Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH DETERMINAN SOSIAL KESEHATAN

FAKTOR DETERMINAN SOSIAL PERILAKU PENCEGAHAN


NARKOBA PADA REMAJA

Disusun oleh :

RIMA DIANA NURRILLA


101511133216

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
Daftar Isi
Daftar Isi ................................................................................................................ 1

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 2

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 2

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 4

1.3 Tujuan .......................................................................................................... 4

1.4 Manfaat ........................................................................................................ 5

2.2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kesehatan ...................................... 6

2.3 Strategi Intervensi Sosial Determinant of Health .................................... 9

2.4 Narkoba...................................................................................................... 10

2.5 Pencegahan Narkoba ................................................................................ 11

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 13

3.1 Faktor Determinan Sosial Perilaku Pencegahan Narkoba pada Remaja


........................................................................................................................... 13

3.2 Strategi Intervensi Social Determinant Health untuk HIV-AIDS ... 15

3.3 Peran Sarjana Kesehatan Masyarakat ................................................... 17

BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 19

4.1 Kesimpulan ........................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah penyalahguna narkoba di dunia cenderung meningkat dari tahun


2006 hingga tahun 2016. Sekitar 275 juta orang diseluruh dunia atau 5,6% dari
populasi global yang berusia 15-64 tahun menggunakan narkoba minimal sekali
selama tahun 2016. Pada tahun 2015 hingga 2016 jumlah orang yang
menyalahgunkan narkoba meningkat sebanyak 20 juta orang (UNODC, 2018).
Hasil survei penyalahgunaan narkoba di beberapa negara menunjukkan bahwa
tingkat penggunaan narkoba pada kalangan anak muda lebih tinggi dibanding
pada orang dewasa. Remaja usia dini (12-14 tahun) hingga akhir (15-17 tahun)
merupakan periode kritis untuk inisisasi penyalahgunaan narkoba
(UNODC,2018).

Number of people w ho use A nnual pr e val a nc e amo ng


drugs (millions) popul at i o n ag e d 1 5 - 6 4 y e ar s
( pe r c e nt ag e )
400
8
300 6
200 4
275 4.9 4.6 4.8 5 5.2 5.2 5.2 5.2 5.2 5.3 5.6
211 203 210 226 240 243 246 247 255
100 208 2
0 26 28 27.327.127.127.327.427.428.729.530.5 0 0.6
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016

Number of people with drug use disorders Prevalence of people who use drugs
Number of people who use drugs Prevalence people with drug use disorders

Sumber : UNODC 2018


Gambar 1.1 Tren Global Prevalensi Estimasi Penyalahgunaan Narkoba dan
Estimasi Jumlah Penyalahguna Narkoba tahun 2006-2016
Penyalahgunaan narkoba yang semakin meningkat di dunia juga
berimbas ke Indonesia. Peredaran narkoba dan obat-obatan psikotropika sudah
menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia. Sasaran peredaran narkoba sudah
sangat luas meliputi tempat-tempat hiburan malam, sekolah-sekolah, rumah
kost, daerah pemukiman bahkan lingkungan rumah tangga. Berdasarkan hasil

2
survei penyalahgunaan narkoba di 34 provinsi Indonesia tahun 2017, jumlah
penyalahguna narkoba di Indonesia mencapai 3.376.115 jiwa dengan angka
prevalensi sebesar 1,77% (BNN,2017).

Kecenderungan angka prevalensi


penyalahgunaan narkoba semakin
menurun
10 8.1 7.8
8
6 5.2 5.1
4.3 3.8
4 2.9
1.9
2
0
2006 2009 2011 2016

Pernah pakai Pakai setahun terakhir

Sumber : BNN 2016


Gambar 1.2 Grafik prevalensi penyalahgunaan narkoba 2006-2016
menurut waktu
Berdasarkan gambar 1.2 menunjukkan bahwa angka prevalensi
penyalahgunaan narkoba di Indonesia dalam 10 tahun terakhir cenderung
menurun, baik untuk kelompok pernah pakai (ever used) dan setahun terakhir
pakai (current use). Angka prevalensi pernah pakai pada tahun 2016 sebesar
3,8%, angka tersebut menurun dibandingkan tahun 2006 yang sebesar 8,1%.
Angka prevalensi pada kelompok pakai setahun terkahir juga cenderung turun
dari tahun 2006 sebesar 5,2% menjadi 1,9% di tahun 2016. Angka prevalensi
pernah pakai berdasarkan lokasi pada tahun 2009 sampai dengan 2016
cenderung lebih tinggi di kota dibandingkan di kabupaten. Angka prevalensi
setahun pakai juga memiliki pola yang relatif sama, bahkan angka prevalensi
setahun pakai di kabupaten cenderung turun pada tahun 2006 sebesar 5,5%
menjadi 1,6% di tahun 2016 (BNN, 2016).
Angka prevalensi penyalahgunaan narkoba pada kelompok pakai dan
setahun pakai cenderung semakin tinggi pada tingkat pendidikan yang semakin
tinggi, kecuali pada tahun 2016, SMP memiliki angka prevalensi terendah dan
tertinggi pada perguruan tinggi. Tahun 2016 angka prevalensi narkoba di
tingkat SMA tidak jauh beda dibandingkan dengan tingkat perguruan tinggi.

3
Angka prevalensi pada kelompok pakai narkoba relatif sama besar 4,3% antara
SMA dan perguruan tinggi. Angka prevalensi kelompok pakai narkoba di SMA
sebesar 2,4% lebih tinggi dibandingkan perguruan tinggi sebesar 1,8% di tahun
2016 (BNN,2016).
Kasus penyalahgunaan narkoba semakin meningkat pada usia
remaja, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan narkoba. Penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya merupakan permasalahan
kompleks baik dilihat dari faktor penyebab maupun akibat. Penyebabnya
merupakan kompleksitas dari berbagai faktor, dari faktor Fisik dan kejiwaan
pelaku, serta faktor lingkungan baik mikro maupun makro. Serta menimbulkan
dampak yang merugikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Dilihat secara keseluruhan akibat dari penyalahgunaan narkoba sangat
kompleks dan luas tidak hanya pada pelakunya, tetapi juga menimbulkan
psikologis, sosial dan ekonomis bagi orangtua. Terdapat beberapa faktor
determinan sosial yang mempengaruhi perilaku pencegahan narkoba pada
remaja. Determinan sosial merupakan faktor- faktor penentu secara sosial di
kehidupan masyarakat serta suatu proses yang membentuk perilaku di
masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa faktor determinan sosial yang mempengaruhi perilaku pencegahan


narkoba pada remaja?
2. Strategi intervensi sosial determinan of health apa yang dapat dilakukan
untuk pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja?
3. Apa saja peran Sarjana Kesehatan Masyarakat dalam mengatasi
permasalahan penyalahgunaan narkoba pada remaja?
1.3 Tujuan

1. Mengidentifikasi faktor determinan sosial kesehatan yang mempengaruhi


perilaku pencegahan narkoba pada remaja
2. Mengetahui strategi intervensi sosial determinan of health yang dapat
dilakukan untuk pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja

4
3. Mengetahui peran sarjana kesehatan masyarakat dalam pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja
1.4 Manfaat

1. Untuk menambah pengetahuan tentang faktor determinan sosial yang dapat


mempengaruhi perilaku pencegahan narkoba pada
2. Untuk mengetahui strategi intervensi sosial determinan of health yang
dapat dilakukan untuk pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja
3. Untuk mengetahui peran sarjana kesehatan masyarakat dalam pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Determinan Sosial Kesehatan


Determinan sosial kesehatan adalah keadaan saat orang dilahirkan,
tumbuh, hidup dan sistem dimasukkan ke dalam tempat untuk menangani
penyakit. Keadaan ini pada gilirannya dibentuk oleh satu kesatuan yang
lebih luas dari kekuatan ekonomi, kebijakan sosial, dan politik. Determinan
sosial merupakan faktor- faktor penenti secara sosial di dalam kehidupan
masyarakat. Keadaan ini dibentuk oleh pembagian uang, kekuasaan dan
sumber daya ditingkat global, nasional dan lokal. Faktor penentu sosial dari
kesehatan sebagian besar bertanggung jawab atas ketidakadilan kesehatan-
perbedaan yang tidak adil dan dihindari dalam status kesehatan terlihat
dalam dan antar negara (WHO, 2017). Determinan sosial kesehatan
merupakan proses yang membentuk perilaku masyarakat. Perilaku tersebut
merupakan semua kegiatan yang dilakukan masyarakat, baik kegiatan yang
dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung yang dibentuk oleh
pengetahuan, sikap, dan tindakan (Notoatmojo, 2012)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, determinan sosial kesehatan
merupakan proses yang membentuk perilaku di dalam masyarakat. Prinsip
determinan sosial adalah sejumlah variabel yang tergolong dalam faktor
sosial, seperti; budaya, politik, ekonomi, pendidikan, faktor biologi, dan
perilaku yang mempengaruhi status kesehatan individu atau masyarakat.
Determinan sosial berkontribusi terhadap kesenjangan kesehatan di dalam
kelompok masyarakat yang disebut determinan sosial kesehatan dan
mempengaruhi kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung,
sehingga dapat menjadi tolak ukur status kesehatan masyarakat.

2.2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kesehatan


Kesehatan seseorang tidak hanya dilihat dari satu aspek saja. Akan tetapi
sangat kompleks mulai dari aspek fisik, mental, dan sosial. Status kesehatan
yang baik merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor yang

6
mempengaruhi, baik dari faktor internal yang meliputi fisik maupun psikis
seseorang dan faktor eksternal meliputi budaya, sosial ekonomi, politik, dan
pendidikan. Kedua faktor tersebut saling berkaitan dalam mempengaruhi
kesehatan setiap individu. Menurut Henrik L. Blum (1974) terdapat empat
faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan yaitu faktor lingkungan, faktor
perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan. Berikut bagan
empat faktor menurut Henrik L. Blum (1974).

Gambar 1. Empat faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan


menurut Henrik L. Blum (1974)
1. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan mempunyai pengaruh dan peranan yang besar
terhadap derajat kesehatan. Pada umumnya, lingkungan digolongkan
menjadi dua kategori yaitu lingkungan yang berhubungan dengan
aspek fisik dan sosial. Lingkungan fisik berkaitan dengan air, udara,
tanah, iklim maupun kondisi perumahan. Sedangkan untuk
lingkungan sosial berhubungan dengan interaksi antar manusia
terkait kepercayaan, budaya, pendidikan, maupun ekonomi.
2. Faktor Perilaku Masyarakat
Perilaku merupakan faktor kedua yang dapat mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat. Perilaku memiliki peranan yang
penting dalam mewujudkan masyarakat yang sehat. Salah satu cara
untuk mewujudkan masyarakat yang sehat perlu adanya suatu
program intervensi.
3. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan. Keberadaan fasilitas kesehatan
sangat menentukan pelayanan kesehatan dalam upaya pelayanan

7
pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan
dan perawatan terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan. Masyarakat membutuhkan posyandu, puskesmas, rumah
sakit maupun pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan juga meliputi tenaga kesehatan yang tersedia. Fungsi dari
tenaga kesehatan ini memberikan pelayanan kesehatan, informasi
serta motivasi kepada masyarakat.
4. Faktor keturunan (genetik)
Keturunan merupakan faktor yang sudah ada didalam diri
manusia yang dibawa sejak lahir. Selain itu, faktor keturunan dapat
juga dikaji dari kondisi balita atau ibu hamil. Pada masa kehamilan
dan balita juga menentukan perkembangan otak anak. Dalam hal ini
ibu memiliki peranan yang penting karena kesehatan balita sangat
tergantung pada kondisi ibunya.
Terdapat sepuluh determinan sosial yang dapat mempengaruhi kesehatan
menurut Kuntari dalam Social Determinan of Health, yaitu:
1. Kesenjangan sosial
Masyarakat dengan kelas sosial ekonomi lemah, biasanya sangat
rentan dan beresiko terhadap penyakit, serta memiliki harapan
hidup yang rendah.
2. Stres
Stres merupaka keadaan psikologis/jiwa yang labil. Kegagalan
menanggulangi stres baik dalam kehidupan sehari-hari di rumah
dan di lingkungan kerja akan mempengaruhi kesehatan seseorang.
3. Pengucilan sosial
Kehidupan di pengasingan atau perasaan terkucil akan
menghasilkan perasaan tidak nyaman, tidak berharga, kehilangan
harga diri, akan mempengaruhi kesehatan fisik maupaun mental.
4. Kehidupan dini
Kesehatan masa dewasa ditentukan oleh kondisi kesehatan di awal
kehidupan. Pertumbuhan fisik yang lambat, serta dukungan emosi

8
yang kurang baik pada awal kehidupan akan memberikan dampak
pada kesehatan fisik, mental, dan kemampuan intelektual masa
dewasa.
5. Pekerjaan
Stres di tempat kerja meningkatkan resiko terhadap penyakit dan
kematian. Syarat-syarat kesehatan di tempat kerja akan membantu
meningkatnkan derajat kesehatan.
6. Pengangguran
Pekerjaan merupakan penopang biaya kehidupan. Jaminan
pekerjaan yang mantap akan meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan bagi diri dan keluarganya.
7. Dukungan sosial
Hubungan sosial termasuk diantaranya adalah persahabatan serta
kekerabatan yang baik dalam keluarga dan juga di tempat kerja.
8. Penyalahgunaan napza
Pemakaian napza merupakan faktor memperburuk kondisi
kesehatan, keselamat dan kesejahteraan. Napza atau pemakaian
narkoba, alkohol, dan merokok akan memberika dampak buruk
terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
9. Pangan
Ketersediaan pangan, pendayagunaan penghasilan keluarga untuk
pangan, serta cara makan berpengaruh terhadap kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat. Kekurangan gizi maupun kelebihan gizi
berdampak terhadap kesehatan dan penyakit.
10. Transportasi
Transportasi yang sehat, mengurangi waktu berkendara,
meningkatkan aktivitas fisik yang memadai akan baik bagi
kebugaran dan kesehatan. Selain itu, mengurangi waktu berkendara
dan jumlah kendaraan akan mengurangi polusi pada manusia.

2.3 Strategi Intervensi Sosial Determinant of Health


Berikut merupakan strategi intervensi sosial determinan kesehatan menurut
Titik Kuntari:

9
1. Policy/ legislation
Intervensi untuk meregulasi ketersediaan dan kontrol :
a. Pelayanan
b. Sumber daya
c. Komoditas
2. Perubahan norma
a. Modifikasi norma yang boleh dan tidak boleh di masyarakat
b. Nilai mengenai gender
3. Community Empowerment (Pemberdayaan masyarakat)
Memampukan masyarakat sesuai dengan potensi masyarakat agar
masyarakat dapat mandiri
4. Community Development (Pengembangan Masyarakat)
Menggali potensi masayarakat untuk mampu memecahkan masalah
mereka
5. Mempermudah akses komoditas
Menghilangkan barier akses komoditas. Misal makanan sehat.
6. Akses pelayanan
a. Menghilangkan barier akses pelayanan
b. Mensubsidi hingga menggratiskan pelayanan

2.4 Narkoba
Narkoba pada awalnya adalah kepanjangan dari narkotika dan obat
berbahaya. Obat berbahaya pada definIsi tersebut adalah obat yang tidak
dijual bebas dan digunakan dalam bidang kedokteran. Narkotika dan
psikotropika jika digunakan dengan benar memberi manfaat yang besar
dalam bidang medis. Narkotika dan psikotropika dalam dunia medis
digunakan sebagai obat bius, obat penenang, dan obat berbagai penyakit
lainnya. Narkotika dan psikotropika tidak selalu berdampak buruk apabila
digunakan sesuai anjuran dokter untuk kebutuhan penyembuhan. Narkoba
akan menjadi berbahaya apabila terjadi penyalahgunaan narkoba. Narkoba
diberi istilah NAPZA dibidang yang merupakan kepanjangan dari
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Sehingga kepanjangan

10
narkoba yang tepat adalah narkotika, psikotropika dan bahan adiktif
lainnya(Partodiharjo, 2010).
Berdasarkan Undang-undang No 35 tahun 2009 narkotika
merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

2.5 Pencegahan Narkoba


Menurut Subagyo Partodiharjo (2006) Upaya pencegahan penggunaan
napza dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pencegahan primer dengan cara mengenali remaja risiko tinggi
penyalahgunaan napza dan melakukan intervensi. Upaya ini
dilakukan pada remaja yang mempunyai risiko tinggi melakukan
menyalahgunakan napza. Intervensi dilakukan agar mereka tidak
menggunakan napza. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak
berusia dini, agar faktor yang dapat menghambat proses tumbuh
kembang anak dapat diatasi dengan baik.
2. Pencegahan sekunder meliputi: mengobati dan intervensi agar tidak
lagi menggunakan napza.
3. Pencegahan tersier dilakukan dengan cara merehabilitasi
penyalahgunaan napza.

Pencegahan penyalahgunaan napza dapat dilakukan dilingkungan


keluarga,sekolah, dan masyarakat.
1. Pencegahan Penyalahgunaan Napza di lingkungan Keluarga dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Penanaman disiplin yang baik.
b. Ajaran untuk dapat membedakan yang baik dan buru
c. Pengembangan kemandirian, diberi kebebasan bertanggung
jawab.
d. Pengembangan harga diri anak, penghargaan jika berbuat baik
atau mencapai prestasi tertentu.

11
e. Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabat. Hal ini
membuat anak rindu untuk pulang ke rumah.
f. Meluangkan waktu untuk kebersamaan.
g. Orang tua menjadi contoh yang baik.

2. Pencegahan Penyalahgunaan Napza di Lingkungan Sekolah dapat


dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Upaya Pencegahan Terhadap Siswa, Memberikan pendidikan
kepada siswa tentang bahaya dan akibat penyalahgunaan
napza.
b. Upaya Untuk Mencegah Peredaran Napza di Sekolah,
Melakukan razia dengan cara sidak, Membina kerja sama yang
baik dengan berbagai pihak.
c. Upaya Untuk Membina Lingkungan Sekolah, Menciptakan
suasana lingkungan sekolah yang sehat dengan membina
hubungan yang harmonis antara pendidik dan anak didik,
Sikap keteladanan guru amat penting.
3. Pencegahan Penyalahgunaan Napza di Lingkungan Masyarakat dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Menumbuhkan perasaan kebersamaan di daerah tempat
tinggal.
b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang
penyalahgunaan napza sehingga masyarakat dapat
menyadarinya.
c. Memberikan penyuluhan tentang hukum yang berkaitan
dengan napza.
d. Melibatkan semua unsur masyarakat dalam melaksanakan
pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan napza.

12
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Faktor Determinan Sosial Perilaku Pencegahan Narkoba pada


Remaja
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah salah satu determinan yang dapat
mempengaruhi sikap terhadap perilaku pencegahan narkoba. Pengetahuan
adalah hasil dari tahu setelah seseorang melakukan penginderaan dari hasil
indra penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan adalah domain dalam
pembentukan tindakan (overt behavior). Tingkat pengetahuan sesorang
dipengaruhi oleh faktor pendidikan, informasi, kondisi sosial budaya dan
ekonomi, pengalaman, dan usia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Firman, dkk (2018)
menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan
perilaku pencegahan penggunaan narkoba. Semakin tinggi pengetahuan
remaja maka semakin tinggi pula pencegahan terhadap perilaku
penyalahgunaan narkoba. Siswa yang memiliki pengetahuan kurang dapat
melakukan penyalahgunaan narkoba. Perilaku pencegahan narkoba yang
positif ditemukan sebanyak 82,8% dari para responden yang memiliki
pengetahuan baik dan terdapat 11,8 % yang memiliki pengetahuan kurang.
Perilaku pencegahan narkoba yang negatif ditemukan sebanyak 5,4% pada
responden yang memiliki pengetahuan yang kurang.
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Jumaidah & Rindu,
(2017) bahwa tingkat pengetahuan remaja berpengaruh terhadap perilaku
pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa responden yang
memiliki pengetahuan tinggi dan perilaku pencegahannya baik terdapat
71%. Tingginya pengetahuan yang dimiliki remaja akan mempermudah
mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap dirinya. Semakin
tinggi pengetahuan pada remaja maka semakin baik perilaku pencegahan
remaja dalam mencegah penyalahgunaan narkoba.

13
Tingkat pengetahuan remaja sangat mempengaruhi terhadap
perilaku pencegahan remaja dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba
pada remaja karena dengan tingginya pengetahuan maka seseorang akan
dengan mudah mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap
dirinya. Semakin tinggi pengetahuan remaja berarti semakin baik perilaku
pencegahan remaja dalam pencegahan penyalahgunanaan narkoba.
2. Sikap
Berdasarkan hasil penelitian Firman, dkk (2018) diperoleh hasil bahwa
jumlah siswa yang memiliki sikap positif yaitu 85 responden (91,4%) lebih
besar angkanya dibanding jumlah siswa yang memiliki sikap negatif yaitu
8 responden (8,6%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan
antara sikap terhadap perilaku pencegahan penggunaan Napza.
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa siswa yang
memiliki sikap negatif dapat melakukan penyalahgunaan Napza.
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Jumaidah & Rindu,
(2017) bahwa responden yang memiliki sikap positif dan perilaku
pencegahannya tidak baik terdapat 16 (53.3%) responden. Hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan
narkoba.
Sikap berhubungan terhadap suatu perilaku karena dipengaruhi oleh
keyakinan bahwa perilaku akan akan membawa kepada hasil baik yang
diinginkan maupun tidak diinginkan. Menurut teori tindakan beralasan
yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein sikap mempengaruhi perilaku
melalui suatu proses pengambilan keputusan yang diteliti dan beralasan,
dan dampaknya terbatas pada tiga. Pertama yaitu perilaku tidak banyak
ditentukan oleh sikap umum, tapi spesifik terhadap sesuatu. Kedua yaitu
perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap namun juga oleh norma
subjektif. Norma subjektif adalah kepercayaan terhadap pendapat orang
lain tentang tindakan yang akan diambil. Ketiga yaitu sikap terhadap
perilaku bersama norma subjektif membentuk intensi atau niat untuk
berprilaku tertentu.

14
3. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi


seseorang atau kelompok untuk dapat melakukan sesuatu tindakan serta
perubahan-perubahan perilaku setiap individu. Lingkungan yang kita kenal
antara lain lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya, dan lingkungan
tetangga. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama kali dikenal oleh
individu sejak lahir.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jumaidah & Rindu, (2017) dapat
diketahui bahwa responden yang memiliki lingkungan baik dan perilaku
pencegahannya baik terdapat 21 (72.4%) responden. Hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan antara lingkungan dengan perilaku
pencegahan. Berdasarkan penelitian tersebut ada perbedaan tingkat
lingkungan antara responden, hal ini dapat diakibatkan oleh perbedaan
faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi tingkat pengetahuan,
kecerdasan, emosi, motivasi. Faktor eksternal meliputi sosial, ekonomi,
budaya sehingga kedua faktor tersebut menyebabkan perbedaan lingkungan
pada setiap responden.

3.2 Strategi Intervensi Social Determinant Health untuk HIV-AIDS


1. Kebijakan (policy)
Strategi kebijakan publik yang berwawasan kesehatan adalah kebijakan
yang selalu menyertakan kesehatan dalam semua aspek. Tujuan kebijakan
yaitu menciptakan lingkungan yang mendukung seseorang agar melakukan
hidup sehat. Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang Narkotika
no 35 tahun 2009, yang didalamnya mengatur semua tentang narkoba untuk
mencegah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Pemerintah
membentuk Badan Narkotika Nasional atau BNN dalam upaya memerangi
narkoba pemerintah membuat kebijakan nasional dibidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).
Pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba merupakan salah satu kebijakan dan strategi pemerintah Indonesia
dalam melakukan upaya memerangi bahaya narkoba. Upaya memerangi

15
narkoba tersebut dilakukan melalui pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yang biasa disingkat P4GN.
Pelaksanaan P4GN pemerintah telah mengeluarkan Inpres (Instruksi
Presiden) nomor 12 tahun 2011 tentang pelaksanaan P4GN. P4GN
mempunyai arah dan tujuan serta strategi nasional.
2. Akses Pelayanan
Akses pelayanan meliputi akses informasi yang didapatkan masyarakat
terkait upaya pencegahan narkoba. Iklan kampanye anti narkoba melalui
media massa merupakan salah satu strategi yang dimiliki Badan Narkotika
Nasional untuk mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN). Kegiatan Iklan
layanan kampanye anti narkoba melalui media massa cetak diharapkan
menjadi sumber inspirasi bagi semua orang yang membacanya sehingga
dapat menggerakan semua lini dan instansi di negeri ini untuk terus
mengupayakan pemberantasan narkoba dan mencegah agar narkoba tidak
berkembang dan disalahgunakan anak bangsa. Kegiatan diseminasi melalu
media massa, tidak hanya melalui majalah dan koran, tetapi memanfaatkan
media lain, seperti penyiaran melalui radio dan terkadang mengisi siaran
langsung melalui saluran pesawat televisi, tentunya media tersebut adalah
sarana strategis untuk penyaluran informasi P4GN dilingkungan masyarakat
sehingga diharapkan dapat menutupi kekurangan dari publikasi informasi
P4GN dengan media cetak yang terkendala distribusi keseluruh wilayah.
Kegiatan Iklan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba (P4GN) melalui baliho, spanduk, dan banner
merupakan salah satu upaya untuk mendukung kegiatan Badan Narkotika
Nasional. Diseminasi informasi pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) juga dilakukan di
lingkungan sekolah dimana dalam kegiatan ini mampu mengurangi
penyalahgunaan dan peredaran gelap di sekolah-sekolah
3. Pemberdayaan Masyarakat
Bidang pemberdayaan tak jauh berbeda dengan bidang pencegahan. Bidang
inipun melakukan pencegahan pada lingkungan pendidikan dan pekerja, serta

16
lingkungan masyarakat. Pembentukan satgas dan menggandeng Lembaga
Swadaya Masyarakat dilakukan untuk menyebarkan pengetahuan bagi
masyarakat sekitar terhadap narkoba, kemudian peran bidang ini dalam
melaksanaan test urine yang bertujuan agar setiap orang lebih awas terhadap
narkoba sehingga diketahui apakah ada yang menggunakan narkoba.
Pemberian rekomendasi kepada pecandu menjadi tugas yang diemban pula
oleh bidang ini. Pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk dapat
menanggulangi masalah narkoba secara lebih efektif di dalam kelompok
masyarakat terbatas tertentu, dilakukan pendidikan dan pelatihan dengan
mengambil peserta dari kelompok itu sendiri. Program ini, pengenalan materi
narkoba lebih mendalam lagi, disertai simulasi penanggulangan, termasuk
latihan pidato, latihan diskusi, latihan menolong penderita dan lainlain.
Pemberdayaan masyarakat juga dapat dilakukan di lingkungan sekolah. Hal
ini yang sudah terbentuk pada konselor sebaya serta fungsinya sebagai
pencegahan berbasis pembinaan kecerdasan emosional karena emosi mereka
yang sudah terbentuk.
3.3 Peran Sarjana Kesehatan Masyarakat
Sebagai sarjana kesehatan masyarakat beberapa hal yang bisa dilakukan
terkait pencegahan penyalahgunaan narkoba adalah sebagai berikut:
1. Advokasi
Melaksanakan kegiatan Advokasi dalam bidang pencegahan dan
peredaran gelap narkoba untuk mendapatkan komitmen dan
dukungan dari pihak-pihak terkait (stakeholders). Kegiatan advokasi
terkait pencegahan pencegahan dan peredaran gelap narkoba dapat
dilakukan kepada instansi pemerintah dan instansi swasta. Instansi
pemerintah meliputi Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan Dinas
Kepemudaan dan Olahraga, Dinas Komunikasi dan Informatika,
Dinas Pengendalian Penduduk, serta Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan anak. Advokasi pada instansi
pemerintahan di daerah dilakukan dengan mengajak seluruh pegawai
pada instansi tersebut untuk berkomitmen bersama dalam mencegah
peredaran gelap narkoba di lingkungan kerja serta keberhasilan

17
kegiatan ini tidak lepas dari sikap kooperatif dari lingkungan kerja
terkait Pelaksanaan kegiatan Advokasi bidang pencegahan peredaran
gelap narkoba pada instansi swasta dengan mengajak seluruh pekerja
pada instansi tersebut untuk berkomitmen bersama dalam mencegah
peredaran gelap narkoba di lingkungan kerja.
2. Bina Suasana
Bina suasana terkait upaya pencegahan narkoba pada remaja dapat
dilakukan dengan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung
meliputi lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Membina
Lingkungan Sekolah untuk menciptakan suasana lingkungan
sekolah yang sehat dengan membina hubungan yang harmonis
antara pendidik dan anak didik. Menciptakan lingkungan
masyarakat yang mendukung upaya pencegahn narkoba dengan
melibatkan semua unsur masyarakat dalam melaksanakan
pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan napza.
3. Melakukan Pemberdayaan Masyarakat (Enable)
Upaya pencegahan penyalahgunaann narkoba pada remaja dapat
dilakukan dengan melakukan pemberdayaan pada siswa di
lingkungan sekolah. Upaya menjadikan siswa/pelajar memiliki pola
pikir, sikap, dan terampil menolak penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika.

18
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Terdapat 3 faktor determinan sosial yang mempengaruhi
perilaku pencegahan narkoba pada remaja yaitu pengetahuan, sikap, dan
lingkungan. Tingkat pengetahuan remaja mempengaruhi perilaku
pencegahan narkoba pada karena dengan tingginya pengetahuan maka
seseorang akan dengan mudah mengantisipasi hal-hal yang tidak
diinginkan terhadap dirinya. Sikap berpengaruh terhadap perilaku
pencegahan narkoba pada remaja, siswa yang memiliki sikap negatif
dapat melakukan penyalahgunaan narkoba. Lingkungan juga
merupakan faktor deteminan perilaku pencegahan narkoba pada remaja,
mrliputi lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya, dan
lingkungan tetangga.
Strategi intervensi terhadap upaya pencegahan penyalahgunaan
narkoba pada remaja dapat dilakukan melalui adanya kebijakan yang
mengatur pencegahan narkoba. Kedua, akses pelayanan dalah hal
mempermudah akses informasi terkait upaya pencegahan narkoba dan
pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan masyarakat untuk dapat
menyebarkan infomasi terkait pencegahan narkoba. Peran Sarjana
Kesehatan Masyarakat terkait upaya pencegahan narkoba pada remaja
dapat dilakukan melalui upaya advokasi, bina suasana dan
pemberdayaan masyarakat.

19
DAFTAR PUSTAKA
Firman, Haskas, Y. & Akmal, 2018. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja
terhadap Perilaku Pencegahan Penggunaan NAPZA di SMA 21 Makassar.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 12(6), pp. 665-669.
Jumaidah & Rindu, 2017. Perilaku Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba pada
Remaja di Wilayah Kecamatan Sukmaja Depok. Jurnal Ilmiah Kesehatan,
16(3), pp. 43-49.
Kuntari, T., t.thn. Social Determinnat of Health. s.l.:s.n.
Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Partodiharjo, S., 2010. Kenali Narkoba & Musuhi Penyalahgunaannya.
Jakarta: Erlangga.
UNODC, 2018. World Drug Report 2018. Vienna, United Nations publication.
World Health Organization, 2017. What are social determinants of health?
Social determinants of health. Available at:
http://www.who.int/social_determinants/sdh_definition/en/

20

Anda mungkin juga menyukai