Anda di halaman 1dari 24

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

A. Pengertian Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa
memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da-pat diterapkan (ditransfer)
dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.

CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke
dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu


strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan lima
strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu relating,
experiencing, applying, cooperating, dan transferrini diharapkan peserta didik mampu
mencapai kompetensi secara maksimal.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru
lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja ber-sama untuk menemukan sesuatu
yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesu-atu yang baru datang dari menemukan sendiri
bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan
kontekstual.

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan-nya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan
(modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

B. Langkah-langkah CTL
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang
bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis
besar, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam CTL adalah sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar.
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) dengan berbagai cara.
C. Karakteristik Pembelajaran CTL
1. Kerjasama.
2. Saling menunjang.
3. Menyenangkan, tidak membosankan.
4. Belajar dengan bergairah.
5. Pembelajaran terintegrasi.
6. Menggunakan berbagai sumber.
7. Siswa aktif.
8. Sharing dengan teman.
9. Siswa kritis guru kreatif.
10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel,
humor dan lain-lain.
11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil
pratikum, karangan siswa dan lain-lain
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana
kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa
yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan
dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai
tujuan tersebut, materi pembelajaran, lang-kah-langkah pembelajaran, dan authentic
assessment-nya.

Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa
yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar
format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran
kontekstual. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan
yang akan dicapai (je-las dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran
kontekstual le-bih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Beberapa komponen utama dalam pembelajaran Kontekstual menurut Johnson (2000: 65),
yang dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)
Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari pembelajaran dan
pengajaran kontekstual. Ketika siswa dapat mengkaitkan isi dari mata pelajaran
akademik, ilmu pengetahuan alam. Atau sejarah dengan pengalamannya mereka
sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan untuk belajar.
Mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan seseorang membuat proses belajar
menjadi hidup dan keterkaitan inilah inti dari CTL.

2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti (doing significant works)


Model pembelajaran ini menekankan bahwa semua proses pembelajaran yang
dilakukan di dalam kelas harus punya arti bagi siswa sehingga mereka dapat
mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sisw
3. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated Learning)
Pembelajaran yang diatur sendiri, merupakan pembelajaran yang aktif, mandiri,
melibatkan kegiatan menghubungkan masalah ilmu dengan kehidupan sehari-hari
dengan cara-cara yang berarti bagi siswa. Pembelajaran yang diatur siswa sendiri,
memberi kebebasan kepada siswa menggunakan gaya belajarnya sendiri.
4. Bekerjasama (collaborating)
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam
kelompok, membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka
memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
5. Berpikir kritis dan kreatif (critical dan creative thinking)
Pembelajaran kontekstual membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir
tahap tinggi, nerpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah suatu kecakapan
nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah
menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah.
Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian,
ketajaman pemahaman dalam mengembangkan sesuatu.
6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nuturing the individual)
Dalam pembelajaran kontekstual siswa bukan hanya mengembangkan kemampuan-
kemampuan intelektual dan keterampilan, tetapi juga aspek-aspek kepribadian:
integritas pribadi, sikap, minat, tanggung jawab, disiplin, motif berprestasi, dsb. Guru
dalam pembelajaran kontekstual juga berperan sebagai konselor, dan mentor. Tugas
dan kegiatan yang akan dilakukan siswa harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan
kemampuannya.
7. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards)
Pembelajaran kontekstual diarahkan agar siswa berkembang secara optimal, mencapai
keunggulan (excellent). Tiap siswa bisa mencapai keunggulan, asalkan sia dibantu oleh
gurunya dalam menemukan potensi dan kekuatannya.
8. Menggunakan Penilaian yang otentik (using authentic assessment)
Penilaian autentik menantang para siswa untuk menerapkan informasi dan
keterampilan akademik baru dalam situasi nyata untuk tujuan tertentu. Penilaian
autentik merupakan antitesis dari ujian stanar, penilaian autentik memberi
kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka sambil
mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari.
D. Strategi Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang
menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari (Nurhadi,
Yasin dan Senduk, 2004: 56). Strategi yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual
adalah sebagai berikut.
1. Belajar berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pegetahuan dan konsep yang esensi dari materi
pelajaran. Dalam pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran. Dalam hal
ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang
mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi pelajaran.
Pendekatan ini mencakup pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pertanyaan,
mensintesis, dan mempresentasikan penemuannya kepada orang lain.
2. Pembelajaran Autentik (Authentic Instruction)
Suatu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari
konteks bermakna. Ia mengembangkan keterampilan berpikir dan memecahkan
masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata.
3. Belajar Berbasis Inquiry (Inquiry-Based Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan
kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
4. Belajar berbasis Proyek/Tugas (Project-Based Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa
(kelas) didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik
termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas
bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara
mandiri dalam mengkonstruk pembelajarannya, dan mengkulminasikan dengan
produk nyata.
5. Belajar Berbasis Kerja (Work-Based Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks
tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana
materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja. Jadi dalam hal ini, tempat kerja
atau sejenisnya dan berbagai aktifitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk
kepentingan siswa.
6. Belajar Berbasis Jasa-Layanan (Service Learning)
Suatu pendekatan pembelajaran yang mengkombinasikan jasa layanan masyarakat
dengan suatu struktu berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa-layanan tersebut, jadi
menekankan hubungan antara pengalaman jasa-layanan dan pembelajaran akademis.
Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan suatu penerapan praktis dari
pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagi keterampilan untuk memenuhi
kebutuhan dalam masyarkat melalui proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.
7. Belajar Kooperatif (Cooperatif Learning)
Pendekatan pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil siswa untuk
bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan.

E. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual Dengan Pembelajaran Tradisional


Terlihat jelas perbedaan proses pembelajaran kontekstual yang berpijak pada pandangan
kontrukstivisme dengan pembelajaran tradisional yang berpijak padangan behaviorisme-
objektivis. Menurut Sanjaya (2006 : 256) ada beberapa perbedaan yang dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa secara aktif terlibat dalam proses
pembelajaran, sedangkan dalam pembelajaran tradisional siswa adalah penerima
informasi yang pasif.
2. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok,
diskusi, saling mengoreksi, sedangkan dalam pembelajaran tradisional siswa belajar
secara individual.
3. Dalam pembelajaran kontekstual, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata
dan atau masalah yang disimulasikan, sedangkan dalam pemebelajaran tradisional
pembelajaran sangat abstrak.
4. Dalam pembelajaran kontekstual, perilaku dibangun atas kesadaran sendiri sedangkan
dalam pembelajaran tradisional perilaku dibangun atas kebiasaan.
5. Dalam pembelajaran kontekstual, keterampilan dibangun atas kesadaran diri,,
sedangkan dalam pembelajaran tradisional ketrampilan dikembangkan atas dasar
latihan.
6. Dalam pembelajaran kontekstual, hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri,
sedangkan dalam pembelajaran tradisional hadiah untuk perilaku baik adalah pujian
atau nilai (angka) rapor.
7. Dalam pembelajaran kontekstual, seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia
sadar hal itu keliru dan merugikan., sedangkan dalam pembelajaran tradisional
seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman.
8. Dalam pembelajaran kontekstual, bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif,
yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata, sedangkan dalam
pembelajaran tradisional, bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural: rumus
diterapkan sampai paham, kemudian dilatihkan (drill).
9. Dalam pembelajaran kontekstual, pemahaman rumus dikembangkan atas dasar
skemata yang sudah ada dalam diri siswa, sedangkan dalam pembelajaran tradisional
rumus itu ada di luar diri siswa, yang harus dikembangkan, diterima dan dilafalkan,
dan dilatihkan.
10. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis,
terlibat penuh dalam pengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut
bertanggungjawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa
skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran sedangkan dalam
pembelajaran tradisional siswa secara pasif menrima rumus atau kaidah (membaca,
mendengarkan, mencatat, menghapal), tampa memberikan kontribusi ide dalam
proses pembelajaran.
11. Dalam pembelajaran kontekstual, pengetahuan yang dimiliki oleh manusia
dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciptakan atau membangun
pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya sedangkan
dalam pembelajaran tradisional pengetahuan adalah penangkapan terhadap
serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang brada di luar diri manusia.

F. Evaluasi Otentik Sebagai Ciri Penilaian Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran kontekstual menuntur evaluasi yang bersifat komprehensif, menyeluruh dan
terus menerus, karena dilakukan oleh guru kontekstual sepanjang proses pembelajaran.
Setiap saat terjadi perubahan dan perkembangan pada para siswa. Perubahan dan
perkembangan bidang atau aspek tertentu mungkin sangat banyak/tinggi, tetapi pada
bidang atau aspek lainnya sedikit, sedikit sekali atau bahkan hampir tidak ada. Perubahan
atau perkembangan tersebut mungkin berkenaan dengan aspek yang menjadi tujuan atau
terumuskan dalam tujuan pembelajaran.
Evaluasi dilakukan pada waktu para siswa merencanakan sesuatu kegiatan, melaksanakan
maupun melaporkan hasil kegiatannya. Evaluasi juga dilakukan pada waktu siswa
berdiskusi, mengerjakan tugas, mengerjakan tugas, melakukan latihan, percobaan,
pengamatan, penelitian, pemecahan masalah, dan penyelesaian soal. Bagaimana siswa
melakukan berbagai kegiatan tersebut serta hasil-hasil yang mereka tunjukkan, baik berupa
rancangan, makalah, laporan, rangkuman, gambar, model, ataupun hasil pemecahan dan
jawaban soal, merupakan wujud dari perkembangan dan kemampuan hasil belajar mereka.

Evaluasi terhadap proses pembelajaran dan hasil karya merupakan evaluasi otentik,
evaluasi kenyataan, karena mengevaluasi apa yang secara nyata dilakukan dan dihasilkan
oleh para siswa. Hal ini tidak berarti, bahwa evaluasi dengan menggunakan tes tidak bisa
digunakan, karena evaluasi dengan menggunakan tes, mengukur hasil pembelajaran pada
akhir periode, akhir semester, tengah semester atau akhir unit. Makin pendek periode
waktu pembelajaran yang dievaluasi, maka makin mendekati evaluasi otentik.

Dalam evaluasi hasil pembelajaran, biasanya hanya digunakan tes, berbentuk tes obyektif
atau essay, maka dalam evaluasi proses juga digunakan evaluasi perbuatan (pengamatan),
lisan, hasil karya dan portfolio. Portfolio merupakan kumpulan dokumen yang disusun
secara sistematik dan terarah yang menggambarkan perkembangan atau kemajuan siswa
dalam bidang tertentu.

G. Penerapan Pembelajaran Kontekstual di Kelas


Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran
kontekstual dikelas. Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme (constructivism),
bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling) refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment)
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu
pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Tetapi siswa harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalaui
pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan
sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus
mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
Esensi dari teori kontruksivisme adalah ide bahwa siswa haarus menemukan dan
mentransfomasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki
informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus
dikemas menjadi proses mengkontruksi bukan mnerima pengetahuan. Landasan
berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan kaum objektif, yang lebih menekaankan
pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih
diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat
diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat
pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan : (1)
menjadikan pengetahuan bermakana dan relevan bagi siswa; (2) memberi kesempatan
siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan (3) menyadarkan siswa agar
menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

2. Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya karena bertanya
merupakan strategi utama pembelajaran yang produkstif, kegiatan bertanya berguna
untuk: (1) menggaliinformasi baik administrasi maupun akademia; (2) mengecek
pemahaman siswa; (3) membangkitkan respon pada siswa; (4) mengetahui sejauh mana
keingin tahuan siswa; (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; (6)
memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki gur; (7) untuk
membangkitkan lebihbanyak lagi pertanyaan dari siswa; (8) untuk menyegarkan
kembali pengetahuan siswa. Pada semua aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan
antara siswa dengan siswa, antara guru dan siswa, antara siswa dengan guru, antara
siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas dan sebagainya.
3. Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan
pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi juga hasil dari
menemukan sendiri. Siklus inquiry adalah (1) observasi, (2) bertanya, (3) mengajukan
dugaan, (4) pengumpulan data, (5) penyimpulan. Kata kunci dari strategi inquiry adalah
siswa menemukan sendiri, adapun langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri
adalah: (1) merumuskan masalah dalam mata pelajaran apapun; (2) mengamati atau
melakukan observasi; (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan,
gambar,laporan, bagan tabel, dan karya lainnya; dan (4) mengkomunikasikan atau
menyajikan hasil karya pada pembaca, teman kelas, guru, atau audience lainnya.

4. Masyarakat Belajar (learning community)


Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja
sama dengan orang lain. Hasil belajar didapat dari berbagi anatara kawan, kelompok,
dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang kelas ini, di sekitar sini, juga dengan
orang-orang yang diluar sana semua adalah anggota masyarakat belajar. Dalam kelas
yang menggunakan pendekatan kontekstual, guru disarankan dalam melaksanakan
pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-
kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu
memberiyahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang
lambat, yang mempunyai gagasan segera memberikan usul dan seterusnya. Kelompok
siswa bisa sanagt bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa
melibatkan siswa di dalam kelas atasnya, atau guru mengadakan kolaborasi dengan
mendatangkan seorang ahli ke kelas.
5. Permodelan (modelling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang
bisa ditiru. Model itu, memberi peluang yang besar bagi guru untuk memberi contoh
cara mngerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana
belajar. Dalam pendekatan kontekstual guru bukan satu-satunya model. Model dapat
dirancang dengan melibatkan siswa, seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberikan
contoh temannya, misalnya cara melafalkan suatu kata. Siswa contoh tersebur dikatakan
sebagai model, siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai standar
kompetensi yang harus dicapai.

6. Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakng
tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa lalu. Siswa
mengendapkan apa yang dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang
merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelummnya. Refleksi merupakan
respons terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
7. Penilaian Sebenarnya (authentic assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui olehb
guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar.
Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami
kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar
siswa agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang
kemajuanbelajar itu diperlukan disepanjang proses pembelajaran, maka penilaian tidak
dilakukan diakhir periode seperti akhir semester. Kemajuan belajar dinilai dari proses,
bukan melalui hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanyalah salah satunya, itulah
hakekat penilaian yang sebarnya. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain
atau orang lain. Karakteristik penilain sebenarnya adalah (1) dilaksanakan selama dan
sesuadah proses pembelajaran berlangsung; (2) bisa digunakan untuk formatif maupun
sumatif; (3) yang diukur keterampilan dan performasi, bukan hanya mengingat fakta;
(4) berkesinambungan; (5) terintegrasi; (6) dapat dipergunakan sebagaifeed back.
Dengan demikian pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada
upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn) sesuatu, bukan
ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir periode
pembelajaran.

Berikut contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berbasis CTL pada mata
pelajaran IPA di SMP.

CONTOH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)


BERBASIS CTL

Sekolah : SMP ..........................................


Mata Pelajaran : IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
Kelas/Semester : IX (Sembilan)/ 2 (Dua)
Alokasi Waktu : 10 x 40 menit (5 pertemuan)

A. Standar Kompetensi : 4. Memahami konsep kemagnetan dan penerapannya


dalam kehidupan sehari-hari.
B. Kompetensi Dasar : 4.1. Menyelidiki gejala kemagnetan dan cara membuat
magnet.

C. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan 1:
Setelah pembelajaran ini selesai siswa diharapkan dapat:
1. mengidentifikasi bahan magnetik dan bahan bukan magnetik.
2. menunjukkan kutub-kutub magnet.
3. menentukan daerah gaya di sekitar magnet (medan magnet).
4. mendeskripsikan sifat kutub-kutub magnet.
5. memberikan pemaknaan terhadap keberadaan kutub-kutub magnet (kutub utara dan
kutub selatan).
6. memberikan pemaknaan terhadap sifat-sifat interaksi antara kutub-kutub magnet.

Pertemuan 2:
Setelah pembelajaran ini selesai siswa diharapkan dapat:
1. mendemonstrasikan pembuatan magnet dengan cara menggosok.
2. mendemonstrasikan pembuatan magnet dengan cara induksi.
3. mendemonstrasikan pembuatan magnet dengan cara elektromagnetik.
4. memberikan pemaknaan terhadap pembuatan magnet dengan cara menggosok.
5. memberikan pemaknaan terhadap pembuatan magnet dengan cara induksi.
6. memberikan pemaknaan terhadap pembuatan magnet dengan cara elektromagnetik.

Pertemuan 3:
Setelah pembelajaran ini selesai siswa diharapkan dapat:
1. menyebutkan cara-cara menghilangkan sifat kemagnetan.
2. mendeskripsikan kemagnetan bumi.
3. memberikan pemaknaan terhadap cara-cara menghilangkan sifat kemagnetan.
4. memberikan pemaknaan terhadap keberadaan kemagnetan bumi.

Pertemuan 4:
Setelah pembelajaran ini selesai siswa diharapkan dapat:
1. menjelaskan secara kualitatif sifat medan magnet di sekitar kawat berarus listrik.
2. memberikan pemaknaan terhadap sifat medan magnet di sekitar kawat berarus listrik.

Pertemuan 5:
Penilaian pencapaian KD 4.1 (Ulangan Harian, materi Pertemuan 1 s.d. 4).

D. Materi Pelajaran: Kemagnetan

KEMAGNETAN
Lebih dari 2000 tahun yang lalu, orang Yunani yang hidup di suatu daerah di Turki yang
dikenal sebagai Magnesia menemukan batu aneh. Batu tersebut menarik benda-benda yang
mengandung besi. Karena batu tersebut ditemukan di Magnesia, orang Yunani memberi
nama batu tersebut magnet. Sifat benda yang teramati sebagai suatu gaya tarik atau gaya
tolak antara kutub-kutub magnet disebut kemagnetan.

Secara sederhana kita dapat mengelompokkan bahan-bahan menjadi dua kelompok, yaitu:
bahan magnetik dan bahan bukan magnetik. Bahan-bahan yang dapat ditarik oleh magnet
disebut bahan magnetik. Sedangkan bahan-bahan yang tidak dapat ditarik oleh magnet
disebut bahan bukan magnetik. Besi, baja, nikel, dan kobalt termasuk bahan magnetik.
Sedangkan kayu, kaca, aluminium, dan plastik adalah contoh-contoh bahan bukan
magnetik.
Semua magnet mempunyai sifat-sifat tertentu. Setiap magnet, bagaimanapun bentuknya,
mempunyai dua ujung di mana pengaruh magnetiknya paling kuat. Dua ujung tersebut
dikenal sebagai kutub magnet, yang diberi nama kutub utara (U) dan kutub selatan (S). Jika
kutub-kutub magnet senama (U dan U atau S dan S) saling didekatkan, kedua kutub
tersebut akan tolak-menolak. Namun, jika kutub utara (U) salah satu magnet didekatkan ke
kutub selatan (S) magnet lain, kutub-kutub tersebut akan tarik-menarik.

Sifat-sifat magnetik suatu bahan bergantung pada struktur atomnya. Para ilmuwan
mengetahui bahwa atom itu sendiri memiliki sifat-sifat magnetik. Sifat-sifat magnetik
tersebut disebabkan gerak elektron atom-atom tersebut. Oleh karena itu, tiap atom di dalam
suatu bahan magnetik adalah seperti sebuah magnet kecil yang disebut magnet atom
(magnet elementer).

PEMAKNAAN

 Semua magnet memiliki dua kutub yang berlawanan, yaitu utara (U) dan selatan (S).
”Allah, Tuhan yang Maha Esa menciptakan manusia secara berpasang-pasangan.”
Hanya Allah-lah dzat yang tunggal, Allah itu satu, tidak beranak dan tidak
diperanakkan. Bagi ajaran agama Islam, hal ini sesuai dengan kandungan dalam Surat
Al-Ikhlas.
Secara kodrati, manusia mempunyai dua jenis kelamin, yaitu: laki-laki (L) dan
perempuan (P).

 Kutub-kutub magnet yang senama (U-U atau S-S), jika didekatkan akan tolak-menolak.
Sedangkan kutub-kutub magnet yang tidak senama (U-S), jika didekatkan akan tarik-
menarik.
Agama melarang manusia sesama jenis untuk saling jatuh cinta. Manusia hanya boleh
menikah dengan lawan jenisnya. Perilaku ”menyimpang” seperti homoseksual (L-L)
atau lesbian (P-P) dilarang oleh agama.

 Sebatang logam (besi) dapat dijadikan magnet dengan cara menggosokkan magnet pada
logam tersebut. Penggosokan magnet harus dilakukan secara terarah, dan semakin lama
penggosokan semakin kuat serta bertahan lama sifat kemagnetannya.
”Rajin pangkal pandai.” Apabila kita ingin pandai, kita harus rajin belajar, dan tidak
mudah menyerah.

 Sebatang logam (besi) dapat dijadikan magnet dengan cara menginduksi logam tersebut
dengan magnet pada logam tersebut.
Lingkungan sangat mempengaruhi perilaku dan perkembangan kognitif seseorang.
Apabila kita ingin menjadi orang ”baik-baik” maka kita harus bergaul dan berteman
dengan orang yang berperilaku baik pula. Apabila kita ingin menjadi orang yang
pandai, maka kita juga harus banyak bergaul dan berteman dengan orang yang pandai.

 Sebatang logam (besi) dapat dijadikan magnet dengan cara melilitkan kawat pada
logam dan mengalirkan arus listrik pada kawat yang dililitkan pada logam tersebut.
Agar kemampuan (pengetahuan) kita semakin bertambah, kita harus sering berdiskusi
dan mendapat masukan-masukan dari banyak orang yang memiliki kemampuan
melebihi kemampuan kita.

 Sebuah magnet dapat hilang sifat kemagnetannya diantaranya apabila kita bakar dan
kita pukul-pukul. Sifat kemagnetan dimiliki oleh suatu bahan apabila magnet-magnet
elementer bahan itu tersusun secara teratur.
”Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Dalam suatu komunitas, apabila kita rukun
tidak terjadi saling permusuhan, maka apapun yang kita cita-citakan akan dengan lebih
mudah untuk kita capai. Namun, dengan adanya suatu pengaruh ”negatif” dari luar,
misalnya munculnya para provokator-provokator, maka adanya provokasi tersebut dapat
memecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa.

E. Alat/Bahan/Sumber belajar
1. Buku Siswa CTL untuk SMP Direktorat PSMP
2. Buku Sumber (Referensi) lain
3. LKS Kemagnetan
4. Alat peraga magnet, bel listrik, dan motor listrik
5. Serbuk besi
6. Animasi pemaknaan untuk penanaman sikap
7. Kabel/kawat listrik (kawat untuk kumparan)
8. Catu daya (baterai)

F. Model Pembelajaran:
Pembelajaran Kooperatif (CL) dengan ”Pemaknaan”

G. Kegiatan Pembelajaran

Pertemuan 1

Terlaksana
Tahap Pembelajaran
Ya Tidak
Kegiatan Awal
 Demonstrasi menarik benda-benda dari logam (besi) dengan
sebuah ”magnet”. Menanyakan kepada siswa, mengapa benda
tersebut dapat menempel?
 Menginformasikan bahwa magnet banyak digunakan
dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita sambil
memberikan contoh misalnya bel listrik, motor listrik,
tape recorder, dll.
 Menyampaikan tujuan pembelajaran ( Pertemuan 1).

Kegiatan Inti
 Memperlihatkan magnet batang, mendemonstrasikan
bahwa ada beberapa benda yang dapat ditarik oleh
magnet dan ada yang tidak dapat ditarik oleh magnet.
 Menginformasikan magnet batang mempunyai dua
kutub yang dinamai kutub utara dan selatan sambil
Terlaksana
Tahap Pembelajaran
Ya Tidak
mendemonstrasikan menggant ungkan magnet batang
dengan benang. Menjelaskan konsep kemagnetan.
 Meminta siswa duduk dalam tatanan pembelajaran
kooperatif sambil mengingatkan keterampilan
kooperatif yang akan dilatihkan dan bagaimana cara
mengikuti pelatihan keterampilan kooperatif ter sebut
dan membagikan LKS 2 “Panduan Belajar Pengaruh
magnet”.
 Meminta siswa membaca Pengaruh Magnet dan
membimbing mengerjakan LKS tersebut dan
menggarisbawahi kalimat pokok setelah mendiskusikan
di kelompoknya masing-masing.
 Membagikan LKS 1 serta alat da n bahan yang
dibutuhkan dan membimbing tiap kelompok
mengerjakan LKS tersebut.
 Meminta satu-dua kelompok untuk menulis di papan
tulis Tabel 1 yang telah diisi dan ditanggapi kelompok
lain.
 Selanjutnya guru memaknai setiap materi yang telah
didiskusikan sebagai contoh atau model perilaku dan budi
pekerti. Adapun materi-materi yang perlu diberikan pemaknaan,
antara lain berkaitan dengan:
- magnet dapat menarik benda;
- magnet memiliki dua kutub, yaitu: U dan S;
- sifat gaya magnet antar kutub-kutub magnet.
 (Lain-lainnya dapat dikembangkan sesuai kreativitas guru).

Kegiatan Penutup
 Untuk memantapkan pemahaman siswa tentang ”Pengaruh
Magnet” guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesuaikan
dengan tujuan pembelajaran pada Pertemuan 1 ini.
 Meminta siswa merangkum materi sesuai dengan tujuan-tujuan
yang ingin dicapai dan mempresentasikan jawaban benar dari
LKS 1 dan LKS 2.

Pertemuan 2

Terlaksana
Tahap Pembelajaran
Ya Tidak
Kegiatan Awal
 Mendemonstrasikan dengan menempelkan sebuah paku besar
ke paku-paku kecil dan meminta siswa memperhatikan paku-
paku kecil itu apakah dapat menempel pada sebuah paku besar
tersebut.
 Demonstrasi dilanjutkan dengan menempelkan paku besar
tersebut dengan sebuah magnet batang dan kemudian
menempelkannya pada paku-paku kecil. Siswa diminta
memperhatikan paku-paku kecil itu apakah dapat menempel
pada sebuah paku besar tersebut.
Terlaksana
Tahap Pembelajaran
Ya Tidak
 Menginformasikan bahwa hari ini akan dilakukan
percobaan membuat magnet dengan cara menggosok,
induksi, dan mengalirkan arus listrik.
 Menyampaikan tujuan pembelajaran ( Pertemuan 2).

Kegiatan Inti
 Menyajikan informasi bahwa dalam besi yang bukan
magnet susunan atom-atomnya masih acak. Agar besi
menjadi magnet, susunan atom-atomnya harus dibuat
searah. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan cara mendekatkan sebuah magnet ke besi
tersebut.
 Meminta siswa duduk dalam tatanan pembelajaran
kooperatif.
 Membagikan LKS 3 dan membimbing siswa untuk
mengerjakan LKS tersebut.
 Meminta salah satu kelompok untuk menuliskan hasil
kegiatannya di papan tulis dan kelompok lain diminta
menanggapinya.
 Memberi penghargaan pada siswa/kelompok yang
kinerjanya bagus.
 Selanjutnya guru memaknai setiap materi yang telah
didiskusikan sebagai contoh atau model perilaku dan budi
pekerti. Adapun materi-materi yang perlu diberikan pemaknaan,
antara lain berkaitan dengan:
- pembuatan magnet dengan cara menggosok;
- pembuatan magnet dengan cara induksi;
- pembuatan magnet dengan cara elektromagnetik.
 (Lain-lainnya dapat dikembangkan sesuai kreativitas guru).

Kegiatan Penutup
 Untuk memantapkan pemahaman siswa tentang ”Cara
Pembuatan Magnet” guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan
sesuaikan dengan tujuan pembelajaran pada Pertemuan 2 ini.
 Meminta siswa merangkum materi sesuai dengan tujuan-tujuan
yang ingin dicapai dan mempresentasikan jawaban benar dari
LKS 3.
Pertemuan 3

Terlaksana
Tahap Pembelajaran
Ya Tidak
Kegiatan Awal
 Sambil menggantung bebas sebuah magnet batang, menanyakan
kepada siswa: ”ke arah mana magnet batang itu selalu
menghadap?” Mengapa?
 Menanyakan kepada siswa, apakah suatu magnet, sifat
kemagnetannya tidak dapat dihilangkan?
 Menyampaikan tujuan pembelajaran ( Pertemuan 3).
Terlaksana
Tahap Pembelajaran
Ya Tidak
Kegiatan Inti
 Menginformasikan bahwa garis gaya magnet dapat
digambar untuk memperlihatkan lintasan medan
magnet, menjelaskan pola -pola garis gaya untuk
berbagai macam susunan magnet batang.
 Menginformasikan bahwa terdapat perbedaan antara
kutub magnetik dan kutub geografik bumi, serta
menjelaskan bagaimana kompas dapat membantu untuk
menentukan arah.
 Meminta siswa duduk dalam tatanan pembelajaran
kooperatif sambil mengingatkan keterampilan
kooperatif yang akan dilatihkan dan bagaimana cara
mengikuti pelatihan keterampilan kooperatif tersebut
dan membagikan LKS 5.
 Meminta siswa membaca Buku Siswa, tentang Pengaruh
Magnet; Kemagnetan Bumi, dan membimbing
mengerjakan LKS 5 tersebut dan menggarisbawahi
kalimat pokok setelah mendiskusikan di kelompoknya
masing-masing.
 Membagikan LKS 4 serta alat dan bahan yang
dibutuhkan dan membimbing tiap kelompok
mengerjakan LKS tersebut.
 Meminta satu dua kelompok untuk menggambar pola
serbuk besi untuk tiap susunan magnet batang dan
ditanggapi kelompok lain.
 Selanjutnya guru memaknai setiap materi yang telah
didiskusikan sebagai contoh atau model perilaku dan budi
pekerti. Adapun materi-materi yang perlu diberikan pemaknaan,
antara lain berkaitan dengan:
- cara menghilangkan sifat kemagnetan;
- keberadaan kemagnetan bumi.
 (Lain-lainnya dapat dikembangkan sesuai kreativitas guru).

Kegiatan Penutup
 Untuk memantapkan pemahaman siswa tentang cara
menghilangkan sifat kemagnetan dan keberadaan kemagnetan
bumi, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesuaikan dengan
tujuan pembelajaran pada Pertemuan 3 ini.
 Meminta siswa merangkum materi sesuai dengan tujuan-tujuan
yang ingin dicapai dan mempresentasikan jawaban benar dari
LKS 4 dan LKS 5.

Pertemuan 4

Terlaksana
Tahap Pembelajaran
Ya Tidak
Kegiatan Awal
 Mendemonstrasikan terjadinya penyimpangan suatu jarum
kompas ketika diletakkan dekat suatu magnet. Menanyakan
Terlaksana
Tahap Pembelajaran
Ya Tidak
pada siswa, mengapa jarum kompas itu dapat mengalami
penyimpangan arah?
 Mengingatkan kembali tentang cara membuat magnet dengan
mengalirkan arus listrik.
 Menyampaikan tujuan pembelajaran ( Pertemuan 4).

Kegiatan Inti
 Menginformasikan bahwa arus listrik yang mengalir
melalui sebuah penghantar akan menimbulkan medan
magnet yang arahnya bergantung pada arah arus listrik.
 Menginformasikan bahwa medan magnet solenoida
dapat diperbesar dengan memperbesar jumlah lilitan
maupun besar arus yang mengalir melaluinya.
 Meminta siswa duduk dalam tatanan pembelajaran
kooperatif sambil mengingatkan keterampilan
kooperatif yang akan dilatihkan dan bagaimana cara
mengikuti pelatihan keterampilan kooperatif tersebut
dan membagikan LKS 8.
 Meminta siswa membaca Buku Siswa, subbab Medan
Magnet di Sekitar Arus Listrik, dan membimbing
mengerjakan LKS 8 tersebut dan menggarisbawahi
kalimat pokok setelah mendiskusikan di kel ompoknya
masing-masing.

 Membagikan LKS 7 serta alat dan bahan yang


dibutuhkan dan membimbing tiap kelompok
mengerjakan LKS tersebut.
 Meminta satu-dua kelompok untuk menulis di papan
tulis untuk melengkapi Tabel 1 hasil penyelidikan dan
ditanggapi kelompok lain.
 Selanjutnya guru memaknai setiap materi yang telah
didiskusikan sebagai contoh atau model perilaku dan budi
pekerti. Adapun materi-materi yang perlu diberikan pemaknaan,
yaitu:
- sifat medan magnet di sekitar kawat berarus listrik.
 (Lain-lainnya dapat dikembangkan sesuai kreativitas guru).

Kegiatan Penutup
 Untuk memantapkan pemahaman siswa tentang medan magnet
di sekitar kawat berarus listrik, guru mengajukan pertanyaan-
pertanyaan sesuaikan dengan tujuan pembelajaran pada
Pertemuan 4 ini.
 Meminta siswa merangkum materi sesuai dengan tujuan-tujuan
yang ingin dicapai dan mempresentasikan jawaban benar dari
LKS 7 dan LKS 8.

H. Penilaian (Instrumen Penilaian Terlampir pada Lembar Penilaian)


 Bentuk tes tertulis: pilihan ganda dan uraian singkat
 Kinerja saat melakukan kegiatan
 Laporan/presentasi
Tes tertulis dilaksanakan setelah proses pembelajaran (Pertemuan 5) dengan
menggunakan Lembar Penilaian (LP) 4.1.
CONTOH 2: RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BERBASIS CTL

Sekolah : SMP
Mata Pelajaran : IPA
Kelas / Semester : VII / 1

Standar Kompetensi

3. Memahami wujud zat dan perubahannya


4. Memahami berbagai sifat dalam perubahan fisika dan kimia.
6. Memahami keanekara-gaman makhluk hidup.

Kompetensi Dasar
3.1 Menyelidiki sifat-sifat zat berdasarkan wujudnya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
4.2 Melakukan pemisahan campuran dengan berbagai cara berdasarkan sifat fisika dan sifat kimia
6.2 Mengklasifikasikan makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki

Indikator
 Mengidentifikasi cara-cara pemisahan campuran dengan cara fisika
 Mengidentifikasi cara-cara pemisahan campuran dengan cara kimia
 Menentukan cara pemisahan campuran berdasarkan karakteristik campuran
 Menerapkan cara pemisahan campuran berdasarkan karakteristik campuran

PERTEMUAN 1
A. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik mampu:
1. Mengidentifikasi cara-cara pemisahan campuran dengan cara penyaringan
2. Menentukan cara pemisahan campuran berdasarkan karakteristik campuran
3. Menerapkan cara pemisahan campuran berdasarkan karakteristik campuran
4. Melakukan pengamatan, menuliskan data hasil pengamatan, melakukan inferensi,
berkomunikasi
B. Materi Pembelajaran
Pemisahan campuran dengan cara penyaringan

C. Metode Pembelajaran
1.Model :Cooperatif Learning
2.Metode : Demonstrasi
Eksperimen
Diskusi

D.Langkah-langkah
1. Kegiatan Pendahuluan
Motivasi: Menunjukkan pada siswa air kotor dan air jernih, kemudian menanyakan kepada
siswa: “Terdiri dari apa sajakah campuran tersebut, apakah terdapat organisme di dalamnya?
Apakah air tersebut dapat dijernihkan?”
Pengetahuan Prasyarat: Mengajukan pertanyaan tentang pengertian campuran
Menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Kegiatan Inti
- Menegaskan tentang permasalahan yang muncul dalam sesi pemotivasian.
- Membagi peserta didik kedalam kelompok-kelompok, Tiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa.
- Meminta peserta didik untuk membaca LKS dan mendiskusikan dalam kelompok sebelum
melakukan percobaan.
- Membinbing siswa melakukan percobaan dan memeriksa kegiatan peserta didik apakah
sudah dilakukan dengan benar.
- Jika masih ada peserta didik /kelompok yang belum dapat melakukan dengan benar ,guru
dapat langsung memberikan bimbingan.
- Peserta didik mempresentasikan hasil kerja kelompoknya
- Memberi penghargaan pada semua kelompok yang telah melakukan percobaan dan
mempresentasikan hasilnya sesuai kinerja kelompok.
- Mengklarifikasi konsep yang telah didapat siswa, dilanjutkan dengan diskusi tentang
berbagai kemungkinan pemisahan campuran selain penyaringan.

3. Kegiatan Penutup
- Guru membimbing siswa merangkum pelajaran.
- Penugasan Terstruktur: Memberikan tugas lanjutan dari kegiatan yang telah dilakukan yaitu
menggunakan bahan-bahan lain yang dapat digunakan untuk menyaring air dan
membandingkan hasilnya dengan kelompok lain. Tugas dikumpulkan pada pertemuan
berikutnya.ahan- apakah yang kamu pikir dapat digunakan sebagai penyaring air? Lakukan
kegiatan ini dengan menggunakbahan-bahan yang
E. Sumber Belajar
1. Buku siswa
2. LKS
3. Alat dan bahan untuk kegiatan siswa dalam pertemuan ini, meliputi:
a. botol plastik 2l bekas air mineral
b. air kolam
c. kerikil
d. pasir
e. ijuk
f. pisau

PERTEMUAN 2

A.Tujuan Pembelajaran
Peserta didik dapat :
1. Mengidentifikasi cara-cara pemisahan campuran dengan cara destilasi
2. Menentukan cara pemisahan campuran berdasarkan karakteristik campuran
3. Menerapkan cara pemisahan campuran berdasarkan karakteristik campuran
4. Melakukan pengamatan, menuliskan data hasil pengamatan, melakukan inferensi,
berkomunikasi

B.Materi Pembelajaran
Pemisahan campuran dengan cara destilasi dan kristalisasi

C.Model Pembelajaran
Pendekatan : Pembelajaran Kooperatif
Metode : Pengamatan, Diskusi

D.Langkah-langkah
1. Kegiatan pendahuluan
Motivasi: Menanyakan kegiatan tugas lanjutan, selanjutnya menanyakan: “Bagaimanakah
memperoleh air tawar dari air asin? ” (Arahkan dalam konteks penjernihan air untuk
memperoleh air tawar)
Pengetahuan Prasyarat: Mengajukan pertanyaan tentang penguapan dan pengembunan
Menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Kegiatan inti
- Menegaskan tentang permasalahan yang muncul dalam sesi pemotivasian dan berdiskusi
tentang penguapan dan pengembunan.
- Membagi peserta didik kedalam kelompok-kelompok, Tiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa.
- Meminta peserta didik untuk membaca LKS dan mendiskusikan dalam kelompok sebelum
melakukan percobaan.
- Membinbing siswa melakukan percobaan dan memeriksa kegiatan peserta didik apakah
sudah dilakukan dengan benar.
- Jika masih ada peserta didik /kelompok yang belum dapat melakukan dengan benar ,guru
dapat langsung memberikan bimbingan.
- Peserta didik mempresentasikan hasil kerja kelompoknya
- Memberi penghargaan pada semua kelompok yang telah melakukan percobaan dan
mempresentasikan hasilnya sesuai kinerja kelompok.
- Mengklarifikasi konsep yang telah didapat siswa, dilanjutkan dengan diskusi tentang
penerapan lain destilasi. Mendiskusikan pemisahan campuran selain penyaringan dan
destilasi, yakni kristalisasi.

3. Kegiatan penutup
- Guru besama peserta didik membuat kesimpulan rangkuman hasil belajar
- Guru memberikan kuis untuk mengetahui daya serap materi yang baru saja dipelajari

E. Sumber Belajar
1. Buku siswa
2. LKS
3. Alat dan bahan untuk kegiatan siswa dalam pertemuan ini, meliputi:
a. botol plastik 2l bekas air mineral
b. air kolam
c. kerikil
d. pasir
e. ijuk
f. pisau

PERTEMUAN KETIGA
A. Tujuan
Peserta didik dapat
1. Mengidentifikasi cara-cara pemisahan campuran dengan cara kimia (koagulasi)
2. Menentukan cara pemisahan campuran berdasarkan karakteristik campuran
3. Menerapkan cara pemisahan campuran berdasarkan karakteristik campuran
B. Materi Pembelajaran
Pemisahan campuran

C.Model Pembelajaran
Pendekatan : Pembelajaran Kooperatif
Metode : Diskusi dan Penerapan Strategi Belajar (membuat peta konsep)
D. Langkah-langkah
1. Kegiatan Pendahuluan
Motivasi dan apersepsi
- Menanyakan:”Pernahkah kamu melihat tawas?” Guru menunjukkan tawas. Menanyakan
kegunaan tawas (diarahkan untuk penjernihan air)
- Menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Kegiatan inti
- Guru meminta peserta didik membaca secara individual materi tentang cara pemisahan
campuran secara kimia dalam di Buku Siswa (Pengelolaan Air Minum)
- Membagi peserta didik kedalam kelompok-kelompok, Tiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa.
- Meminta kelompok untuk membuat poster tentang proses pengolahan air sungai atau danau
menjadi air minum. Poster dapat berupa diagram alir, peta konsep, atau sesuai kreasi anak.
- Membinbing siswa melakukan kegiatannya.
- Jika masih ada peserta didik /kelompok yang belum dapat melakukan dengan benar ,guru
dapat langsung memberikan bimbingan.
- Peserta didik menempelkan poster hasil kerja kelompoknya dan diamati kelompok lain
- Memberi penghargaan pada semua kelompok yang telah melakukan percobaan dan
mempresentasikan hasilnya sesuai kinerja kelompok.
- Mengklarifikasi konsep yang telah didapat siswa, dilanjutkan dengan diskusi tentang
pemisahan campuran secara kimia yang lain.

3. Kegiatan penutup
- Guru besama peserta didik membuat kesimpulan rangkuman hasil belajar
- Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur: Guru menginformasikan untuk membaca dan
mempelajari Buku Siswa dan sumber belajar yang lain.

E. Sumber belajar
1.Buku Siswa
2.Peralatan untuk membuat poster

F. Penilaian
1.Teknik penilaian dan bentuk instrumen

Teknik Bentuk Instrumen


Tes unjuk kerja Lembar Observasi (rating scale)

Tes tulis Isian

2. Contoh instrumen
Tes Tulis:
Misalkan terdapat campuran air asin dan pasir. Tuliskan langkah-langkah pemisahannya,
sehingga kamu mendapatkan air tawar, garam, dan pasir!
Kriteria penskoran:
4: semua langkah teridentifikasi, urutan langkah ditulis dengan benar
3: ada langkah yang tidak terlalu prinsip tidak teridentifikasi, urutan langkah ditulis dengan
benar
2: ada langkah prinsip tidak teridentifikasi, ada langkah yang ditulis tidak urut
1: ada langkah prinsip tidak teridentifikasi, ada langkah prinsip tidak tertulis
0: tidak mengerjakan

Anda mungkin juga menyukai