Anda di halaman 1dari 13

“UJI STERILITAS”

I. TUJUAN
Mengetahui dan menguasai komponen serta pembuatan salep mata dengan beberapa
basis secara steril

II. DASAR TEORI


Sediaan steril merupakan sediaan terapetis yang bebas mikroorganisme baik vegetatif
atau bentuk sporanya baik patogen atau non patogen. Yang termasuk dalam sediaan steril
ialah sediaan parenteral volume besar, sediaan parenteral volume kecil (injeksi), sediaan
mata (tetes/salep mata).
Salep merupakan sediaan setengah padat dengan bentuk massa yang lunak, ditujukan
untuk pemakaian topikal, dan mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam
waktu yang cukup lama sebelum sediaan itu tercuci atau dihilangkan. Menurut Anief
(2000), salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai
obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang
cocok. Salep mata adalah salep yang digunakan pada mata. Pada pembuatannya harus
diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan
perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi syarat uji sterilitas (Anonim, 1995). Salep
mata merupakan salep steril untuk pengobatan mata menggunakan dasar salep yang cocok
(Anonim, 1979).
Salep mata biasanya bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea, konjungtiva,
kornea, dan iris. Penggunaan salep mata ini memiliki beberapa keuntungan, diantaranya (1)
dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan dalam air yang
ekuivalen, (2) onset dan waktu puncak absorbsi yang lebih lama, (3) waktu kontak yang
lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi. Sedangkan kerugiannya,
antara lain dapat mengganggu penglihatan, kecuali jika digunakan saat akan tidur. Dasar
salep yang digunakan harus tidak mengiritasi mata dan harus memungkinkan difusi bahan
obat ke seluruh mata yang dibasahi karena sekresi cairan mata. Dasar salep mata yang
dimanfaatkan untuk salep mata harus bertitik lebur mendekati suhu tubuh.
Beberapa syarat salep mata, diantaranya (1) salep mata harus mengandung bahan atau
campuran bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba
yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan;
kecuali dinyatakan lain dalam monografi dan formulanya sendiri sudah bersifat
bakteriostatik, (2) salep mata harus bebas dari partikel kasar, (3) harus memenuhi syarat
kebocoran dan partikel logam pada uji salep mata, (4) wadah untuk salep mata harus dalam
keadaan steril pada waktu pengisian dan penutupan, harus tertutup rapat dan disegel untuk
menjamin sterilitas pada pemakaian pertama, (5) dasar salep yang digunakan tidak boleh
mengiritasi mata, (6) dasar salep memungkinkan difusi obat dalam cairan mata, (7) dasar
salep tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu pada kondisi
penyimpanan yang tepat, (8) dasar salep mata yang digunakan juga harus bertitik lebur
yang mendekati suhu tubuh.
Dalam pembuatan salep mata, bahan obat dapat ditambahkan sebagai larutan steril
atau serbuk steril yang ternikronisasi pada dasar salep steril, hasil akhir dimasukkan secara
aseptik dalam tube steril. Bahan obat disterilkan dengan cara yang cocok, bila bahan tidak
dapat disterilkan dengan cara biasa, maka dapat digunakan bahan yang memenuhi syarat
uji sterilitas dengan pembuatan secara aseptik. Tube atau pot disterilkan dengan autoklaf
pada suhu antara 115 – 116°C selama tidak kurang dari tiga puluh menit. Kemungkinan
kontaminasi mikroba dapat dikurangi dengan melakukan pembuatan uji dibawah LAF.
Sterilitas merupakan syarat paling penting, tidak layak membuat sediaan larutan atau
salep mata yang mengandung banyak mikroorganisme yang paling berbahaya yaitu
Pseudomonas aeruginosa. Infeksi mata dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan
kebutaan, bahaya yang paling utama adalah memasukkan produk non steril ke mata saat
kornea digosok.

1) Kloramfenikol

 Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari 103,0 %
C11H12N2O5 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
 Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih sampai putih
kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit. Dalam larutan asam
lemah, mantap.
 Kelarutan larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan
dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
2) Hidrocortison Asetat
 Hidrokortison asetat mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari 102,0 %
C23H32O6 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
 Pemerian serbuk hablur, putih / hamper putih; tidak berbau; rasa tawar, kemudian pahit.
 Kelarutan praktis tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol (95%) P dan dalam
kloroform P.
3) Cetyl Alkohol
 Rumus molekul : C16H34O
 BM : 242,44
 Pemerian : bahan dari lilin, serpih putih, granul,kotak, sedikit bau
danrasa sedikit lunak
 Kelarutan :Mudah larut dalam etanol (95%) dan eter, dapat meningkatkan kelarutan
dengan penignkatan suhu, praktis tidak larut dalam air.
 Titik peleburan : 45 – 52 °C
 Penggunaan : Coating agent, emulsifying agent, stiffening agent.
 Konsentrasi penggunaan : Emollient 2-5%, Emulsifying agent 2 – 5 %, stiffening agent
2 – 10% dan water absorption 5%.
4) Vaselin Flalvum.
 Pemerian : Massa seperti lemak, kekuningan hingga amber lemah; berfluoresensi sangat
lemah walaupun setelah melebur, dalam lapisan tipis transparan, tidak atau hampir tidak
berbau dan berasa.
 Kelarutan :Tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida,
dalam kloroform dan dalam miny terpentin; larut dalam eter, dalam heksana, dan
umumnya dalam minyak lemak dan minyak atsiri; praktis tidak larut dalam etanol
dingin dan etanol panas dan dalam etanol mutlak dingin.
 Penggunaan :Sebagai basis hidrokarbon.
5) Paraffin Cair
 Parafin adalah campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan, yang diperoleh dari
minyak tanah.
 Pemerian : hablur tembus cahaya atau agak buram, tidak berwarna atau putih, tidak
berbau, tidak berasa, agak berminyak.
 Kelarutan : tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, dalam
eter, dalam minyak menguap, dalam hampir semua jenis minyak lemak hangat, sukar
larut dalam etanol mutlak.
 Penggunaan : Basis salep hidrofilik
 Konsentrasi penggunaan: Ophthalmic ointments : 3–60%, Topical ointments 0,1 – 95%.
6) Adeps Lanae
 Lanolin adalah zat serupa lemak yang dimurnikan diperoleh dari bulu domba yang
dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari
0,25%.Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02%. Penambahan
air dapat dicampurkan ke dalam lanolin dengan pengadukan.
 Pemerian : massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.
 Kelarutan : tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang 2 kali
beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah
larut dalam eter dalam kloroform.
 Jarak lebur : antara 38 ° dan 44 °.
 Inkompatibilitas : Lanolin mungkin mengandung prooxidant yang bisa mempengaruhi
zat aktif tertentu.
 Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada suhu kamar
terkendali.
III. ALAT dan BAHAN
Alat Bahan

1. Enkas 1. Aquadest
2. Tabung reaksi 2. Media Thioglycollate
3. Gelas kimia 3. Desinfektan
4. Erlenmayer 4. Alkohol 70%
5. Rak tabung reaksi 5. Chloramphenicol
6. Oven 6. Parafn liquid
7. Autoklaf 7. Adeps lanae
8. Spatula 8. Vsselin flavum
9. Timbangan analitik 9. Hidrocrtison asetat
10. Batang pengaduk 10. Cetyl alcohol
11. Kapas

IV. Formula & Prosedur Kerja


a) Formula Salep Mata Chloramfenicol
R/ Chloramfenicol 1%
Basis ad 10
a. Parafin Liq 10
b. Adeps Lanae 10
c. Vaselin flavum 80
Penimbangan dilebihkan 20% untuk mengganti basis yang kemungkinan
menempel pada kain kasa saat proses kolir (penyaringan), sehingga basis salep
yang ditimbang (10 + 20%) = 12 gram.
Formula yang ditimbang:
1
1. Chloramfenicol = 100 x 10 = 0.1 gram = 100 mg

2. Basis ad = 10 gram – 0.1 gram = 9.9 gram


12
a. Paraffin liquidum = x 10 gram = 1.2 gram
100
12
b. Adeps Lanae = x 10 gram = 1.2 gram
100
12
c. Vaselin flavum = x 80 gram = 9.6 gram
100
b) Formula Salep Mata Hidrokortison Asetat
R/ Hidrocortison Asetat 0.1%
Basis ad 10
a. Cetyl alkohol 2.5
b. Adeps lanae 6
c. Vaselin flavum 51.5
d. Paraffin liq ad 100
Penimbangan dilebihkan 20% untuk mengganti bahan yang kemungkinan
menempel pada kain kasa pada saat proses kolir atau penyaringan, sehingga basis
salep yang ditimbang (10 + 20%) = 12 gram.
Formula yang ditimbang:
0.1
1. Hidrokortison Asetat = x 10 = 0.01 gram = 10 mg
100

2. Basis ad = 10 – 0.01 gram = 9.99 gram


12
a. Cetyl alkohol = x 2.5 gram = 0.3 gram
100
12
b. Adeps lanae = x 6 gram = 0.72 gram
100
12
c. Vaselin flavum = x 51.5 gram = 6.18 gram
100
12
d. Paraffin liq ad = x 100 gram = 12 gram
100

PROSEDUR KERJA
a. Sterilisasi alat

Membersihkan enkas mengunakan desinfektan bagian dalam maupun luar enkas.

cawan penguap, pot salep disterilkan pada autoclaf suhu 121°C selama 15 menit

sudip, tutup pot salep dimasukkan dalam kertas perkamen, disterilkan dalam uap
mengalir selama 30 menit

tabung reaksi steril dimasukkan dalam oven pada suhu 170°C selama 30 menit
b. Pembuatan media thioglycolate

Timbang serbuk thioglycollate sebanyak 4,460 gram lalu dilarutkan dengan aquadest
sebanyak 150 ml dalam beaker glass

dimasukkan kedalam masing-masing tabung reaksi sebanyak 5 ml lalu ditutup dengan


kapas

di sterilkan dengan menggunakan autoclave pada suhu 121ºC selama 15 menit.

Setelah steril, masukkan 4 tabung berisi media thioglycollate kedalam enkas.

Kemudian perlakuan 4 tabung yang berisi media yaitu :


Tabung 3, Sampel Tabung 4, Sampel
Tabung 1, kontrol Tabung 2, kontrol
Salep Mata Salep Mata
negatif ruangan
Kloramfenikol Hirokortison
c. Pembuatan formulasi

mortir dan stamfer disterilkan dengan cara dibakar dengan alkohol

menimbang basis salep dalam cawan penguap dengan urutan vaselin flavum, adeps
lanae, parafin liquidum

basis dalam cawan ditutup dengan kaca arloji, lalu disterilkan dengan dioven pada
suhu 150°C selama 60 menit

basis dimasukkan kedalam inkas

basis yang sudah disterilkan dan dikholir kedalam mortir steril dan hangat, aduk ad
dingin dan homogen

menimbang bahan aktif obat, dan masukkan kedalam mortir steril aduk ad homogen

keluarkan dalam mortir dan masukkan dalam pot salep steril


V. HASIL PERCOBAAN
a. Uji Sterilitas
Keterangan :
Tabung 1 : Kontrol Negatif
Tabung 2 : Kontrol Ruang
Tabung 3 : Kontrol sterilitas sampel salep mata Kloramfenikol
Tabung 4 : Kontrol sterilitas sampel salep mata Hidrokortison
Jernih (-) : Steril
Hari Tabung Gambar
Pengamatan
Ke- 1 2 3 4

1 - - - -

2 - - - -

3 - - - -
4 - - - -

5 - - - -

6 - - - -

7 - - - -

Kesimpulan Steril Steril Steril Steril


VI. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini ialah pembuatan salep mata yang bertujuan untuk
mengetahui dan menguasai komponen serta pembuatan salep mata dengan beberapa
basis secara steril. Formula salep yang dibuat pada praktikum ini, diantaranya salep
mata Chloramfenicol dan salep mata Hidrokortison Asetat. Pada formula ini juga
digunakan campuran basis yang berbeda, yakni Parafin liq., Adeps lanae, Vaselin
flavum dengan Cetyl alkohol, Adeps lanae, Vaselin flavum, dan Paraffin liquidum.
Kedua formula ini dibuat dalam kondisi aseptis walaupun berbeda zat
aktif. Proses aseptis merupakan proses pengolahan produk steril tanpa sterilisasi
akhir. Metode ini merupakan proses perlindungan pasif dari kontaminasi, oleh
karena itu resiko kontaminasi metode aseptis lebih tinggi dibanding dengan metode
sterilisasi akhir.
Sebelum pembuatan salep mata berlangsung, semua alat dan wadah yang
digunakan harus disterilkan dahulu dengan autoklaf pada suhu 170° selama 30
menit. Sudip dimasukkan kertas perkamen kemudian disterilkan dengan uap air
mengalir selama 60 menit. Mortir dan stamfer disterilkan dengan cara dibakar
dengan alkohol. Setelah semua alat disterilkan, dilanjutkan dengan proses
pembuatan salep yang semuanya dilakukan dalam ‘in case’ untuk mencegah
terjadinya kontaminasi.
Tahap selanjutnya, penimbangan basis, dimana berat penimbangan basis
dilebihkan 20% karena adanya proses kolir atau penyaringan setelah basis
disterilkan dalam oven dengan suhu 170°C selama 30 menit. Basis salep yang
digunakan untuk salep mata Chloramfenicol, diantaranya vaselin flavum, adeps
lanae, dan paraffin liq. sedangkan basis untuk salep mata Hidrokortison Asetat,
yakni cetyl alkohol, adeps lanae, vaselin flavum, dan paraffin liquidum. Vaselin
yang digunakan merupakan vaselin flavum bukan vaselin album. Hal ini terkait
proses pembuatan vaselin album yang menggunakan proses oksidasi dengan asam
asetat untuk memutihkan vaselin flavum, sehingga apabila salep mata
menggunakan vaselin album kemungkinan asam asetat yang tertinggal akan
menyebabkan rasa pedih pada mata.
Penimbangan dan pencampuran basis salep harus urut sesuai dengan
konsistensinya, yakni basis salep semi padat ditimbang lebih dulu kemudian baru
berbentuk cair. Setelah ditimbang, basis disterilkan dengan oven pada suhu 170°C
selama 30 menit. Setelah ditimbang dan disterilkan kemudian basis dikolir untuk
membebaskan basis dari partikel asing. Setelah basis dikolir, maka basis barulah
dicampur dengan zat aktif dan dimasukkan dalam pot salep steril.
Setelah kedua sediaan salep mata siap, dilakukan uji sterilitas dalam selang
waktu yang bersamaan, yakni seminggu setelah sediaan salep mata dibuat. Hal ini
untuk melihat apakah salep mata yang dibuat telah memenuhi syarat steril dan
apakah pembuatan salep dilakukan secara aseptis sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan. Pada uji sterilitas ini menggunakan media fluid thioglyvollate medium
sebagai kontrol media pertumbuhan mikroba dimana setiap kelompok mendapatkan
4 tabung reaksi dengan rincian:
 Tabung 1 sebagai kontrol negatif yang berisikan media thioglycollate
yang telah disterilkan dengan autoklaf. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui ada atau tidaknya mikroorganisme yang
mengkontaminasi, apabila media menjadi keruh maka menunjukkan
bahwa media terkontaminasi mikroorganisme. Namun, bila media
jernih maka menunjukkan media tidak terkontaminasi
mikroorganisme.
 Tabung 2 sebagai kontrol ruangan berisikan media thioglycollate yang
dibuka penutupnya selama bekerja dalam ‘in case’. Sebelumnya ‘in
case’ telah disterilkan dengan desinfektan. Memiliki tujuan untuk
mengetahui apakah ruang ‘in case’ yang digunakan selama pengerjaan
steril atau tidak.
 Tabung 3 berisikan salep mata Chloramphenicol dan media
thioglycollate yang bertujuan untuk mengetahui apakah larutan salep
mata Chloramfenicol steril atau tidak.
 Tabung 4 berisikan sampel salep mata Hidrokortison Asetat dengan
media thioglycollate yang bertujuan untuk mengetahui apakah larutan
salep mata Hidrokortison Asetat steril atau tidak.
Selanjutnya, tabung dimasukkan dalam ‘in case’ yang telah disterilkan. In
case sendiri merupakan ruang tempat percobaan sterilitas yang dimaksudkan untuk
meminimalkan kontak dengan udara luar.
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh dengan pengamatan selama 7
hari, pada tabung reaksi 1, 2, 3, dan 4 media thioglycollate tetap berwarna jernih
atau negatif (-). Hal ini menunjukkan bahwa media thioglycollate yang disterilkan
dengan autoklaf sebagai kontrol negatif, ruang ‘in case’, salep mata
Chloramphenicol, dan salep mata Hidrokortison Asetat adalah Steril yang
dibuktikan dengan tidak adanya pertumbuhan mikroba pada media thioglycollate.
Hasil praktikum juga menunjukkan bahwa prinsip pengerjaan salep mata yaitu
proses aseptis dapat terpenuhi dan memberikan hasil salep mata yang homogen
juga steril.

VII. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan menguasai komponen serta pembuatan salep
mata Chloramphenicol dan salep mata Hidrokortison Asetat dengan beberapa basis
secara steril
2. Tabung reaksi sebagai kontrol negatif, kontrol ruang, sampel salep mata
Chloramphenicol, dan salep mata Hidrokortison Asetat menunjukkan hasil yang
steril

VIII. DAFTAR PUSTAKA

1. Anief, M. (2000). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Cetakan ke - 9. Yogyakarta:
Gajah Mada University-Press. Halaman 32 - 80.
2. Anonim. (1995). Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
3. Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi ke - 4. Jakarta:
Universitas Indonesia.
4. Association, A. P. (1994). Handbook of Excipients 2nd Edition.
5. Dra. Suhartinah, M. S. (2017). Petunjuk Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan
Steril. Surakarta: Setia Budi University-Press.
6. Indonesia, D. K. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai