Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia memiliki perairan tawar yang sangat luas dan berpotensi besar untuk
usaha budidaya berbagai macam jenis ikan air tawar. Sumber daya perairan di Indonesia
meliputi perairan umum (sungai, waduk, dan rawa), sawah (mina padi), dan kolam
dengan total luas lahan 605.990 hektar. Perairan umum seluas 141.690 hektar, sawah
(mina padi) seluas 88.500 hektar, dan perairan kolam seluas 375.800 hektar (Anonim,
1994). Dengan potensi perairan air tawar yang sangat besar tersebut, Indonesia baru
mampu memproduksi 6,7 tok ikan/tahun. Hal ini tentu saja masih jauh di bawah
produksi dunia yang mencapai 100 juta ton ikan per tahun (Ade, dkk. 1994).
Usaha budidaya ikan air tawar sebenarnya sangat mudah, asal ketersediaan air
mencukupi. Walaupun tidak diberi makan, ikan masih tetap bisa bertahan hidup karena
makanan dapat diperoleh secara alami di kolam, misalnya jentik-jentik, plankton, dan
lain-lain.
Secara ekonomis, usaha bidudaya ikan sangat menguntungkan karena ikan
memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Di samping itu, ikan juga sangat mendukung bagi
pemenuhan gizi bagi masyarakat. Masih banyak segi keuntungan yang dapat diperoleh
dari memelihara ikan.
Ikan air tawar memiliki banyak spesies atau jenis. Pada awalnya, ikan banyak
hidup dan tersebar di berbagai perairan air tawar, misalnya di sungai-sungai, rawa-
rawa, atau di danau-danau. Karena perkembangan peradaban manusia yang
membuahkan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka ikan-ikan yang tadinya hidup di
perairan bebas banyak dientaskan ke kolam budidaya.
Dengan berkembangnya teknologi budidaya yang makin maju, maka
perkembangan usaha perikanan juga makin banyak dilakukan oleh masyarakat.
Walaupun demikian, target produkdi belum memenuhi sasaran, terutama dari jenis-
jenis ikan yang sangat laku di pasaran internasional, misalnya ikan gurami, ikan nila
merah, dan ikan mas.

1
Untuk memenuhi sasaran produksi ikan yang paling banyak disukai masyarakat.
Oleh karena itu, petani ikan perlu mengetahui jenis-jenis ikan air tawar dan potensinya
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dari sekian banyak jenis ikan air tawar yang ditemukan tidak semuanya
berpotensi untuk dibudidayakan sebagai ikan konsumsi yang bernilai ekonomi tinggi.
Ada sebagian jenis ikan air tawar yang lebih sesuai untuk hiasan karena keindahan
tubuhnya dan sebagian lagi kurang memiliki nilai ekonomi karena ukuran badannya
sangat kecil sehingga produksinya rendah dalam menghasilkan daging.
Golongan ikan konsumsi memiliki banyak jenis dengan ukuran badan dan
warna badan yang beragam. Jenis-jenis ikan yang tergolong ikan konsumsi dangat
sesuai untuk bahan pangan. Jenis ikan konsumsi memiliki tingkat produktivitas daging
yang tinggi sehingga cocok sebagai bahan makanan. Jenis ikan konsumsi jika
dibudidayakan dengan baik dapat memberikan hasil yang tinggi (ton per satuan luas)
sehingga dapat memberikan keuntungan yang tinggi (nilai rupiahnya).
Dari sekian banyak jenis ikan air tawar, jenis ikan nila merupakan salah satu
jenis ikan tawar konsumsi yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Potens
pasar untuk ikan nila sangat besar.
Ikan nila bukan merupakan ikan asli Indonesia. Ikan nila berasal dari daratan
Taiwan. Menurut sejarahnya, ikan nila berasal dari benua Afrika. Jenis ikan ini banyak
terdapat di sungai Nil (Achmad Mujiman, 1986). Pada tahun 1981, ikan nila
diintrodusir ke Indonesia oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor.
Jenis ikan nila tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga sangat dikenal di
negara-negara lain, misalnya Amerika Serikat, Jepang, Korea, Singapura, dan negara-
negara Eropa. Dalam perjalanannya yang belum Panjang ini, ikan nila telah mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat pada setiap rantai agribisnis, meningkatkan
kebutuhan protein hewani, dan telah mendatangkan devisa negara.
Namun dalam manajemen pemeliharaan yang kurang baik, hal tersebut bisa
mengakibatkan ikan memiliki penyakit yang kurang menguntungkan bagi manusia.
Menurut Sachlan (1972), penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan
gangguan pada ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan terhadap
ikan dapat disebabkan oleh organisme lain, pakan maupun kondisi lingkungan yang
kurang menunjang kehidupan ikan. Dengan demikian timbulnya serangan penyakit di
kolam merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan, dan
organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini telah menyebabkan stress pada ikan,

2
sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya
mudah diserang oleh penyakit.
Penyakit yang sering menyerang ikan dapat diklasifikasikan sebagai (1)
penyakit menular, yaitu penyakit yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme
seperti bakteri, virus, jamur atau protozoa, dan (2) penyakit tidak menular, yaitu
penyakit yang disebabkan bukan oleh mikroorganisme melainkan hal lain, misalnya
karena kekurangan pakan, keracunan, konsentrasi oksigen dalam air rendah atau
penyakit gelembung udara (air bubble)
Penyakit yang disebabkan oleh parasit, dapat menyebabkan penurunan kualitas
ikan dan gangguan kesehatan pada manusia. Keberadaan parasit dapat menyebabkan
efek mematikan pada populasi inang dan konsekuensinya dapat menyebabkan kerugian
besar bagi industri perikanan. Parasit tidak hanya dapat merugikan industri perikanan,
tetapi juga manusia yang mengonsumsinya (Palm et al., 2008).
Menurut FAO (2005), prevalensi penyebaran cacing parasit di Indonesia dapat
mencapai ±30%. Infeksi cacing parasitik di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia memiliki tingkat prevalensi penyebaran yang sangat tinggi. Tingkat
penyebaran ini dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Iklim menentukan endemisitas suatu
penyakit, sedangkan cuaca menentukan prevalensi penularan suatu penyakit parasitik
sampai timbulnya epidemik. Selain itu, umur, jenis kelamin, dan sistem ketahanan
tubuh menentukan jumlah cacing parasit yang menginfeksi induk semang.
Menurut Barber et al. (1998) beberapa faktor yang berperan terhadap serangan
penyakit pada ikan adalah kepadatan ikan yang dibudidaya, sistem kurungan yang
dipakai, budidaya secara monokultur dan stres. Penyakit pada ikan disebabkan oleh
faktor biotik dan abiotik yaitu faktor fisik dan kimiawi air dan berbagai organisme
patogen. Menurut Gargas, (1995) organisme patogen tersebut diantaranya adalah
endoparasit dan ektoparasit. Arnott et al. (2000) menyatakan bahwa, umumnya parasit
pada ikan adalah golongan Crustacea, cacing (trematoda, nematoda, dan cestoda), dan
protozoa. Parasit ini menginfeksi sirip, sisik, operkulum dan insang ikan.
Salah satu spesies parasit yang menyerang ikan nila adalah Gyrodactylus sp.
Untuk itu, penulis ingin memberikan informasi tentang klasifikasi Gyrodactylus sp
sampai pengendalian penyakit yang ditimbulkan oleh parasit tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagimanakah ciri Gyrodactylus sp?

3
2. Apakah kerugian yang didapat dari infeksi Gyrodactylus sp pada ikan nila?
3. Bagaimanakah cara pengendalian infeksi Gyrodactylus sp pada ikan nila?

C. Tujuan
1. Mengetahui ciri Gyrodactylus sp.
2. Mengetahui kerugian yang didapat dari infeksi Gyrodactylus sp pada ikan nila.
3. Mengetahui cara pengendalian infeksi Gyrodactylus sp pada ikan nila.

D. Manfaat
1. Memberikan informasi tentang ciri Gyrodactylus sp kepada pembaca.
2. Memberikan informasi kepada pembaca tentang kerugian yang didapat dari infeksi
Gyrodactylus sp pada ikan nila.
3. Memberikan informasi kepada pembaca tentang cara pengendalian infeksi
Gyrodactylus sp pada ikan nila.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Gyrodactylus sp
Gyrodactylus sp termasuk dalam Monogenea yang biasa ditemukan sebagai
ektoparasit ikan (Noble dan Noble, 1989). Monogenea yang menginfeksi ikan budidaya
di Asia Tenggara merupakan ektoparasit yang umunya berukuran kecil (kurang dari 1
mm) atau berukuran sedang (1 – 5 mm).
Menurut Kabata (1985), tubuh Gyrodactylus sp memanjang, kecil, dengan
anterior yang kurang berkembang. Memiliki dua tonjolan pada bagian anterior.
Opisthaptor mempunyai 16 marginal hook dan satu pasang jangkar, yang dihubungkan
oleh dua palang penghubung (dorsal dan ventral). Tidak memiliki pigmen mata.

Gambar 1. Gyrodactylus salaris Gambar 2. Gyrodactylus sp


Sumber : Malmberg, 1957 Sumber : von Nordmann, 1831

Ciri lain yang diperlihatkan oleh spesies parasite ini adalah cacing dewasa dapat
melekat pada kulit hospes karena dilengkapi ophisthaptor yang fungsinya untuk
menghisap darah dan memakan jaringan hospes. Cara penularannya terjadi secara
langsung yaitu telur dikeluarkan di dekat parasitnya, telur dilengkapi dengan tali
pengikat panjang selanjutnya menetas menjadi larva yang berambut (onchomiracidium)
dengan beberapa kait yang halus. Telur berbentuk lonjong memanjang, biasanya
dilengkapi dengan operculum dan terdapat filamen pada satu ujung atau ke dua
ujungnya. Larva atau onchomiracidium bersilia dan terdapat satu atau lebih dari 1

5
pasang bintik mata. Pada saat menetas onchomiracidium mempunyai periode free
swimming yang pendek untuk mendapatkan hospes baru, kemudian mencapai stadium
dewasa/seksual.

Klasifikasi Ilmiah :

Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Monogenea
Order : Monopisthocotylea
Family : Gyrodactylidae
Genus : Gyrodactylus
Species : Gyrodactylus sp

B. Kerugian yang Didapat dari Infeksi Gyrodactylus sp pada Ikan Nila


Dari benih ikan sampel yang dilalulintaskan melalui Stasiun Karantina Ikan
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Yogyakarta, Gyrodactylus
sp banyak menyerang pemukaan tubuh serta sirip ikan, meskipun kadang-kadang juga
ditemukan di insang. Cacing ini merusak kulit dan menyebabkan infeksi. Infeksi
Gyrodactylus sp jarang menjadi perhatian kecuali infeksinya sangat banyak.
Gyrodactylus sp merupakan ektoparasit pada permukaan tubuh, insang dan sirip ikan.
Infeksi cacing Gyrodactylus sp biasanya ditemukan di permukaan tubuh dan sirip ekor
(Minchin, 2008). Gejala klinis : insang yang dirusak menjadi luka-luka, kemudian
timbul pendarahan yang akibatnya pernafasan terganggu.
Morbiditas dan mortalitas bisa terjadi disebabkan oleh parasite ini. Hal ini
dipicu dengan adanya sanitasi yang kurang terjaga dan kualitas air yang tidak baik
untuk ikan.

C. Pengendalian Infeksi Gyrodactylus sp pada Ikan Nila


1. Direndam formalin 250 cc/m3 air selama 15 menit
2. Methyline Blue 3 ppm selama 24 jam
3. Menyelupkan tubuh ikan ke dalam larutan Kalium Permanganat (KMnO4) 0,01%
selama ±30 menit
4. Memakai larutan NaCl 2% selama ± 30 menit
5. Memakai larutan NH4OH 0,5% selama ±10 menit.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Budidaya ikan nila sangat menguntungkan namun dengan manajemen yang
kurang baik, penyakit bisa saja muncul pada ikan dan mengakibatkan kerugian.

B. Saran
1. Menambah tenaga kerja berkualitas untuk meningkatkan kualitas ikan-ikan yans
dibudidayakan serta meningkatkan hasil produksi.
2. Penyediaan obat-obatan dan antibiotik yang lengkap sebagai salah satu upaya
pengobatan terhadap suatu penyakit.
3. Memanfaatkan kolam-kolam yang masih kosong untuk kolam karantina.
4. Melakukan manajemen kualitas air pada tiap-tiap kolam dan dilakukan secara
teratur dan benar.

7
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan Liviawaty, E.. 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Yogyakarta :
Penerbit Kanisius.

Cahyono, Bambang. 2007. Budidaya Ikan Air Tawar. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Setiawan, Andy. 2005. Studi Tentang Penyakit Ikan Maskoki (Carassius carassius var.
auratus.) dan Cara Pencegahannya di Balai Benih Ikan Kepanjen Malang. Program
Studi Diploma Tiga Budidaya Perikanan (Teknologi Kesehatan Ikan). Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Lianda, Nova. 2015. Identifikasi Parasit pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Irigasi
Barabung Kecamatan Darussalam Aceh Besar. Jurnal Medika Veterinaria Vol. 9.

Hadi, J. dan Andriyono, S.. 2016. Pemeriksaan Parasit pada Benih Ikan Air Tawar di Stasiun
Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I
Yogyakarta. Department of Marine. Faculty of Fisheries and Marine. Universitas
Airlangga. Surabaya.

Ohoiulun, Ireny. 2002. Inventarisasi Parasit pada Ikan Cupang (Betta splendes Regan), Ikan
Gapi (Poecilia reticulata Peters), dan Ikan Rainbow (Melanotaenia macculochi
Ogilby) di Daerah Jakarta Barat, DKI Jakarta. Program Studi Budidaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Sumiati, T. dan Aryati, Y.. 2010. Penyakit Parasitik pada Ikan Hias Air Tawar. Prosiding
Forum Inovasi Teknologi Akuakultur : 963 – 967.

Asnawati, Yupianti, dan Putra, G.. 2013. Sistem Pakar untuk Mengidentifikasi Penyakit pada
Ikan Lele Menggunakan Metode Backward Chaining. Jurnal Media Infotama Vol. 9 (1)
: 95 – 119.

Ridhwan, Bakri, dan Winaruddin. 2018. Identifikasi Parasit pada Ikan Kerapu Sunu
(Plecetropomus leopardus) yang Dijual di TPI Lhoknga Kabupaten Aceh Besar.
JIMVET Vol. 2 (4) : 614 – 618.

Anda mungkin juga menyukai