A. Pengertian
Defenisi Syok merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang
berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan
oleh perfusi jaringan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang
menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk,
2003).
Syok kardiogenik adalah keadaan menurunnya cardiac output dan terjadinya
hipoksia jaringan sebagai akibat dari tidak adekuatnya volume intravaskular. Kriteria
hemodiamik hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90
menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan
kapiler paru (>15 mmHg). Sebagian besar disebabkan oleh infark miokardial akut
(Hollenberg, 2004).
Syok kardiogenik adalah kegagalan faal pompa jantung yang mengakibatkan
curah jantung menjadi kecil atau berhenti sama sekali( Huda nurarif amin, 2015)
Syok kardiogenik adalah sindroma klinis akibat dari tidak cukupnya curah jantung
untuk mempertahankan fungsi otot-otot vital akibat disfungsi otot jantung sehingga
jantung tidak dapat mempertahankan perfusi yang cukup untuk permintaan metabolis
dari jaringan.
Dari segi hemodinamik syok kardiogenik adalah kelainan jantung primer yang
mengakibatkan hal – hal berikut :
1. Tekanan arteri systole kurang dari 90mmHg ( hipotensi absolute ) atau paling
tidak 60 mmHg dibawah tekanan basal ( hipotensi relatif )
2. Gangguan aliran darah ke organ – organ penting ( kesadaran menurun,
vasokontriksi di perifer origuria ( urine kurang dari 30 ml/jam )
3. Tidak adanya ganguan preload atau proses nonmiokardial sebagai etiologi
syok ( aritmia, asidosis, atau depresan jantung secara farmakologi maupun
fisiologik )
4. Adanya gangguan miokardial primer secara klinik dan laboratorik.
B. Etiologi
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh karena gangguan mendadak
fungsi jantung atau akibat penurunan fungsi kontraktil jantung kronik. Secara praktis
syok kardiogenik timbul karena gangguan mekanik atau miopatik, bukan akibat
gangguan elektrik primer. Etiologi syok kardiogenik adalah :
1. Gangguan kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat
3. Infark miokard akut.
4. Stenosis valvular.
5. Miokarditis
6. Kardiomiopati
7. Regurgitasi valvular akut.
8. Penyebab yang tidak langsung (indirect causes) adalah dari emboli paru
(pulmonary embolism, PE), aortic dissection, pericardial tamponade, atau
vascular disease.
Adapun penyebab syok kardiogenik (cardiogenic shock) atau edem paru (pulmonary
edema) menurut Fauci AS, et al. (2008) adalah sebagai berikut ini :
C. Epidemiologi
E. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi
gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada
gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke
arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada
gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung
untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan.
Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah,
hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan
haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering terjadi akibat
penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri
pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting
untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah
dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan
(LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal
untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.
LV = left ventricle
SVR = systemic vascular resistance
Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut nadi,
tekanan darah, serta kontraktilitas miokard. Dengan meningkatnya denyut jantung,
tekanan darah, dan kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen
miokard, yang pada kondisi kardiogenik syok perfusi miokard telah menurun, hal ini
akan memperburuk keadaan. Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan
darah menurun, dan apabila "Cardiac Index" kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka
keadaan kardiogenik syok semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994).
Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan
menyebabkan semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan
kenaikan ensim kardial, serta peningkatan asam laktat. Kondisi ini akan
menyebabkan; konsumsi oksigen (O2) tergantung pada transport oksigen (Supply
dependent), hutang oksigen semakin besar (oxygen debt), asidosis jaringan. Melihat
kondisi tersebut, obyektif resusitasi bertujuan menghilangan VO2 yang "supplay-
dependent", "oxygen debt" dan asidosis.
Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan
kapiler pulmoral, selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk
tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan "Pulmonary capilary wedge
pressure" (PCWP), serta penurunan isi sekuncup yang akan menyebabkan hipotensi.
Respon terhadap hipotensi adalah vasokontriksi sistimik yang akan meninggikan SVR
("Sistimik Vaskuler Resistan") dan meninggikan "After load" (Raharjo, S., 1997).
Gambar akhir hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan
LVEDV.
F. Pathway
Necrosis miokard
Syok kardiogenik
G. Komplikasi
1. Electrocardiography (elektrokardiografi)
Hasil/pembacaan electrocardiogram menurut Fauci AS, et.al. (2008):
Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV failure),
gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads atau
left bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari
semua infark yang berhubungan dengan syok adalah anterior. Global ischemia
karena severe left main stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3
mm) pada multiple leads.
2. Radiografi
Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya atau
menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart
failure), yaitu:
a. Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner.
b. Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic
pressures) meningkat, akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara
radiografis dengan adanya gambaran fluffy margins to vessels,
peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B. Dengan tekanan
hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan (exuded) ke alveoli,
menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.
Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada
penderita syok kardiogenik:
a. ardiomegali ringan
b. Edema paru (pulmonary edema)
c. Efusi pleura
d. Pulmonary vascular congestion
e. Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal dari
infark miokard yang pertama, namun membesar jika ada riwayat infark
miokard sebelumnya.
3. Ekokardiografi
Ini berguna untuk menunjukkan:
a. Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
b. Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
c. Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
Selain itu penting untuk menilai hipokinesis berat ventrikel difus atau segemental
(bila berasal dari infark miokard), efusi pericardial, katup mitral dan aorta, rupture
septum dan pintasan intrakardiak.
4. Kateterisasi jantung.
Umumnya tidak perlu kecuali pada kasus tertentu untuk mengetahui anatomi
pembuluh darah koroner dan fungsi ventrikel kiri untuk persiapan bedah pintas
koroner atau angioplasty koroner transluminasi perkutan. Untuk menunjukkan
defek mekanik pada septum ventrikel atau regurgitasi mitral akibat disfungsi atauy
rupture otot papilaris.
5. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah tetap diperlukan untuk
evaluasi secara keseluruhan meskipun tidak berguna di dalam membuat
diagnosis awal (initial diagnosis).
b. Pemeriksaan enzim jantung.
c. CBC and serum electrolyte panel.
d. Kadar kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN).
e. Gas darah arteri.
f. Studi koagulasi.
Penemuan laboratorium (Laboratory findings) menurut Fauci AS, et.al. (2008):
a. Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
b. Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya normal,
namun blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat secara cepat
(rise progressively).
c. Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver
hypoperfusion).
d. Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat menyebabkan
anion gap acidosis dan peningkatan (elevation) kadar asam laktat (lactic
acid level).
e. Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan hypoxemia
dan metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh respiratory
alkalosis.
f. Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB
fraction-nya, jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.
H. Penatalaksanaan
1. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
intubasi.
2. Berikan oksigen 8 - 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 - 120 mmHg
3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.
4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang
terjadi.
5. Bila mungkin pasang CVP.
6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
7. Medikamentosa :
- Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
- Anti ansietas, bila cemas.
- Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
- Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
- Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi
jantung tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
- Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan
amrinon IV.
- Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
- Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi
jaringan.
- Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
8. Obat alternatif:
Menurut Dean AJ, Beaver KM (2007):
a. Emergent therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik pasien dengan
oksigen, pengaturan jalan nafas (airway control), dan akses intravena.
Diperlukan usaha untuk memaksimalkan fungsi ventrikel kiri
b. Volume expansion
Jika tidak ada tanda volume overload atau edema paru, volume
expansion dengan 100mL bolus dari normal saline setiap 3 menit
sebaiknya dicoba; hingga, baik perfusi yang cukup maupun terjadi
kongesti paru. Pasien dengan infark ventrikel kanan memerlukan
peningkatan tekanan untuk mempertahankan atau menjaga kardiak
output.
c. Inotropic support
1. Pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90
mmHg) dan kongesti pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat dengan
dobutamine (2,5 mikrogram/kg berat badan/menit, pada interval 10
menit). Dobutamine menyediakan dukungan inotropik saat
permintaan oksigen miokardium meningkat secara minimal.
2. Pasien dengan hipotensi berat (tekanan darah sistolik kurang dari
75-80 mmHg) sebaiknya dirawat dengan dopamine. Pada dosis
lebih besar dari 5,0 mikrogram/kg berat badan/menit, stimulasi
alfa-adrenergik secara bertahap meningkat, menyebabkan
vasokonstriksi perifer. Pada dosis lebih besar dari 20 mikrogram/kg
berat badan/menit, dopamine meningkatkan ventricular irritability
tanpa keuntungan tambahan.
3. Kombinasi dopamine dan dobutamine merupakan strategi
terapeutik yang efektif untuk syok kardiogenik, meminimalkan
berbagai efek samping dopamine dosis tinggi yang tidak diinginkan
dan menyediakan bantuan/dukungan inotropik.
4. Jika dukungan tambahan untuk tekanan darah diperlukan, maka
dapat dicoba norepinephrine, yang berefek alfa-adrenergik yang
lebih kuat. Dosis awal : 0,5-1 mikrogram/menit.
d. Terapi reperfusi
Reperfusi miokardium iskemik merupakan terapi yang efektif untuk
pasien dengan infark miokard akut dan syok kardiogenik.
I. Prognosis
Prognosis syok kardiogenik secara umum sangat buruk meskipun insidennya
telah menurun. Pada penderita syok akibat IMA, prognosis tergantung pada luasnya
infark miokard. Mortalitas rata-rata dari berbagai pusat perawatan jantung sekitar 60-
70%. Mortalitas tinggi bagi mereka yang menunjukkan tekanan pengisisan ventrikel
kiri sangat tinggi dan penurunan indeks jantung. Bila tekanan tersebut normal atau
sedikit dan hipovolemia relative, prognosis lebih baik. Sekitar 30% penderita
menunjukkan respon terhadap ekspansi volume darah dengan dekstran atau albumin.
Penderita dengan perubahan tekanan pengisisan ventrikel kiri dan indeks jantung
ringan biasanya menunjukkan hasil yang baik dengan obat-obatan vasopresor.
A. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1. Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang
dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian
adanya suara napas tambahan seperti snoring.
2. Breathing: frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi,
wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3. Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna
kulit, nadi.
4. Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
b. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan
environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula
ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll
1. Data Biopsikososial-spiritual
Oksigen
Gejala :
- Dispnea tanpa atau dengan kerja
- Paroxymal nocturnal dyspnea
- Pernapasan cheyne stokes
- Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
Tanda :
Nutrisi
- Gejala : mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, nyeri abdominal, sangat
kehausan.
- Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, perubahan berat
badan
Eliminasi
- Gejala : Oliguri
- Tanda : Produksi urin < 20 mL/jam
Kebersihan Diri
Gejala dan tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan diri.
Rasa Nyaman
Gejala :
- Gelisah
- Meringis
- Nyeri hebat, berlangsung lebih dari ½ jam, tidak menghilang dengan
obat-obatan nitrat.
Lokasi : Biasanya di daerah subternal. Nyeri menjalar ke leher, rahang,
lengan, dan punggung.
Kualitas : Rasa seperti ditekan, diperas, seperti diikat, rasa seperti
dicekik.
Sosialisasi
Gejala :
- Stress
- Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan
di RS dan ancaman kematian.
Tanda :
- Kesulitan istirahat dengan tenang
- Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, ketakutan )
- Menarik diri
- Gelisah
- Cemas
Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah.
Tanda :
- Tekanan darah
Penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau
berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg).
- Nadi
Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit, atau
bradikardi berat.
- Bunyi jantung
S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung abnormal
(abnormal heart sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari
ruptured papillary muscle, regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.
- Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur .
- Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
- Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukosa atau bibir
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Electrocardiography (elektrokardiografi)
1. Elevasi segmen ST dapat terobservasi. Right-sided leads dapat menunjukkan
suatu pola infark ventrikel kanan, yang mengindikasikan terapi yang berbeda
dari terapi untuk penyebab–penyebab lainnya dari syok kardiogenik.
2. Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV
failure), gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada
multiple leads atau left bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari
setengah (> 50%) dari semua infark yang berhubungan dengan syok adalah
anterior. Global ischemia karena severe left main stenosis biasanya disertai
dengan depresi ST berat (>3 mm) pada multiple leads.
b. Radiografi
1. Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya
atau menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute
congestive heart failure), yaitu:
- Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah
pulmoner.
- Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-
diastolic pressures) meningkat, akumulasi cairan interstitial
ditunjukkan secara radiografis dengan adanya gambaran fluffy
margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B.
Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan
(exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.
2. Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak
pada penderita syok kardiogenik:
- Kardiomegali ringan
- Edema paru (pulmonary edema)
- Efusi pleura
- Pulmonary vascular congestion
- Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal
dari infark miokard yang pertama, namun membesar jika ada riwayat
infark miokard sebelumnya.
3. Bedside echocardiography
Ini berguna untuk menunjukkan :
- Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
- Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
- Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
4. Laboratorium
Penemuan laboratorium :
- Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
- Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya
normal, namun blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat
secara cepat (rise progressively).
- Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver
hypoperfusion).
- Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat
menyebabkan anion gap acidosis dan peningkatan (elevation) kadar
asam laktat (lactic acid level).
- Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan
hypoxemia dan metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh
respiratory alkalosis.
- Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB
fractionnya, jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penurunan reflek batuk
2. Kerusakan pertukaran gas b.d. Perubahan membran kapiler-alveolar
3. Penurunan curah jantung b.d. Perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan
inotropik
4. Kelebihan volume cairan b.d. Meningkatnya produksi adh dan retensi natrium/air
C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penurunan reflek batuk
Tujuan :
Setelah dilakuakn tindakan keprawatan, pasien menunjukkan jalan napas paten
Kriteria hasil :
- Tidak ada suara snoring
- Tidak terjadi aspirasi
- Tidak sesak napas
Intervensi :
- Kaji kepatenan jalan napas
- Evaluasi gerakan dada
- Auskultasi bunyi napas bilateral, catat adanya ronki
- Catat adanya dispnu
- Lakukan pengisapan lendir secara berkala
- Berikan fisioterapi dada
- Berikan obat bronkodilator dengan aerosol.
D. Evaluasi
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal
gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas
dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit.
BAB III
KASUS DAN ASKEP
A. Kasus
Seorang perempuan umur 59 tahun dibawa ke IGD Rumah Sakit Islam
Banjarmasin, Keluarga klien mengatakan sebelum klien dibawa ke RS,
klien sempat tidak sadarkan diri dirumah, lalu keluarga klien membawa
klien ke RS dengan menggunakan mobil, klien tiba di RS pukul 17.22
WITA langsung dibawa ke IGD. Saat pengkajian di IGD didapatkan hasil
TTV sebagai berikut: TD: 170/100 mmHg, N: 75x/menit, RR: 19x/menit,
S: 36,70C, keluarga klien mengatakan klien sempat tidak sadarkan diri,
kaki nya tidak bisa digerakkan, lemas, mual, muntah, lalu perawat IGD
memasangkan infus ditangan kanan klien dengan cairan RL 20 Tpm, dan
memasangkan O2 Masker, memasangkan DC dan mendapatkan terapi obat
omeprazol, ondansentron, citicolin, mecobalamin dan ceftriaxone. Pukul
17.30 WIB klien sempat kejang 2x lama kejang 30 detik kemudian apneu
didapatkan TTV TD: 60/40 mmHg, N: 120x/menit, RR: 28x/Menit, S:
34,70C, klien dipindahkan ke ruang resusitasi lalu dilakukan tindakan RJP
dan Bagging selama 3 siklus didapatkan RR: 18x/Mnt, N: 70x/Menit, TD:
109/70 mmHg, klien kembali sadar. Karena kondisi ini klien tidak dapat
melakukan aktifitasnya secara mandiri, klien memerlukan bantuan dari
orang lain. Sedangkan hal yang meringankan klien adalah saat klien tirah
baring dan tidak beraktifitas.
Saat ini Klien mengatakan dada nya terasa nyeri sangat tajam, terus
menerus. Pada saat pengkajian klien didapatkan sekret dan ada suara napas
tambahan snoring. Klien terlihat sesak napas, RR: 28x/menit, terdapat
suara tambahan whezzing, tidak ada trauma dada, SPO2: 120%,
menggunakan otot bantu napas retraksi intercostalis, menggunakan alat
bantu napas spontan breathing 10 L/menit tidak ada perdarahan, kulit
kuning pucat, nadi cepat N: 120x/menit, akral dingin, diaforesis (mandi
keringat), CRT < 3 detik, irama reguler, HR: 159x/menit, TD: 60/40
mmHg, MAP: 43 mmHg, konjungtiva anemis. kesadaran coma, GCS: E=1
M=1 V=1, ROM terbatas.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A
DENGAN DIAGNOSA SYOK KARDIOGENIK
DI RS ISLAM BANJARMASIN
A. BIODATA
1. Identitas Klien
Nama Lengkap : Ny.A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 59th
Ttl : 27 Febuari 1959
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : jalan S. Parman
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Hubungan Anak
: Hubungan Perkawinan
: Meninggal
B. Keluhan Utama
Klien mengatakan dadanya terasa nyeri sangat tajam, terus menerus
Pengkajian Primer :
1. Initial Assesment
- A = Airways : Terdapat sekret dan ada suara napas tambahan snoring.
- B = Breathing : Klien terlihat sesak nafas, RR: 28x/menit, terdapat suara
tambahan whezzing, tidak ada trauma dada, SPO2: 120%, menggunakan
otot bantu nafas retraksi intercostalis, menggunakan alat bantu nafas
spontan breathing 10 L/menit
- C = Circulation: tidak ada perdarahan, kulit kuning pucat, nadi cepat N:
120x/menit, akral dingin, diaforesis (mandi keringat), CRT < 3 detik,
irama reguler, HR: 159x/menit, TD: 60/40 mmHg, MAP: 43 mmHg,
konjungtiva anemis
- D = Disability: kesadaran coma, GCS: E=1 M=1 V=1, ROM terbatas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : lemah, pasien nampak pucat, diaforesis, sulit bernapas,
oliguria
Kesadaran : coma
GCS : E: 1 M:1 V: 1
TTV: TD= 60/40 mmHg, N= 120x/menit, S= 34,70C, RR= 28x/menit
b. Kepala
- Wajah dan kulit kepala : Simetris, ekspresi nampak lemah,
warna kuning pucat
- Mata : Sclera ikhterik, konjungtiva anemis, tidak ada benjolan
pada mata
- Hidung : Tidak ada polip, kotor, tidak ada radang, tidak ada
benjolan. Telinga : Terdapat serumen, tidak menggunakan alat
bantu
- Mulut : Gigi berwarna kuning, berkaries, tidak memakai gigi
palsu, lidah berwarna putih, bibir kering
c. Leher
Kelenjar thyroid tidak membesar, simetris, tidak ada kelainan kelenjar
getah bening, tidak ada kelainan vena jugularis, tidak teraba tekanan vena
jugularis.
e. Jantung
Adanya bunyi jantung S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua, ditemukan
murmur mid sistolik atau late siistolik apikal bersifat sementara, bunyi
jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar, HR= 159x/menit
f. Abdomen
Perut buncit, tidak ada luka
g. Muskuluskeletal
Tangan dan kaki simetris, tidak ada oedema, tidak ada luka, tangan dan
kaki berkeringat
h. Integumen
Warna kulit sawo matang, elastis, tidak ada pengerasan kulit.
C. Program Terapi
D. Pemeriksaan Penunjang
-
E. Laboratorium
-
ANALISA DATA
Ds: klien
20 maret
mengatakan Agen cidera Nyeri akut
2 2018/ 17.27
dadanya sangat biologis
nyeri,terasa sesak
sekali, was was
DAFTAR MASALAH
No Diagnosa Keperawatan
3 Nyeri akut b.d trauma jaringan dan spasme reflek otot sekunder
RENCANA KEPERAWATAN
2.tidak sianosis
3.tidak edema
2.nyeri berkurang
CATATAN PERKEMBANGAN
20/3/18 1. Melakukan RJP dan Bagging S: keluarga klien mengatakan klien tidak
17.30 WIB sadarkan diri
N: 29x/menit
P: pertahankan intervensi
20/3/18 Melakukan RJP dan Bagging S: keluarga klien mengatakan klien tidak
19.00 WIB sadarkan diri lagi
GCS= E: 1 M: 1, V: 1
P: hentikan intervensi
DAFTAR PUSTAKA