g. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan , sesuai indikasi.
Rasional:
Meningkatan jumlah sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard.
h. Kolaborasi untuk mempertahankan cara masuk IV/ hevarin – lok
sesuai indikasi Rasional:
Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat pada adanya
disritmia dan nyeri dada.

12
i. Kolaborasi pada pemeriksaan ulang EKG , foto dada, pemeriksaan data
laboratorium(enzim jantung,GDA,elektrolit).
Rasional:
EKG dapat memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan /
perbaikan kondisi syok kardiogenik, status fungsi ventrikel ,
keseimbangan elektrolit dan efek obat.Foto dada dapat menunjukan
edema paru sehubungan dengan disfungsi ventrikel.Enzim jantung
dapat memantau perkembangan kodisi pasien, adanya hipoksia
menunjukan kebutuhan tambahan oksigen,keseimbangan elektrolit
cotoh hipo/hiperkalemia sangat besar berpengaruh terhadap irama
jantung dan kontraksinya.
j. Kolaborasi dalam pemberian obat antidiritmia sesuai indikasi, dan bila
digunakan bantu pemasangan /mempertahankan pacu jantung.
Rasional:
Disritmia biasanya pada secara simtomatis kecuali untuk PCV, dimana
sering mengancam secara profilaksis.
Pemacu merupakan tindakan dukungan sementara selama fase
akut/diperlukan secara permanen pada kondisi yang berat merusak
system konduksi ( Seperti :Syok Kardiogenik)

2. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar


ditandai dengan :takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ;
penggunaan otot aksesori pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/
nyaring/nonprodoktik/ batuk terus – menerus,dengan / tanpa pembentukan
sputum: mungkin bersemu darah, merah muda/ berbuih ( edema pulmonal
). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar dengan crakles dari basilar dan
mengi peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit;
pucat atau sianosis, akral dingin.

13
Intervensi :
a. Auskultsi bunyi nafas, catat krekels,suara mengi.
Rasional:
Menyatakan adanya kongesti paru / pengumpulan secret menunjukan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Berikan posisi fowler/ semi fowler atau disesuaikan dengan kondisi
pasien.
Rasional:
Dengan posisi fowler / semi fowler dapat membantu
pengembangan/ekspansi paru sehingga mempermudah pertukan gas
pada alveolar .
c. Kolaborasi dalam pemantauan gambaran seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional:
Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru, hal ini terjadi
pada GJK kronis maupun syok kardiogenik.
d. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahaan sesuai indikasi .
Rasional:
Diharapkan dapat meningkatkan oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki/ menurunkan hipoksemia jaringan .
e. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik contoh
furosemide ( lasix); brokodilator contoh amonofilin.
Rasional:
Diuretik diberikan untuk membantu menurunkan kongesti alveolar,
meningkatkan pertukaraan gas.
Brokodilator meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan
napas kecil dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan
kongesti paru.

3. Kelebihan volume cairan b/d Penurunan ferfusi organ ginjal, peningkatan


na / air, peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma(
menyerap air dalam area interstisial/ jaringan )

14
Ditandai dengan :Produksi urine < 30 ml/ jam( oliguri), takipnea, nafas
dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot aksesori pernafasan, nasal
flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus –
menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah,
merah muda/ berbuih ( edema pulmonal ). Peningkatan frekuensi nafas,
nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin,
Tekanan arterial sistolik < 90 mmHG (hipotensi absolute) atau paling tidak
60 mmHg dibawah tekan basal ( hipotensi relative ).

Intervensi:
a. Auskutasi bunyi nafas untuk adanya krekels
Rasional:
Dapat mengindikasikan edema paru sekunder akibat dekompensasi
jantung.
b. Catat adanya Distensi Vena Perifer seperti adanya edema dependen.
Rasional:
Dengan ditemukan adanya edema dependen dicurigai adanya kongesti
/ kelebihan volume cairan.
c. Ukur masukan / haluan , catat penurunan pengeluaran, sifat
konsentrasi.
Rasional:
Hitung keseimbangan cairan.Penurunan curah jantung mengakibatkan
gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/ air, daan penurunan haluan
urine.Keseimbangan cairan positif berulang pada adanya gejala lain
yang menunjukan adanya kelebihan volume/gagal jantung.
d. Timbang berat badan tiap hari, bila kondisi membaik.
Rasional:
Perubahan tiba- tiba pada berat badan menunjukan gangguan
keseimbangan cairan.
e. Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler.

15
Rasional:
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tatapi memerlukan
pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.
f. Kolaborasi dengan ahli gisi untuk pemberian diet sesuai
indikasi(rendah natrium/ air )
Rasional:
Natrium dapat meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretic , Contoh :
furosemid (Lasix);Hidralazin(Apresolin);spironolakton dengan
hidronolakton (Aldactone).
Rasional:
Pemberian diuretic mungkin diperlukan untuk memperbaiki kelebihan
cairan . Obat pilihan biasanya tergantung gejala asli akut/ kronis.
h. Kolaborasi dengan laboratorium dalam pemeriksaan kalium sesuai
indikasi.
Rasional:
Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi dan dapat terjadi
dengan penggunaan deuretik penurunan kalium.

4. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan / penghentian aliran darah.


Ditandai dengan :Tekanan arterial sistolik < 90 mmHG (hipotensi
absolute) atau paling tidak 60 mmHg dibawah tekan basal ( hipotensi
relative ), nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak teratur, Gejala
hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral
dingin, sianosis, vena – vena pada punggung tangan dan kaki kolaps,
Gangguan fungsi mental, gelisah, berontak,apatis,
bingung.penurunan kesadaran hingga koma.

Intervensi:
a. Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu seperti
cemas, bingung, letargi, pingsan.

16
Rasional:
Perfusi cerebral secara langsung b.d curah jantung dan dipengaruhi
oleh elektrolit, Hypoxia , ataupun enboli sistemik.
b. Lihat pucat, cyanosis, kulit dingin atau lembab dan catat kekuatan
nadi perifer.
Rasional:
Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung
mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit atau perubahan
denyut nadi.
c. Kaji tanda homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi)eritema,
edema.
Rasional:
Indicator trombosis vena.
d. Berikan latihan kaki pasif, hindari latihan isometric.
Rasional:
Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan resiko tromboflebitis.Latihan isometric dapat sangat
mempengaruhi curah jantung dengan meningkatkan kerja miokardia
dan konsumsi oksigen.
e. Pantau pernafasan, catat kerja pernafasan
Rasional:
Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress pernafasan.
f. Kaji fungsi gastrointestinal, catat anorexia penurunan atau tidak ada
bising usus, mual atau muntah, distensi abdomen, konstipasi.
Rasional:
Penurunan aliran darah ke mesenterikus dapat mengakibatkan
disfungsi gastrointestinal, contoh : kehilangan peristaltic.
g. Pemantauan pemasukan dan catat perubahan haluaran urin. Catat berat
jenis sesuai indikasi
Rasional:
Penurunan pemasukan oleh kerena mual terus menerus dapat dapat

17
mengakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negative
pada perfusi jaringan dan fungsi dari organ .Berat jenis mengukur
status hidrasi dan fungsi ginjal.
h. Kolaborasi dengan dokter dan laboratorium dalam pemeriksaan data
laboratorium seperti GDA, BUN, Kreatinin, Elektrolit.
Rasional:
Sebagai indicator fungsi / perfusi organ .
i. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi .
Misalnya : Heparin/ natrium warfarin( caumadin ); Simetidine(
tagamet); Ranitidine(Zantac) ; antasida.
Rasional:
Pemberian Heparine dosis rendah mungkin diberikan secara profilaksis
pada pasien resiko tinggi( Fibrilasi atrial, kegemukan , aneurisma
ventrikel, atau riwayat troboflebitis) dapat untuk menurunkan resiko
tromboflebitis atau pembentukan trombus mural. Simetidine( tagamet);
Ranitidine(Zantac) ; antasida diberikan untuk menurunkan atau
menetralkan asam lambung , mencegah ketidaknyamanan dan iritasi
gaster, khususnya adanya penurunan sirkulasi mukosa.

5. Nyeri (Akut) b/d iskemik jaringan sekunder akibat sumbatan atau


penyempitan arteri koroner.
Ditandai dengan : Wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang,
mengeliat, kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama
jantung, TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan
kesadaran. skala biasanya 10 pada skala 1 – 10, mungkin dirasakan
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.

Intervensi :
a. Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk
nonverbal dan respon hemodinamik.

18
Rasional:
Variasi penampilan dan perilaku pasien area nyeri terjadi sebagai
temuan pengkajian. Pernafasan mungkin meningkat sebagai akibat
nyeri dan b.d cemas.
b. Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri termasuk lokasi intensitas,
lamanya kualitas dan penyebaran.
Rasional:
Nyeri sebagai pengalaman subyektif dan harus digambarkan oleh
pasien. Bila memungkinkan bantu pasien untuk menilai nyeri dengan
membandingkan dengan penganlaman yang lain.
c. Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina atau
AMI.
Rasional:
Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai
dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru,
atau perikarrditis.
d. Bila memungkinkan anjurkan klien untuk melaporkan nyeri dengan
segera.
Rasional:
Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran nyeri atau
memerlukan peningkatan dosis. Dan untuk mengidentifikasi kiondisi
pasien dengan segera pada kondisi syok, sehingga kerusakan lanjut
dapat dicegah.
e. Berikan lingkungan yang tenang, dan tindakan nyaman ( contoh ; sprai
yang kering / tak terlipat, gosokan punggung)
Rasional:
rangsangan eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta
keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat
ini.
f. Observasi tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik.

19
Rasional:
Pemberian obat narkotika dapat semakin menurunnya tekanan
darah/depresan pernafasan . kondisi ini dapat memperberat kondisi
syok.
g. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan dengan kandungan
nasal atau masker sesuai indikasi.
Rasional:
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia
dan juga mengurangi ketidak nyamanan sehubungan dengan iskemik
jaringan.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi dan
kondisi pasien.
Rasional:
Anti angina contoh nitrogliserin ( nitri-bid, nitrostat, nitro-dur ) nitrat
berguna untuk control nyeri dengan efek fasodilatasi koroner yang
meningaktkan aliran darah koroner dan ferfusi miokardia.
Efek fasodilatasi ferifer menurunkan folume darah kembali ke jantung
(freload), sehingga menurunkan kerja otot jantung dan kebutuhan
oksigen.

6. Intoleransi aktifitas b/d Ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan


kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miokard.
Ditandai dengan :Takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas,
perubahan warna kulit / kelembaban, kelemahan umum pada fisik.

Intervensi.
a. Tingkatkan istirahat ,batasi kunjungan pada kondisi nyeri/ respon
hemodinamika.
Rasional:
Menurunkan kerja miokardium/ konsumsi oksigen,
menurunkan resiko komplikasi yang lebih berat pada kondisi syok.

20
b. Bantu pasien dalam pemenuhan ADL .
Rasional:
Meminimalkan aktivitas pasien pada kondisi yang memerlukan
istirahat maksimal dan membantu pasien untuk memenuhi
kebutuhannya.
c. Hindari peningkatan tekanan abdomen, contoh mengejan pada saat
defekasi.
Rasional:
Aktivitas yang memerlukan ,menahan nafas dan menunduk(Manuver
valsavah)dapat menyebabkan bradikardi, juga menurunkan curah
jantung, dan takikardi dengan peningkatan TD.
d. Kaji ulang tanda / gejala yang menunjukan tidak toleran terhadap
aktivitas atau memerlukan pelaporan pada perawat / dokter.
Rasional:
Palpitasi , nadi tak teratur, adanya neyri dada yang meningkat atau
dispnea dapat mengindikasikan kebutuhan perubahan kondisi pasien.

D. Implementasi

Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana


keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat,
melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit.
Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang ada,
karena kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan
rencana haurs direvisi sesuai kebutuhan pasien.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam
memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan
dalam menggunakan proses keperawatan

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Syok kardiogenik adalah Syok yang disebabkan karena fungsi jantung


yang tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik
jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi
yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. Etiologi syok kardiogenik
antara lain : Penyakit jantung iskemik, obat-obatan yang mendepresi
jantung,gangguan irama jantung.
Syok kardiogenik adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan
darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak
adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai
keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan
jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang
rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada
pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan
mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok
serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama
penderita mengalami syok

B. Saran

Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya


menjadi seorang perawat profesional agar dapat lebih peka terhadap tanda
dan gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat
melakukan pertolongan segera.

22
Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk
melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syok.

23
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E. ( 1999),Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC, Jakarta


Bakta I Made., Suastika I Ketut.( 1987), Gawat Darurat di Bidang Penyakit
Dalam . EGC .Jakarta
Bruner & Suddarth (2001),Keperwatan Medikal Bedah.EGC.Jakarta
Budi,dkk(Penterjemah).2015.Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi.
Jakarta:EGC
Bulechek,dkk.2016.Nursing Interventions Classification (NIC).Indonesia:Elsevier

24

Anda mungkin juga menyukai