Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Pengertian Sakit
Sakit bukanlah suatu hal asing yang kita dengar. Setiap orang pasti pernah

mengalami sakit dan bahkan mungkin pernah dirawat di rumah sakit. Suasana saat

berada di tempat perawatan seperti rumah sakit tentu berbeda dengan suasana yang

biasanya seseorang rasakan. Suasana dengan dikelilingi orang-orang yang berbeda.

Hal ini tentu akan sangat dirasakan terutama bagi mereka yang baru pertama kalinya

merasakan suasana perawatan rumah sakit. Pengertian sakit berkaitan dengan

gangguan psikososial yang dirasakan seseorang dan bersifat subjektif, Sakit juga

diartikan sebagai persepsi seseorang bila merasa kesehatannya terganggu. Dirawat di

rumah sakit bisa menjadi sesuatu yang menakutkan dan pengalaman yang

mengerikan bagi anak-anak. Anak seringkali mengalami hal-hal yang tidak

menyenangkan selama di rumah sakit, mulai dari lingkungan rumah sakit yang asing,

serta pengobatan maupun pemeriksaan yang kadang kala menyakitkan bagi si anak.

1.2 Pengertian Dampak


Dampak adalah akibat, imbas atau pengaruh yang terjadi (baik itu negatif
maupun positif) dari sebuah tindakan yang dilakukan oleh satu/sekelompok orang
yang melakukan kegiatan tertentu.1

1.3 Pengertian Hospitalisasi


Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit yang dapat
menimbulkan trauma dan stres pada klien yang baru mengalami rawat inap dirumah
sakit. Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi
sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan (Berton,
1958 dalam Stevens, 1992). Hospitalisasi memiliki dampak terhadap psikis pada
pasien (anak) ataupun pada orang tua. Seperti pasien merasa keahilangan
privasi,otonomi, serta perubahan gaya hidupnya. Sedangkan pada orang tua, seperti
adanya rasa bersalah dan frustasi karena tidak dapat menjaga kesehatan anaknya.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit dan dapat
menimbulkan trauma dan stress pada klien yang baru mengalami rawat inap dirumah
sakit. Hospitalisasi dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan yang memaksa
seseorang harus menjalani rawat inap di rumah sakit untuk menjalani pengobatan
maupun terapi yang dikarenakan klien tersebut mengalami sakit. Pengalaman
hospitalisasi dapat mengganggu psikologi seseorang terlebih bila seseorang tersebut
tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya di rumah sakit. Pengalaman
hospitalisasi yang dialami klien selama rawat inap tersebut tidak hanya mengganggu
psikologi klien, tetapi juga akan sangat berpengaruh pada psikososial klien dalam
berinteraksi terutama pada pihak rumah sakit termasuk pada perawat. Hospitalisasi
diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab yang
bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan (Berton, 1958 dalam
Stevens, 1992). Hospitalisasi anak dapat menjadi suatu pengalaman yang
menimbulkan trauma, baik pada anak, maupun orang tua. Sehingga menimbulkan
reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada kerja sama anak dan orang tua
dalam perawatan anak selama di rumah sakit (Halstroom dan Elander, 1997, Brewis,
E, 1995, dan Brennan, A, 1994).
Oleh karena itu betapa pentingnya perawat memahami konsep hospitalisasi
dan dampaknya pada anak dan orang tua sebagai dasar dalam pemberian asuhan
keperawatan. Hospitalisasi dapat dianggap sebagai suatu pengalaman yang
mengancam dan merupakan sebuah stressor, serta dapat menimbulkan krisis bagi
anak dan keluarga. Hal ini mungkin terjadi karena anak tidak memahami mengapa di
rawat, stres dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan
kebiasaan sehari-hari dan keterbatasan mekanisme koping. Dampak hospitalisasi pada
anak berbeda-beda tergantung oleh perkembangaan usia, pengalaman sakit dan
dirawat di rumah sakit, support system, serta keterampilan koping dalam menangani
stres. Kecemasan dan ketakutan sangat mempengaruhi proses pengobatan anak.
Apabila anak mengalami kecemasan tinggi saat dirawat di rumah sakit maka besar
sekali kemungkinanan anak akan mengalami disfungsi perkembangan. Anak akan
mengalami gangguan, seperti gangguan somatik, emosional dan psikomotor. Reaksi
terhadap penyakit atau masalah diri yang dialami anak seperti perpisahan, tidak

2
mengenal lingkungan atau lingkungan yang asing, hilangnya kasih sayang, body
image maka akan bereaksi seperti regresi yaitu hilangnya control, agresi, menarik
diri, tingkah laku protes, serta lebih peka dan pasif seperti menolak makanan dan lain-
lain.
Pada umumnya anak yang dirawat di rumah sakit akan timbul rasa takut,

karena mereka berfikir bahwa mereka akan disakiti. Anak yang dirawat di rumah

sakit sering mengalami reaksi hospitalisasi dalam bentuk anak rewel, tidak mau

didekati oleh petugas kesehatan, ketakutan, tampak cemas, tidak kooperatif, bahkan

tamper tantrum. Anak yang mengalami sakit dan menjalani perawatan di rumah sakit,

terpaksa harus berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih

sayang, dan menyenangkan, yaitu rumah, permainan, dan teman sepermainannya.

Seorang anak di masa pertumbuhan dan perkembangan di saat sehat tampak begitu

aktif dan harus terganggu karena dirawat di rumah sakit. Perawatan di rumah sakit

juga membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya. Selama proses hospitalisasi

anak dan orang tua dapat mengalami beberapa pengalaman yang sangat traumatik dan

penuh dengan kecemasan.

2.2. Manfaat Hospitalisasi


Beberapa orang berpikir bahwa hospitalisasi hanya menyebabkan dampak

negatif terhadap status psikologis. Pada kenyataannya ada manfaat psikologis dari

penyakit dan hospitalisasi yaitu dapat meningkatkan perkembangan yang aktual dari

keterampilan koping anak dan meningkatkan harga diri. Anak lebih percaya diri

dalam mengurangi kecemasan selama dihospitalisasi dan lebih mampu untuk

melakukan perawatan diri sendiri. Dampak positif hospitalisasi juga berasal dari

3
peran serta orang tua, semakin baik peran serta orang tua semakin positif juga

dampak hospitalisasi yang terjadi pada anak. Orang tua mampu berperan sebagai

pelindung bagi anak.

Menurut Supartini (2004), cara memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak adalah


sebagai berikut:
1. Membantu perkembangan orang tua dan anak dengan cara memberi kesempatan
orang tua mempelajari tumbuh-kembang anak dan reaksi anak terhadap stressor yang
dihadapi selama dalam perawatan di rumah sakit.
2. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar orang tua.Untuk itu, pearawat
dapat memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak, terapi
yang didapat, dan prosedur keperawatan yang dilakukan pada anak, tentunya sesuai
dengan kapasitas belajarnya.
3. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi
kesempatan pada anak mengambil keputusan, tidak terlalu bergantung pada orang
lain dan percaya diri. Tentunya hal ini hanya dapat dilakukan oleh anak yang lebih
besar, bukan bayi. Berikan selalu penguatan yang positif dengan selalu memberikan
pujian atas kemampuan anak dan orang tua dan dorong terus untuk meningkatkannya.
4. Fasilitasi anak untuk menjaga sosialisasinya dengan sesama pasien yang ada,
teman sebaya atau teman sekolah. Beri kesempatan padanya untuk saling kenal dan
berbagi pengalamannya. Demikian juga interaksi dengan petugas kesehatan dan
sesama orang tua harus difasilitasi oleh perawat karena selama di rumah sakit orang
tua dan anak mempunyai kelompok sosial yang baru.
2.3. Faktor Penunjang Hospitalisasi
Faktor-faktor yang menunjang hospitalisasi (Stevens, 1992) :
a. Kepribadian Manusia
Tidak setiap orang peka terhadap hospitalisasi. Kita melihat ada sebagian orang yang
sangat menderita dan sangat tergantung pada pada apa yang diberikan lingkungannya.
Namun ada juga yang menangani sendiri dan tidak bisa menerima keadaan itu begitu
saja. Semua tergantung dari segi kepribadian manusia itu sendiri.

b. Kehilangan Kontak dengan Dunia Luar Rumah Perawatan


Pasien/ orang yang tinggal di rumah perawatan akan kehilangan kontak yang sudah
lama berjalan dengan terpaksa. Dia sudah tidak berada lagi dalam lingkungan yang
aman yang dijalaninya dalam sebagian besar hidupnya.

4
Orang-orang yang sering berkomunikasi dengannya kini hanya sekedar bertamu
dalam suasana yang berbeda, hanya sebagian kecil keluarga dekat yang
menemaninya. Sebagian besar kontak-kontak dengan orang senasib yang terbatas
dalam ruang perawatan yang sama dan dengan orang-orang yang membantunya.
Dunia mereka boleh dikatakan terbatas pada lingkungan kecil. Apalagi ia bergaul
dengan orang-orang yang sebenarnya bukan pilihannya.
c. Sikap Pemberi Pertolongan
Ada perbedaan tugas antara pasien dan yang memberi pertolongan. Ini terlihat jelas
dalam kegiatan mereka sehari-hari. Pasien biasanya menunggu dan yang menolong
yang menentukan apa yang dilakukan dan kapan. Pasien menunggu apa yang terjadi
dan perawat yang tahu. Pasien tergantung pada yang menolong dan ia terpaksa
mengikuti. Ia sering merasa tidak berdaya sehingga merasa harga dirinya berkurang.
Hal ini membuat dirinya lebih merasa tergantung. Perawat melakukan pekerjaan yang
rutin dan berkembang sedikit saja, hal ini akan membuat mereka menanamkan jiwa
hospitalisasi pada pasien.
d. Suasana Bagian Perawatan
Suasana bagian sebagian besar ditentukan oleh sikap personel/ perawat, baik oleh
hubungan antar sesama perawat, maupun oleh sikap mereka terhadap pasien dan
tamu-tamu mereka. Cara berpakaian orang-orang di bagian juga sangat penting. Cara
manuasia bergaul, dapat mempengaruhi sikap pasien. Ketergantungan antara
personal biasanya mudah dapat dipengaruhi. Pasien yang dirawat inap mendapat
kesan bahwa mereka bukan yang terpenting dalam perawatan ini. Juga ternyata
bahwa orang-orang yang hanya mendapatkan tugas melaksanakan pekerjaan dan
tanpa bisa memberi tanggapan atau saran maka pasien-pasien atau tamu-tamu mereka
akan diperlakukan sama seperti itu. Ini memperbesar kemungkinan adanya
hospitalisasi.
e. Obat-Obatan
Obat-obatan dapat memberi pengaruh besar pada sikap. Beberapa obat-obatan dapat
mengakibatkan adaBeberapa obat-obatan dapat mengakibatkan adanya tanda-tanda
yang sama seperti hospitalisasi. Dengan sendirinya, kemungkinan hospitalisasi besar.
Jika dipakai obat-obatan yang dapat merangsang adanya sikap tadi.
2.4 Reaksi Keluarga Terhadap hospitalisasi
1. Perasaan Cemas dan Takut
Perasaan cemas ini mungkin dapat terjadi ketika orang tua melihat anaknya

mendapat prosedur menyakitkan seperti pengambilan darah, injeksi, dan prosedur

invasiof lainnya. Hal ini mungkin saja membuat orang tua merasa sedih atau bahkan

5
menangis karena tidak tega melihat anaknya. Oleh karea itu, pada kondisi ini perawat

atau petugas kesehatan harus lebih bijaksana bersikap pada anak dan orang tuanya.

rasa cemas paling tinggi dirasakan orang tua saat menunggu informasi tentang

diagnosis penyakit anaknya, sedangkan rasa takut muncul pada orang tua terutama

akibat takut kehilangan anak pada kondisi sakit yang terminal (Brewis, 1995). Hal

lain yang mungkin menyebabkan rasa cemas adalah rasa trauma terhadap lingkungan

rumah sakit, ataupun rasa cemas karena pertama kali membawa anaknya untuk

dirawat di rumah sakit sehingga merasa asing dengan lingkungan baru. Perilaku yang

sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan takut ini

adalah sering bertanya atau bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada

orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah.

2. Perasaan Sedih

Perasaan sedih sering muncul ketika anak pada saat anak berada pada kondisi termal

dan orang tua mengetahui bahwa anaknya hanya memiliki sedikit kemungkinan untuk

dapat sembuh. Bahkan ketika menghadapi anaknya yang menjelang ajal, orang tua

merasa sedih dan berduka. Namun di satu sisi, orang tua harus berada di samping

anaknya sembari memberikan bimbingan spiritual pada anaknya.

3. Perasaan Frustasi

Pada kondisi ini, orang tua merasa frustasi dan putus asa ketika melihat anaknya yang

telah dirawat cukup lama namun belum mengalami perubahan kesehatan menjadi

6
lebih baik. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan psikologis dari pihak-pihak luar

(seperti keluarga ataupun perawat atau petugas kesehatan).

4. Perasaan Bersalah

Perasaan bersalah muncul karena orang tua menganggap dirinya telah gagal dalam

memberikan perawatan kesehatan pada anaknya sehingga anaknya harus mengalami

suatu perubahan kesehatan yang harus ditangani oleh tenaga kesehatan di rumah

sakit.

2.5 Dampak Hospitalisasi


Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menjadi masalah pada anak, tetapi
juga pada orang tua. Brewis (1995 dalam Supartini, 2002) menemukan rasa takut
pada orang tua selama perawatan anak di rumah sakit terutama pada kondisi sakit
anak yang terminal karena takut akan kehilangan anak yang dicintainya dan adanya
perasaan berduka. Stessor lain yang sangat menyebabkan orang tua stres adalah
mendapatkan informasi buruk tentang diagnosis medik anaknya, perawatan yang
tidak direncanakan dan pengalaman perawatan di rumah sakit sebelumnya yang
dirasakan menimbulkan trauma (Supartini (2000) dalam Supartini, 2002).
Dampak hospitalisasi menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkat

usia termasuk anak. Pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan

adanya dukungan sosial keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap

perawat serta komunikasi yang terapeutik yang mempercepat proses penyembuhan.

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi seorang perawat untuk memfasilitasi anak

agar anak merasakan aman dan nyaman selama perawatan sehingga anak lebih

kooperatif dalam menerima tindakan keperawatan. Cara yang mungkin bisa

dilakukan adalah dengan membangun kerjasama dengan orang tua dalam komunikasi

maupun tindakan keperawatan.

7
Dampak hospitalisasi salah satunya adalah stres. Stres merupakan bagian

kehidupan yang memiliki efek positif dan negatif yang disebabkan karena perubahan

lingkungan. Secara sederhana stres itu adalah kondisi dimana adanya respon tubuh

terhadap perubahan mencapai keadaan normal, seperti halnya anak yang dirawat,

karena itu perawat harus dituntut memiliki komunikasi yang baik pada anak yang

berefek pada proses penyembuhan. Stres merupakan keadaan atau kondisi dari tubuh

terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan,

dan merisaukan seseorang. Berbicara mengenai stres, kita cenderung

menggambarkannya menurut apa yang kita rasakan atau apa akibatnya bagi kita.

Stres itu diawali dengan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dan sumber daya

yang dimiliki oleh semua individu, semakin tinggi kesenjangan terjadi semakin tinggi

pula tingkat stres yang dialami oleh individu tersebut. Anak yang belum pernah

mengalami hospitalisasi lebih tinggi tingkat stresnya dibanding dengan anak yang

sudah pernah mengalami hospitalisasi beberapa kali. Stres pada hospitalisasi akan

menimbulkan perasaan tidak nyaman baik pada anak maupun keluarga, sehingga

diperlukan proses penyesuaian diri untuk mengurangi, meminimalkan stres supaya

tidak berkembang menjadi krisis. Stres hospitalisasi dapat di artikan sebagai keadaan

atau respon tubuh yang terjadi ketika seseorang menjalani perawatan di rumah sakit.

Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak,

karena anak mengalami stres akibat perubahan lingkungan, perubahan status

kesehatannya. Ketika di rumah sakit anak paling takut dengan lingkungan asing,

perasaan ditinggalkan, nyeri dan keterbatasan pada diri sendiri. Anak juga dapat

8
takut kepada para perawat yang merawat mereka. Anak usia prasekolah sering merasa

terkekang selama dirawat di rumah sakit. Hal ini disebabkan adanya pembatasan

aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah

sakit sering kali dipersepsikan sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu,

bersalah dan cemas. Anak yang sangat cemas biasanya seringkali bereaksi marah dan

memberontak. Kecemasan pada anak muncul karena berbagai hal yang berubah

disekelilingnya, baik fisik maupun emosional. Kecemasan dapat juga muncul akibat

kurangnya dukungan yang ada disekitarnya. Pada saat dirawat, anak usia pra sekolah

menginginkan kebebasan seperti sewaktu di rumah. Anak lebih senang berjalan-jalan

di sekitar ruang rawat dibandingkan dengan harus diam di atas tempat tidur atau

berada di ruang rawat inap. Adanya pembatasan gerak terhadap anak membuatnya

kehilangan kemampuan untuk mengontrol diri dan akan menjadi tergantung pada

lingkungannya.

2.6 Mengatasi Dampak Hospitalisasi


Perawat dapat memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan pada orang tua

anak atau dengan menolong orang tua/anak dalam memahami pengobatan dan

perawatan anaknya. Anak selama dihospitalisasi memerlukan peran dan partisipasi

orang tua dalam perawatan. Bentuk partisipasi tersebut adalah orang tua diharapkan

untuk tinggal dengan anak, berperilaku baik dan terlibat dalam perawatan. Ketika

orang tua tidak dapat berpartisipasi dalam perawatan, maka asuhan keperawatan yang

diberikan oleh perawat mungkin tidak dapat optimal. Keterlibatan orang tua yaitu

senantiasa mendampingi anak, memberikan dukungan fisik maupun emosional adalah

9
suatu hal yang penting dalam proses perawatan. Oleh karena itu, perawat dan orang

tua sebaiknya bekerja sama dalam meminimalkan dampak hospitalisasi pada anak.

Perawat berperan ketika anak dan keluarganya mempunyai kebutuhan psikologis

berupa dukungan atau motivasi. Maka sebagai konselor perawat dapat memberikan

konseling keperawatan ketika anak dan orang tuanya membutuhkan dengan cara

mendengarkan segala keluhan, melakukan sentuhan, dan hadir secara fisik. Perawat

dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan orang tua anak tentang masalah

anak dan keluarganya, dan membantu mencari alternatif pemecahannya. Keluarga

perlu menyadari pentingnya beberapa jenis tindakan keperawatan yang memerlukan

dukungan orang tua sehingga perawat dapat meningkatkan kualitas pelayanan.

Perawat terus meningkatkan pengetahuan khususnya tentang jenis komunikasi

dengan keluarga dan dalam memberikan dukungan untuk peran orang tua. Dukungan

orang tua sangat bermakna untuk menurunkan kecemasan anak yang sedang dirawat.

Bentuk peran serta orang tua selama anak dirawat di rumah sakit diwujudkan dengan

adanya keterlibatan orang tua dalam perawatan, memberikan support emosional

kepada anak, ikut terlibat pada tindakan yang sederhana, menjelaskan kepada anak

tentang kondisi anak dan memenuhi kebutuhan anak selama dirawat. Bentuk

keterlibatan orang tua dalam perawatan mulai dari komunikasi antara anak dengan

perawat, membantu dan mendampingi anak selama prosedur perawatan. Hal ini

membuat anak merasa nyaman dan tidak takut menghadapi perawat atau dokter.

10
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hospitalisasi adalah suatu proses yang harus dilalui anak akibat adanya suatu

alasan sehingga mengharuskan anak untuk menjalani perawatan di rumah sakit.

Hospitalisasi dapat dipengaruhi oleh kepribadian seseorang, pemberi pelayanan,

suasana bagian pelayanan, dan hilangnya kontak dengan dunia luar. Bagi anak yang

menganggap bahwa dunia rumah sakit merupakan dunia baru baginya, orang tua

bersama tenaga kesehatan harus mempersiapkan anak sebelum mendapatkan

pelayanan kesehatan. Saat dirawat di rumah sakit atau tengah menjalani proses

hospitalisasi, klien (dalam hal ini adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat

dari segala macam bentuk perubahan yang ia alami, seperti perubahan lingkungan,

suasana, dan lain sebagainya. Stressor dan reaksi hospitalisasi sesuai dengan tumbuh

kembang pada anak. Selain pada diri anak/pasien (seperti perubahan gaya hidup,

hilangnya privasi dan otonomi, dan lain sebaginya), dampak dari hospitalisasi juga

akan dirasakan oleh orang tua, yaitu orang tua akan merasa stress, frustasi, serta

merasa bersalah karena ia tidak dapat memberikan pemenuhan kebutuhan kesehatan

yang baik untuk anaknya.Apalagi bila mendengan kabar buruk mengenai kondisi

anak. Manfaat dari hospitalisasi ini dapat dimaksimalkan dengan cara memberikan

kesempatan kepada anak ataupun orang tua untuk mengetahui dan terlibat dalam

proses perawatan walaupun tidak terlibat secara menyeluruh.

11
3.2. Saran
Dampak dari hospitalisasi yang sering kita lihat saat ini tentu dapat memacu

tingkat stress pasien/anak ataupun keluarga/orang tua. Oleh karena itu, betapa

pentingnya seorang perawat memahami konsep hospitalisasi agar dampaknya pada

anak/pasien dan orang tua/keluarga dapat diminimalisir sehingga dapat dijadikan

dasar dalam pemberian suatu tindakan asuhan keperawatan yang kompeten, etik dan

aman. Perawatlah yang selalu berinteraksi dengan pasien, menemami, dan melayani

pasien sepenuh hati supaya pasien cepat sembuh. Dalam melayani pasien perawat

harus sabar dan harus bisa menyesuaikan sikap yang baik kepada pasien kita, Karena

itu berpengaruh dalam kesembuhan pasien.

12
DAFTAR PUSTAKA
Apriany, D. (2013). HUBUNGAN ANTARA HOSPITALISASI ANAK DENGAN
TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA. Jurnal Keperawatan Soedirman
(The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.2, Juli 2013, 92-102.

Asmadi. (20). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Febriana, D., & Wahyuningsih, A. (2011). KAJIAN STRES HOSPITALISASI


TERHADAP PEMENUHAN POLA TIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH
DI RUANG ANAK RS BAPTIS KEDIRI. Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri
Volume 4, No. 2, Desember 2011, 1-7.

Murniasih, E., & Rahmawati, A. (2007). HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA


DENGAN TINGKAT KECEMASAN. JURNAL KESEHATAN SURYA
MEDIKA YOGYAKARTA, 2-13.

Solikhah, U. (t.thn.). EFEKTIFITAS LINGKUNGAN TERAPETIK TERHADAP


REAKSI HOSPITALISASI PADA ANAK, 1-9.

Stevens, P.J.M. dkk (1997). Ilmu Keperawatan.2(1).Jakarta; EGC.

Supartini, Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:EGC.

Tewuh, N. R., Wahongan, G. J., & Onibala, F. (2013). HUBUNGAN KOMUNIKASI


TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN STRES HOSPITALISASI PADA
ANAK USIA SEKOLAH 6 -12 TAHUN DI IRINA E BLU RSUP PROF.
DR. R. D. KANDOU MANADO. ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 1.
Nomor 1. Agustus 2013, 1-7.

Utami, Y. (2014). DAMPAK HOSPITALISASI TERHADAP PERKEMBANGAN


ANAK. Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli 2014, 10-19.

13

Anda mungkin juga menyukai