Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, manusia hampir tidak bisa lepas dari segala hal mengenai komunikasi.
Komunikasi sendiri dapat diartikan sebagai proses penyampaian pesan atau informasi
kepada orang lain yang menggunakan berbagai sarana untuk memengaruhi penerima
pesan. Menurut Drs. Tommy Suprapto dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Teori
dan Manajemen Komunikasi”, salah satu cabang komunikasi adalah komunikasi
massa, yaitu jenis komunikasi yang menyampaikan informasi, ide, dan sikap kepada
banyak orang melalui media massa sehingga pesan dapat diterima secara serentak.

Menurut Harold Lasswell, unsur – unsur komunikasi massa terdiri dari sumber
(source), pesan (message), saluran (channel), penerima (receiver), dan efek (effect).
Semua unsur tersebut terdapat pada media iklan. Oleh karena itu periklanan
dikategorikan sebagai salah satu bentuk komunikasi massa. Hampir seluruh perusahaan
produsen barang atau yang menawarkan jasa memakai media iklan. Salah satu
alasannya adalah karena iklan dapat menyampaikan informasi juga mempromosikan
produknya kepada konsumen dengan lebih mudah. Hal ini terutama apabila produsen
memilih iklan yang ditayangkan di televisi maupun koran atau majalah. Karena hampir
semua orang dapat membaca dan melihat media tersebut.

Dilihat dari perspektif konsumen, iklan ini terkadang menjadi perangkap bagi
dirinya. Salah satu fungsi iklan yaitu persuasif, terkadang menjadikan konsumen
memilih untuk membeli barang yang bukan prioritas maupun kebutuhannya. Tampilan
iklan yang menarik, penuh warna, dan tagline yang mudah diingat terkadang membuat
orang tertarik untuk membeli produk tersebut meskipun tidak dibutuhkan. Hal inilah
yang sering disebut dengan perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif sendiri dapat

1
2

diartikan sebagai sebuah tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak
diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan.

Oleh karena itu, di karya tulis ini Penulis akan membahas dan mencari tahu seberapa
besar pengaruh iklan terhadap perubahan perilaku seseorang yaitu perilaku konsumtif.
Objek penelitian yang diteliti oleh Penulis adalah siswa/siswi SMP Labschool
Kebayoran. Penelitian ini mencakup siswa/i kelas 7, 8 dan 9 tahun pelajaran 2014 –
2015.

1.2. Rumusan Masalah


Dalam makalah ini Penulis akan membahas “Bagaimana pengaruh iklan
terhadap perilaku konsumtif siswa SMP Labschool Kebayoran?”

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan dalam penulisan karya tulis ini adalah untuk mengetahui pengaruh
iklan terhadap perilaku konsumtif siswa SMP Labschool Kebayoran.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Bagi Penulis

Manfaat yang diharapkan akan didapatkan dari penulisan karya tulis ini
adalah:

1. Penulis mampu melakukan studi pustaka melalui referensi yang telah


didapatkan;
2. Penulis mampu mengambil kesimpulan melalui survei yang
dilakukan;
3. Penulis dapat mengetahui besarnya pengaruh iklan terhadap perilaku
konsumtif siswa/i SMP Labschool Kebayoran.
3

1.4.2. Manfaat Bagi Pembaca


Manfaat yang diharapkan akan didapatkan setelah membaca karya tulis ini
adalah:

1. Pembaca dapat mengetahui dan mengenal lebih dalam mengenai


iklan;
2. Pembaca dapat mengetahui lebih lanjut mengenai perilaku
konsumtif;
3. Pembaca dapat memahami dan mengenal bahaya dari perilaku
konsumtif;
4. Pembaca dapat menghindari diri dari bahaya perilaku konsumtif.
4

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Iklan
Dikemukakan oleh The American Marketing Association (AMA), iklan adalah
setiap bentuk pembayaran terhadap suatu proses penyampaian dan perkenalan ide-ide,
gagasan, dan layanan yang bersifat non personal atas tanggungan sponsor tertentu
(Liliwei, 1989:21), selain itu Masyarakat Periklanan Indonesia (MPI) mendefinisikan
iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan
lewat suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.
Berdasarkan dua definisi yang disampaikan oleh dua organisasi tersebut, keduanya
menyampaikan definisi iklan sebagai suatu media yang dapat memberikan informasi
mengenai produk atau gagasan dengan penerimaan pembayaran dari pemasang iklan
dan ditujukkan kepada khalayak ramai.

Iklan juga didefinsikan oleh banyak ilmuwan secara personal. Di tahun 1978,
Wright menuliskan definisi dari iklan, yaitu suatu proses komunikasi yang mempunyai
kekuatan yang sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang,
memberikan layanan serta gagasan atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk
informasi persuasif (Alo Liliweri, 2001). Definisi itu juga sejalan dengan apa yang
disampaikan oleh The American Marketing Association (AMA) dan Masyarakat
Periklanan Indonesia.

Definisi lain disampaikan oleh tokoh Dunn dan Barban (1978). Mereka
menyampaikan bahwa iklan merupakan bentuk komunikasi non personal yang
disampaikan lewat media dengan membayar ruang yang dipakainya untuk
menyampaikan pesan yang bersifat membujuk kepada konsumen oleh perusahaan,
lembaga non komersial maupun pribadi yang berkepentingan.
5

Sebagaimana definisi yang disampaikan oleh Dunn dan Bardan, Philip Kotler yang
merupakan ahli pemasaran pun memiliki definisi yang sejalan. Menurut Philip, iklan
adalah semua bentuk penyajian non personal, promosi ide-ide, promosi barang produk
atau jasa yang dilakukan sponsor tertentu yang dibayar (Philip Kotler, 1991:237).

Iklan tidak hanya didefinisikan oleh para ahli dan organisasi di dunia, beberapa
definisi juga dijelaskan berdasarkan berbagai macam perspektif. Ada yang
mengamatinya dari sudut pandang komunikasi, perspektif murni periklanan, semiologi
(ilmu tentang tanda), pemasaran dan ada pula yang memaknai dalam perspektif
psikologi.

Berdasarkan sudut pandang komunikasi, iklan merupakan proses penyampaian


pesan melalui media dari komunikator untuk komunikan, di mana pemasangan pesan
tersebut dilakukan dengan cara membayar. Lain halnya dengan definisi menurut
persepektif psikologi, definisi iklan lebih ditekankan pada aspek persuasif dari pesan
di dalam iklan yang berdampak bagi para pembacanya.

Menurut perspektif pemasaran, iklan merupakan alat yang digunakkan untuk


menjual produk. Dalam perspektif semiologi, iklan disebut sebagai seperangkat tanda
yang berfungsi menyampaikan sejumlah pesan (Kasiyan, 2001).

Walaupun pengertian iklan sangatlah beragam. Secara umum, iklan dapat


disimpulkan sebagai sejumlah pesan yang disampaikan untuk menarik dan membujuk
pembacanya agar tertarik dengan barang ataupun jasa yang ditawarkan.

2.1.1.2 Sejarah Iklan Indonesia

Penyebutan iklan berbeda-beda di setiap negara Masyarakat Amerika dan Inggris


menyebutnya dengan advertising. Istilah tersebut berasal dari bahasa latin yaitu ad-
vere, artinya mengoperkan pikiran dan gagasan kepada pihak lain. Masyarakat Prancis
menyebutnya dengan istilah reclamare yang berarti meneriakkan sesuatu secara
6

berulang-ulang. Lain halnya dengan masyarakat Belanda yang menyebutnya dengan


advertentie. Bangsa Latin menyebut dengan istilah advertere yang artinya berlari
menuju ke depan, sementara bangsa Arab menyebutnya dengan istilah I’lan. Seperti
halnya orang-orang Timur Tengah termasuk Arab, bangsa Indonesia juga menyebut
dengan istilah yang sama yaitu I’lan. Hanya saja suara sengau diubah dengan pelafalan
huruf “k” sehingga berubah menjadi kata iklan.

Menurut Bedjo Riyanto (2001), istilah iklan pertama kali diperkenalkan oleh
Soedardjo Tjokrosisworo, seorang tokoh pers nasional pada tahun 1951 untuk
menggantikan istilah advertentie dan advertising yang bertujuan untuk menyesuaikan
dengan semangat penggunaan bahasa nasional Indonesia. Pada saat itu, bangsa
Indonesia bertekad untuk tidak menggunakan istilah-istilah yang berasal dari negara
penjajah, selain itu bangsa Indonesia lebih suka mengadopsi bahasa dari kebudayaan
masyarakat Timur Tengah, karena beberapa wilayah Indonesia memiliki kedekatan
yang sangat kental dengan kebudayaan Timur Tengah yang antara lain sama-sama
memiliki dominasi penganut agama Islam.

Walaupun mencoba menghindari diri dari istilah-istilah yang dimiliki negara


penjajah. Dewasa ini, perkembangan istilah-istilah bahasa asing di Indonesia tidak
dapat terelakkan. Beberapa istilah itu diantaranya adalah advertensi ( dari istilah bahasa
Belanda, advertentie), dan reklame (dari bahasa Prancis, reclamare).

2.1.1.3 Tujuan Iklan

Dijelaskan oleh Vestergaard dan Schroder (1985) bahwa iklan memiliki lima tujuan
yaitu, menarik perhatian, membangkitkan minat, merangsang hasrat, menciptakan
keyakinan, dan melahirkan tindakan membeli barang atau jasa. Pada kenyataannya
tidak semua iklan dapat mencapai kelima tujuan tersebut, hanya iklan yang memiliki
struktur iklan dan pesan yang baik yang bisa memenuhi kelima tujuan tersebut.
7

Bagi perusahaan barang ataupun jasa, iklan adalah suatu komponen yang vital.
Menurut Mary Cross (1996), iklan dapat menciptakan need, want dan buy melalui
materi iklan yang impactfull di media yang efektif dan efisien. Hal tersebut akan
mengakibatkan meningkatnya konsumsi di masyarakat dan terus menggerakan
produksi agar tetap berjalan.

Tujuan dasar iklan adalah pemberian informasi tentang suatu produk atau layanan
jasa dengan cara maupun strategi persuasif, supaya pesan dapat dipahami, diterima,
disimpan, dan diingat, serta menyebabkan tindakan tertentu (membeli) yang
ditingkatkan dengan cara menarik perhatian konsumen serta menimbulkan asosiasi-
asosiasi yang dapat menggugah selera, agar bertindak sesuai keinginan komunikator
(Anne Anastasi, 1989).

Menurut Tamrin Amran Tamagola, tujuan produksi iklan tidak semata-mata


memenuhi kebutuhan untuk bertahan hidup, melainkan untuk diapasarkan dalam
rangka mengejar keuntungan (Martadi, 1999). Konsumen didorong untuk
mengkonsumsi produk yang terkadang bukan merupakan kebutuhannya. Meskipun
dalam beberapa situasi konsumen membutuhkan produk tersebut, maka iklan akan
membujuk mereka untuk mengkonsumsi lebih dari yang mereka butuhkan.

2.1.1.4 Media Iklan

Berdasarkan tempat di mana pesan itu disampaikan, media iklan dibagi dalam dua
kategori, yaitu media above the line (lini atas) dan media below the line (lini bawah).
Media yang termasuk lini atas, antara lain surat kabar, majalah, radio, film, televisi,
dan internet, sedangkan media yang termasuk lini bawah adalah spanduk, beberapa
billboard, pamflet, poster, leaflet, shopsign, stiker, booklet, floor ad, dan sebagainya.

Media lini atas disebut juga dengan media massa. Media massa memiliki dua
karateristik pokok; Pertama, komunikannya bersifat massal, karena itu media ini
8

disebut media massa. Karakter ini berarti, bahwa komunikan yang mengakses media
tersebut dalam jumlah banyak dan tidak terkira, berada dalam tempat yang saling
berjauhan, dapat diakses di waktu serentak secara bersamaan, serta antar orang-orang
tersebut tidak saling kenal sehingga komunikan media massa sering disebut dengan
bersifat anonim.

Karakter kedua dari media massa adalah komunikatornya bersifat melembaga. Hal
tersebut berarti, pihak yang menyampaikan bukan dependen, melainkan terbentuk
dalam sebuah lembaga atau organisasi yang bekerja secara kolektif. Media massa
televisi bisa menjadi contoh, dalam pengoperasiannya perusahaan tidak bekerja
sendirian dalam menayangkan iklan, melainkan terdiri dari berbagai pihak mulai dari
general manager, program engineer, production manager, cameramen, make-up
artist, soundman, sampai artis yang memerankan adegan iklan tersebut.

Kategori media periklanan kedua, yaitu below the line (lini bawah). Yaitu media
yang digunakkan untuk menyampaikan pesan yang tidak bersifat massa, serta dalam
pemasangannya tidak dibutuhkan pemberian komisi kepada perusahaan periklanan,
karena media ini dicetak dan dipasang sendiri oleh perusahaan penawar barang dan jasa
tersebut.

Umumnya, kegiatan periklanan lini bawah ini bersifat penjualan promosi, yaitu
kegiatan pemasaran yang dilakukan di tempat penjualan itu sendiri (Nuradi, dkk.
1996). Dewasa ini, media below the line semakin berkembang pesat di tengah
masyarakat. Mudah sekali menemukan media ini di sepanjang jalan. Bahkan media
yang awalnya tidak umum dijadikan tempat iklan kini menjadi tempat yang tidak
dihindari lagi. Floor ad merupakan salah satunya, awalnya perusahaan-perusahaan
pengiklan menganggap bahwa mengiklankan produknya di lantai akan menurunkan
citra dan kredibilitasnya. Karena lantai merupakan tempat yang selalu diinjak-injak
oleh orang-orang. Namun sejalan dengan perkembangan persaingan yang semakin
kompetitif, penggunaan lantai sudah tidak dihindari lagi. Bagi pengiklan, tempat iklan
9

itu dipasang bukanlah sebuah masalah. Yang penting, produknya dapat menjadi first
recalling product (produk pertama yang disebut oleh konsumen bila kategori produk
tersebut ditanyakan), top of mind (daftar merek yang dipilih oleh konsumen saat
mereka ditanyakan kategori produk tersebut), dan pada akhirnya menjadi first of choice
(menjadi pilihan pertama konsumen atas produk yang digunakan/dikonsumsinya).

Bagi beberapa orang itu merupakan pendapat yang tidak dapat disalahkan, tapi tidak
juga sepenuhnya dapat dibenarkan. Seperti yang dituliskan oleh Mc Luhan, medium is
massage. Artinya media tidaklah sekedar sebuah tempat, namun ia juga memiliki
kemampuan untuk membentuk dan menguatkan pesan.

Dunia jurnalistik mengelompokkan media massa dalam tiga kategori. Pertama,


yaitu media rujukan. Disebut media rujukan karena media massa ini memiliki
kredibilitas yang tinggi sehingga menjadi sebuah rujukan. Ciri dari media ini adalah
memiliki keakuratan yang tinggi. Karena dalam pembuatannya yang dimuat adalah hal
yang sesuai fakta dan objektif, tidak terdapat unsur pendapat atau opini subyektif dari
penulisnya.

Kedua, yaitu media entartain. Kategori media ini memiliki karateristik lebih sebagai
media hiburan dibanding sebagai sumber informasi yang dipercaya. Pada umumnya
media ini juga memuat gossip, yaitu berita yang belum tentu kebenarannya. Oleh
karena itu, kategori media ini tidak dapat sepenuhnya dipercaya.

Kategori yang ketiga adalah percampuran antara media rujukan dan hiburan. Sesuai
dengan penamaannya, media ini menyuguhkan tidak saja informasi namun juga
hiburan dalam pemberitaannya. Pada media ini, fakta objektif dan subjektif masih
bercampur sehingga keakuratannya juga belum dapat dipercaya.

Dewasa ini, media massa memiliki urutan pertama sebelum media lini bawah,
karena media massa membutuhkan biaya yang cukup mahal, terutama pada media
televisi. Media televisi merupakan media yang memiliki gengsi paling tinggi. Karena
10

hanya produsen kelas besar yang mampu mengiklankan produknya di media ini. Oleh
karena itu, memasang iklan di media ini memunculkan citra produk yang bergengsi.

2.1.1.5 Fungsi Iklan

Fungsi iklan yang pertama adalah sebagai media komunikasi dari produsen ke
konsumen atau khalayak ramai. Fungsi yang kedua adalah sebagai media pendidikan,
yang ketiga adalah sebagai media ekonomi di tengah masyarakat, yang keempat adalah
sebagai media sosial dan yang terakhir adalah sebagai media penghibur.

1. Fungsi Komunikasi

Fungsi ini memiliki arti bahwa iklan mampu menjadi sarana yang menghubungkan
pesan dari produsen atau pihak pembuat pesan (komunikator) kepada konsumennya
yang bisa juga disebut dengan penerima pesan atau komunikan. Fungsi komunikasi ini
meliputi fungsi memberikan informasi, fungsi persuasi, fungsi pengingat, fungsi
pemercepat keputusan, fungsi pembangun citra, dan fungsi peneguh citra.

Fungsi informasi (Information) ini menekankan pada fungsi iklan sebagai


penambah pengetahuan (kognisi) komunikannya terhadap informasi produk yang
dihasilkan produsen atau komunikator. Dalam istilah ilmu komunikasi fungsi ini sering
disebut dengan fungsi to inform. Informasi yang diberikan antara lain adalah mengenai
prestasi perusahaan, pengenalan produk baru, perubahan kemasan, perubahan harga,
ramuan, warna, kandungan gizi, komposisi, tempat pemasaran, cara pengolahan atau
produksi, khasiat atau manfaat, cara pemakaian, dan sebagainya.

Fungsi persuasi (Persuation) adalah fungsi iklan yang menekankan fungsinya


sebagai pembujuk, perayu, dan penggerak konsumen untuk bersikap atau berperilaku
sesuai dengan keinginan produsen. Seperti agar konsumen tertarik untuk mencoba
produk baru, menambah jumlah pemakaian, menambah variasi produk yang dipakai,
mengubah persepsi konsumen terhadap produk tersebut dan sebagainya. Selain
11

membidik aspek sikap (afeksi) dan perilaku (psikimotor), aspek pengetahuan (kognisi)
konsumen juga merupakan salah satu objek yang dibidik agar konsumen menerima hal
positif yang ada pada produk.

Proses mempengaruhi khalayak atau konsumen yang dilakukan dengan iklan tidak
berlangsung dalam hitungan cepat. Banyak hal yang menyebabkan cepat lambatnya
pengaruh tersebut sampai kepada konsumen, salah satunya dari seberapa kuat isi iklan,
pesan yang berupa kalimat maupun kata di iklan tidak seluruhnya memiliki daya
persuasi yang tinggi. Komunikator atau pemasang iklan harus pintar dalam menyusun
kata dan kalimat tersebut agar mudah diingat oleh konsumen, sehingga konsumen
dapat langsung terpengaruh. Tidak saja dari seberapa kuat isi iklan, kepribadian
konsumen juga sangat berpengaruh, tentu saja konsumen kalangan menengah atas
dengan bawah memiliki kecepatan terpengaruhi yang berbeda. Begitupula dengan
orang berbudaya hemat dengan boros.

Fungsi mengingat (Reminder) berfungsi sebagai pemelihara kesegaran nama (merk,


citra, produk, dan sebagainya) agar tetap melekat pada benak konsumen, bisa berupa
kemasan, slogan, warna, ciri khusus, dan sebagainya. Aspek yang dibidik pada fungsi
ini serupa dengan fungsi informasi, yaitu pada aspek pengetahuan (kognitif). Puncak
tujuan pada fungsi mengingat di iklan ini adalah agar produk tersebut menjadi the first
recalling of product or trademark oleh konsumen. Untuk mendukung keberhasilan
fungsi ini, diperlukan pengulangan iklan berulang secara konsisten sehingga pesan
yang disampaikan melekat di benak dan pikiran konsumen. Oleh sebab itu, iklan yang
sama sering kali di pasang di banyak tempat berbeda sekalipun berdekatan, dan iklan
di media televisi selalu diulang setiap segmen commercial break di saluran tv tertentu.

Fungsi mempercepat (Precipitation), berfungsi untuk mempercepat pengambilan


keputusan konsumen dalam memilih dan membeli produk tertentu agar tidak ditunda-
tunda dan dilakukan segera. Fungsi ini membidik tiga aspek sekaligus, yaitu aspek
pengetahuan (kognitif), perasaan (afeksi), dan perilaku (psikomotorik) konsumen. Cara
12

yang dilakukan iklan untuk menjalankan fungsi ini antara lain: iklan menyampaikan
kepada konsumen bahwa produknya diproduksi dalam jumlah yang terbatas atau
dikenal dengan istilah limited edition. Dengan tipe penyampaian seperti ini, konsumen
terdorong untuk membeli produk tersebut karena konsumen akan berfikir bahwa tidak
banyak orang yang memiliki barang yang sama sekalipun dengan harga yang cukup
mahal, dan itu merupakan kebanggan tersendiri bagi konsumen. Contoh yang kedua,
iklan menyampaikan adanya pembatasan waktu. Pembatasan waktu ini meliputi
pembatasan waktu pemesanan, penukaran dan pemakaian voucher, promo undian, dan
sebagainya. Cara seperti ini akan mendorong konsumen untuk segera membeli produk
tersebut karena mengingat waktunya yang terbatas. Contoh yang ketiga, iklan
menyampaikan adanya potongan harga yang besar. Cara ini akan menumbuhkan
keinginan untuk membeli produk tersebut sesegera mungkin, karena seringkali
pemberlakuan potongan harga dibatasi sampai jangka waktu tertentu. Dan dengan cara
ini konsumen akan merasa lebih untung karena sudah menghemat sejumlah uang, tetapi
pada kenyataannya terkadang konsumen justru tergiur dengan produk lain atau
membeli produk tersebut lebih dari kebutuhannya, sehingga uang yang dikeluarkannya
menjadi lebih banyak dari biasanya. Pada produk costumer goods (kebutuhan pokok),
cara ini sering berhasil karena terkadang konsumen berfikir untuk sekaligus
membelinya dalam jumlah besar tanpa berpikir lagi, karena ia merasa lebih untung dan
berfikir bahwa pada akhirnya semua barang yang ia beli itu akan terpakai. Dan cara
terakhir, dengan menambahkan hadiah di setiap pembelian produk. Dewasa ini,
penambahan hadiah menjadi cara yang populer, cara ini akan mempercepat konsumen
untuk membeli produk, terlebih apabila hadiah tersebut bernilai untuknya. Bernilai
bagi konsumen dapat berbentuk fungsi keindahan atau memorabilitas (untuk dikenang)
maupun bernilai ekonomis.

Fungsi membangun citra (Image Building) berfungsi untuk menciptakan,


membangun, memperbaiki atau membangun citra atas produk tertentu di tengah
khalayak ramai sesuai dengan citra yang diharapkan produsen. Dalam fungsi ini aspek
13

yang dibidik adalah aspek kognitif dan afektif. Fungsi ini dapat menentukan seberapa
berkualitas produk yang diproduksi dan di tingkat apa produk tersebut berada, apakah
sebagai produk kelas atas, menengah atau kelas bawah. Pembangunan citra dapat
terwujud dalam iklan dengan penggunaan bahasa, konsep, dan isi pesan yang
disampaikan.

Fungsi peneguhan (Reinforcement) adalah fungsi iklan yang juga tidak kalah
penting. Fungsi ini berperan dalam memantapkan pilihan konsumen terhadap produk
tertentu agar tidak berpaling ke produk lain yang sejenis. Peneguhan merupakan bentuk
loyalitas konsumen, keadaan seperti ini yang sangat diharapkan oleh konsumen, sebab
apabila konsumennya sudah bersifat loyal dapat dipastikan produknya akan terus
bertahan dan terserap di pasaran.

keyakinan konsumen juga dapat diperoleh dari pendapat mereka terhadap harga,
mutu, proses produksi dan sebagainya. Apabila aspek tersebut memuaskan dalam
jangka waktu yang panjang maka konsumen akan lebih loyal terhadap produk tersebut,
sebenarnya memang aspek tersebut juga terbentuk atas adanya media iklan, tetapi
konsumen pun seringkali tidak langsung percaya dan menganalisis terlebih dahulu
produk tersebut sebelum mempercayainya.

Aspek psikologis juga berperan dalam fungsi peneguhan, aspek afektif atau
perasaan yakin terhadap produk itulah yang membingkai seluruh perilaku yang terlihat
dari khalayak. Apabila keyakinan kuat itu sudah terbangun makan akan mudah tercipta
loyalitas pada konsumen. Loyalitas ini akan terus melekat sampai muncul faktor yang
membalikkan keadaan (turning factor) yang memberikan keyakinan terhadap
konsumen akan produk lain yang jauh lebih kuat.

2. Fungsi Pendidikan

Iklan juga memiliki fungsi pendidikan. Fungsi pendidikan ini meliputi pemahaman
baru tentang masalah tertentu dari produsen, perubahan sikap dan perilaku tertentu dari
14

konsumen ke arah perubahan sikap, perubahan pola pikir khalayak ke arah kondisi
tertentu sesuai kehendak komunikator.

Iklan sebagai fungsi pendidikan dapat menyampaikan dua hal yang berbeda.
Pertama dapat mengajarkan hal positif tetapi juga bisa menanamkan hal-hal yang
negatif. Positif contohnya iklan kesadaran akan menghindari narkoba, penyakit
menular melalui iklan layanan masyarakat, iklan bertemakan lingkungan hidup dan
sebagainya. Hal yang negatif dapat dimisalkan dengan iklan obat-obatan atau
suplemen. Memang penayangan iklan itu ditujukkan untuk menyadarkan masyarakat
akan kesehatan, tetapi terkadang khalayak menangkapnya dengan perspektif yang
berbeda. Contohnya dengan berfikir bahwa untuk menjadi sehat diperlukan untuk
meminum segala macam obat-obatan, padahal dalam kenyataanya hal itu justru sangat
membahayakan kesehatan. Begitu juga dengan iklan makanan cepat saji, video game
tidak mendidik dan sebagainya.

Karakter pendidikan yang disampaikan melalui iklan umumnya bersifat monologis,


karena logika yang digunakkan umumnya berasal dari perspektif produsen dan tidak
membuka logika pihak lain yang kontra terhadapnya atau kebenarannya bersifat
tunggal, maka pendidikan ini masih dipertanyakan. Seringkali hal ini membahayakan,
contohnya pada iklan rokok, produsen berusaha untuk menunjukkan kelebihan yang
ada pada perokok, padahal dalam kenyataannya rokok ini memiliki efek samping yang
sangat berbahaya dan beberapa produsen hanya mencamtukan bahaya tersebut dalam
sebuah kotak yang sangat kecil dengan ukuran huruf yang juga sangat kecil. Sehingga,
konsumen terutama yang tergolong semu menggangap bahwa itu bukan hal yang
penting atau sebuah peringatan yang harus dibaca. Pencantuman pada akhirnya hanya
menjadi sebuah formalitas untuk menggugurkan kewajiban yang diberikan oleh
pemerintah. Mereka menggagap bahwa kepentingan bisnis lebih kuat ketimbang
tanggung jawab sosial yang harus diembannya.
15

3. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi berhubungan dengan fungsi sebelumnya yaitu fungsi


mempercepat. Iklan mendorong konsumen untuk mengkonsumsi produknya. Oleh
sebab itu, keuntungan yang di dapat oleh produsen akan terus mengalir. Melalui
pemasangan iklan, keuntungan ekonomis akan bertambah. Keuntungan ekonomis ini
akan dirasakan oleh tiga pihak, yaitu: konsumen, pemasang iklan, dan pengelola media.
Konsumen adalah pihak yang mengkonsumsi atau memakai produk, dan pemasang
iklan adalah pemilik merek atau biro iklan. Pemasang iklan terbagi menjadi tiga unsur,
yaitu: pembuat produk, pemilik merek, dan biro iklan. Pembuat produk adalah pihak
yang menciptakan produk, pemilik merek adalah pihak yang memilik hak cipta atas
suatu produk, dan biro iklan adalah pihak yang mengurus proses pembuatan dan
pemasangan iklan. Sementara pengelola media adalah pihak yang memiliki tempat
dipasangnya iklan.

A. Fungsi Ekonomi untuk Konsumen

 Melalui iklan konsumen dapat menerima informasi tanpa mengeluarkan biaya


yang besar atau dengan cara instan.
 Melalui iklan, konsumen dapat mengetahui tempat penjualan produk tertentu
yang terdekat. Sehingga, konsumen tidak perlu membeli produk tersebut di toko
yang jauh dari tempat tinggalnya.
 Selain hemat dalam pemakaian uang, konsumen juga dapat lebih menghemat
waktu dan tenaga. Konsumen tidak perlu mencoba berbagai macam produk
sejenis yang tepat dengan keinginannya, ia bisa melihat iklan dan
menyocokkannya dengan aspek yang diinginkan.
 Konsumen menjadi memiliki pilihan dalam menentukan produk. Banyaknya
alternatif produk sejenis dapat memudahkan konsumen untuk menyesuaikan
produk yang ingin dibeli dengan daya beli atau budget yang dimiliki.
16

B. Fungsi Ekonomi untuk Pemasang Iklan

 Meningkatkan nilai tambah dari produk yang diiklankan atau dikenal dengan
fungsi value added. Dengan adanya iklan, produk menjadi lebih terkenal di
pasaran, juga membentuk sebuah image yang baik.
 Memperkecil anggaran promosi. Dengan adanya iklan, produsen tidak perlu lagi
untuk memperkenalkan dan mempromosikan produknya dari mulut ke mulut
atau face to face. Produsen hanya perlu mengeluarkan sejumlah biaya, dan
produknya sudah terpampang di lokasi strategis yang akan dilihat oleh banyak
orang di waktu yang bersamaan, terutama pada media iklan lini atas.
 Menghemat waktu. Produsen tidak perlu lagi menghabiskan waktu untuk
memperkenalkan produknya secara mulut ke mulut atau face to face.

C. Fungsi Ekonomi untuk Pengelola Media

 Dengan adanya iklan, pengelola mendapatkan upah yang sangat besar. Karena
dalam pembuatannya ia juga harus menggaji karyawan yang lain seperti
cameramen, wartawan, ilustrator, fotografer, tukang cetak, agen (untuk media
koran), dan sebagainya.
 Memperluas lapangan pekerjaan. Perusahaan pengelola media memiliki banyak
karyawan yang memiliki peran yang sama penting satu sama lain.
 Menurunkan harga jual media cetak. Pada media cetak seperti koran, majalah,
atau tabloid biasanya terdapat iklan produk barang atau jasa di dalamnya.
Pemasang iklan tersebut tentu membayarkan sejumlah uang kepada pengelola
media, transaksi itu dapat memberikan dampak pada harga jual media cetak
tersebut karena pengelola media tidak lagi harus membayar seluruh karyawannya
dengan uang perusahaan itu sendiri, tetapi dibantu dengan uang yang berasal dari
pemasukan melalui iklan.
17

2. Fungsi Sosial

Fungsi sosial membawa dua makna penting, yang pertama sebagai alat untuk
saling berkomunikasi atau penghubung seseorang dengan orang yang lain. Mungkin
fungsi ini belum disadari oleh beberapa orang, biasanya iklan memuat suatu jingle
atau slogan yang unik atau bahkan lelucon di dalamnya. Hal tersebut terkadang
membuat sebuah kelompok atau beberapa orang tertarik untuk mengangkatnya
menjadi sebuah topik pembicaraan yang menyebabkan adanya hubungan
komunikasi antar kedua belah pihak. Fungsi yang kedua adalah sebagai alat
penyampai pesan sosial. Iklan seringkali memuat sebuah informasi bersifat sosial
seperti pada iklan layanan masyarakat yang biasanya ditayangkan oleh pemerintah.
Iklan ini dapat menggerakkan warga untuk patuh terhadap aturan pemerintah
ataupun menyadarkan masyarakat.

3. Fungsi Menghibur

Fungsi yang terakhir adalah sebagai media penghibur. Seringkali iklan memuat
pesan berupa news message yang terkesan membosankan bagi khalayak.
Commercial message seperti itu banyak tidak disukai oleh audience-nya dan tidak
memberikan kesan apapun yang membuat mereka teringat akan produk tersebut.
Dewasa ini, pemasang iklan banyak memilih tipe iklan berbentuk advertainment
(gabungan advertisement dan entertainment) yaitu dengan memasukkan unsur
humor pada iklan. Unsur humor tersebut dapat diselipkan di isi iklan, jingle, ataupun
dalam visualisasi atau ilustrasinya. Cara ini merupakan cara yang sangat cerdas dan
dinilai sangat efektif karena khalayak menjadi lebih terhibur dan tidak merasa
seakan dipaksa untuk membeli, khalayak akan lebih cepat mengingat produk
tersebut dan pada akhirnya memutuskan untuk membeli.
18

Tidak semua iklan memiliki fungsi di atas, iklan-iklan yang ada di tengah
masyarakat memiliki fungsi yang berbeda. Misalnya hanya memiliki fungsi persuasi
dan pendidikan saja, atau juga memiliki fungsi komunikasi. Namun adapula iklan
yang mencakup semua fungsi yang telah diuraikan sebelumnya, tergantung pada
kemampuan dan keinginan pemasang iklan dalam pembuatan iklan tersebut.

2.1.1.6 Bahasa Iklan

Bahasa merupakan alat penghubung antara anggota masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lain. Bahasa memiliki dua fungsi pokok. Pertama, fungsi umum, yaitu
sebagai alat penyampai ekspresi, pikiran, perasaan, dan pesan dari manusia; menjaga
keharmonisan masyarakat dalam pergaulan sehari-hari; serta mempelajari ilmu
pengetahuan. Fungsi kedua merupakan fungsi khusus, yaitu sebagai identitas,
kebanggan, maupun pemersatu komunitas, suku, atau bangsa tertentu.

Bahasa terbagi menjadi dua jenis, yaitu bahasa verbal dan non verbal. Bahasa verbal
adalah bahasa yang digunakkan untuk menyampaikan pesan baik secara lisan (oral)
maupun tulisan. Lain halnya dengan bahasa verbal, bahasa non verbal merupakan
bahasa yang disampaikan melalui isyarat, lambang, atau aneka tanda-tanda lain yang
mengandung arti.

Menurut Mark L Knapp (1978), pesan dengan bahasa non verbal memiliki 4 fungsi,
yaitu:

1. Menekankan (aksentuasi). Fungsi ini berperan untuk menonjolkan atau


menggaris bawahi beberapa bagian pesan verbal.
2. Melengkapi (complement). Fungsi ini berperan untuk memperkuat pesan
verbal yang disampaikan oleh komunikator.
19

3. Menunjukkan kontradiksi. Fungsi ini dipraktekkan dengan


menggunakkan pesan non verbal tang berbeda makna dengan pesan
verbal yang disampaikan.
4. Mengulangi (repetisi). Fungsi ini bertujuan untuk mengulangi pesan
verbal yang telah dikatakan.

Menurut Duncan sebagaimana yang dikutip oleh Jalludin Rakhmat (1986:305),


pesan non verbal dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: pesan non verbal visual, pesan non
verbal auditif, dan pesan non verbal non visual non auditif. Pesan non verbal visual
adalah pesan komunikasi yang tidak disampaikan melalui kata-kata, melainkan melalui
sesuatu yang dapat dilihat oleh mata berupa simbol, gerakan, posisi, pakaian yang
dikenakan, dan sebagainya. Pesan non verbal auditif adalah pesan yang disampaikan
melalui kata-kata, tetapi makna dari pesan tersebut bukan dari kata atau kalimat yang
diucapkan melainkan melalui cara pesan itu disampaikan. Pesan paralinguistik
termasuk salah satunya, yaitu pesan berupa intonasi atau irama nada, kejernihan suara
atau frekuensi. Sebagai contoh kata “pergi”, seseorang yang mengucapkan kata
“pergi..”, “pergi!, dan “pergi?” memiliki makna yang berbeda. “Pergi..”, menandakan
orang tersebut sedang memberikan informasi karena menggunakkan intonasi yang
datar, “pergi!” menandakan seseorang sedang kesal dan menyuruh seseorang untuk
pergi, dan “pergi?” memiliki makna bertanya atau sedang mencari atau meminta
informasi. Pesan non verbal non visual non auditif adalah pesan yang disampaikan
tidak dengan diucapkan, dapat dilihat dan didengar. Pesan ini disampaikan melalui
indra peraba dan perasa seperti kulit, hidung, dan lidah). Namun, bukan berarti pesan
ini tidak dapat diwujudkan dengan ilustrasi atau gambar auditif. Sebagai contoh, kesan
harum dapat disampaikan dengan penggunaan garis atau tulisan berombak, atau untuk
menggambarkan kelembutan dapat menggunakkan garis lengkung tipis atau gambar
bayi.
20

Pesan non verbal visual dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: pesan non verbal kinestik,
pesan non verbal proksemik, dan pesan non verbal artifaktual. Pesan non verbal
kinestik adalah pesan non verbal yang disampaikan melalui posisi dan gerak anggota
tubuh.

Pesan non verbal konestik terdiri dari gestural, fasial, dan postural. Pesan gestural
merupakan pesan yang disampaikan melalui sebagian gerak anggota tubuh seperti
melambaikan tangan. Pesan fasial adalah pesan yang disampaikan melalui ekspresi
wajah. Melalui ekspresi wajah senyum atau datar kita bisa mengetahui orang tersebut
sedang gembira, sedih, ataupun kesal. Namun, tidak jarang juga ekspresi wajah
menggambarkan perasaan yang lain dari biasanya. Wanita yang sedang menangis bisa
menjadi contoh, tidak harus seseorang yang menangis itu pertanda sedih bisa juga
ekspresi tersebut menandakan kebahagiaan. Oleh karena itu, latar yang digunakkan
serta properti dan pendukung lainnya harus di atur sedemikian rupa agar pesan tersebut
tersampaikan dengan baik kepada konsumen. Terakhir, pesan postural. Pesan tersebut
disampaikan melalui gerakan seluruh anggota tubuh. Sikap bahagia contohnya, orang
yang sedang bahagia tidak hanya dapat dilihat dari ekspresi wajah, tetapi gerakan
tubuhnya yang sedang meloncat atau gerakan lain pun mendukung terlihatnya suasana
bahagia tersebut.

Pesan non verbal proksemik adalah pesan yang disampaikan melalui kedekatan
jarak fisik antara komunikator dan komunikan. Menurut Edward T Hall, terdapat 4
jarak yang umum dinyatakan oleh masyarakat. Yaitu: jarak akrab, jarak personal, jarak
sosial, dan jarak publik. Jarak akrab dibagi menjadi fase jauh (6-18 inchi), dan fase
dekat (0-6 inchi). Fase dekat dapat dicontohkan dengan ibu dan anak yang berpelukan,
fase jauh dapat dicontohkan dengan dua orang yang duduk bersamaan dan membaca
buku. Jarak personal juga terdiri dari fase dekat (18-30 inchi), dan fase jauh (30 inchi
sampai 4 kaki). Fase dekat seperti anak dan orangtua yang sedang mengobrol,
sedangkan fase jauh seperti dua orang yang mengobrol di restoran. Jarak sosial dibagi
21

juga menjadi fase dekat (4 sampai 7 kaki), dan fase jauh. Fase dekat dapat digambarkan
dengan diskusi dengan teman kerja dan fase jauh digambarkan dengan diskusi bisnis
yang formal. Terakhir, jarak publik. Jarak publik dibagi menjadi fase dekat (12-25
kaki) dan fase jauh (25 kaki atau lebih). Fase dekat dapat digambarkan dengan
seseorang yang berbicara di depan suatu kelompok, sedangkan fase jauh dapat
digambarkan dengan pertemuan atau rapat akbar. Jarak yang ditimbulkan tersebut
dapat terjadi dengan intim ataupun tidak, sebagai contoh orang yang sedang membaca
buku tetapi tidak berdempetan merupakan jarak yang tidak intim, tetapi apabila seorang
laki-laki dan perempuan berjalan bersama dan bergandengan tangan itu dapat disebut
dengan intim. Tetapi kedekatan berupa berpelukan karena kedua sahabat ingin berpisah
tidak bisa dikatakan sebagai kedekatan intim.

Pesan non verbal artifaktual adalah pesan yang disampaikan melalui segaka sesuatu
yang melekat pada seseorang. Seperti, pakaian, riasan wajah, perhiasan, dan
sebagainya. Sebagai contoh, wanita yang menggunakkan pakaian berupa dress merah
dengan perhiasan emas dan riasan yang mencolok dapat diartikan sebagai seorang
wanita yang high class. Lainnya halnya dengan seseorang yang memakai pakaian kaos
polos, celana pendek kumal dan topi caping dapat diartikan sebagai seorang petani atau
rakyat desa. Pesan non verbal artifaktual dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti budaya
masyarakat, kebiasaan, ataupun pekerjaan. Sebagai contoh kopiah atau peci di
Indonesia dilambangkan sebagai orang yang taat agama atau beragama muslim, tetapi
lain halnya di Israel yang mengartikannya sebagai budaya masyarakat yahudi.

2.1.1.7 Anatomi Iklan

Anatomi iklan berikut berlaku pada media cetak dan beberapa iklan visual seperti
televisi, tetapi radio tidak termasuk dalam kategori tersebut karena dalam prakteknya
radio hanya menggunakkan suara untuk menghasilkan sebuah iklan.
22

1. Judul Iklan (Ad Headline)

Judul iklan sering disebut dengan Ad Headline atau Headline saja. Bagian ini
berfungsi untuk menarik perhatian awal khalayak untuk melihat dan membaca iklan
tersebut. Proses menarik perhatian ini berlangsung sangat cepat, apabila orang
melihat judul iklan tersebut menarik, ia akan melanjutkan untuk membaca iklan
tersebut, jika tidak ia akan langsung meninggalkan atau mengabaikan iklan itu.

Judul iklan memiliki beberapa ciri. Ciri tersebut, Pertama, umumnya dibuat
dengan tulisan yang menonjol. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemakaian
huruf yang berwarna mencolok atau berukuran besar. Kedua, umumnya terdiri atas
kalimat pendek atau bahkan sebuah kata saja. Ketiga, umumnya berisi kalimat atau
kata yang mengandung kesan kuat yang dapat menarik perhatian khalayak atau
bersifat persuasif.

Judul dalam iklan tidak selalu terletak di bagian atas iklan, judul boleh diletakkan
di bagian atas, bawah, tengah, atau bagian lain pada iklan. Letak dari judul bukanlah
masalah, karena hal yang terpenting adalah judul tersebut dapat mendapat banyak
perhatian dari orang yang membacanya. Selain itu, judul pada iklan juga bukan
merupakan bagian yang wajib ada, dapat ditemukan beberapa iklan yang hanya
meletakkan sebuah gambar tanpa menulis judul. Hal yang paling penting semua itu
dilakukan dengan pemikiran yang matang dengan aspek rasional-fungsional iklan.

2. Sub Judul Iklan (Sub Ad Headline)

Sub judul iklan merupakan bagian dari iklan yang berfungsi untuk menjabarkan
lebih lanjut pesan yang terdapat dalam judul. Sub Judul iklan juga memiliki fungsi
untuk mempertahankan perhatian pembaca agar tetap membaca isi iklan. Oleh sebab
23

itu, sub judul iklan juga tidak boleh terlalu panjang supaya tidak membuat
pembacanya malas untuk membaca isi iklan yang selanjutnya.

Ciri fisik sub judul iklan antara lain menggunakan huruf yang lebih kecil dari
judul tetapi lebih besar dari body copy, dituliskan dengan warna yang berbeda,
ditulis dengan huruf miring atau tebal, dan umumnya letaknya berdekatan dengan
judul iklan. Sub judul iklan yang letaknya di atas judul disebut dengan overline atau
kicker, sedangkan yang letaknya di bawah iklan disebut dengan underline.

3. Tubuh Iklan (Ad Body Copy)

Tubuh iklan atau Ad Body Copy sering juga disebut dengan Ad Body Text.
Beberapa orang menyebutnya dengan naskah iklan atau text, tetapi sesungguhnya
penyebutan itu salah. Ad Body Copy atau Ad Body Text adalah penyebutan yang
benar. Fungsi dari bagian ini adalah untuk menguraikan lebih detail pesan dari judul
dan sub judul iklan. Pada bagian ini, biasanya pesan yang disampaikan ditulis dalam
kalimat yang lebih panjang, tetapi hal yang perlu diingat pesannya juga tidak
diperkenankan untuk ditulis terlalu panjang, karena akan membuat pembacanya
akan bosan dengan isi tersebut. Ciri-ciri lainnya juga terlihat pada ukuran huruf,
tubuh iklan seringkali ditulis dengan ukuran huruf yang lebih kecil dibandingkan
judul dan sub judul iklan. Pengaturan tata letak pada tubuh iklan ini tidak harus
diletakkan pada bagian tengah, boleh diletakkan di bagian atas, tengah ataupun
bawah.

4. Closer

Closer adalah bagian penutup pada iklan. Fungsi Closer menempati kedudukan
yang cukup penting dalam sebuah iklan, antara lain: Menyimpulkan pesan dalam
iklan, mengarahkan khalayak pada pesan tertentu, memerintahkan khalayak untuk
24

melakukan sesuatu, menunjukkan alamat, ciri, keaslian produk, keunggulan produk,


dan sebagainya.

Closer dalam sebuah iklan biasanya dinyatakan dengan bahasa verbal, tetapi
bisa juga dengan bahasa non-verbal, seperti gambar, logo, simbol, atau piktografi.
Piktografi adalah pesan yang divisualisasikan menjadi sebuah gambar. Closer dalam
iklan tidak seluruhnya memiliki semua fungsi yang tertera di atas, pemasang iklan
bisa saja hanya menginginkan fungsi menyimpulkan dan mengarahkan, tetapi
adapula iklan yang mencakup seluruh fungsi tersebut.

Beberapa hal yang biasanya ada pada bagian Closer selain kalimat untuk
mengakhiri iklan, bisa juga dengan slogan, nomor telepon, alamat, dan sebagainya.

5. Flash

Flash memiliki arti kilatan atau cahaya dalam arti kata benda, tetapi dalam iklan
flash berarti menyorotkan, muncul dengan tiba-tiba, atau melewati dengan cepat.
Fungsi dari flash adalah untuk menonjolkan bagian pesan yang penting untuk
mendapatkan perhatian lebih dari pembacanya. Pesan tersebut dianggap tidak cocok
untuk diletakkan di dalam ad headline, ad sub headline, ad body copy, atau closer.
Pesan yang disampaikan biasanya berupa waktu, volume, tempat, pembatasan, atau
sifat produk tertentu.

Flash biasanya berbentuk sebuah bangun datar yang bergerigi, bentuknya seperti
matahari yang memanjang. Oleh karena itu disebut dengan flash karena memiliki
arti sumber cahaya yang salah satunya merupakan matahari, dan flash berbentuk
seperti matahari. Ciri pada flash, ia hanya memiliki ruang yang terbatas, pemasang
iklan hanya dapat menuliskan dua sampai empat kata pada bagian ini. Oleh karena
itu, dalam penyusunannya Flash harus dirancang sebaik mungkin agar meskipun
pendek tetapi mampu menarik banyak perhatian pembacanya.
25

Flash juga memiliki fungsi sebagai alat bantu untuk mengarahkan mata khalayak
agar menerpa bagian-bagian tertentu yang terdapat di sekeliling flash. Bagian ini
juga tidak wajib diletakkan di atas, tengah, ataupun bawah, pemasang iklan bebas
menempatkannya di manapun, asalkan fungsi untuk mendapatkan perhatian tetap
bisa tercapai.

6. Banner

Banner adalah salah satu anatomi pada iklan fungsinya mirip dengan flash, yaitu
untuk menonjolkan pesan tertentu yang tidak cocok untuk diletakkan di judul iklan,
tubuh iklan, maupun closer. Banner seringkali berbentuk dua garis paralel atau
seperti pita memanjang yang berisika pesan berupa alamat, nomor telepon, atau
pesan lain sesuai pemasang iklan. Warna penuh (blok) banyak dipilih untuk bagian
ini, hal itu dimaksudkan untuk mempertegas isi dari banner tersebut.

Flash dan banner tetap memiliki perbedaan dalam fungsinya. Informasi yang ada
pada banner dapat dibuat lebih panjang dan banyak daripada flash, bahkan boleh
lebih dari satu kalimat. Hanya saja hal yang perlu diperhatikan juga seberapa banyak
pesan yang dicantumkan, karena pesan yang terlalu banyak akan membuat ruang
tersebut terkesan terlalu penuh dan menjadikan khalayak enggan untuk membaca.

Sama halnya dengan bagian iklan yang lain, banner juga tidak mempunyai
batasan dalam pengaturan letak. Pemasang iklan bebas meletakkannya di atas,
bawah, kiri, ataupun kanan sesuai kreatifitas dan aspek seni yang dimilikinya.
Hanya saja banner seringkali diletakkan di bagian bawah iklan.

7. Ilustrasi

Ilustrasi adalah sebuah gambar makhluk hidup, benda mati, abstrak, ataupun
hasil seni lain yang memiliki tujuan utama untuk meningkatkan daya tarik iklan.
26

Ilustrasi tersebut dapat berupa foto, lukisan, karikatur, ataupun perpaduan di antara
itu sesuai. Bagian ini tidak kalah pentingnya dengan bagian yang lain, selain untuk
meningkatkan daya tarik khalayak ilustrasi juga berperan untuk menjelaskan
maksud pesan dalam iklan, meningkatkan persuasi iklan terhadap khalayak,
mempertegas maksud iklan, dan lain sebagainya. Walaupun tujuannya adalah untuk
mempertegas maksud iklan, tidak jarang pemasang iklan meletakkan ilustrasi yang
sedikit menyimpang dari pesan iklan tersebut, alasannya adalah untuk menjadikan
ilustrasi sebagai eye catcher dan hal itu sangat wajar terjadi.

8. Logo

Logo merupakan suatu tanda merek dagang. Bentuknya bisa gambar, bangun
geometri, huruf, angka ataupun warna. Logo merupakan bagian yang penting dari
sebuah iklan, karena logo memiliki peran untuk memberikan informasi berupa
identitas produk tersebut. Dengan adanya logo, khalayak menjadi tau iklan tersebut
di buat oleh perusahaan apa. Namun, dalam pembuatan logo ada beberapa hal yang
harus dipertimbangkan oleh pemilik perusahaan atau produsen. Menurut Paul
Nielson (1997), logo harus memiliki keaslian, mudah terbaca, menggugah, cocok
dengan produk, mudah diingat, mencerminkan aspek sejarah, kekhasan, asosiatif,
artistik, komunikatif, impresif, dan simbolik. Logo pada perusahaan dan produk
seringkali dibedakan oleh produsen, hal tersebut dilakukan untuk menjaga nama
baik perusahaan. Seringkali terdapat gangguan akan satu produk, hal itu menjadikan
satu masalah tidak berimbas ke nama perusahannya. Walaupun tetap saja bila
produk tersebut sudah dikenal milik perusahaan itu tetap saja nama baik perusahaan
jadi menurun, tetapi kebijakan tersebut sedikit mengurangi resiko untuk peluncuran
produk-produk baru.
27

9. Slogan

Slogan adalah sebuah frasa, semboyan, motto yang digunakkan untuk


mengekspresikan ide supaya mudah diingat dengan arti khusus di dalamnya, dalam
slogan seringkali produsen atau perusahaan menggunakkan sekitar 2 sampai 5 kata.
Tujuan lainnya adalah untuk menggugah semangat, menunjukkan jati diri produk
maupun perusahaan, prinsip, serta merepresentasikan visi dan misi perusahaan.
Slogan tersebut dapat menjadi ciri khas sebuah perusahaan, dengan mendengar atau
melihat slogan tersebut khalayak bisa mengetahui dan mengingat perusahaan,
produsen atau produk tersebut.

10. Warna

Warna merupakan suatu unsur yang juga sangat berpengaruh dalam sebuah iklan,
dengan warna khalayak dapat lebih tertarik untuk melihat lebih lanjut isi iklan.
Pengertian dari berbagai perspektif dijelaskan dengan cara yang berbeda-beda,
seperti halnya menurut Sir Isaac Newton yang menjelaskan bahwa warna
merupakan seberkas cahaya yang terurai atau dibiaskan. Lain halnya dengan
Thomas Young yang berpendapat bahwa warna merupakan gangguan yang
disebutnya dengan elektromagnetik, walaupun dua tokoh tadi berada dalam bidang
yang sama tetapi mereka mengartikannya dengan sangat berbeda.

Lain pula halnya dari aspek psikologis, berdasarkan perspektif psikologis warna
adalah sensasi yang dihasilkan melalui mata oleh otak. Dari perbedaan pendapat
tersebut, dapat disimpulkan bahwa warna adalah sebuah cahaya terurai yang dapat
dilihat manusia.

Warna pada masa sekarang ini semakin besar manfaatnya, tidak hanya untuk
aspek seni melainkan berfungsi untuk tujuan komunikasi. Menurut Widyatama
(1993), ia menyebutkan 8 manfaat warna untuk fungsi komunikasi. Pertama, warna
28

dapat penyampai pesan tertentu. Lampu lalu lintas dapat menjadi salah satu
contohnya, dengan warna pada lampu lalu lintas masyarakat menjadi paham apakah
ia seharusnya berhenti, bersiap, atau berjalan. Kedua, sebagai alat identifikasi.
Manfaat tersebut tidak jauh berbeda denga peran sebelumnya sebagai penyampai
pesan. Ketiga, untuk menarik perhatian. Manfaat ini sangat berperan dalam
pembuatan iklan, dengan penggunaan warna yang tepat atau mencolok dapat
memperoleh daya tarik yang lebih daripada warna seperti hitam dan putih. Keempat,
menimbulkan pengaruh psikologis. Penggunaan warna merah mendorong orang
untuk marah, atau warna hijau membuat seseorang lebih segar. Kelima,
mengembangkan asosiasi. Fungsi ini dapat menyatukan suatu warna dengan hal
tertentu, seperti halnya hijau melambangkan pepohonan, merah melambangkan
darah, dan sebagainya. Keenam, membangun ketahanan minat. Fungsi ini dapat
menjadi dorongan bagi khalayak untuk mengingat pesan dalam iklan lebih lama.
Ketujuh, menciptakan suasana tertentu. Fungsi ini dapat menjadikan warna hitam
untuk berkabung, biru untuk kesedihan, atau contoh lain. Dan kedelapan,
menunjang pencapaian tujuan komunikasi lebih efektif. Hal tersebut dapat dicapai
karena dengan warna, iklan dapat menjadi daya tarik yang lebih bagi khalayak
tujuan komunikasi lebih efektif. Hal tersebut dapat dicapai karena dengan warna,
iklan dapat menjadi daya tarik yang lebih bagi khalayak.
29

Gambar. 2.1 contoh iklan

2.1.2 Hakikat Perilaku Konsumtif


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi perilaku secara luas adalah
tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan, sedangkan
definisi menurut perspektif pemasaran adalah kelakukan pembeli serta faktor yang
mempengaruhinya pada waktu ia mengambil keputusan untuk membeli atau tidak
membeli suatu produk atau jasa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsumtif merupakan kegiatan hanya


memakai atau tidak menghasilkan sendiri dan bergantung kepada hasil produk pihak
lain. Bila kedua pengertian itu digabungkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku
konsumtif adalah kelakuan pembeli untuk memakai suatu produk sehingga menjadi
ketergantungan dengan produk pihak lain. Namun pengertian itu tidak cukup
memberikan kepahaman yang jelas terhadap definisi perilaku konsumtif yang
sebenarnya.
30

Pada beberapa sumber pembelajaran berupa buku mata pelajaran ekonomi,


perilaku konsumtif didefinisikan sebagai perilaku atau gaya hidup yang suka
membelanjakan uang dalam jumlah besar tanpa berfikir rasional. Perilaku tersebut
menyebabkan seorang konsumen membeli barang yang bukan kebutuhannya dalam
jumlah yang besar. Ukuran dari berapa besarnya jumlah tersebut pun tidak sama pada
setiap individu, tetapi pada intinya perilaku tersebut menyebabkan konsumen
mengonsumsi barang-barang yang dikategorikan kebutuhan sekunder maupun tersier
tanpa berfikir matang-matang.

Menurut Sumartono (2002:117), perilaku konsumtif adalah suatu tindakan


memakai produk yang tidak tuntas. Artinya belum habis sebuah produk yang dipakai,
seseorang menggunakan kembali produk jenis yang sama dari merek lainnya atau
membeli barang karena adanya hadiah yang ditawarkan atau membeli suatu produk
karena banyak orang yang memakai barang tersebut.

Menurut Triyaningsih (2011), perilaku konsumtif merupakan sebuah perilaku


membeli dan menggunakkan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang
rasional dan memiliki kecenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas di
mana individu lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan serta
ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan hal yang paling
mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kebutuhan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan untuk
mencapai kesejahteraan, sedangkan keinginan merupakan suatu hasrat untuk
memiliki suatu barang. Perbedaan antara keduanya adalah kebutuhan merupakan
sesuatu yang vital yang apabila tidak dimiliki akan mengganggu kelangsungan hidup
seseorang, seperti kebutuhan makanan pokok, rumah, dan sebagainya. Lain halnya
dengan keinginan yang merupakan suatu perasaan ingin memiliki suatu barang yang
31

bila tidak dimiliki tidak berpengaruh pada kelangsungan hidup seseorang, seperti
handphone terbaru, pakaian model terbaru, dan sebagainya.

Sebagai contoh, seseorang memiliki uang sejumlah 400 ribu rupiah, ia


menggunakkan 300 ribu rupiah untuk membeli kebutuhan pokok dan 100 ribu rupiah
dari sisanya untuk membeli pakaian. Hal tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai
konsumen dengan perilaku konsumtif, tetapi apabila orang tersebut membeli pakaian
yang bukan kebutuhannya atau hanya karena pakaian tersebut keluaran terbaru
padahal baru membeli beberapa minggu yang lalu, terutama apabila harga pakaian
tersebut lebih dari 200 ribu dan ia memutuskan untuk menggunakkan kartu kredit
ataupun berutang, maka konsumen tersebut dapat dikategorikan sebagai seseorang
yang berperilaku konsumtif.

2.1.2.2 Aspek Perilaku Konsumtif

Menurut Lina dan Rasyid (1997), perilaku konsumtif dibagi menjadi aspek, yaitu:
impulsive buying, non rational buying, dan wasteful buying. Impulsive Buying adalah
perilaku pembelian yang berlebih-lebihan. Perilaku konsumen seperti ini ditandai
oleh sikap foya-foya dalam membeli barang, dan menghamburkan uang untuk
membeli barang-barang yang mewah dan kurang bermanfaat. Non rational buying
adalah pembelian yang tidak didasarkan oleh pemikiran rasional. Perilaku konsumen
seperti ini ditandai oleh karateristik suka membeli barang dengan harga yang tidak
wajar dengan nilai manfaat barang. Terakhir, adalah wasteful buying. Perilaku
konsumen itu ditandai oleh pembelian yang bersifat boros dan perilaku pembelian
yang tidak seimbang dengan kebutuhan yang harus dipenuhi.
32

2.1.2.3 Indikator Perilaku Konsumtif

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, indikator merupakan sesuatu yang


dapat dijadikan petunjuk atau keterangan. Indikator perilaku konsumtif merupakan
suatu keterangan yang menggambarkan apakah seseorang tergolong berperilaku
konsumtif atau tidak. Menurut Sumartono (2002:119) ada 8 indikator yang
menunjukkan seseorang berperilaku konsumtif, indikator tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Membeli produk karena kemasannya menarik. Konsumen mudah terbujuk


untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan
warna-warna menarik.
2. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi. Seseorang
mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya
konsumen mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut
dan ia cenderung lebih banyak membelanjakan uangnya untuk membeli
produk yang menunjang penampilannya agar terlihat menarik.
3. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau
kegunaannya). Konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh
adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal
yang dianggap mewah.
4. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status. Konsumen
mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian,
berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat
menunjang sifat ekslusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan
berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu roduk
dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang
lain.
33

5. Membeli produk karena iming-iming hadiah. Konsumen membeli suatu


barang karena adanya hadiah yang ditawarkan apabila ia membeli produk
tersebut.
6. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang
mengiklankan. Konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang
diidolakannya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat
dipakai tokoh idolanya. Konsumen juga cenderung memakai dan mencoba
produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figur produk tersebut.
7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan
menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. Konsumen sangat terdorong
untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan
oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri.
8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Konsumen akan
cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari
produk sebelum ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis
dipakainya.

2.1.2.4 Faktor Internal Perilaku Konsumtif

Faktor internal individu konsumen sangat berpengaruh terhadap pengambilan


keputusan atas pembelian barang yang dilakukan oleh konsumen. Unsur-unsur
tersebut merupakan unsur psikologis yang meliputi pembelajaran, motivasi,
persepsi, kepribadian, dan sikap.

Pembelajaran (Learning) merupakan sebuah proses untuk mendapatkan ilmu.


Proses tersebut dapat menghasilkan individu yang selektif karena dengan ilmu dia
memiliki bekal yang menjadi tumpuan untuk bertindak dan mengambil keputusan,
termasuk keputusan dalam membeli sesuatu. Unsur pembelajaran membuat
34

seseorang mempertimbangkan secara rasional dalam membeli suatu barang atau


jasa, terutama apabila barang tersebut barang yang masa pemakaiannya habis lebih
dari satu tahun. Sebelum membeli pastinya ia memperhatikan aspek harga, kualitas,
juga hal lain berdasarkan kebutuhan atau pengetahuan yang ia miliki mengenai
produk-produk sejenis.

Motivasi (Motivation) merupakan sebuah dorongan dalam diri seseorang yang


memicu dirinya untuk melakukan sesuatu. Motivasi terkadang muncul akibat suatu
hal yang belum dapat dipenuhi oleh seseorang, hal tersebut erat kaitannya dengan
pengambilan keputusan seseorang untuk membeli. Seseorang ingin membeli suatu
barang atau jasa apabila ia memiliki dorongan berupa keinginan atau kebutuhan
untuk memilikinya.

Persepsi (Perception) adalah sebuah proses di mana seseorang menyeleksi,


mengorganisasi, dan menterjemahkan stimulasi menjadi sebuah arti yang koheren
dengan sebuah kejadian. Persepsi yang ada pada konsumen sangat berpengaruh
terhadap pembelian suatu barang dan jasa, sebagai contoh apabila ia menganggap
suatu merk menghasilkan produk tinggi maka ia akan memberi jenis produk tersebut
hanya dari merk itu karena sudah sangat percaya. Oleh karena itu, produsen juga
harus mempertahankan kualitas agar pelanggan setia tetap bertahan untuk terus
membeli bahkan mempromosikan produk tersebut ke orang lain.

Kepribadian (Personality) merupakan suatu sikap dalam diri seseorang yang


konsisten dan berkelanjutan, serta mencerminkan perbedaan dengan orang yang
lain. Sebagai contoh kepribadian seseorang yang mudah dipengaruhi dan tidak
mudah dipengaruhi, kepribadian seperti itu sangat berpengaruh dalam pengambilan
keputusan dalam membeli. Seseorang yang memiliki kepribadian mudah
terpengaruhi akan mudah akan mudah terhasut dengan tawaran atau fitur menarik
pada iklan suatu produk dan langsung menyikapinya dengan membeli. Namun lain
35

halnya dengan seseorang yang memiliki kepribadian sulit terpengaruhi, produsen


harus lebih berusaha untuk meningkatkan daya tarik tipe orang seperti itu agar
tertarik untuk membeli produknya. Seseorang dengan kepribadian seperti sangat
selektif terhadap apa yang dibelinya, seperti halnya seseorang yang memiliki faktor
pembelajaran ia akan sangat berpikir matang-matang mengenai harga, kelebihan
produk, serta hal lain yang akan membuat dirinya tidak merasa rugi dalam membeli
produk tersebut.

Sikap (Attitude) merupakan keadaan seseorang untuk berperilaku yang


mencerminkan suka atau ketidaksukaan pada situasi tertentu. Pengaruh sikap
terhadap perilaku konsumen sangat jelas terlihat, sebagai contoh khalayak akan
lebih memilih serta menyukai produk yang memiliki banyak manfaat serta
berkualitas baik apalagi dengan harga yang sama dengan barang yang berkualitas
rendah, apabila suatu produk memiliki unsur tersebut dapat dipastikan akan sangat
disukai khalayak. Pelayanan juga menjadi salah satu contohnya, khalayak akan lebih
menyukai proses pelayanan yang cepat dan pelayan yang ramah dibandingkan
proses yang lambat dan pelayan yang tidak ramah. Oleh karena itu, produsen harus
benar-benar meningkatkan serta menjaga kualitas produk, pelayanan, serta aspek
yang lain yang mendorong khalayak untuk senang dan pada akhirnya memilih
produk tersebut dalam jangka waktu yang panjang.

2.1.2.5 Faktor Eksternal Perilaku Konsumtif

Selain faktor internal, perilaku konsumtif juga dipengaruhi oleh lingkungan


sosial budaya konsumen. Faktor tersebut meliputi budaya, demografi, status sosial,
referensi kelompok, dan keluarga.

1. Budaya
36

Menurut Solomon, budaya adalah akumulasi dari makna-makna dalam


masyarakat, ritual, norma, dan tradisi diantara para anggota atau masyarakat. Lain
halnya dengan Schiffman-Kanuk yang mendefinisikannya sebagai sebuah karakter
dari seluruh masyarakat yang di dalamnya meliputi faktor-faktor bahasa, agama,
kebiasaan-kebiasaan, makan, musik, seni, teknologi, pola kerja, dan sebagainya
yang memberikan arti bagi kelompok tertentu.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya memiliki beberapa unsur yang meliputi
agama, teknologi, seni, bahasa, pengetahuan, pola kerja, dan lain sebagainya. Unsur
tersebut dimiliki oleh suatu kelompok besar atau yang sering disebut masyarakat.
Hal tersebut sangatlah berpengaruh terhadap perilaku konsumtif, sebagai contoh
seseorang yang memiliki ilmu agama yang baik, maka ia akan cenderung membeli
barang yang merupakan kebutuhannya karena dalam ajaran agama pun diajarkan
bahwa perilaku yang berlebihan itu tidak baik. Begitupula dengan seseorang yang
mempunyai ilmu seni yang baik, dalam membeli suatu produk ia cenderung akan
mempertimbangkan estetika dan keunikannya sesuai dengan apa yang ia sukai.

2. Demografi

Menurut Neal-Quester-Hawkins, demografi adalah ilmu yang mempelajari


tentang kependudukan dalam hal ukuran, struktur, dan penyebaran. Ukuran berarti
jumlah orang, struktur menggambarkan usia, pendapatan, pendidikan dan pekerjaan,
distribusi menggambarkan penyebaran lokasi.

Unsur demografi meliputi jenis kelamin, tingkat usia, latar belakang pendidikan,
jenis pekerjaan, tingkat penghasilan, gaya hidup (lifestyle), dan sebaran penduduk.
Dapat dipastikan, perbedaan individu yang dilihat dari unsur-unsur tersebut dapat
menyebabkan perilaku konsumen yang berbeda disetiap orang. Sebagai contoh,
konsumen berjenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki tingkat konsumtif
37

yang berbeda, dalam kehidupan perempuan lebih sering dikaitkan dengan seseorang
yang lebih senang berbelanja. Oleh karena itu, perempuan lebih dikenal sebagai
individu yang lebih konsumtif dibandingkan laki-laki. Jenis pekerjaan dan tingkat
penghasilan pun sangat berpengaruh, contohnya seorang supir dan pekerja kantoran
yang memiliki penghasilan yang berbeda jauh, seseorang yang memiliki
penghasilan lebih tinggi terlebih apabila penghasilannya sedang meningkat ia akan
cenderung mengonsumsi lebih banyak barang atau jasa yang bukan kebutuhannya
dan hanya sebatas keinginannya saja. Gaya hidup juga menyebabkan perbedaan
perilaku konsumtif, seseorang dengan pekerjaan yang mapan, jabatan yang tinggi,
dan penghasilan yang tinggi, pasti ia akan memilih tempat tinggal yang nyaman dan
besar, kendaraan yang mewah, serta makanan dan pakaian yang berkelas. Hal itu
menyebabkan ia membeli barang atau jasa yang memiliki harga tinggi, dan
cenderung lebih konsumtif karena mereka cenderung memenuhi kebutuhan
tersiernya. Terakhir, sebaran penduduk. Sebaran penduduk adalah ruang-ruang yang
diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau hunian bagi penduduk. Seseorang yang
tinggal di daerah pegunungan dan di daerah pantai memiliki kebutuhan dan
keinginan yang berbeda, itulah yang menyebabkan mereka berbeda. Masyarakat
pegunungan memiliki kebutuhan akan pakaian hangat, sedangkan di daerah pantai
cenderung membutuhkan pakaian berbahan tipis. Keinginannya pun berbeda.

3. Status Sosial

Status sosial didefinisikan sebagai satu rangkaian tingkatan posisi sosial, di mana
tiap anggota dari tingkatan menempati posisinya, atau sejumlah kelompok yang
membagi-bagi kelompoknya dalam beberapa tingkatan. Faktor pembeda status
sosial dapat dilihat dari segi tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat
penghasilan. Perbedaan tingkat pendidikan menyebabkan terbentuknya kelompok
berpendidikan (educated) dan kurang berpendidikan (less educated), lalu perbedaan
tingkat pendapatan menyebabkan terbentuknya kelompok masyarakat kelas atas
38

(high class), masyarakat kelas menengah (middle class), dan masyarakat kelas
bawah (lower class). Perbedaan jenis pekerjaan pun menyebabkan terbentuknya
kelompok pekerja kerah putih (white collars), dan pekerja kerah biru (blue collars).

Status sosial berpengaruh secara tidak langsung terhadap gaya hidup (lifestyle)
seseorang. Masyarakat yang kelas atas pastinya cenderung mengonsumsi barang
yang bukan kebutuhan lebih daripada masyarakat di kelompok menengah. Hal
tersebut bisa terjadi karena uang yang dimiliki oleh masyarakat kelas atas lebih
banyak, sehingga mereka memutuskan untuk membeli tanpa berpikir rasional
karena nantinya pun mereka akan mendapatkan uang kembali.

4. Referensi Kelompok

Menurut Schiffman-Kanuk, referensi kelompok adalah seseorang atau kelompok


yang dijadikan acuan oleh seseorang dalam membentuk pandangan tentang nilai
khusus sikap atau sebagai pedoman berperilaku yang memiliki ciri-ciri khusus.
Masyarakat dalam status atau strata tertentu seringkali tidak memiliki pengetahuan
yang cukup tentang suatu produk. Maka, mereka akan mencari kelompok atau
seseorang yang menjadi rujukan untuk mencari informasi tersebut. Apabila
kelompok tersebut dapat menjelaskan produk dengan baik serta banyak menjelaskan
keunggulannya, pasti konsumen yang awalnya tidak paham akan menjadi tertarik
terhadap produk tersebut. Ketertarikan itu dapat memicu dirinya untuk membeli dan
mengonsumsi barang tersebut, walaupun barang tersebut bukan merupakan
kebutuhannya. Oleh karena itu, peran referensi kelompok di sini adalah sebagai
pihak yang mempengaruhi seseorang. Iklan pun memiliki peran yang sama, hal
tersebut dilakukan oleh produsen untuk mendapat konsumen dengan keunggulan-
keunggulan yang tertera di dalamnya. Usaha tersebut termasuk faktor eksternal
39

perilaku konsumtif yang dikategorikan sebagai upaya para pemasar (firms


marketing efforts).

5. Keluarga

Menurut Neal-Quester-Hawkins, keluarga adalah unit yang terdiri dari dua atau
lebih orang yang saling memiliki keterikatan yang tinggal dan makan dalam tempat
tinggal pribadi, sedangkan menurut Schiffman-Kanuk keluarga adalah dua atau
lebih orang yang mempunyai hubungan darah, pernikahan, atau adopsi yang tinggal
bersama.

Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Seorang ayah berperan sebagai
pencari nafkah dan pemimpin keluarga, sedangkan yang lain berperan sebagai
anggota keluarga. Oleh karena itu, dalam sebuah keluarga ayah memiliki pengaruh
yang sangat besar. Keputusan untuk membeli yang dilakukan oleh seorang anak,
seringkali juga dipengaruhi oleh kedua orangtuanya. Apabila, kedua orangtuanya
tidak menyetujui pasti ia tidak diperbolehkan membeli barang tersebut, kecuali bila
kedua orangtuanya memberi uang kepada anaknya dan memperbolehkan anaknya
untuk membeli apa yang dia mau dari uang tersebut, contohnya pada pemberian
uang jajan. Pengaruh dari keluarga sangat mempengaruhi gaya hidup anggota
keluarganya, apabila seorang ayah atau ibu memiliki perilaku konsumtif, tidak heran
jika anaknya juga memiliki perilaku yang sama. Karena, dalam sebuah keluarga
kedua orang tua dijadikan acuan dan panutan bagi anaknya. Sehingga, anak akan
mengikuti apa yang dilakukan oleh kedua orangtuanya.

2.1.2.6 Dampak Negatif Perilaku Konsumtif

Perilaku konsumtif memiliki beberapa dampak buruk bagi konsumen, di


antaranya:
40

1. Mendorong konsumen hidup boros;


2. Mendorong konsumen melakukan pengeluaran yang melebihi
pendapatannya;
3. Mendorong konsumen melakukan pengeluaran konsumsi di luar batas
kemampuannya sehingga akan terjebak utang;
4. Menimbulkan kesenjangan sosial;
5. Menimbulkan inflasi.

2.1.2.7 Dampak Positif Perilaku Konsumtif

Selain memiliki dampak negatif, perilaku konsumtif juga memiliki beberapa


dampak positif bagi konsumen maupun produsen, di antaranya:

1. Mendorong produsen untuk memproduksi barang dengan harga dan


kualitas yang lebih baik;
2. Menjadikan kehidupan perekonomian secara umum menjadi lebih baik;
3. Mendorong perputaran uang dan barang menjadi lebih cepat karena sikap
hidup akan membutuhkan banyak dana;
4. Memberikan kepuasan bagi konsumen;
5. Memberikan kemudahan dan rasa nyaman;
6. Kebutuhan terpenuhi.

2.2 Metodologi Penelitian


2.2.1 Jenis Penelitian
Untuk mencari tahu serta menjawab permasalahan dalam penelitian ini, Penulis
menggunakkan metode kuantitatif. Metode kuantitatif diterapkan dengan melakukan
survei. Harapan Penulis setelah melakukan survei permasalahan dapat terjawab dengan
lebih jelas, mendalam, dan konkret melalui respon dari para responden.
41

2.2.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai dengan November 2017 di SMP
Labschool Kebayoran.

2.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian


Sesuai dengan perumusan permasalahan penelitian ini, seluruh siswa/siswi SMP
Labschool Kebayoran yang mencakup kelas VII, VIII, dan IX menjadi objek penelitian
dengan jumlah 650 siswa. Penulis memutuskan untuk memilih populasi ini karena
penulis berpendapat bahwa siswa/siswi SMP Labschool Kebayoran rata-rata
merupakan masyarakat ekonomi kelas menengah ke atas yang dapat mendorong
mereka untuk membeli sesuatu lebih daripada kelompok masyarakat lain, walaupun
siswa/siswi SMP Lasbchool Kebayoran memiliki pengetahuan yang sangat baik yang
menjadi salah satu faktor mereka melakukan pembelian secara rasional. Oleh karena
itu, penulis ingin meneliti dan mencari tahu apakah siswa/siswi SMP Labschool
Kebayoran memiliki perilaku konsumtif serta apakah iklan berpengaruh dalam
kehidupannya.

Penulis juga memutuskan untuk melakukan penyebaran angket kepada kelas VII,
VIII, dan IX SMP Labschool Kebayoran supaya hasil data yang diperoleh bersifat
menyeluruh dan merepresentasikan tiga tingkatan Sekolah Menengah Pertama di SMP
Labschool Kebayoran. Untuk menjawab permasalahan penelitian, penulis mengambil
sampel secara acak kepada 135 orang atau 20,7% kepada 16 kelas dari VII-A sampai
IX-F.
42

Subjek Populasi Sampel

Kelas 7 222 siswa 46 siswa

Kelas 8 215 siswa 45 siswa

Kelas 9 213 siswa 44 siswa

Total populasi : 650 siswa


Total sampel : 135 siswa

2.2.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang Penulis gunakkan ialah dengan membagikan kertas
survei. Survei adalah pengumpulan informasi melalui penyebaran angket dengan
instrumen yang didasarkan pada teori-teori yang saling berkaitan dengan permasalahan
yang menjadi pokok penelitian.
43

2.3 Deskripsi Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil survei angket yang diberikan kepada 135 responden, didapatkan
hasil sebagai berikut:

Tabel 2.4 Menurut Anda, apa peran


sebuah iklan?
0,74%

37,04%

60%
2,22%

Media Informasi Media Hiburan Media Promosi Lainnya

Berdasarkan tabel 2.4 dapat terlihat bahwa dari 135 responden yang merupakan
siswa/siswi kelas IX SMP Labshcool Kebayoran, terdapat 81 responden (60%)
berpendapat bahwa iklan berperan sebagai media promosi yang dapat menguntungkan
produsen, sedangkan 50 responden (37,04%) siswa/siswi berpendapat bahwa iklan
berperan sebagai media informasi yang memberikan pengetahuan kepada mereka akan
suatu produk. Untuk siswa/siswi yang berpendapat bahwa iklan berperan sebagai
media hiburan memiliki perolehan 3 responden (2,22%), dan pilihan lainnya
mendapatkan 1 responden (0,74%). Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden berpendapat bahwa iklan adalah sebuah media promosi yang
dapat memberikan keuntungan kepada produsen atau pemasang iklan.

Selanjutnya penulis ingin mengetahui iklan pada media apa yang membuat
responden tertarik dan pada akhirnya mendorong mereka untuk membeli dan
mengkonsumsi produk tertentu, lalu diperoleh hasil sebagai berikut:
44

Tabel 2.5 Iklan pada media apa yang


sering membuat Anda tertarik?
5,74% 0,47%

17,22%

44,01%

10,5%

22,01%

Televisi Internet Radio Majalah Spanduk Lainnya

Berdasarkan tabel 2.5 dapat terlihat bahwa hasil yang diperoleh cukup beragam.
Pada pertanyaan ini responden diperbolehkan untuk menjawab maksimal 2 pilihan
jawaban. Responden yang menganggap televisi merupakan media yang sering
menyuguhkan iklan yang menarik memperoleh 92 responden (44,01%), sedangkan
responden yang menganggap internet merupakan media yang memperlihatkan iklan
yang menarik memperoleh hasil sebanyak 22,01% atau dipilih oleh 46 responden, lalu
media majalah memperoleh 36 responden (17,22%), radio memperoleh 22 responden
(10,5%), dan spanduk memperoleh hasil sebanyak 5,74%% atau dipilih oleh 12
responden. Untuk responden yang memilih pilihan lainnya memperoleh hasil sebanyak
0,47% atau dipilih oleh 1 responden.

Pertanyaan selanjutnya penulis ingin mengetahui apa unsur dari sebuah iklan yang
membuat dirinya tertarik, dan didapatkan hasil sebagai berikut:
45

Tabel 2.6 Unsur apa yang membuat


Anda tertarik terhadap iklan?
1,44%

19,23% 21,15%

14,42%

43,75%

Jingle Ilustrasi Model Iklan Kata-Kata Lainnya

Berdasarkan tabel 2.6 dapat terlihat bahwa unsur ilustrasi menduduki peringkat
terbanyak. Ilustrasi berupa gambar atau foto memperoleh 91 responden (43,75%), lalu
jingle yang merupakan lagu dari sebuah produk memperoleh 44 responden (21,15%),
kata-kata berupa slogan, motto, dan sebagainya memperoleh hasil sebanyak 19,23%
atau dipilih oleh 40 responden, model iklan yang menarik dipilih oleh 30 responden
(14,42%), dan yang memilih pilihan lainnya berjumlah 3 responden (1,44%). Dapat
disimpulkan bahwa televisi yang merupakan media lini atas digemari sangat banyak
responden dan spanduk yang merupakan media lini bawah kurang digemari oleh
responden.

Pada tabel selanjutnya, Penulis akan menyajikan data yang menunjukkan apakah
iklan dapat membuat responden tertarik akan produk tertentu atau tidak, dan dipatkan
hasil sebagai berikut:
46

Tabel 2.7 Apakah Anda menjadi


tertarik terhadap produk tertentu
setelah melihat iklannya?
5,93%

94,07%

Iya Tidak

Berdasarkan tabel 2.7 dapat terlihat bahwa sebagian besar responden (94,07%) atau
127 orang berpendapat bahwa ia menjadi tertarik terhadap produk tertentu setelah
melihat iklannya, dan responden yang menjawab “tidak” memperoleh jumlah 5,93%
atau 8 responden. Dapat ditarik kesimpulan bahwa iklan dapat merangsang sebagian
besar responden untuk membeli suatu produk.

Selanjutnya, penulis ingin mengetahui jenis produk apa yang sering membuat
responden tertarik saat melihat iklannya, berikut hasilnya:
47

Tabel 2.8 Jenis produk apa yang


sering membuat Anda tertarik
setelah melihat iklannya?
2,36% 1,89%

22,17%
45,28%

28,3%

Makanan dan Minuman Fashion Barang Elektronik Kosmetik Lainnya

Berdasarkan tabel 2.8 dapat dilihat bahwa makanan dan minuman memporeleh
responden terbanyak. Pada pertanyaan ini responden diperbolehkan untuk memilih
maksimal 2 pilihan jawaban. Menurut, hasil survei tersebut makanan dan minuman
memperoleh 96 responden (45,28%), lalu produk fashion seperti sepatu, tas, pakaian,
dan sebagainya memperoleh 60 responden (28,3%), barang elektronik memperoleh
sebanyak 47 responden (22,17%), sedangkan kosmetik mendapatkan 5 responden
(2,36%), dan pilihan lainnya memperoleh 4 responden (1,89%).

Pada pertanyaan selanjutnya Penulis ingin mengetahui apa yang menjadi


penyebab atau faktor responden membeli suatu barang maupun jasa, dan diperoleh
hasil sebagai berikut:
48

Tabel 2.9 Apa yang mendorong Anda


untuk membeli suatu produk?
1,91%
3,81%

21,91%
39,04%

33,33%

Kebutuhan Gaya Penasaran Pengemasannya menarik Lainnya

Berdasarkan tabel 2.9, dapat terlihat bahwa kebutuhan menempati urutan terbanyak, 82
responden (39,04%) membeli suatu produk karena butuh, dan sisanya memilih alasan
lainnya. Pada pertanyaan ini, responden diperbolehkan untuk memilih maksimal 2
jawaban. Responden yang menjadikan gaya sebagai faktor pendorong memperoleh 70
responden (33,33%), lalu responden yang menjadikan rasa penasaran sebagai faktor
pendorong memperoleh hasil sebanyak 21,91% atau dipilih oleh 46 responden,
responden yang membeli barang karena pengemasannya menarik dipilih oleh 8
responden (3,81%), dan 4 responden (1,91%) memilih alasan lainnya.

Selanjutnya penulis ingin mengetahui seberapa sering responden membeli barang


yang bukan merupakan kebutuhannya, dan diperoleh hasil sebagai berikut:
49

Tabel 2.10 Seberapa sering Anda


membeli barang yang bukan
kebutuhan?
2,96%

29,63%

67,41%

Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

Berdasarkan tabel 2.10 daat dilihat bahwa 91 responden (67,41%) sering membeli
barang yang bukan kebutuhan, 40 responden lain (29,63%) menganggap hanya
terkadang dirinya membeli barang yang bukan merupakan kebutuhan, dan 4 responden
(2,96%) tidak pernah membeli barang yang bukan kebutuhan. Dapat dilihat bahwa 91
responden tergolong berperilaku konsumtif karena sering membeli barang yang bukan
merupakan kebutuhannya.

Pada pertanyaan selanjutnya penulis ingin mengetahui seberapa sering responden


membeli barang karena iklannya yang menarik, dan diperoleh hasil sebagai berikut:
50

Tabel 2.11 Seberapa sering Anda


membeli produk karena iklannya
yang menarik?
4,44%

38,5%
57, 04%

Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

Berdasarkan tabel 2.11 dapat dilihat bahwa 77 responden (57,04%) menjawab


bahwa dirinya sering membeli barang setelah melihat iklannya yang menarik, lalu 52
responden (38,5%) menjawab bahwa dirinya terkadang membeli produk karena
iklannya yang menarik, dan responden yang tidak pernah membeli suatu produk karena
iklannya yang menarik memperoleh hasil sebanyak 6 responden (4,44%).

Selanjutnya, Penulis akan menyajikan data yang memperlihatkan apakah menurut


responden iklan berpengaruh terhadap pembelian suatu produk atau tidak, dan
diperoleh hasil sebagai berikut:
51

2.12 Menurut Anda, apakah sebuah


iklan berpengaruh terhadap pembelian
suatu produk?
6,67%

93,33%

Iya Tidak

Berdasarkan tabel 2.12 dapat dilihat bahwa lebih dari sebagian besar responden
berpendapat bahwa iklan berpengaruh terhadap pembelian suatu produk, diperoleh
hasil sebanyak 126 responden (93,33%) yang menjawab “iya”, dan 9 responden lainnya
(6,67%) berpendapat bahwa iklan tidak berpengaruh dalam pembelian suatu produk.

Pada pertanyaan selanjutnya, Penulis ingin mencari tahu apakah dengan iklan
frekuensi belanja responden meningkat atau tidak, dan diperoleh hasil sebagai berikut:
52

Tabel 2.13 Apakah dengan iklan


frekuensi belanja Anda
meningkat?

37,04%

62,96%

Iya Tidak

Berdasarkan hasil pada tabel 2.13, 85 responden (62,96%) berpendapat bahwa


dengan adanya iklan frekuensi belanja mereka meningkat, dan 50 responden atau
(37,04%) berpendapat bahwa iklan tidak membuat dirinya menjadi lebih sering
berbelanja. Jawaban yang mendominasi adalah jawaban “iya”, hal itu menandakan
bahwa sebagian besar responden menjadi lebih sering berbelanja setelah melihat iklan,
dan apabila hal tersebut tidak dapat dikontrol akan menyebabkan mereka menjadi
seseorang yang berperilaku konsumtif.

Pada pertanyaan selanjutnya, Penulis ingin mengetahui apakah dengan iklan


responden menjadi lebih sering membeli barang yang bukan kebutuhannya atau tidak,
dan diperoleh hasil sebagai berikut:
53

2.14 Apakah dengan iklan Anda


menjadi lebih sering membeli
barang yang bukan kebutuhan?

41,48%
58,52%

Iya Tidak

Seperti yang sudah disajikan oleh tabel 2.14, 79 responden (58,52%) merasa bahwa
setelah melihat iklan ia menjadi lebih sering membeli barang yang bukan kebutuhan,
dan 56 responden lainnya (41,48%) merasa bahwa setelah melihat iklan dia tidak
menjadi lebih sering membeli barang yang bukan kebutuhannya. Berdasarkan hasil
tersebut, dapat disimpulkan bahwa 79 responden (58,52%) terpengaruh oleh adanya
iklan dan pada akhirnya mereka tergolong berperilaku konsumtif.

Pada tabel selanjutnya, akan disajikan data yang menunjukkan pendapat responden
apakah menurut mereka iklan perlu ada atau justru harus dihilangkan, dan diperoleh
hasil sebagai berikut:
54

Tabel 2.15 Menurut Anda apakah


iklan itu perlu ada?
7,41%

92,59%

Iya Tidak

Seperti yang sudah disajikan pada tabel 2.15, sebagian besar responden yang
berjumlah 125 siswa (92,59%) berpendapat bahwa iklan perlu ada, dan responden
lainnya yang berjumlah 10 siswa (7,41%) berpendapat bahwa iklan tidak perlu ada.

Selanjutnya, akan disajikan data yang menyangkut alasan responden berpendapat


bahwa iklan perlu ada, berikut tabel yang menunjukkan hasilnya:
55

Tabel 2.16 Mengapa menurut


Anda iklan perlu ada?
1,6%
21,6%

46,4%

30,4%

Memberitahu fitur yang ada dalam produk


Dapat mengenal produk baru
Dapat membandingkan satu produk dengan yang lain
Lainnya

Berdasarkan tabel 2.16, dapat dilihat bahwa 58 responden (46,4%) yang


menganggap iklan perlu ada berpendapat bahwa iklan dapat memberikan informasi
berupa fitur atau keunggulan yang ada dalam produk, lalu 38 responden (30,4%)
berpendapat bahwa dengan iklan ia dapat mengenal produk-produk baru, lalu 27
responden (21,6%) berpendapat bahwa dengan iklan ia menjadi dapat membandingkan
suatu produk dengan produk yang lain, dan 2 responden lain (1,6%) menjawab pilihan
lainnya.

Pada pertanyaan selanjutnya, Penulis akan mencari tahu alasan responden yang
berpendapat bahwa iklan tidak perlu ada, dan diperoleh hasil sebagai berikut:
56

Tabel 2.17 Mengapa menurut Anda


iklan tidak perlu ada?
0%
20%

50%

30%

Menjadikan pribadi yang boros Keberadaannya menganggu


Seringkali merusak moral Lainnya

Seperti yang disajikan pada tabel 2.17, dapat dilihat bahwa 5 responden (50%) yang
berpendapat iklan tidak perlu ada menganggap bahwa iklan dapat menjadikan pribadi
yang boros bagi dirinya, lalu 3 responden (30%) menganggap bahwa keberadaan iklan
menganggu dirinya, sedangkan 2 responden lainnya (20%) menganggap bahwa iklan
seringkali merusak moral, dan pilihan lainnya tidak mendapatkan responden (0%).

Pada tabel terakhir, Penulis ingin mengetahui apa alasan lain yang membuat
responden tertarik untuk membeli barang yang bukan merupakan kebutuhannya selain
iklan, karena pada pertanyaan sebelumnya cukup banyak responden yang berpendapat
bahwa bukan iklan yang menyebabkan dirinya membeli barang yang bukan kebutuhan,
dan diperoleh hasil sebagai berikut:
57

Tabel 2.18 Selain iklan, apa yang


membuat Anda membeli produk
bukan kebutuhan?
2,22%

37,04%

60,74%

Diceritakan orang lain Tertarik saja saat melihat Lainnya

Berdasarkan tabel 2.18, dapat dilihat bahwa 82 responden (60,74%) berpendapat


bahwa faktor selain iklan yang membuat dirinya terdorong untuk membeli produk
bukan kebutuhan adalah karena tertarik saja saat melihat barang tersebut, lalu 50
responden (37,04%) berpendapat bahwa alasan mereka membeli barang bukan
kebutuhan karena diceritakan oleh orang lain keunggulan dari produk tersebut, dan 3
responden lain (2%) memilih jawaban lainnya.

Deskripsi ini dibuat oleh penulis untuk memperjelas hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini.
58

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Seluruh data dan pembahasan yang telah Penulis jabarkan pada bab sebelumnya
menunjukkan pengaruh iklan terhadap perilaku konsumtif siswa/siswi SMP Labschool
Kebayoran. Dari teori yang dijelaskan pada bab sebelumnya serta penelitian yang
dilakukan melalui survei kepada responden, Penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa sebagian besar dari siswa/siswi menjadi tertarik akan suatu produk setelah
melihat iklan yang berasal dari media televisi yang merupakan media yang termasuk
kategori lini atas (below the line), dan kebanyakan dari mereka tertarik akan iklan yang
menayangkan produk makanan dan minuman dan juga didukung oleh ilustrasi berupa
gambar atau foto yang menarik bagi mereka.

Perasaan ketertarikan berdampak pada proses pembelian. Sebagian besar dari


responden terkadang membeli suatu produk karena kebutuhan, tetapi presentase faktor
pembelian barang yang diakibatkan oleh faktor ingin gaya, mengikuti tren, penasaran,
tergiur akan kemasannya yang menarik, dan sebagainya tetap menjadi pilihan mereka,
lalu 85 responden menganggap frekuensi belanjanya meningkat setelah melihat iklan,
dan 79 responden menganggap dirinya menjadi lebih sering membeli barang bukan
kebutuhan setelah melihat iklan. Dapat disimpulkan 58,52% siswa/siswi SMP
Labschool Kebayoran berperilaku konsumtif dan perilaku tersebut timbul dari adanya
iklan. Presentase tersebut berasal dari jumlah responden yang mengatakan bahwa
dirinya menjadi lebih sering membeli barang yang bukan kebutuhan setelah melihat
iklan.
59

3.2 Saran

Setelah melakukan penelitian ini, Penulis ingin memberikan beberapa saran bagi
pembaca sebagai berikut:

1. Sebaiknya siswa/siswi SMP Labschool Kebayoran lebih cermat ketika


melihat iklan, karena iklan memiliki strategi persuasif untuk mendorong
khalayak.
2. Terapkan perilaku selektif saat membeli barang agar dapat tercegah dari
perilaku konsumtif
3. Buatlah daftar prioritas kebutuhan supaya dapat memilah barang-barang
yang merupakan kebutuhan dan keinginan semata.
4. Berbelanjalah sesuai kebutuhan bukan berdasarkan keinginan semata
5. Buatlah catatan keuangan agar menjadi pribadi yang tidak boros

Tidak hanya saran bagi pembaca, Penulis juga akan memberikan saran bagi
pemasang iklan. Penulis menyarankan agar sebaiknya pemasang iklan tidak lupa untuk
memperhatikan aspek pendidikan, jangan menyuguhkan tayangan iklan yang tidak
sesuai dengan norma sosial maupun norma yang ada karena sebuah iklan tidak hanya
ditonton oleh kalangan orang dewasa, tetapi juga anak-anak dan remaja.
60

LAMPIRAN

SURVEI KARYA TULIS


PENGARUH IKLAN TERHADAP PERILAKU KONSUMTIF SISWA/SISWI
SMP LABSCHOOL KEBAYORAN

Nama :
Kelas :
Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang Anda anggap benar!
1. Menurut Anda apa peran sebuah iklan?
a. Media Informasi (jadi tahu keunggulan produk)
b. Media Hiburan
c. Media Promosi (menguntungkan produsen)
d. Lainnya

2. Iklan pada media apa yang sering membuat Anda tertarik? (maks. 2 jawaban)
a. Televisi
b. Internet
c. Radio
d. Majalah
e. Spanduk
f. Lainnya: .........................

3. Unsur apa yang membuat Anda menjadi tertarik? (maks. 2 jawaban)


a. Jingle
b. Ilustrasi
c. Model Iklan
d. Kata-Kata (slogan, motto, dll)
e. Lainnya: .........................

4. Apakah Anda menjadi tertarik terhadap produk tertentu setelah melihat iklan?
a. Iya (termasuk kadang-kadang)
b. Tidak (Lewati no. 5)
61

5. Jenis produk apa yang sering membuat Anda tertarik setelah melihat iklannya?
(maks. 2 jawaban)
a. Makanan dan Minuman
b. Fashion (Pakaian, sepatu, dll)
c. Barang Elektronik (Gadget, dll)
d. Kosmetik
e. Lainnya: ...........................

6. Apa yang membuat Anda terdorong untuk membeli suatu produk? (maks. 2
jawaban)
a. Kebutuhan
b. Gaya (Mengikuti tren, dll)
c. Penasaran
d. Pengemasannya menarik
e. Lainnya: ...........................

7. Seberapa sering Anda membeli barang yang bukan kebutuhan?


a. Sering
b. Kadang-Kadang)
c. Tidak Pernah

8. Seberapa sering Anda membeli suatu produk karena iklannya yang menarik?
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak Pernah

9. Menurut Anda, apakah sebuah iklan berpengaruh terhadap pembelian suatu


produk?
a. Iya
b. Tidak

10. Apakah dengan iklan frukuensi belanja Anda meningkat?


a. Iya
b. Tidak
62

11. Apakah dengan iklan Anda menjadi lebih sering membeli barang yang bukan
kebutuhan?
a. Iya
b. Tidak

12. Menurut Anda apakah iklan itu perlu ada?


a. Iya (Isi no.13)
b. Tidak (Isi no. 14)

13. Mengapa menurut Anda iklan perlu ada?


a. Dapat mengetahui fitur yang ada dalam produk tersebut
b. Dapat mengenal produk baru
c. Dapat membandingkan suatu produk dengan produk yang lain
d. Lainnya: .................

14. Mengapa menurut Anda iklan tidak perlu ada?


a. Menjadikan pribadi yang boros
b. Keberadaannya mengganggu
c. Isi dari iklan tersebut seringkali merusak moral
d. Lainnya: ..................

15. Selain iklan, apa yang membuat Anda sering membeli barang bukan kebutuhan?
a. Diceritakan orang lain
b. Tertarik saja saat melihat
c. Lainnya: ..................
63

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Endang Dwi. 2013. Perilaku Konsumtif Dalam Membeli Barang Pada Ibu
Rumah Tangga di Kota Samarinda. Samarinda: Jurnal.

Deliarnov. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi untuk SMP dan MTS Kelas VII.
(tidak tercantum): Erlangga.

Jefkins, Frank. 1994. Periklanan. Jakarta: Erlangga.

Mila, dkk. 2008. Be Smart Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Grafindo Media
Pratama.

Nitiasusastro, Mulyadi. 2013. Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Kewirausahaan.


Bandung: Alfabeta.

Pusat Bahasa. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Priaz, dkk. 2013. Hubungan Antara Konformitas dan Perilaku Konsumtif pada Remaja
(Studi Pada Siswa Kelas XI SMA Trimurti Surabaya).
http://www.scribd.com/doc/126554252/HU BUNGAN-ANTARA-KONFOR
MITAS-DAN-PERILAKU-KO NSUMTIF-PADA-REMAJA-STUDI-PADA -
SISWA-KELAS-XI-SMA-TRIMURTI-SURABAYA#scribd. Surabaya: Jur nal.

Shohibullana, Imam Hoyri. 2014. Kontrol Diri dan Perilaku Konsumtif Pada Siswa
SMA (Ditinjau dari Lokasi Sekolah). Malang: Jurnal
64

Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi.


Yogyakarta: Media Pressindo.

Waluyo, dkk. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial: Kelas VII/Untuk SMP/MTS.


Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Widyatma, Rendra. 2011. Teknik Menulis Naskah Iklan. Yogyakarta:


Cakrawala.

Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana


Indonesia.
65

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Anindya Kirana atau yang kerap dipanggil


Nindy lahir di Bekasi, 31 Mei 2000 di Rumah
Sakit Hermina Bekasi, Jawa Barat. Penulis
foto
merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari
pasangan Ibu Widiyanti dan Bapak Wiranto.
FOTO Penulis memiliki 2 kakak laki-laki, kakak
pertama bernama Bayu Pramudyo Widinugroho
yang saat ini sedang menjalani program S2 di
University Of Leeds, dan kakak kedua bernama
Reza Pradityanto yang sekarang ini sedang menjalani program S1 di Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.

Saat ini, Penulis beraktivitas sebagai pelajar di SMP Labschool Kebayoran yang
beralamat di J.l. K. H. Ahmad Dahlan no. 14, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sejak
tahun 2012. Sebelumnya, Penulis memulai jenjang pendidikan di Kelompok Bermain
Bintang-Bintang, lalu Penulis melanjutkan pendidikan ke TK Global Islamic School
dan berlanjut ke Sekolah Dasar pada sekolah yang sama hingga lulus pada tahun 2012.
Harapan dan cita-cita penulis saat ini adalah dapat diterima di salah satu sekolah
menengah atas unggulan yaitu SMAN 28 Jakarta, dan berharap dapat melanjutkan ke
perguruan tinggi negeri, yaitu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Selama bersekolah di Global Islamic School, Penulis berhasil meraih juara 1 lomba
cerdas cermat IPA di SMP Al-Azhar Rawamangun pada tahun 2012, selain itu Penulis
66

berhasil menjadi salah satu anggota dokter kecil periode 2010-2011 yang cukup aktif
dan juga aktif mengikuti kegiatan paduan suara dan tampil di berbagai acara, dalam
kegiatan paduan suara Penulis juga berhasil meraih juara kedua lomba paduan suara
se-Jakarta Timur yang diselenggarakan oleh Palang Merah Indonesia. Saat kelulusan
pun, Penulis berhasil meraih peringkat keenam nilai tertinggi rapot, Ujian Nasional,
dan Ujian Sekolah.

Selama bersekolah di SMP Labschool Kebayoran, penulis berhasil meraih juara 1


lomba koran dinding di acara ACEX 2013, dan memiliki 2 goldstar.

Anda mungkin juga menyukai