Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH BAHASA INDONESIA

KESANTUNAN DALAM PEMILIHAN PENYAMPAIAN MAKSUD PERINGATAN DI


SEKITAR MASYARAKAT

OLEH :
1. MUHAMMAD HAIDAR 03411840000008
2. RAMADHANA MILLENIO O.W 03411840000011
3. NAHARI RASIF 03411840000020
4. INDRI SILVIA DEWI 03411840000026
5. GILANG REYHAN ABABIL 03411840000044
6. BENEDICTUS DICKY P.A.P 03411840000050

]INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER


TAHUN AKADEMIK 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesantunan adalah tata cara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu
masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh
perilaku sosial. Kesantunan dapat tercermin dari berbagai cara kita dalam berperilaku sehari-
hari. Salah satu contohnya adalah kesantunan dalam berbahasa.
Kesantunan berbahasa merupakan salah satu aspek kebahasaan yang dapat
meningkatkan kecerdasan emosional penuturnya karena didalam komunikasi, penutur dan
petutur tidak hanya dituntut menyampaikan kebenaran, tetapi harus tetap berkomitmen untuk
menjaga keharmonisan hubungan. Keharmonisan hubungan penutur dan petutur tetap terjaga
apabila masing- masing peserta tutur senantiasa tidak saling mempermalukan. Dengan kata
lain, baik penutur maupun petutur memiliki kewajiban yang sama untuk sama-sama menjaga
cara berbahasanya agar tidak menyinggung lawan bicaranya.
Kesantunan dalam berbahasa tidak hanya dapat kita terapkan ketika kita sedang
berbicara dengan orang lain. Kesantunan berbahasa dapat diterapkan salah satu contohnya
saat kita membuat suatu tulisan, dimana tulisan ini nantinya akan dibaca oleh orang lain.
Seperti, membuat karangan ilmiah, menulis laporan, membuat novel, ataupun membuat
sebuah tulisan tanda peringatan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas kami menyimpulkan permasalahan yang muncul yaitu :
1. Pemilihan penyampaian maksut peringatan yang kurang santun di sekitar
masyarakat.
1.3 Tujuan
Dari permasalahan tersebut didapatkan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk memberitahu pemilihan penyampaian peringatan yang sudah ataupun
belum baik dan santun.
2. Untuk mengetahui bagaimana tanda peringatan yang baik dan santun
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini dibuat sebagai berikut :
1. Dapat memberitahu masyarakat dalam pemilihan penyampaian peringatan
yang baik.
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1 Kesantunan
Kesopansantunan pada umumnya berkaitan dengan hubungan antara dua partisipan
yang dapat disebut sebagai ‘diri sendiri’ dan ‘orang lain’. Pandangan kesantunan dalam
kajian pragmatik diuraikan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah Leech, Robin Lakoff,
Bowl dan Levinson. Prinsip kesopanan memiliki beberapa maksim, yaitu maksim
kebijaksanaan (tact maxim), maksim kemurahan (generosity maxim), maksim penerimaan
(approbation maxim), maksim kerendahhatian (modesty maxim), maksim kecocokan
(agreement maxim), dan maksim kesimpatian (sympathy maxim). Prinsip kesopanan ini
berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other).
Diri sendiri adalah penutur, dan orang lain adalah lawan tutur (Dewa Putu Wijana, 1996).
Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social distance between
speaker and hearer) banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan
latar belakang sosiokltural. Berkenaan dengan perbedaan umur antara penutur dan mitra tutur,
lazimnya didapatkan bahwa semakin tua umur seseorang, peringkat kesantunan dalam
bertutur akan semakin tinggi. Sebaliknya, orang yang masih berusia muda cenderung
memiliki peringkat yang rendah di dalam kegiatan bertutur. Orang yang berjenis kelamin
wanita, cenderung memiliki kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
berjenis kelamin pria. Hal demikian disebabkan oleh kenyataan bahwa kaum wanita
cenderung berkenaan dengan sesuatu yang bernili estetika dalam keseharian hidupnya.
Sebaliknya, pria cenderung jauh dari hal-hal itu karena, biasanya ia banyak berkenaan dengan
kerja dan pemakaian logika dalam kegiatan keseharian hidupnya. Latar belakang sosiokltural
seseorang memiliki peran sangat besar dalam menentukan peringkat kesantunan bertutur
yang dimilikinya. Orang yang memiliki jabatan tertentu didalam masyarakat, cenderung
memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan orang seperti
petani, pedagang, buruh bangunan, pembantu rumah tangga dsb. Demikian pula orang-orang
kota cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat
desa. Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur atau sering kali disebut
dengan peringkat kekuasaan (power writing) didasarkan pada kedudukan asimetrik antara
penutur dan mitra tutur. Contoh: di dalam ruang periksa sebuah rumah sakit, seorang dokter
memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan seorang pasien. Demikian
pula di dalam kelas seorang dosen memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan
dengan seorang mahasiswa. Skala peringkat tindak tutur (rank rating), didasarkan atas
kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur yang lainnya. Contoh: dalam
situasi yang sangat khusus, bertemu di rumah seorang wanita dengan melewati batas waktu
bertemu yang wajar akan dikatakan sebagai tidak tahu sopan santun dan bahkan melanggar
norma kesopanan yang berlaku pada masysrakat tutur itu. Namun demikian, hal yang sama
akan dianggap sanagt wajar dalam situasi yang berbeda. Misalnya, pada saat terjadi
kerusuhan atau kebakaran orang berada di rumah orang lain atau rumah tetangganya bahkan
sampai pada waktu yang tidak ditentukan (Brown dan Levinson,1987).
2.2 Peringatan
Peringatan adalah perintah atau saran tentang adanya suatu bahaya atau resiko.
Dimana resiko atau bahaya itu bisa fatal ataupun tidak fatal. Peringatan bisa berbentuk
sebuah rambu, gambar, maupun kata kata untuk menarik perhatian target yang di peringatkan
(Gestiana,2013)
2.3 Definisi baik dan santun
Pengertian sopan santun adalah suatu aturan tata cara yang berkembang secara turun
temurun dalam suatu budaya di masyarakat yang bisa bermanfaat dalam pergaulan antar
sesame manusia sehingga terjalin suatu hubungan yang akrab, saling pengertian serta saling
hormat menghormati (Suharti,2004)
Sopan santun adalah suatu sikap, tingkah laku atau tutur kata yang ramah dan baik
terhadap orang lain. Sebuah konsep nilai tetapi dipahami secara alami (Amalia,2013).
BAB 3
PEMBAHASAN
Sebagaimana disinggung di bab sebelumnya bahwa kesantunan berbahasa
menggambarkan kesantunan atau kesopansantunan penuturnya. Kesantunan berbahasa
(menurut Leech, 1986) pada hakikatnya harus memperhatikan empat prinsip.
Pertama, penerapan prinsip kesopanan dalam berbahasa. Prinsip ini ditandai dengan
memaksimalkan rasa salut atau rasa hormat, pujian, kecocokan, dan kesimpatikan kepada
orang lain dan meminimalkan hal-hal tersebut pada diri sendiri. Kedua, penghindaran
pemakaian kata tabu. Pada kebanyakan masyarakat, kata-kata yang berbau seks, kata-kata
yang merujuk pada organ-organ tubuh yang lazim ditutupi pakaian, kata-kata yang merujuk
pada sesuatu benda yang menjijikkan, dan kata-kata “kotor” dan “kasar” termasuk kata-kata
tabu dan tidak lazim digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari, kecuali untuk tujuan-tujuan
tertentu. Ketiga, penggunaan eufemisme atau ungkapan penghalus. Penggunaan eufemisme
ini perlu diterapkan untuk menghindari kesan negatif. Eufemisme juga harus digunakan
secara wajar, tidak berlebihan. Jika eufemisme telah menggeser pengertian suatu kata, bukan
untuk memperhalus kata-kata yang tabu, maka eufemisme justru berakibat ketidaksantunan,
bahkan pelecehan. Keempat, penggunaan pilihan kata honorifik, yaitu ungkapan hormat
untuk berbicara dan menyapa orang lain.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kalimat tanda
peringatan yang baik dan santun. Oleh karena itu, pemakaian bahasa yang sengaja dibelit-
belitkan, yang tidak tepat sasaran, atau yang tidak menyatakan yang sebenarnya didalam
sebuah tanda peringatan juga merupakan ketidaksantunan. Pemakaian bahasa yang seperti itu
dalam suatu tulisan tanda peringatan, dapat dikatakan bahwa tanda peringatan tersebut tidak
baik dan tidak santun.
Dari data yang didapat dari hasil penelitian, responden yang mengisi kuesioner adalah
mahasiswa ITS angkatan 2018 sebanyak 100 orang. Gambar kesatu (1) dapat dilihat
responden paling banyak menjawab santun yaitu sebanyak 76,8% dan yang menjawab tidak
santun yaitu sebanyak 23,2%. Gambar kedua (2) dapat dilihat responden paling banyak
menjawab santun yaitu sebanyak 54% dan yang menjawab tidak santun yaitu sebanyak 46%.
Gambar ketiga (3) dapat dilihat responden paling banyak menjawab santun yaitu sebanyak 74%
dan yang menjawab tidak santun yaitu sebanyak 26%. Gambar keempat (4) dapat dilihat
responden paling banyak menjawab santun yaitu sebanyak 86% dan yang menjawab tidak
santun yaitu sebanyak 14%. Gambar kelima (5) dapat dilihat responden paling banyak
menjawab santun yaitu sebanyak 72,7% dan yang menjawab tidak santun yaitu sebanyak
27,3%. Gambar keenam (6) dapat dilihat responden paling banyak menjawab tidak santun
yaitu sebanyak 92% dan yang menjawab santun yaitu sebanyak 8%. Gambar ketujuh (7)
dapat dilihat responden paling banyak menjawab santun yaitu sebanyak 81% dan yang
menjawab tidak santun yaitu sebanyak 19%. Gambar kedelapan (8) dapat dilihat responden
paling banyak menjawab santun yaitu sebanyak 52% dan yang menjawab tidak santun yaitu
sebanyak 48%.

Anda mungkin juga menyukai