Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH FREKUENSI EJAKULASI TERHADAP KUALITAS

SPERMA SEGAR AYAM KETAWA

Epsondy Puringga Raharja


11/317583/PT/06102

INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi
ejakulasi terhadap kualitas sperma segar ayam Ketawa secara
makroskopis dan mikroskopis. Penelitian ini menggunakan Student T-Test
dengan 2 perlakuan. Perlakuan I (P1): Frekuensi ejakulasi setiap minggu
sekali. Perlakuan II (P2): Frekuensi ejakulasi setiap minggu 2 kali.
Pengamatan dilakukan tehadap volume semen (ml), konsentrasi
spermatozoa (107/ml) dan motilitas spermatozoa (%). Ternak yang
digunakan berjumlah 6 ekor ayam Ketawa pejantan yang dibagi menjadi 2
kelompok. Kelompok pertama berjumlah 3 ekor pejantan dan dilakukan
penampungan 1 kali seminggu (P1). Kelompok kedua berjumlah 3 ekor
pejantan dan dilakukan penampungan 2 kali seminggu (P2). Penelitian ini
menggunakan 3 kali replikasi data.

(Kata Kunci: Frekuensi, Ejakulasi, Sperma, Volume sperma, Konsentrasi


sperma, Motilitas sperma)
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ayam sudah menjadi bagian yang penting bagi kehidupan
masyarakat. Ayam dapat diternakkan dan dibudidayakan untuk diambil
manfaatnya. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari budidaya ayam
adalah daging dan telurnya. Namun pada sebagian orang memelihara
ayam tidak dimaksudkan untuk diambil daging ataupun telurnya,
melainkan sebagai hobi. Beberapa ayam memiliki warna bulu yang indah,
unik dan berbeda dari yang lainnya. Oleh sebab itu harga ayam tersebut
lebih mahal dibandingkan ayam lainnya. Ayam dengan keunikan tersebut
merupakan ayam hias, namun selain penampilan, terdapat ayam yang
dipelihara karena suaranya yang khas, contohnya ayam Ketawa. Ayam
Ketawa adalah sumber plasma nutfah endemik Indonesia yang perlu
dilestarikan. Ayam ketawa sebagai ayam hias juga merupakan potensi
bisnis yang menjanjikan karena harganya yang tinggi serta minat
masyarakat yang tinggi pula.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan dan
meningkatkan populasi ayam ketawa adalah melalui teknologi kawin
suntik. Kawin suntik unggas merupakan alternatif yang paling tepat yang
dapat diharapkan untuk mengatasi kesulitan dalam upaya pelestarian
unggas tersebut, manfaat lain dari teknik kawin suntik unggas ini
diantaranya dapat memprakarsai pemurnian galur Gallus sp, bisa juga
untuk meningkatkan populasi dan mempercepat produksi ayam ketawa
yang berkualitas (Hardijanto, 1993).
Brillard (1993) mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan inseminasi buatan pada unggas adalah: keberhasilan
penampungan semen, tercampurnya semen dengan cairan yang keluar
dari saluran reproduksi, adanya telur di dalam uterus terutama telur
dengan kerabang yang keras yang dapat menghambat gerakan progresif
spermatozoa didalam saluran reproduksi, dan yang terpenting adalah
kualitas semen harus baik. Kualitas semen sangat dipengaruhi oleh :
musim, breed, umur, lamanya penyinaran, tempertaur lingkungan,
makanan, breed dan ukuran testes dan yang tidak kalah pentingnya
adalah frekuensi ejakulasi (Frangez et al., 2005). Sedangkan menurut
Yuwanta (1993), cara pengambilan spermatozoa, kemampuan operator,
pejantan itu sendiri dan frekuensi pengambilan sangat mempengaruhi
kualitas semen.
Yuwanta (1993) mengatakan jumlah total spermatozoa
(konsentrasi) yang diambil setiap minggu pada ayam dua kali lebih
banyak dibandingkan dengan pengambilan 5 kali per mingu. Volume
semen dan konsentrasi spermatozoa per ejakulasi yang dilaporkan oleh
Yuwanta (1993) pada beberapa jenis unggas seperti : ayam tipe ringan
mempunyai volume per ejakulasi 0,2 – 0,8 ml dengan konsentrasi 1 – 4
milyar/ml, ayam tipe berat volume per ejakulasi 0,3 – 1,5.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah Bagaimana
pengaruh frekuensi ejakulasi terhadap volume semen, konsentrasi
spermatozoa, dan motilitas spermatozoa ayam ketawa.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi
ejakulasi terhadap volume semen, konsentrasi spermatozoa, motilitas
spermatozoa, dan viabilitas spermatozoa ayam ketawa.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan
informasi tentang pengaruh frekuensi ejakulasi terhadap kualitas sperma
ayam ketawa sehingga dapat digunakan agar waktu penampungan
sperma menjadi lebih efisien.
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Ketawa
Ayam Ketawa akrab disebut ma’nu ga’ga di Sulawesi Selatan.
Ma’nu berarti ayam ga’ga berarti gagap, disebut ayam ketawa karena
kokoknya tergagap-gagap, jenis ini termasuk salah satu yang sudah
langka (Sudiro, 1991). Rataan bobot badan jantan dan ayam betina ayam
ketawa pada umur lima bulan sekitar 825 dan 765 g (Krista, 1996, cit
Kuswardani, 2012). Ayam Ketawa memiliki ukuran tubuh yang paling kecil
dibandingkan dengan ayam Kampung dan ayam Pelung (Kuswardani,
2012). Ayam ketawa memiliki warna bulu beragam tak beda dengan ayam
kampung (Sarwono, 2011). Fertilitas telur ayam buras berumur 6 bulan
adalah 90,20% dan daya tetas per telur fertile adalah 93,34%, sedangkan
fertilitas telur ayam buras berumur 12 bulan adalah 86,02% dan daya
tetas per telur fertile adalah 93,86% (Septiawan, 2007, cit, Suryana dan
Hasbianto, 2008). Wibowo (2013) menyatakan bahwa rata-rata
presentase fertilitas ayam Ketawa dengan kawin alam ialah
88,55±10,20%, sedangkan rata-rata presentase daya tetas telur ayam
Ketawa dengan kawin alam adalah 82,23±12,51%.
Sperma
Sperma (sperma) terdiri dari sel sperma (spermatozoa) dan plasma
sperma (seminal plasma). Sel sperma dihasilkan oleh tubulus seminiferus
di dalam testis, sedangkan plasma sperma dihasilkan oleh kelenjar
tambahan (acessory gland), yang terdiri dari kelenjar bulbourethralis,
prostata, dan vesikularis. Plasma sperma berfungsi sebagai buffer dan
sumber makanan sel sperma, sehingga fertilitas dapat terjaga (Ismaya,
1999). Bentuk spermatozoa unggas berbeda dengan spermatozoa ternak
ruminansia, yaitu seperti pedang. Konsentrasinya lebih tinggi dibanding
dengan spermatozoa ruminansia (Suprijatna, 2005).
Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel sperma yang
terjadi di epitelum (tubuli) seminefri dibawah kontrol hormon
gonadothropin dan hipofisis (pituitaria bagian depan). Tubuli seminefri ini
terdiri atas sel setroli dan sel germinalis. Spermatogenesis terjadi dalam
tiga fase, yaitu fase spermatogonial, fase meiosis, dan fase
spermiogenesis yang membutuhkan waktu 13-14 hari (Yuwanta, 2004).
Penampungan Sperma
Penampungan semen unggas biasanya dilakukan oleh dua orang.
Seorang memegang unggas jantan yang akan ditampung semennya dan
seorang lagi melakukan pengurutan untuk megeluarkn semen dari alat
kopulatory unggas, sekaligus menampungnya. Produksi semen setiap
penampungan dari seekor unggas jantan sekitar 0,3 – 1,0 mll. Untuk
keperlun inseminasi, 0,05 sampai 0,1 ml telah memberikan hasil yang
baik. Oleh karena dosis sangat sedikit, sebelum diinseminasikan semen
diencerkan terlebih dahulu sehingga volumeya dapat ditingkatkan untuk
mengetahui jumlah betina yang akan di IB (Suprijatna, 2005).
Penilaian Kualitas Sperma
Pemeriksaan sperma digolongkan ke dalam dua kelompok, yakni
pemeriksaan secara makroskopik dan mikroskopik. Variabel kuantitas dan
kualitas sperma yang dievaluasi secara makroskopik adalah warna,
volume, pH dan konsistensi. Sedangkan Variabel kuantitas dan kualitas
sperma yang dievaluasi secara mikroskopik adalah motilitas, konsentrasi,
viabilitas, dan abnormalitas.
Konsistensi (derajat kekentalan) Sperma .
Sperma yang diperoleh dapat diamati dengan cara menggoyang-
goyangkan tabung, dengan melihat secara makroskopis kita dapat
menyimpulkan konsistensi dari sperma entok. Konsistensi sperma sangat
bervariasi dari konsistensi kental keruh sampai berbentuk cairan encer
jernih (Feradis, 2010). Menurut Iskandar (2007) menyatakan bahwa
kualitas sperma yang baik seharusnya kental. Konsistensi atau derajat
kekentalan sperma akan meningkat selaras dengan meningkatnya
konsentrasi spermatozoa (Salisbury dan Van Demark, 1985).
Konsentrasi Spermatozoa.
Konsentrasi spermatozoa adalah jumlah spermatozoa per milliliter
sperma. konsentrasi spermatozoa menetukan kualitas sperma. penilaian
konsentrasi spermatozoa atau jumlah spermatozoa per mililiter semen
sangat penting, karena faktor inilah menggambarkan sifat-sifat semen dan
dipakai slah satu kriteria penentuan kualitas semen. Menurut Toelihere
(1985) untuk menentukan konsentrasi spermatozoa, dapat digunakan
metode yang banyak digunakan di lapangan yaitu menghitung jarak antar
kepala sperma (estimasi) dibawah mikroskop pada pembesaran 45 x 10,
dengan penilaian sebagai berikut :
a) Densum (D) atau padat, jika jarak antara dua kepala
spermatozoa kurang dari panjang 1 kepala spermatozoa;
konsentrasi sperma berkisar 1000-2000 juta sel per ml semen.
b) Semi Densum (SD) atau sedang, bila jarak antara kepala
spermatozoa sama dengan panjang 1-1,5 kepala spermatozoa;
konsentrasi sprmatozoa berkisar antara 500- 1000 juta seln per ml
semen.
c) Rarum (R) atau jarak, bila jarak anatar kepala sperma
melebihi panjang 1,5 kepala sperma; konsentrasinya berkisar 200-
500 juta sel per ml semen.
d) Ologospermia (OS) atau sedikit spermatozoa, bila jarak
tersebut memiliki panang seluruh spermatozoa dengan konsentrasi
kurang dqari 200 juta sel per ml semen.
e) Aspermia (A) atau tidak ada sperma, bila sma sekali tidak
terdapat spermatozoa dalam semen.

Motilitas Spermatozoa
Motilitas spermatozoa yang baik dinilai dengan melihat gerakan
progresif dari spermatozoa tersebut. Kemampuan spermatozoa
mendorong dirinya sendiri menuju kedepan karena adanya substansi
kontrakatil pada bagian tengah spermatozoa diteruskan ke seluruh bagian
ekor. Motilitas spermatozoa normal memperlihatkan gerakan-gerakan
maju kedepan secara serempak disebabkan oleh gerakan ekor yang
mengarah ke kiri dan kanan. Gerakan ekor yang cepat dan kuat mampu
mendorong spermatozoa masuk kedalam ovum (Salisbury dan Van
Demark, 1985). Menurut Garner dan Hafez (2000) dimana motilitas pada
unggas berkisar antar 60-80%.
Viabilitas spermatozoa (persentase spermatozoa hidup)
Viabilitas adalah kemampuan spermatozoa bertahan hidup setelah
dieluarkan dari organ reproduksi jantan. Viabilitas spermatozoa diamati
menggunakan mikroskop. Menurut Setioko yang disitasi jurnal oleh
Wahyuningtyas (2013) menyatakan, bahwa presentase viabilitas
spermatozoa yang baik sekitar 92 sampai 94%.

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS


Landasan Teori
Spermatozoa adalah sel yang diproduksi oleh organ kelamin
jantan dan bertugas membawa informasi genetik jantan ke sel telur dalam
tubuh betina. Spermatozoa berbeda dari telur yang merupakan sel
terbesar dalam tubuh organisme adalah gamet jantan yang sangat kecil
ukurannya dan mungkin terkecil.

Pemeriksaan kualitas sperma segar baik secara makro maupun


mikro, memiliki manfaat dapat mengetahui penampilan reproduksi dari
seekor pejantan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kuantitas dan
kualitas sperma adalah frekuensi penampungan sperma. Frekuensi
penampungan yang sering akan mempercepat perjalanan spermatozoa
melalui epididimis. Ekor epididimis akan terisi spermatozoa kembali dalam
waktu 60 sampai 90 menit sesudah ejakulasi terakhir. Spermatozoa yang
tidak diejakulasikan dalam epididimis akan tereliminasi dan mati atau
abnormal, sehingga frekuensi penampungan dengan interval waktu yang
terlalu lama akan menyebabkan spermatozoa tertimbun dalam epididimis.
Spermatozoa yang terlalu lama tertimbun di dalam epididimis akan
tereliminasi dan kehilangan kemampuan untuk membuahi ovum.

Frekuensi penampungan yang terlampau sering dan kontinyu


dalam waktu relatif pendek cenderung menurunkan libido, volume sperma,
konsentrasi spermatozoa, dan jumlah spermatozoa per ejakulasi. Oleh
sebab itu penampungan sperma pejantan dalam satuan waktu perlu
dibatasi.
Hipotesis
Frekuensi penampungan sperma dua kali seminggu menghasilkan
kualitas sperma yang lebih baik dibanding frekuensi penampungan satu
kali seminggu.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium dan kandang
Fisiologi dan Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada. Penelitian dibagi 2 tahap yaitu tahap pra penelitian dan penelitian.
Tahap pra penelitian dilakukan selama dua minggu untuk menyesuaikan
ritme penampungan sperma dan ayam ketawa terbiasa dengan
lingkungan serta pakan yang diberikan. Penelitian akan dilaksanakan
pada bulan Mei 2015.
Materi
Alat

Kandang bambu dengan ukuran panjang 70 cm, lebar 70 cm


dengan tinggi 75 cm sebanyak 6 buah, tabung penampung sperma 6
buah, 2 buah termos, mikroskop merk Tension, optilab, pipet
haemocytometer, kamar hitung neubauer, pipet tetes, counter, kaca objek,
deglass.
Bahan
Enam ekor ayam ketawa jantan dengan rata-rata 2 kg. Bahan
lainnya adalah vaselin, bahan pewarna (eosin) 2%. Pakan ayam ketawa
terdiri dari konsentrat BR1 dan menir jagung.
Tahap pra penelitian
Tahap pra penelitian dilakukan selama dua minggu untuk
menyesuaikan keadaan ayam ketawa yang akan diberikan perlakuan
dengan lingkungan selama penelitian.
Tahap penelitian
Urutan kerja setiap proses penampungan sperma meliputi
penampungan sperma, penilaian kualitas sperma segar, pengambilan
data, tabulasi data, dan analisis data yang diperoleh.

Penampungan sperma
Enam ekor ternak dibagi menjadi 2 kelompok ternak. Kelompok 1
terdiri dari 3 ekor ayam Ketawa dengan perlakukan penampungan sekali
seminggu, kelompok 2 terdiri dari 3 ekor ayam ketawa dengan perlakuan
penampungan 2 kali seminggu. Pengambilan data menggunakan 3 kali
replikasi. Penampungan sperma diakukan oleh dua orang dengan metode
pengurutan pada bagian dorso abdominal. Ayam dipegang dengan tangan
kiri pada kaki dan diurut pada bagian punggung dari arah depan ke
belakang sampai sekitar kloaka dengan tangan kanan, dan sperma yang
keluar ditampung dengan tabung penampung yang diarahkan ke kloaka.
Pengurutan dilakukan selama 2 sampai 3 menit untuk setiap ekor ayam
Ketawa. Penampungan sperma dilakukan setiap 3 hari sekali.
Penilaian kuantitas dan kualitas sperma
Penilaian kualitas sperma dilakukan saat sperma segar meliputi
volume, warna, pH, bau, konsistensi, motilitas, konsentrasi, viabilitas dan
abnormalitas.
Volume. Volume sperma dapat diukur dengan melihat tabung
penampung sperma yang berskala.
Warna. Warna dapat dilihat sebelum dan sesudah keseluruhan
sperma dicampur, diamati warnanya.
Konsistensi. Konsistensi sperma diamati dengan cara
menggoyangkan tabung berisi sperma secara perlahan-lahan.
pH. Pengukuran pH dilakukan dengan meneteskan sperma pada
pH meter otomatis.
Motilitas. Persentase motilitas spermatozoa terdiri dari gerakan
masa dan gerakan individu. Pengamatan gerakan masa dengan
meneteskan satu tetes sperma pada gelas obyek dengan mikroskop
perbesaran obyektif 10X. Untuk gerakan individu dengan meneteskan satu
tetes sperma pada gelas objek, ditutup dengan cover glass dan diamati di
bawah mikroskop perbesaran obyektif 40X.
Konsentrasi. Menentukan konsentrasi dengan haemocytometer
caranya adalah sperma dihisap dengan pipet eritrosit sampai tanda 0,5
dan ditambahkan dengan larutan hayem sampai tanda 101, dikocok
beberapa saat sampai homogen, beberapa tetes dibuang, setelah itu
ditempatkan setetes larutan di bawah gelas penutup pada kotak hitung
Neubauer. Selanjutnya konsentrasi spermatozoa dihitung menggunakan
rumus menurut Toelihere (1993):

400 200
Y=X. . Dimana:
80 0,1
X =jumlah spermatozoa dalam 5 kotak besar
Y =konsentrasi spermatozoa
Presentase spermatozoa hidup dan abnormalitas. Persentase
spermatozoayang hidup dihitung dengan cara membuat pewarnaan
diferensial atau preparat apus, caranya setetes sperma diberi setetes
eosin di atas gelas obyek dicampur secara merata dan dibuat preparat
apus yang segera dikeringkan di atas nyala api (selama beberapa detik),
kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran kuat (obyektif
40x). Spermatozoa yang mati berwarna lebih gelap (berwarna merah)
sedangkan spermatozoa yang masih hidup berwarna terang (bening).
Persentase spermatozoa yang hidup dihitung dengan
menggunakan perhitungan menurut Toelihere (1993):

jumlah spermatozoa yang dihitung-spermatozoa mati


Presentase hidup= x 100%
jumlah spermatozoa yang dihitung
Abnormalitas dihitung dengan cara membuat pewarnaan diferensial
atau preparat apus, caranya setetes sperma diberi setetes eosin di atas
gelas obyek dicampur secara merata dan dibuat preparat apus yang
segera dikeringkan di atas nyala api (selama beberapa detik), kemudian
diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran kuat (obyektif 40X).
Abnormalitas spermatozoa yang dihitung pada penelitian ini adalah
abnormalitas primer. Persentase abnormalitas dihitung dengan
menggunakan perhitungan:
Jumlah spermatozoa abnormal
Abnormalitas= x 100 %
Total spermatozoa keseluruhan (200 spermatozoa )

Pengambilan data
Data yang diambil meliputi kualitas sperma pada perlakuan 1 yaitu
penampungan seminggu sekali dan perlakuan 2 yaitu penampungan
seminggu dua kali. Pemeriksaan sperma dilakukan setiap penampungan
selama sebulan. Kualitas sperma yang dimaksud meliputi motilitas
sperma, viabilitas sperma. Data pendukung adalah kualitas makroskopis
dan mikroskopis sperma segar setelah penampungan sebelum
diencerkan.
Analisis data
Data yang diperoleh berupa kualitas sperma segar, meliputi:
volume, warna, bau, konsistensi, derajat keasaman (pH), motilitas,
viabilitas dan abnormalitas spermatozoa, yang dianalisis dengan uji rerata
dan standar deviasi, serta persentase motilitas dan viabilitas yang
dianalisis menggunakan Student T-Test.
DAFTAR PUSTAKA

Brillard, J.P., (1993). Sperm Storage and Transport Following Natural


Mating and Artificial Insemination. J.Poultry Sci., 5; 117-143.

Etches, R.J. 1996. Reproduction In Poultry. CAB International. University


Press. Cambridge.
Evans, G. and W.M.C. Maxwell. 1987. Salomon’s Artificial Insemination of
Sheep and Goats. Butterworths Pty Limited. Collingwood. Victoria.
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Penerbit Alfabeta, Bandung
Frangez, R., T. Gider, M. Kosec. (2005). Frequency of Boar Ejaculation
and its Influence on Semen Quality, Pregnancy Rate and Litter Size.
ACTA VET. No 74:265-275.

Garner, D. L. and E. S. E. Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal


Plasma. In: Reproduction in Farm Animals 7th ed. E. S. E. Hafez
(ed.). Lea & Febiger, Philadelphia. Pp: 96-125.
Hafez, B. dan E.S.E. Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animal 7 th
Edition. Lippincott William & Wilkins : Baltimore, USA.
Hafez, E. S. E. 1993. Reproduction in Farm Animals. Sixth Edition. Lea
and Febringer. Philadelphia.
Hardijanto. 1993. Pengembangbiakan ayam hutan dan berkisar melalui
kawin suntik. Kursus Teknik kawin Suntuk Serta Penanganan
Kesehatan Ayam Hutan Hijau dan Bekisar Sebagai Maskot Jawa
Timur Dalam Upaya Pelestariannya. FKH UNAIR. Surabaya

Haryanto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Kanius. Jakarta.


Iskandar, S. 2007. Tata Laksana Pemeliharaan Ayam Lokal. Balai
Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.
Ismaya. 1999. Kawin Buatan pada Sapi dan Kerbau. Fakultas Peternakan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. P. 36-62.
Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara sumber widya.
Jakarta. pp. 499-577
Salisbury, G.W. dan N.L. Van Demark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan
Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sarwono, B. 1995. Pengawetan Telur Segar. Kanisius. Yogyakarta.
Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Suprijatna, E, Umiyati. A, Ruhyat. K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Jakarta
Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung
Wahyuningtyas, F.A., Edhy, S., dan Wahyuningsih, S. 2013. Effects of
Addition Mangosteen (Garcinia mangostana L.) Peel Meal In Feed
Rations to Semen Quality of Mojosari Duck. Fakultas Peternakan.
Universitas Brawijaya. Malang.

Anda mungkin juga menyukai