Anda di halaman 1dari 28

V.

LIMPASAN HUJAN DAN HIDROMETRI

Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian runoff
2. Mahasiswa mampu mengukur penampang pengaliran sungai (praktek lapangan)
3. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran kecepatan aliran sungai dengan
pelampung dan current meter (praktek lapangan)
4. Mahasiswa mampu menghitung debit aliran sungai hasil pengukuran (praktek
lapangan)
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tipe-tipe Pola Pengaliran Air Sungai (SPAS)
6. Mahasiswa memahami metoda Rasional sebagai pendugaan debit sungai
7. Mahasiswa mampu menghitung intensitas hujan
8. Mahasiswa mampu menenukan waktu konsentrasi dengan WMS
9. Mahasiswa mampu menghitung debit puncak

5.1 Pendahuluan

Salah satu komponen dalam siklus hidrologi adalah limpasan hujan. Komponen
limpasan hujan dapat berupa runoff (aliran permukaan) ataupun aliran yang lebih besar
seperti aliran air di sungai.
Limpasan akibat hujan ini dapat terjadi dengan cepat dan dapat pula setelah
beberapa jam setelah terjadinya hujan. Lama waktu kejadian hujan puncak dan aliran
puncak sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah tempat jatuhnya hujan. Makin besar
perbedaan waktu kejadian hujan puncak dan debit puncak, makin baik kondisi wilayah
tersbut dalam menyimpan air di dalam tanah.
Wilayah Indonesia dengan kondisi tropis dimana hujan terjadi terpusat pada
enam bulan periode hujan menyebabkan kita harus bisa melakukan rekayasa
konservasi air dengan cara menyimpan air hujan sebanyak mungkin di dalam tanah

52
selama musim hujan dan memanfaatkannya setelah datangnya periode musim
kemarau. Disamping itu, penyimpanan air hujan yang baik akan mampu meredam
kejadian aliran puncank yang tinggi yang dapat menyebabkan banjir.

5.2 Aliran Permukaan (Runoff)

Aliran air yang terjadi di permukaan tanah setelah jenuhnya tanah lapisan permukaan
disebut runoff. Air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran
permukaan (runoff) setelah tanah di lapisan permukaan jenuh oleh air hujan dan proses
hujan memiliki intensitas lebih besar dari laju perkolasi. Aliran permukaan kemudian
saling bertemu pada jaringan pengaliran yang kecil sebagai anak-anakan sungai.
Aliran tersebut terus berkumpul dan selanjutnya akan bertemu di sungai sebagai aliran
air yang lebih besar dimana aliran permukaan berpadu dengan aliran bawah
permukaan (interflow) dan aliran dasar (base flow).
Aliran permukaan akibatkejadian hujan pada suatu tempat dapat dinyatakan
dengan rumus:

Roff = P – I ………………….. (5.1)

Dimana Roff adalah aliran permukaan (mm), P adalah hujan (mm) dan I adalah
infiltrasi (mm).

5.3 Aliran Sungai

Sungai merupakan salah satu unsur penting dalam siklus air di bumi, oleh
karena itu pemahaman perilaku sungai dan pengelolaannya merupakan pengetahuan
penting dalam keteknikan pertanian, demikian pula ahli bidang ilmu lain. Ahli
lingkungan misalnya, meneliti sedimen sungai yang berasal dari buangan limbah serta
pengaruhnya terhadap lingkungan.
Sedangkan ahli teknik keairan, mengelola sungai untuk keperluan reservoir,
perencanaan bangunan dan penanggulangan daya rusak air. Untuk keperluan tersebut,
diperlukan pengetahuan tentang sungai dan pengalirannya, seperti morfologi sungai,
sejarah perkembangan sungai serta pola pengaliran sungai.

53
Gambar 5.1 Morfologi Sungai dan bentuk pengalirannya

Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah


tertentu dan mengalirkannya ke laut. Sungai itu dapat digunakan juga untuk berjenis-
jenis aspek seperti pembangkit tenaga listrik, pelayaran, pariwisata, perikanan, dan
lain – lain. Dalam bidang pertanian sungai berfungsi sebagai sumber air yang penting
untuk irigasi (Sosrodarsono dan Takeda, 1993).
Dua proses penting dalam sungai adalah erosi dan pengendapan, yang
dipengaruhi oleh jenis aliran air dalam sungai yaitu:
a. aliran laminer: jika air mengalir dengan lambat, partikel akan bergerak ke dalam
arah paralel terhadap saluran.
b. aliran turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah, bawah,
depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya perubahan friksi, yang
mengakibatkan perubahan gradien kecepatan. Kecepatan maksimum pada aliran
turbulen umunya terjadi pada kedalaman 1/3 dari permukaan air terhadap
kedalaman sungai.
Pembagian penampang sungai untuk pengukuran lebar sungai dan kedalaman
adalah sebagai berikut:

54
Gambar 5.2 Pembagian Penampang Melintang Sungai

Sungai adalah jalur aliran air di atas permukaan bumi yang di samping
mengalirkan air juga mengangkut sedimen yang terkandung dalam air sungai tersebut.
Jadi sedimen terbawa hanyut oleh aliran air, yang dapat dibedakan sebagai muatan
dasar (bed load) dan muatan melayang (suspended load). Sedang muatan melayang
terdiri dari butiran halus, senantiasa melayang di dalam aliran air. Untuk butiran yang
sangat halus, walaupun air tidak lagi mengalir, tetapi butiran tersebut tidak mengendap
serta airnya tetap saja keruh dan sedimen semacam ini disebut muatan kikisan (wash
load).
Untuk kebutuhan usaha pemanfaatan air, pengamatan permukaan air sungai
dilaksanakan pada tempat – tempat dimana akan dibangun bangunan air seperti
bendungan, bangunan – bangunan pengambil air dan lain – lain. Utnuk kebutuhan
usaha pengendalian sungai atau pengaturan sungai, maka pengamatan itu dilaksanakan
pada tempat yang dapat memberikan gambaran mengenai banjir termasuk tempat –
tempat perubahan tiba – tiba dari penampang sungai (Sosrodarsono dan Takeda,
1993).
Sungai seringkali dikendalikan atau dikontrol supaya lebih bermanfaat atau
mengurangi dampak negatifnya terhadap kegiatan manusia.
Berdasarkan kemanfaatan bangunan penyusun sungai, bagian sungai dapat
dikelompokkan menjadi beberapa komponen yaitu:
a. Bendung dan bendungan dibangun untuk mengontrol aliran, menyimpan air atau
menghasilkan energi.

55
b. Tanggul dibuat untuk mencegah sungai mengalir melampaui batas dataran
banjirnya.
c. Kanal-kanal dibuat untuk menghubungkan sungai-sungai untuk mentransfer air
maupun navigasi
d. Badan sungai dapat dimodifikasi untuk meningkatkan navigasi atau diluruskan
untuk meningkatkan rerata aliran.

Gambar 5.3 Profil distribusi kecepatan aliran sungai

Debit sungai adalah volume air yang mengalir melalui suatu penampang
lintang pada suatu titik tertentu per satuan waktu, pada umumnya dinyatakan m3/detik.
Debit sungai diperoleh setelah mengukur kecepatan air dengan alat pengukur atau
pelampung untuk mengetahui data kecepatan aliran sungai dan kemudian
mengalirkannya dengan luas melintang (luas potongan lintang sungai) pada lokasi
pengukuran kecepatan tersebut (Sosrodarsono dan Tominaga, 1984)
Menurut Asdak (1995), debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air)
yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Rumus umum
yang biasa digunakan adalah:
Q=vxA …………………….(5.2)
Keterangan:
Q = Debit aliran sungai (m3/detik)
A = Luas bagian penampang basah (m2)
v = Kecepatan aliran (m/detik)

56
Menurut Soewarno (1991), pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung
(direct) atau tidak langsung (indirect). Pengukuran debit dikatakan langsung apabila
kecepatan alirannya diukur secara langsung dengan alat ukur kecepatan aliran.
Berbagai alat ukur kecepatan aliran adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran kecepatan aliran dengan pelampung (floating method);
2. Pengukuran menggunakan alat ukur arus (current meter);
3. Pengukuran kecepatan aliran dengan menggunakan zat warna (dillution method).
Menurut Sosrodarsono dan Tekeda (1993), dari cara-cara pengukuran debit di
atas cara menghitung debit dengan pengukuran kecepatan dan luas penampang
melintang yang paling sering digunakan adalah metode pelampung. Cara tersebut
dapat dengan mudah digunakan meskipun aliran permukaan tinggi. Cara ini sering
digunakan karena tidak dipengaruhi oleh kotoran atau kayu-kayuan yang hanyut dan
mudah dilaksanakan. Pelampung tangkai merupakan satu contoh pelampung yang
digunakan untuk mengukur kecepatan aliran. Dimana pelampung tangkai terbuat dari
setangkai kayu atau bambu yang diberi pemberat pada ujung bawahnya. Seperti yang
terlihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 5.4. Pelampung tangkai dari batang bambu

Pelampung jenis ini memiliki tingkat ketilitian yang lebih tinggi dibanding
pelampung jenis lain yang tidak memiliki pemberat. Akan tetapi kedalaman
pelampung tidak boleh mencapai dasar sungai sehingga tangkai tidak dipengaruhi oleh
bagian kecepatan yang lambat pada lapisan bawah. Jadi hasil yang didapat adalah
lebih tinggi dari kecepatan rata-rata sehingga pelampung harus disesuaikan dengan
sesuatu koefisien.

57
Menurut Francis (1856), harga ini dapat dihitung menurut rumus sebagai
berikut:
……………(5.3)

Keterangan:

v : kecepatan rata-rata
u : kecepatan pelampung tangkai

Pada nilai yang tertentu berdasarkan perbandingan kedalaman tangkai dan


kedalaman air , koefisien dapat ditentukan dengan Table 5.1.

Tabel 5.1. Korelasi Nilai Koefisien dan untuk pelampung batang

Koef. 0,75 0,80 0,85 0,90 0,95 0,99


Koef. 0,954 0,961 0,968 0,975 0,981 1,000

Metode lain dalam penentuan kecepatan aliran sungai adalah dengan


menggunakan benda apung adalah sebagai berikut :
v=L/t ………………………(5.4)
Keterangan:
v : kecepatan aliran (m/s)
L : jarak tempuh pelampung (m)
t : waktu tempuh (detik)

Current meter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran (kecepatan arus)
air sungai atau aliran air lainnya. Ada dua tipe current meter yaitu tipe baling-baling
(propeller type) dan tipe canting (cup type). Penggunaan alat tersebut dilakukan
dengan tongkat berskala atau dengan menggunakan perahu. Bila menggunakan
tongkat, ujung tongkat dipasang pada bagian alat yang telah tersedia lalu dimasukkan
ke dalam air. Dan bila menggunakan perahu, alat dimasukkan ke dalam air dengan
menggunakan tali berskala yang ujungnya diikatkan pada bagian alat pemberat yang
tersedia. Skala pada tali atau tongkat ini berfungsi untuk menunjukkan kedalaman
pengukuran yang dikehendaki.

58
Gambar 5.5 Prototipe alat Current meter

Prinsip dasar pengukuran debit aliran air sungai/saluran dengan peralatan


Current meter adalah sebagai berikut:
a. Gambar profil penampang pengaliran dengan mengukur kedalaman sepanjang
potongan melintang sungai. Biasanya dilakukan pengukuran tiap jarak 1 m.
b. Luas penampang basah ditetapkan berdasarkan pengukuran kedalaman air dan
lebar permukaan air. Kedalaman dapat diukur dengan meteran, mistar pengukur,
kabel, atau tali berskala.
c. Tentukan jumlah segmen yang akan diukur dan posisi pengukuran dengan current
meter dengan memperhatikan kedalaman ukur (lihat Tabel 5.2)
d. Kecepatan diukur pada masing-masing titik ukur dengan current meter minimal 2
kali ulangan untuk menghindari kekeliruan pembacaan.
e. Hitung kecepatan rata-rata masing-masing segment (dengan luasannya).

59
f. Hitung debit aliran total dengan rumus:
……………… (5.5)
Posisi pengukuran kecepatan aliran didasarkan pada kedalaman air yang
diukur, seperti ditunjukkan oleh Tebel 5.2.

Tabel 5.2. Pengukuran kecepatan aliran berdasarkan kedalaman

Kedalaman Air Titik pengamatan Kecepatan rata-rata pada


Tipe
(d) dari permukaan vertikal
Satu titik 0.3 – 0.6 m 0,6d v = v0.6
Dua titik 0.6 – 3 m 0,2d dan 0,8 d v = ½ (v0.2+v0.8)
Tiga titik 3–6m 0,2d; 0,6d dan 0,8d v = ¼(v0.2+2v0.6+v0.8)
Lima titik >6m s; 0.2d; 0.6d; 0.8d; v=1/10
dan b (dasar) (vs+3v0.2+2v0.6+3v0.8+vb)
Keterangan: vs diukur 0,3 m dari permukaan air
vb diukur 0,3 m di atas dasar permukaan sungai

Pengukuran debit dikatakan secara tidak langsung apabila kecepatan alirannya


tidak diukur langsung, akan tetapi dihitung berdasarkan rumus hidraulis debit dengan
rumus Manning, Chezy, serta Darcy Weisbach. Salah satu rumusnya yaitu rumus
Manning dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

v = .R2/3.S1/2 ………………….(5.6)

Q = Av …………………..(5.7)

Keterangan:
Q : debit air (m3/detik)
A : luas penampang (m2)
v : kecepatan aliran (m/s)
R : jari-jari hidrolik (m)
S : Slope/kemiringan (m/m)
n : koefisien dasar saluran (0,01)

60
5.4 Waktu Konsentrasi
Travel times adalah waktu untuk konsentrasi, waktu puncak, dan waktu perjalanan
sepanjang rute; merupakan hal yang sangat penting pada analisa model hidrologi.
Penentuan Metode Manual
1. Metode Manning
Metode penentuan waktu konsentrasi dengan Manning dapat dilakukan karena
pada metode ini, diketahui kecepatan aliran dan jarak pengaliran. Dengan
berdarkan pada karakteristik DAS berupa kemiringan aliran dan profil atau
penampang pengaliran, maka waktu konsentrasi dapat ditentukan dengan
persamaan kinematik Manning sebagai berikut:

Keterangan:
t1 = waktu pengaliran aliran permukaan (menit)
n = koefisien Manning (dimensionless)
L = Panjang pengaliran (m)
P = Curah hujan 24 jam (dua tahunan) ( m)
S = kemiringan lahan atau media pengaliran, ( m/m)

61
Metode Manning dengan prosedur dapat pula dilakukan dengan urutan sebagai
berikut:
The Manning equation in U.S. units: Q = (1.49/n)A(R2/3)(S1/2)
The Manning equation in S.I. units: Q = (1.0/n)A(R2/3)(S1/2)
Dimana R = A/P
V = Q/A
tc = L/(60V)
Keterangan:
Q = Debit aliran (m3/s)
V = kecepatan aliran (m/s)
R = Jari jari hidraulik (= A/P) (m)
A = Luas penampang prngaliran (m2)
P = wetted perimeter saluran (m)
S = kemiringan dasar saluran (m/m)
n = koefisien Manning (dimensioness)
L = panjang pengaliran (m)
tc = waktu konsentrasi (menit)

2. NRCS Method
Metode ini serupa dengan metode Manning
tc = L/(60V) ( menit)
V = 16.1345 S0,5 dimana ( V = 4.9178 S0,5 (m/det)) untuk permukaan alamiah
V = 20.3282 S0,5 dimana ( V = 6.1960 S0,5 (m/det)) untuk permukaan tertutup
Keterangan:
L = panjang pengaliran (m)
V = kecepatan aliran (m/s)
S = kemiringan pengaliran air (m/m)
Tc = waktu penngaliran (menit)

3. Metode FAA ( Kirpich & Kerby)


Persamaan ini dinyatakan dalam Chin (2000), Chow et al. (1988), Corbitt (1999),
and Singh (1992):

FAA equation: t = G (1.1 - c) L0,5 / (100 S)1/3

62
Kirpich equation: t = G k (L / S0,5) 0,77
Kerby equation: t = G (L r / S0,5) 0,467
c = Rational method runoff coefficient. See table below.
k = Kirpich adjustment factor. See table below.
L = Longest watercourse length in the watershed, ft.
r = Kerby retardance roughness coefficient. See table below.
S = Average slope of the watercourse, ft/ft or m/m.
t = Time of concentration, minutes.
V = Average velocity in watercourse, ft/min. V=L/t.

Tabel Koefisien untuk Metode FAA

Rational Runoff Coefficient for


Ground Cover FAA Method, c (Corbitt, 1999;
Singh, 1992)

Lawns 0.05 - 0.35

Forest 0.05 - 0.25

Cultivated land 0.08-0.41

Meadow 0.1 - 0.5

Parks, cemeteries 0.1 - 0.25

Unimproved areas 0.1 - 0.3

Pasture 0.12 - 0.62

Residential areas 0.3 - 0.75

Business areas 0.5 - 0.95

Industrial areas 0.5 - 0.9

Asphalt streets 0.7 - 0.95

Brick streets 0.7 - 0.85

Roofs 0.75 - 0.95

Concrete streets 0.7 - 0.95

63
Tabel Koefisien untuk Metode Kirpich

Kirpich Adjustment Factor, k


Ground Cover
(Chow et al., 1988; Chin, 2000)

General overland flow and natural grass


2.0
channels
Overland flow on bare soil or roadside
1.0
ditches
Overland flow on concrete or asphalt
0.4
surfaces
Flow in concrete channels 0.2

Kerby Retardance Coefficient, r


Ground Cover
(Chin, 2000)
Conifer timberland, dense grass 0.80
Deciduous timberland 0.60
Average grass 0.40
Poor grass, bare sod 0.30
Smooth bare packed soil, free of stones 0.10
Smooth pavements 0.02

Penentuan dengan WMS (Komputasi)

Pada bagian ini akan dipelajari dua perbedaan cara WMS yang dapat digunakan pada
penghitungan waktu konsentrasi untuk simulasi TR-55 (waktu puncak dihitung dengan
cara yang sama), yaitu:
1. Jarak limpasan dan kemiringan lereng tiap DAS dihitung secara otomatis pada saat
anda membuat modelnya dari TIN atau DEM dan menghitung data DAS. Nilai ini
kemudian dapat digunakan untuk beberapa eprasmaan dalam WMS untuk
menghitung waktu puncah atau waktu konsentrasi..
2. Jika anda menginginkan pengontrolan yang lebih terhadap waktu puncak atau
wkatu konsentrasi , akan akan menggunakan penghitungan waktu pada liputan
untuk menentukan arah aliran penting pada setiap sub-DASnya, sebuah persamaan
digunakan untuk melakukan estimasi travel time dan waktu konsentrasi aliran.

64
Panjang dihitung pada setiap arc sedangkan kemiringan lereng diambil dari TIN
atau DEM.
Pada bagian ini penetuan waktu konsentrasi dua sub-DAS dan travel time antara titik
outlet yang ditunjukkan pada gambar di bawah. Anda akan menggunakan persamaan
TR-55, atau anda dapat menyusun persamaan itu sendiri.

Gambar 5.6 Contoh Daerah Tangkapan Hujan

Banyak model hidrologi, termasuk TR-55 menggunakan composite curve number


untuk menghitung losses. Sebuah composite curve number dihitung untuk setiap DAS
dengan melakukan overlay antara Peta Penggunaan Lahan dan Peta Tanah.

1 Membaca File TIN

Pertama, anda akan membaca TIN yang telah diproses dan digunakan untuk membatasi
dua sub-DAS. TIN mempunyai tujuan yang sama dengan cakupan drainase yang
dikombinasikan dengan DEM.
1. Sorot ke Drainage Delineation
2. Pilihlah File | Open…
3. Bukalah “aftr55.tin”
4. Pilihlah TIN | Compute Basin Data…
5. Pilihlah Current Coordinates
6. Tentukan unit Horizontal dan Vertikal ke SI Unit
7. Pilihlah OK
8. Pilihlah hectares untuk Basin Areas, dan Meters untuk Distances
9. Pilihlah OK
10. Pilihlah Display | Display Options…
11. Pilihlah bagian TIN

65
12. Matikan Triangles
13. Pilihlah bagian TIN Drainage
14. Matikan Displaying Drainage Basin Boundaries
15. Pilihlah OK

2 Mendefinisikan Arah Aliran

Arah aliran dapat secara otomatis diikuti melalui TIN atau DEM menggunakan
flowpath.
1. Pilihlah Modul Map
2. Bentangkan Direktori Data Peta (Map Data Folder) pada Data Tree
3. Klik-Kanan pada General coverage pada Data Tree
4. Pilihlah Properties… dari pop-up menu

5. Set Coverage type ke Time Computation


6. Pilihlah OK
7. Pilihlah Create Feature Points
8. Buat titik pada dua lokasi yang ditandai dengan X pada gambar berikut. Pastikan
bahwa hanya terdapat satu titik di dalam setiap batas DAS.

66
titik ini menampilkan titik terjauh dari outlet untuk DAS tersebut. Sekarang, tampilan
arcs akan dibuat dari titik ini ke outlet dengan langkah-langkah berikut:
1. Pilihlah Perangkat Pemilih Titik (Select Feature Point)/Node tool
2. Pilihlah kedua titik yang barusan dibuat gunakan SHIFT untuk memilih langsung
keduanya
3. Pilihlah Feature Objects | Node->Flow Arcs
4. Pilihlah Create multiple arcs
5. Pilihlah OK
Pilihan Create multiple arcs akan mengakibatkan WMS memecah arah aliran pada
setiap sub-DAS, yang telah dihasilkan TIN. Metode TR-55 (atau lainnya) menggunakan
tiga perbedaan bagian aliran untuk menghitung waktu konsentrasi: sheet flow (hingga
300 feet), shallow concentrated flow, dan open channel flow. WMS akan secara
mengotomatis memecah arc antara overland dan channel flow, dua dari tiga bagian akan
siap didefinisikan. Anda akan membutuhkan pembagian sheet flow dari shallow
concentrated flow sebelum menset persamaannya.
1. Pilihlah Feature Vertex tool
2. Gambar berikut mengidentifikasikan lokasi kira-kira 200-300 kaki downstream dari
awal arah aliran. Pilihlah satu verteks diantaranya.
3. Pilihlah Feature Objects | Vertex<->Node
4. Ulangi untuk verteks lainnya, atau gunakan multi select

sekarang anda mempunyai tiga arc untuk setiap DAS. Arc ini akan digunakan untuk
penghitungan waktu konsentrasi pada analisis TR-55. Travel time untuk aliran dari
DAS atas ke bagian bawah DAS. Ini akan membutuhkan arah aliran antara outlet atas
dan bawah.

67
1. Pilihlah Feature Objects | Streams->Flow Arcs
2. Dengan menggunakan Node->Flow Arcs dan Streams->Flow Arcs akan secara
otomatis mengeneralisasi arah aliran dari TIN begitu pula jika dari DEM dan
dapat pula dibuat secara manual menggunakan Peta Kontur.

3 Menentukan Persamaan pada Waktu Hitung Arc


Dengan menggunakan segmen dari arah aliran yang telah dibuat anda kini dapat
menentukan persamaan yang akan digukanakan dalam menghitung travel time. Ikuti
gambar berikut untuk menentukan persamaan.

1. Pilihlah Select Feature Arc tool


2. Klik-Ganda pada arc dengan label 1 Defaultnya TR-55 sheet flow equation arc akan
tampil, yang perlu dilakukan adalah menentukan indeks kekasaran Manning dan
pola hujan 2yr-24hr. Panjang dan kemiringan lereng secara default adalah dari arc
terpilih.
3. Klik pada bari n Mannings
4. Masukkan Nilai 0.24
5. Klik pada baris rainfall
6. Masukkan Nilai 1.1
7. Pilihlah OK
8. Ulangi langkah tersebut untuk arc dengan label 4, dengan Indeks Manning = 0.15
dan rainfall = 1.1
9. Pilihlah OK
Kini anda telah mendefinisikan persamaan untuk segmen overland sheet flow pada tiap
basin, selanjutnya untuk shallow concentrated flow:
1. Klik-Ganda pada arc dengan label 2

68
2. Ubah equation type ke TR-55 shallow conc eqn
3. Klik pada baris Paved
4. Masukkan no
5. Pilihlah OK

5.5 Transformasi Hujan Aliran

Hujan yang sampai ke permukaan tanah akan ditransformasikan sebahagian menjadi


limpasan tepat setelah tanah menjadi jenuh dan laju perkolasi lebih rendah dari
intensitas hujan.
Kejadian aliran air sangat ditentukan oleh transformasi hujan dari langit
kemudian sebahagian mengalami abstraksi dan diternsepsi oleh tanaman penutup.
Tanah yang sampai di tanah mengalami infiltrasi dan menjadi jenuh. Setelah itu
terjadilah aliran permukaan yang disebut runoff.
Proses tranformasi ini sering disebut model transformasi hujan-aliran atau
dalam bentuk transformasi hydrograf hujan menjadi hidrograf aliran.

69
Gambar 5.7 Contoh Transformasi hidrograf hujan-aliran dan komponen aliran sungai
di suatu daerah tangkapan hujan

Salah satu hal yang menjadi perhatian alhi hidrologi adalah debit aliran puncak
dimana kejadiannya dapat merusak wilayah yang sungai dan daerah bantaran sungai
bahkan bila sampai di wilayah pertanian dan pemukiman. Aliran air yang besar dan
cepat ini dapat menimbulkan kerusakan harta benda dan bahkan korban jiwa. Oleh
karena itu diperlukan suatu mekanisme pendugaan debit puncak. Ada beberap metode
yang sering digunakan untuk melakukan untuk pendugaan tersebut.

1. Metode Rational

Metode yang paling sederhana dalam pendugaan debit puncak adalah metode rational.
Metode ini sering pula disebut formula Lloyd-Davies, yang telah digunakan sejak

70
tahun 1906 di Inggeris oleh Lloyd-Davies. Formula ini menentukan debit puncak
(Qp) dengan rumus:
Qp=CiA ……………………… (5.8)
Dimana C adalah koefisien pengaliran yang tergantung pada karakteristik DAS, i
adalah intensitas hujan dan A adalah luas daerah pengaliran.

2.Metode Time-Area

Metode time-area menetukan runoff atau discharge dari hujan melalui pengembangan
dan penyempurnaan metode rational dimana debit puncak Qp dihitung dengan
menjumlahkan kontribusi aliran setiap sub-sub das dengan menggunakan sistem
kontur waktu (isochrones). Setiap garis mewakili flow-time menuju sungai dimana Qp
dihitung. Gambar 5.6 menunjukkan konsep metode time-area.
Aliran dari masing masing daerah yang dibatasi dua isochrones (T−ΔT,T)
ditentukan dari perkalian intensitas rata-rata hujan efektif (i) dari waktu T−ΔT sampai
waktu T dan luasan (ΔA). Kemudian Q4, aliran pada garis aliran X saat waktu 4 jam
dihitung dengan:

Q4=i3ΔA1+i2ΔA2+i1ΔA3+i0ΔA4 ……………. (5.9)

Demikian pula halnya untuk Q yang lain pada garis aliran X ditentukan dengan cara
yang sama dengan Q4. Pada sistem ini dibutuhkan waktu konsentrasi yang kemudian
dibagi-bagi. Penentuan waktu konsentrasi dapat dilihat pada bagian sebelumnya.

71
Gambar 5.8 Konsep pendugaan debit puncak dengan metode time-area

5.6 Tipe Sungai dan Aliran

Sungai merupakan sumber air utama bagi masyarakat yang berada di daerah berilkim
monsoon. Kondisi pengaliran air di sungai sangat ditentukan oleh jenis tanah yang
menjadi daerah pengaliran sungai. Aliran air sungai sering kali berubah berdasarkan
jenis tanah dan batuan penyusun daerah pengaliran sungai.
Sungai yang berada di daerah alluvial dan endapan memiliki kecenderungan untuk
berubah arah ketika energi yang dimiliki aliran sungai meningkat. Energi aliran
(kinetik) ini menyebabkan penerobosan tanah oleh air dan membentuk aliran baru
seperti yang terjadi di beberapa sungai di Sulawesi misalnya Sungai Larian di Provinsi
Sul-Bar dan Sungai Rongkong di Provinsi Sul-Sel.
Perubahan aliran sungai kerap kali dianalogikan dengan umur sungai. Sungai muda
cenderung berubah arah dalam periode waktu tertentu, sementara sungai tua cenderung
tetap pada aliran yang ada.

72
Gambar 5.9 Pola pergerakan air di sungai dalam tanggul/bantaran sungai

Gerakan air dan angin di permukaan lahan dapat membentuk pola aliran secara
alamiah mengikuti arah gerakan air sedara gravitasional. Meskipun demikian ada
beberapa hal yang merupakan faktor yang mempengaruhi pembentukan pola aliran
termasuk slope atau kemiringan lahan, sifat tanah dan batuan dasar penyusun DAS, dan
sejarah gerakan hidraulika aktivitas batuab beku, dan transport sedimen.
Tipe pola aliran yang paling umum adalah dendritik. Pola ini dicirikan oleh
banyaknya aliran-aliran kecil yang berhubungan dari orde rendah ke orde yang tinggi.
Pola Trellis dicirikan oleh aliran utama yang panjang yang dialiri oleh sejumlah
anakan-anakan sungai pendek. Pola tipe Radial banyak ditemukan di daerah
pegunungan dengan tanah dan batuan yang umumnya masih berkembang. Hal ini sering
menimbulkan aliran yang terpisah-pisah menuruni pegunungan dan sangat jarang
ditemukan alira yang lurus kecuali pada daarah curam dengan material dasar yang
homogen. Pola Braided dicirikan oleh sejumlah percabangan sungai dan saluran air
bada wilayah bantaran sungai. Aliran Braided umumnya membawa banyak sedimen,
namun sering memiliki debit air yang kecil diistilahkan dengan incipient forms of
meandering) dimana kenyataan bahwa kelokan sungai terrbentuk oleh sedimen dan
pengaruh kecepatan aliran air yng memasukinya.

73
Gambar 5.10 Pola pengaliran air sungai (SPAS)

Orde sungai adalah urutan aliran air berdasarkan anakan sungai yang dihitung dari
aliran sungai terluar. Penetuan orde sungai dapat dilihat pada Gambar 5.9.

74
Gambar 5.11 Penentuan Orde Sungai

CONTOH SOAL
1. Suatu hasil pengukuran profil dan kecepatan aliran sungai dengan sungai
Titik Kedalaman Posisi v
Ukur (m) Ukur (m/s)
0 0 0 0
0,2 0,270
0,4 0,93
0,8 0,262
0,2 0,276
1,0 1,10
0,8 0,265
0,2 0,273
3,0 0,89
0,8 0,261
5,0 0,60 0,6 0,245
7,0 0 0 0

Tentukan debit aliran sungai tersebut.

75
SOLUSI:
Tahap pertaman adalah menggambar profil penampang sungai untuk tujuan
perhitungan luas penampang sungai.

1.2

7.4 m
1
tinggi muka air (m)

0.8
A B C D E
0.6

0.93 m 1.1 m 0.89 m 0.6 m


0.4

0.2

0
0 1 3 5 7 7.4
lebar sungai (m)

Gambar 5.12 Profil Aliran Sungai Hasil Pengukuran

Tahap kedua adalah menghitung luas masing-masing segment

Luas Segmen A (berbentuk segitiga siku-siku)

Luas A =

= 0.465 m2

Luas Segmen B (berbentuk trapesium)

Luas B =

= 2.03 m2

Luas Segmen C

Luas C =

= 1.99 m2

76
Luas Segmen D

Luas D =

= 1.49 m2

Luas Segmen E

Luas E = Luas A =

= 0.12 m2

Atotal = Luas A + Luas B + Luas C + Luas D + Luas E

= 0.465 + 2.03 + 1.99 + 1.49 + 0.12

= 6.095 m2

Tahap ketiga adalah menentukan kecepatan rata-rata menggunakan rumus berikut.

Dept < 0,6 = v x 0,6 d

0,6 m ≤ dept < 2 m =

Selanjutnya, dilakukan lagi pengambilan data kecepatan rata-rata untuk segmen


dengan rumus:
=
Nilai di dalam tabel di bawah ini adalah nilai kecepatan rata-rata yang dihitung dengan
menggunakan rumus di atas :
(m/s) (m/s) (m/s)

0.040 0.039 0.040

0.044 0.042 0.043

0.039 0.037 0.038

0.053 0.053 0.053

77
Maka debit masing-masing titik adalah:

Debit titik A (Q1)

Q1 = A x

= 6.095 m2 x 0.040 = 0.241 m/s

Debit titik B (Q2)

Q2 = A x

= 6.095m2 x 0.043 = 0.262 m/s

Debit titik C (Q3)

Q3 = A x

= 6.095 m2 x 0.038 = 0.232 m/s

Debit titik D (Q4)

Q4 = A x

= 6.095 m2 x 0.053 = 0.323 m/s

Qtot = Q1 + Q2 + Q3 +Q4

= 0.241 m/s + 0.262m/s + 0.232 m/s + 0.323 m/s

= 1.060 m/s

5.7 LATIHAN DAN PENUGASAN


1. Diskusikan dengan kelompok arti penting aliran permukaan bagi pertanian?
2. Sebutkan tipe-tipe aliran sungai dan penciri dari masing-masing tipe pengaliran
(SPAS).

78
3. Hasi Pengukuran di sungai Tello diperoleh sebagai berikut:

Titik Ukur 1 2 3 4 5
Jarak dr pinggir 5m 10 m 15 m 20m 25 m
Kedalaman Air - 2,5 m - 3.5 m -
Kecepatan
V0.2 0.5 0,9 0,7
V0.6 - 1,0 -
V0.8 0,3 0,4 0,4

Jika lebar sungai 30 meter, hitunglah DEBIT air sesaat sungai tersebut.

5.8 DAFTAR PUSTAKA

Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada Press.

Linsley Ray K., Joseph B. Franzini, (1985), Teknik Sumber Daya Air, Eralanga,
Jakarta.

Maidment, RD. (1989). Handbook of Hydrology. McGraw-Hill. New York

Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan.


Pradnya Paramitha. Bandung.

Shaw, Elizabeth (1994). Hidrology in Practice. Taylor & Francis. England.

Todd, (1983), Introduction to Hydrology. Mc Graw Hill. New York.

Viessmann, W., Lewis, GL., and Knapp, JW., (1989), Introduction to Hydrology.
Harper Collins Pub., New York.

79

Anda mungkin juga menyukai