Anda di halaman 1dari 28

KEWENANGAN DIREKSI DALAM

MENJALANKAN PERSEROAN
TERBATAS

KELOMPOK 2
JAMES WIJAYA (B022181008)
EKA FITRIANINGSIH (B022181016)
MUH. HERU CAKRA R (B022181018)
NUR ANISSA SY (B022181019)
ANNISA FARADINA (B022181021)

MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam praktik, tentu banyak perusahaan yang berbentuk perusahaan

terbatas atau perseroan terbatas. Bahkan, berbisnis dengan membentuk

perseroan terbatas inimerupakan model berbisnis yang paling banyak

dilakukan oleh pebisnis, sehingga dapat dipastikan bahwa jumlah dari

perseroan terbatas di Indonesia jauh melebihi jumlah bentuk bisnis lain

Sebelum diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,

perseroan terbatas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995.

Namun, karena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dipandang sudah

tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan

masyarakat sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang yang baru,

maka lahirlah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.Pengertian

perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40

tahun 2007, perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan

persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan

usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

memenuhi dalam persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini

serta peraturan pelaksanaannya.

Berdasarkan definisi dari Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 ini,

Perseroan terbatas merupakan badan hukum, yang berarti perseroan

terbatas merupakan subjek hukum dan memiliki hak dan kewajiban yang

2
telah ditentukan, misalnya perseroan terbatas dapat melakukan gugatan

atau digugat. Perseroan terbatas juga memiliki organ didalamnya, yang

meliputi direksi, komisaris, dan rapat umum pemegang saham (RUPS).

Wewenang dan kewajiban yang diembankan kepada direksi, komisaris,

dan rapat pemegang saham (RUPS) tentu berbeda. Direksi diberikan

wewenang dalam mengelola perusahaan, komisaris memiliki wewenang

dalam pengawasan perusahaan, dan RUPS mempunyai wewenang yang

tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang

ditentukan dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 dan/atau

anggaran dasar.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa badan hukum termasuk

subyek hukum. Badan hukum dalam kenyataannya dipandang sebagai

manusia, yang dapat melakukan hak-hak dan kewajibannya. Demikian

pula badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum yang diwakilkan

oleh pengurusnya. Oleh karena itu, kedudukannya sebagai subjek hukum,

maka segala perbuatan badan hukum menjadi tanggungjawab badan

hukum itu sendiri. Bukan tanggung jawab pribadi pengurusnya.

Selain itu, berdasarkan definisi yang tercantum dalam Undang-

Undang Nomor 40 tahun 2007, dapat disimpulkan bahwa berdirinya

perseroan terbatas didasarkan atas adanya suatu perjanjian antara

mereka (para pihak) yang mendirikannya. Perjanjian untuk mendirikan

suatu perseroan terbatas tersebut dapat dilakukan oleh dua orang atau

lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam Bahasa indonesia. Pada

dasarnya, perseroan terbatas yang didirikan harus sesuai dengan maksud

3
dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan dan/atau kesusilaan.

Berdasarkan uraian di atas kami tertarik untuk mengkaji lebih lanjut

dalam suatu makalah dengan judul Kewenangan DIreksi Dalam

Menajalankan Perseroan Terbatas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Kewenangan Direksi Dalam Menjalankan

Perseroan Terbatas ?

2. Bagaimanakah Prinsip Fiduciary Duty Oleh Direksi Dalam

Menjalankan Perseroan Terbatas ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis

Kewenangan Direksi dalam Menjalankan Perseroan Terbatas.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

dalam ilmu hukum pada umumnya dan khususnya hukum

perusahaan.

b. Hasil penulisan ini dapat menambah literatur dan referensi

sebagai bahan acuan bagi penulisan yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada para praktisi

hukum.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Tentang Direksi

1. Pengertian Direksi

Dalam suatu Perseroan Terbatas keberadaan Direksi

ibarat nyawa bagi perseroan. Tidak mungkin suatu Perseroan

tanpa adanya Direksi. Sebaliknya tidak mungkin ada Direksi

tanpa adanya Perseroan. Oleh karena itu, keberadaan Direksi

bagi Perseroan Terbatas sangat penting.

Direksi diberikan kepercayaan oleh seluruh pemegang

saham melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS) untuk menjadi organ Perseroan yang akan bekerja untuk

kepentingan Perseroan, serta kepentingan seluruh pemegang

saham yang mengangkat dan mempercayakan sebagai satu-

satunya organ yang mengurus dan mengelola Perseroan.

Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,

Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan

bertanggungjawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk

kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan

5
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di

luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 1

Pengaturan mengenai Direksi diatur dalam bab VII dari

pasap 92 sampai dengan pasal 107 UUPT. Direksi merupakan

badan pengurus perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak

dan berwenang untuk menjalankan perusahaan.

2. Persyaratan Anggota Direksi

Bila memperhatikan peraturan yang berlaku selama ini,

maka tidak ada suatu ketentuan pun yang mengatur tentang

persyaratan bagi seseorang yang hendak diangkat menjadi

anggota Direksi. Namun sekarang, menurut UUPT justru

persyaratan tersebut secara tegas ditetapkan bahwa untuk dapat

diangkat menjadi anggota Direksi, seseorang itu harus memenuhi

persyaratan yang telah ditentukan, yaitu:Orang (perseorangan)

yang mampu melaksanakan perbuatan hukum, dan tidak pernah

dinyatakan pailit, atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris

yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan

dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena

melaksanakan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara.

Ada 2 (dua) syarat untuk menjadi anggota Direksi, yaitu:2

1
I.G. Rai Widjaya, 2003, Hukum Perusahaan, Megapoin , Jakarta, hlm. 208
2
I.G. Rai Widjaya, 2003, Hukum Perusahaan, Kesaint Blanc, Jakarta, hlm. 213

6
a) Syarat utama, bahwa yang menjadi anggota Direksi adalah

orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum.

Tetapi orang perseorangan tersebut di atas tidak termasuk di

dalamnya orang perseorangan yang dalam waktu 5 (lima)

tahun sebelum pengangkatannya pernah dinyatakan pailit;

menjadi anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang

dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan

pailit; atau dihukum karena melakukan tindak pidana yang

merugikan keuangan Negara dan/atau yang berkaitan dengan

sektor keuangan.

b) Syarat tambahan, yakni syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh

instansi teknis yang berwenang berdasarkan peraturan

perundang-undangan.

3. Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi

Anggota Direksi diangkat oleh RUPS, untuk jangka waktu

tertentu dengan kemungkinan dapat diangkat kembali. Untuk

pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan dengan

mencantumkan di dalam Akta Pendirian, tentang susunan dan

nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,

dan kewarganegaraan anggota Direksi yang bersangkutan.

Tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian

anggota Direksi diatur dalam Anggaran Dasar tanpa mengurangi

hak pemegang saham dalam pencalonan.

7
a) Pemberhentian Sewaktu-waktu

Anggota Direksi dapat sewaktu-waktu diberhentikan

berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan

alasannya setelah yang bersangkutan diberi kesempatan

untuk membela diri dalam RUPS. Dengan demikian

kedudukannya sebagai anggota Direksi berakhir.

b) Pemberhentian Sementara

Anggota Direksi dapat diberhentikan sementara oleh RUPS

atau oleh Komisaris dengan menyebutkan alasannya. Hal

tersebut harus diberitahukan secara tertulis kepada anggota

Direksi yang bersangkutan, sehingga dengan demikian

anggota Direksi yang bersangkutan tidak berwenang

melakukan tugasnya. Pada dasarnya pemberhentian hanya

dapat dilakukan dalam RUPS, namun untuk melaksanakan

maksud tersebut diperlukan waktu yang cukup. Demi

kepentingan perseroan maka tidak dapat menunggu sampai

diselenggarakan RUPS, oleh karena itu Komisaris sebagai

organ perseroan yang mempunyai fungsi pengawasan wajar

diberi kewenangan untuk melakukan pemberhentian

sementara tersebut. Namun untuk itu perlu diperhatikan hal-

hal sebagai berikut:3

1) Paling lambat 30 (tiga puluh hari) setelah pemberhentian

sementara itu, harus diselenggarakan RUPS dan yang

3
C.S.T. Kansil dan Cristine S.T. Kansil, 2001, Hukum Perusahaan Indonesia Bagian I,
PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 155

8
bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.

Sedangkan panggilan RUPS harus dilakukan oleh organ

perseroan yang melakukan pemberhentian sementara

tersebut, dalam hal ini Komisaris.

2) Ada dua kemungkinan yang dapat ditempuh dalam RUPS

yaitu RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian

sementara tersebut atau memberhentikan anggota Direksi

yang bersangkutan.

3) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari tidak diadakan

RUPS, maka pemberhentian sementara tersebut batal.

Dalam Angaran Dasar diatur ketentuan mengenai pengisian

sementara jabatan Direksi yang kosong atau apabila Direksi

diberhentikan untuk sementara atau berhalangan.

4. Kewajiban Direksi / Anggota Direksi

a. Direksi wajib :

1) Membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham,

risalah RUPS dan risalah rapat direksi

2) Menyelenggarakan pembukuan perseroan yang

semuanya disimpan di tempat kedudukan perseroan

Atas permohonan tertulis dari pemegang saham,

Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk

memeriksa dan mendapat salinan Daftar Pemegang Saham,

risalah dan pembukuan seperti tersebut di atas.

9
b. Direksi wajib meinta persetujuan RUPS untuk mengalihkan

atau menjadikan jaminan utang, seluruh atau sebagian besar

kekayaan perseroan dan tidak boleh merugikan pihak ketiga

yang beritikad baik serta mengumumkan dalam dua surat kabar

paling lambat tiga puluh hari sejak perbuatan hukum tersebut

dilakukan. Dan keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh

pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga

perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara

yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat)

bagian dari jumlah suara tersebut.

c. Direksi wajib mendaftarkan dalam daftar perusahaan sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib

Daftar Perusahaan jo. Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor 12 Tahun 1998:

1) Akta pendirian beserta surat pengesahan Menteri

Kehakiman (yaitu setelah perseroan memperoleh status

badan hukum)

2) Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan

Menteri Kehakiman atas perubahan tertentu yang sifatnya

mendasar seperti dimaksud dalam pasal 15 ayat (2)

Undang-Undang PT

3) Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada

menteri Kehakiman atas perubahan selain yang dimaksud

dalam pasal 15 ayat (2) Undang-Undang PT.

10
Dalam waktu dekat paling lambat tiga puluh hari terhitung sejak

pendaftaran, Direksi melakukan permohonan pengumuman

perseroan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Selama pendaftaran dan pengumuman tersebut belum

dilakukan, maka Direksi secara tanggung renteng bertanggung

jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan.

Selain itu, anggota Direksi juga bertanggung jawab secara

tanggung renteng atas semua kerugian yang diderita oleh

pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat batal

demi hukum karena perolehan saham oleh perseroan baik

secara langsung maupun tidak langsung bertentangan dengan

ketentuan pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1995.

d. Anggota direksi wajib dan atau keluarganya (istri/suami dan

anak-anaknya) melaporkan kepemilikan sahamnya pada

perseroan tersebut dan perseroan lain.

e. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham atas

nama, tanggal dan hari pemindahan hak tersebut dala, Daftar

Pemegang Saham atau Daftar Khusus.

f. Direksi wajib memberitahukan secara tertulis keputusan RUPS

tentang pengurangan modal perseroan kepada semua kreditor

dan mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia

serta dua surat kabar harian paling lambat tujuh hari terhitung

sejak tanggal keputusan.

11
g. Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan perseroan

kepada akuntan publik untuk diperiksa apabila :

1) Bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan

dana masyarakat (bank, asuransi, dan Dana Reksa)

2) Perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang (obligasi)

3) Perseroan merupakan Perseroan Terbuka

h. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk

kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS

lainnya. Panggilan RUPS adalah kewajiban Direksi.

i. Dan terakhir yang merupakan ketentuan baru yang mewajibkan

perusahaan untuk menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan

kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan sesuai dengan

peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1998 tentang Informasi

Keuangan Tahunan Perusahaan. 4

Sebagai bahan acuan kiranya patut diketahui bahwa

sebenarnya dalam setiap saat, Direktur harus bertindak jujur

(honestly) dan bertugas menggunakan ketekunan yang pantas

(reasonable diligence) dalam melaksanakan tugas jabatannya.

Tugas direksi dapat dibagi menjadi tiga kelompok sebagai

berikut :

a. Tugas yang berdasarkan kepercayaan (fiduciary duties, trust

and confidence)

4
I.G.Rai Widjaya, 2003, Hukum Perusahaan- Undang-Undang dan peraturan pelaksanaan di
bidang usaha, Kesaint Blanc, Jakarta, hlm. 217-220

12
b. Tugas yang berdasarkan kecakapan, kehati-hatian, dan

ketekunan (duties of skill, care and diligence)

c. Tugas-tugas yang berdasarkan ketentuan undang-undang

(statuory duties) 5

Lebih lanjut mengenai kelompok tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut, yaitu :

a. a. Direktur harus bertindak dengan pertimbangan yang jujur

berdasarkan kepentingan perusahaan dan bukan atas dasar

kepentingan sekelompok orang atau badan hukum.

b. Direktur tidak menempatkan dirinya dalam proses yang

mengakibatkan terjadinya pertentangan antara kepentingan

perusahaan dan kepentingan pribadi (conflict of interest) atau antara

tugas dan kepentingannya.

c. Direktur yang menggunakan wewenang dan aset yang

dipercayakan kepadanya untuk maksud yang telah diberikan dari

bukan untuk tujuan lain.

b. a. Tugas-tugas ini hanya merupakan aspek dari tugas direktur agar

tidak lalai (negligent) dalam pelaksanaan fungsinya.

b. Perlu diketahui bahwa secara konsep “the duty to be skillful”

berbeda dengan “the duty to be careful” dan the duty to be

diligence”

5
Ibid. hlm. 220

13
c. Diamanatkan oleh Undang-Undang (by the Act) seperti direltur

harus melaksanakan “reasonable diligence” dalam tugas

jabatannya atau “disclosure”. 6

B. Wewenang Direksi

Ruang lingkup kewenangan direksi dalam pengurusan perseroan

yang diamanatkan oleh UUPT No. 40 Tahun 2007 sangatlah luas dan

menunjukkan ciri suatu sistem. Sistem yang digunakan untuk

menunjukkan pengertian skema atau metode pengaturan organisasi atau

susunan sesuatu metode tata cara.7 Mengenai kewenangan direksi

sebagaimana ketentuan ayat (3), direksi mewakili perseroan adalah tidak

terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-

undang dan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS.

Adapun kewenangan direksi perseroan demi hukum berakhir dengan

dipailitkannya perseroan tersebut, dimana kewenangan direksi tersebut

beralih kepada kurator sepanjang kewenangan direksi berkaitan dengan

pengurusan dan perbuatan pemilikan harta kekayaan perseroan pailit.

Agar direksi sebagai organ perseroan yang mengurus perseroan sehari-

hari dapat mencapai prestasi terbesar untuk kepentingan perseroan, maka

ia harus diberi kewenangan-kewenangan tertentu untuk mencapai hasil

yang optimal dalam mengurus perseroan. Dari kewenangan yang

diberikan, ia perlu diberi tanggung jawab untuk mengurus perseroan. Hal

6
Ibid. hlm. 220-221
7
Tatang M. Amrin, 1996, Pokok-Pokok Teori Sistem, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
Hlm.7

14
ini berarti dalam membicarakan kewenangan direksi, diperlukan

pemahaman tentang tanggung jawab.

Agar wewenang atau kewajiban direksi tersebut dilaksanakan untuk

kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan,

maka idealnya wewenang itu dapat dilaksanakan sesuai dengan

wewenang yang ada.8

Apabila direksi bertindak melampaui wewenang yang diberikan

kepadanya tersebut, direksi tersebut ikut bertanggung jawab secara

pribadi. Jika perusahaan yang bersangkutan kemudian jatuh pailit, beban

tanggung jawab tidak cukup ditampung oleh harta perusahaan (harta

pailit), maka direksi pun ikut bertanggung jawab secara renteng.9

Direksi diberikan kewenangan untuk mewakili perseroan baik di

dalam maupun di luar Pengadilan. Untuk dan atas nama perseroan

kewenangan ini ditegaskan pada Pasal 1 angka (5) dan Pasal 99 ayat (1).

Sehubungan dengan kewenangan direksi, terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu :

a) Kualitas kewenangan direksi mewakili perseroan tidak terbatas dan

tidak bersyarat. Artinya dalam hal bertindak untuk perseroan direksi

tidak perlu mendapatkan kuasa dari perseroan sebab kuasa yang

dimilikinya atas nama perseroan adalah kewenangan yang melekat

secara inherent pada diri dan jabatan direksi berdasarkan undang-

undang.

8
Ibid. hlm. 2
9
Munir Fuady, 1994, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek Buku Ketiga, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, hlm. 93

15
b) Setiap anggota direksi berwenang mewakili perseroan. Ketentuan

UUPT yang berkenaan dengan ini dalam Pasal 98 ayat (2) yaitu

apabila anggota direksi terdiri dari lebih dari 1 (satu) orang, maka

setiap anggota direksi itu berwenang mewakili perseroan.

c) Dalam hal tertentu anggota direksi tidak berwenang mewakili

perseroan. 10

Yaitu, sesuai dengan Pasal 99 UUPT dalam hal :

1. Terjadi perkara di Pengadilan antara perseroan dengan anggota

direksi yang bersangkutan

2. Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan

dengan perseroan.

Wewenang direksi erat kaitannya dengan kewajiban direksi, maka dalam

UUPT kewajiban direksi itu dapat kita lihat di dalam Pasal 100 ayat (1)

yang menyatakan bahwa kewajiban direksi itu adalah :

a) Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan

risalah rapat direksi

b) Membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud Pasal 66 dan

dokumen keuangan perseroan sebagaimana dimaksud dalam UU

tentang Dokumen Perusahaan

c) Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan dan

dokumen lainnya.

10
M.Yahya Harahap, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar grafika, Jakarta, hlm. 352

16
C. Doktrin Fiduciary Duty

1. Pengertian Fiduciary Duty

Prinsip Fiduciary Duty berlaku bagi direksi dalam

menjalankan tugasnya baik dalam menjalankan fungsinya

sebagai manajemen maupun sebagai representasi dari

perseroan.

Fiduciary duty berasal dari dua kata yaitu fiduciary dan

duty. Duty berarti tugas, sedangkan isitilah fiduciary berasal

dari bahasa latin “fiduciarus” dengan akar kata “fiducia” yang

berarti “kepercayaan” sehingga istilah “fiduciary” diartikan

sebagai memegang sesuatu dalam kepercayaan atau

seseorang yang memengan sesuatu dalam kepercayaan

kepentingan orang lain tersebut disebut dengan istilah “trustee”

sementara pihak yang dipegang unuk kepentingannya tersbut

disebut dengan istilah “beneficiary”. Dalam istilah bahasa

Indonesia, orang yang memegang kepercayaan seperti itu

disebut sebagai orang yang memegang “amanah”.11

Doktrin fiduciary adalah suatu kewajiban yang diterapkan

undang-undangbagi seseorang yang memanfaatkan seseorang

lain, dimana kepentingan pribadi seseorang yang diurus oleh

pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan

sesaat. Fiduciary adalah seseorang yang memegang peran

sebagai suatu wakil (trustee) atau suatu peran yang disamakan

11
Munir Fuady, 2002, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 33.

17
dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini

peran tersebut didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan (trust

and confidence) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian

(scrupulous), itikad baik (good faith), dan keterusterangan

(candor). Fiduciary ini termasuk hubungan seperti, pengurus

atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung

(guardian), termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang

mempunyai hubungan fiduciary dengan clientnya.12

Kewajiban fiduciary oleh Direksi adalah suatu hubungan

direksi dengan perseroan serta pemegang saham, dimana

direksi dalam pengurusannya sehari-hari bertanggungjawab

kepada perseroan serta para pemegang saham, hubungan

fiduciary ini membawa suatu konsekuensi hukum bahwa direksi

diberikan kewenangan untuk bertindak atas nama perseroan

serta bertindak atas kepentingan para pemilik saham. Dalam

pelaksanaannya hubungan fiduciary ini adalah suatu hubungan

kepercayaan yang melekat dalam diri pribadi seorang direksi,

dimana pihak direksi melaksanakan tugas dan wewenangnya

untuk memimpin kepentingan pihak lain dalam hal ini

pemegang saham.13

12
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, hlm. 625 dalam Bismar Nasution,
Pertanggungjawaban Direksi dalam Pengelolaan Perusahaan, dalam Mulhadi S.H., M.Hum, 2017,
Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 148.
13
Dedi Indrawan Darsan, Badriyah Rifai, Oky Deviany, “Doktrin Business Judgement
Rule atas Tindakan direksi yang dianggap melanggar prinsip fiduciary duty”, Jurnal, Program
Studi Kenotariatan Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, hlm. 7 dalam Mulhadi

18
Prinsip fiduciary duty berlaku bagi direksi dalam

menjalankan tugasnya baik dalam menjalankan fungsinya

sebagai manajemen maupun sebagai representasi dari

perseroan.14 Fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan

tugas memimpin perusahaan. Sedangkan fungsi representasi

dalam arti direksi berfungsi mewakili perushaaan, baik di dalam

maupun diluar pengadilan. Prinsip mewakili perusahaan diluar

pengadilan meneyababkan perseroan sebagai badan hukum

akan terikat dengan transaksi atau kontrak-kontrak yang dibuat

oleh direksi atas nama dan untuk kepentingan perseroan.15

Seseoang mempunyai tugas fiduciary (fiduciary duty)

manakala dia mempunyai kapasitas fiduciary (fiduciary

capacity). Seseorang dikatakan memiliki fiduciary capacity jika

bisnis yang ditransaksikannya atau uang/property yang

ditangani bukan miliknya atau bukan untuk kepentingannya,

melainkan milik orang dan untuk kepentingan orang lain

tersebut, dimana orang lain tersebut mempunyai kepercayaan

yang besar (great trust) kepadanya. Sementara itu dilain pihak

ia wajib mempunyai itikad baik yang tinggi (high degree of good

faith) dalam menjalankan tugasnya. 16 Dengan demikian yang

dimaksud dengan fiduciary duty adalah suatu tugas dari

S.H., M.Hum, 2017, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, Rajawali
Pers, Jakarta, hlm. 149.
14
Ibid.
15
Ibid.
16
Ibid, hlm. 150.

19
seseorang yang disebut dengan “trustee” yang terbit dari dari

suatu hubungan hukum antara trustee tersebut dengan pihak

lain yang disebut dengan beneficiary, dimana pihak beneficiary

memiliki kepercayaan yang tinggi kepada pihak trustee, dan

sebaliknya pihak trustee juga mempunyai kewajiban yang tinggi

untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya dengan

itikad baik yang tinggi, fair dan penuh tanggung jawab, dalam

menjalankan tugasnya dan untuk kepentingan beneficiary, baik

yang terbit dari hubungan hukum atau jabatannya selaku

trustee (secara teknikal), atau dari jabatan lain seperti lawyer

(dengan kliennya), perwalian (guardian), executor, broker,

kurator, pejabat publik atau direktur dari suatu perusahaan.17

Sepanjang sejarah penerapan teori fiduciary duty ini,

muncul beberapa “pedoman dasar” bagi direksi dalam

menjalankan fiduciary duty terhadap perseroan yang

dipimpinnya. Pedoman dasar tersebut adalah sebagai berikut18:

Fiduciary duty merupakan unsur wajib (mandatory

element) dalam hukum perseroan;

a. Dalam menjalankan tugasnya, seorang direksi bukan hanya

harus memenuhi unsur itikad baik, tetapi juga harus

memenuhi unsur “tujuan yang layak” (proper purpose)

17
Munir Fuady, 2002, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, hlm. 33.
18
Ibid, hlm. 61

20
b. Pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty

terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham.

Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat memaksakan

direksi untuk melaksanakan tugas fiduciary tersebut

c. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur,

secara umum direktur juga harus memperhatikan

kepentingan stakeholders, seperti pihak pemegang saham

dan buruh perseroan

d. Sungguhpun menyandang tugas sebagai direktur, direktur

tetap bebas dalam memberikan suara dan pendapat sesuai

dengan keyakinan dan kepentingannya dalam setiap rapat

yang dihadirinya

e. Direksi tetap bebas dalam mengambil keputusan sesuai

pertimbangan bisnis dan “sense of business” yang

dimilikinya. Bahkan, pihak pengadilan tidak boleh ikut

campur mempertimbangkan sense of business dari direksi

f. Dalam hal-hal dimana terdapat conflict of interest, seorang

direksi dilarang atau setidak-tidaknya diawasi dan dibatasi

dalam menjalankan tugasnya memberlakukan prinsip

keterbukaan informasi (disclosure) terhadap setiap transaksi

yang ada conflict of interest.

Doktrin fiduciary duty dalam undang-undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, setidaknya bisa

21
ditemukan di dalam Pasal 92 dan 97, yang bunyi lengkap

adalah sebagai berikut :

Pasal 92 ayat (1) dan (2):

(1) Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk

kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan

tujuan perseroan.

(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan yag

dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam

undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.

Pasal 97 ayat (1) dan (2):

(1) Direksi bertanggungjawab atas pengurusan perseroan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 92 ayat (1).

(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib

dilaksanakan setia anggota Direksi dengan itikad baik

dan penuh tanggungjawab.

2. Jenis-Jenis Fiduciary Duty

Director Fiduciary Duties After Sarbanes-Oxley

mengemukakan ada 4 jenis fiduciary duty, dengan 2 jenis

kewajiban pokok19 yaitu :

a. Duty of Loyalty, is a duty requires a director, affirmatively and in

good faith, to protect the interests of the company and its

stockholders, and to refrain from doing anything that would

19
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT, Hlm 45.

22
injure the company or deprive the company of profit or an

advantage that might properly be brought to the company for it

to pursue”

Untuk memenuhi Duty of Loyalty, “a director must act in a

manner that he or she believes in good faith to be in the best

interest of the company and its stockholders”.

b. Duty of care, is a duty requires a director to perform his or her

responsibilities with a care that a reasonably prudent person

would exercise under similar circumstances, while acting in an

inform manner”.

Untuk memenuhi duty of care ini , “a director must proceed with

a “critical eye” in assessing information presented to him or her,

and with inquisitive nature in confirmning that he or she has

been presented with all material information.”

c. Duty of good faith..

d. Duty of disclosure.

artinya:

a. kewajiban untuk setia, yaitu suatu kewajiban yang

menghendaki direktur, dengan persetujuan dan dengan jujur,

melindungi kepentingan perusahaan dan pemegang

sahamnya, dan untuk menghentikan perbuatan yang dapat

merugikan perusahaan atau mencabut dari perusahaan

sebuah keuntungan atau suatu keuntungan yang mungkin

dibawa ke perusahaan yang dalam proses.

23
Untuk memenuhi kewajiban untuk setia, seorang direktur

harus berbuat dalam cara yang ia percaya dengan jujur

merupakan kepentingan terpenting dari perusahaan dan

pemegang sahamnya

b. kewajiban peduli, adalah sebuah kewajiban yang

menghendaki direktur untuk menjalankan tanggung dengan

hati-hati yang mana seorang yang berhati-hati dengan

alasan akan menggunakan dibawah keadaan yang sama,

ketika bertindak dalam cara yang berbeda.

Untuk memenuhi kewajiban berhati-hati ini , seorang direktur

harus meneruskan dengan pandangan kritisdalam menilai

informasi yang diberikan kepadanya, dan dengan sifat ingin

taju dalam memastikan bahwa dia telah diberikan semua

materi informasi.

c. Kewajiban untuk jujur.

d. Kewajiban keterbukaan.

Duty of Loyalty dan Duty of care adalah 2 jenis kewajiban

pokok dan duty of good faith dan duty of disclosure

merupakan 2 jenis kewajiban fidusia lain. Dengan demikian

di samping pembagian fiduciary duty ke dalam dua jenis

kewajiban pokok sebagaimana disebut di atas,

perkembangan selanjutnya ilmu hukum juga memperlihatkan

kewajiban-kewajiban tambahan yang terkait dengan fiduciary

duty ini. Ada sebagian pihak yang menyatakan

24
perkembangan kewajiban-kewajiban tambahan yang terkait

dengan fiduciary duty ini. Ada sebagian pihak yang

menyatakan perkembangan kewajiban-kewajiban yang ada

sebagai tambahan terhadap fiduciary duty yang sudah ada,

namun tidak kurang juga hanya menyatakan tambahan-

tambahan tersebut sebagai perkembangan interpretasi dari

kedua jenis fiduciary duty yang telah ada.20

20
Ibid.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan

bahwa Kewenangan Direksi dalam menjalankan Perseroan Terbatas

Yaitu:

A. Kualitas kewenangan direksi mewakili perseroan tidak terbatas dan

tidak bersyarat. Artinya dalam hal bertindak untuk perseroan direksi

tidak perlu mendapatkan kuasa dari perseroan sebab kuasa yang

dimilikinya atas nama perseroan adalah kewenangan yang melekat

secara inherent pada diri dan jabatan direksi berdasarkan undang-

undang.

B. Setiap anggota direksi berwenang mewakili perseroan. Ketentuan

UUPT yang berkenaan dengan ini dalam Pasal 98 ayat (2) yaitu

apabila anggota direksi terdiri dari lebih dari 1 (satu) orang, maka

setiap anggota direksi itu berwenang mewakili perseroan.

C. Dalam hal tertentu anggota direksi tidak berwenang mewakili

perseroan

Dan berdasarkan hasil penelitian ini kami menyimpulkan bahwa

prinsip Fiduciary Duty ialah hubungan direksi dengan perseroan serta

pemegang saham, dimana direksi dalam pengurusannya sehari-hari

bertanggungjawab kepada perseroan serta para pemegang saham,

hubungan fiduciary ini membawa suatu konsekuensi hukum bahwa direksi

diberikan kewenangan untuk bertindak atas nama perseroan serta

26
bertindak atas kepentingan para pemilik saham. Dalam pelaksanaannya

hubungan fiduciary ini adalah suatu hubungan kepercayaan yang melekat

dalam diri pribadi seorang direksi, dimana pihak direksi melaksanakan

tugas dan wewenangnya untuk memimpin kepentingan pihak lain dalam

hal ini pemegang saham.

27
DAFTAR PUSTAKA

Fuady, Munir , 1994, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek Buku Ketiga,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Fuady, Munir, 2002, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law, PT.


Citra Aditya Bakti, Bandung.

Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik


PT.

Harahap, M.Yahya, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar grafika,


Jakarta.

Kansil C.S.T. dan S.T. Kansil, Cristine, 2001, Hukum Perusahaan


Indonesia Bagian I, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

M. Amrin, Tatang, 1996, Pokok-Pokok Teori Sistem, PT Raja Grafindo


Persada, Jakarta.

Mulhadi, 2017, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di


Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.

Rai Widjaya, I.G. , 2003, Hukum Perusahaan, Megapoin , Jakarta.

Rai Widjaya, I.G., 2003, Hukum Perusahaan- Undang-Undang dan


peraturan pelaksanaan di bidang usaha, Kesaint Blanc, Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai