Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lebih dari 3000 jurnal dan penelitian yang dipublikasikan sejak tahun

1970-an menunjukkan bahaya merokok terhadap kesehatan manusia namun

ironisnya sejak tahun 1998 hingga sekarang, Indonesia menempati urutan

kelima negara pengkonsumsi rokok terbanyak dan urutan ketiga negara

dengan jumlah perokok terbanyak di dunia. World Health Organization

(WHO) memprediksi bahwa tahun 2020, penyakit yang disebabkan oleh

rokok akan mengakibatkan kematian sekitar 8,4 juta jiwa di seluruh dunia dan

setengahnya berasal dari wilayah Asia (World Health Organization (WHO).

Indonesia’s tobacco profile. WHO report on the global tobacco epidemic. The

MPOWER package. Geneva: World Health Organization; 2008.)

Data WHO tahun 2008 menunjukkan terdapat 1.250 milyar perokok

dewasa dengan usia di atas 15 tahun di seluruh dunia dan dari jumlah tersebut

sebanyak 250 juta adalah perempuan. Prevalensi perokok dewasa usia di atas

15 tahun di dunia adalah sebesar 24% dengan 40% laki-laki dan 9%

perempuan. (World Health Organization (WHO). Indonesia’s tobacco profile.

WHO report on the global tobacco epidemic. The MPOWER package.

Geneva: World Health Organization; 2008.)

Tingkat konsumsi rokok di Indonesia terus mengalami peningkatan

dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu antara tahun 1970 hingga 2000,

konsumsi rokok di Indonesia meningkat tujuh kali lipat dari 33 milyar batang

1
2

menjadi 217 milyar batang. Pada tahun 2008 menjadi 240 milyar batang

rokok pertahun. Dengan jumlah perokok di Indonesia lebih dari 60 juta dan

konsumsi rokok yang mencapai 240 milyar batang pertahun, maka dapat

dikalkulasi konsumsi rokok rata-rata per hari yaitu 10,95 batang. World

Health Organization (WHO). Indonesia’s tobacco profile. WHO report on the

global tobacco epidemic. The MPOWER package. Geneva: World Health

Organization; 2010.

Penduduk Indonesia yang merokok pada usia >15 tahun setiap hari

sebanyak 27,2%, kadang-kadang merokok sebanyak 6,1% dan mantan

perokok 3,7%. Jumlah perokok laki-laki sebesar 64%, sedangkan perempuan

4,9%.5 Pada tahun 2010, penduduk Indonesia berusia >15 tahun yang

merokok sebesar 28,2%, kadang-kadang merokok sebesar 6,5%, dan mantan

perokok sebesar 5,4%. Jumlah perokok laki-laki sebesar 65,9% dan

perempuan sebesar 4,2%. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan hasil riset kesehatan

data nasional (RISKESDAS). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia; 2010.

Berdasarkan data Riskesdas 2007, terjadi peningkatan jumlah perokok

antara tahun 1995 hingga 2007. Pada kelompok usia 10-14 tahun terjadi

peningkatan dari 0,3% menjadi 2%, usia 15-19 tahun 13,7% menjadi 18,8%,

dan usia 20-24 tahun 20,3% menjadi 32,8%. Berdasarkan data ini didapatkan

peningkatan tertinggi pada kelompok usia 10-14 tahun yang meningkat

hampir 7 kali lipat. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


3

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan hasil riset kesehatan

data nasional (RISKESDAS). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia; 2007.

Perokok biasanya mulai merokok sejak usia remaja. Salah satu

pencegahan penyakit akibat rokok adalah pencegahan merokok pada usia

muda. Banerjee SC, Greene K. Sensation seeking and adolescent cigarette

smoking. The Open Addiction Journal. 2009.

Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan

bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan

bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (3 kali atau lebih

dalam 1 hari). Penyakit diare sampai kini masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat, walaupun secara umum angka kesakitan masih berfluktuasi, dan

kematian diare yang dilaporkan oleh sarana pelayanan dan kader kesehatan

mengalami penurunan namun penyakit diare ini masih sering menimbulkan

KLB (Kejadian Luar Biasa) yang cukup banyak bahkan menimbulkan

kematian. (Dinkes, 2013).

Meskipun diketahui bahwa diare merupakan suatu respon tubuh

terhadap keadaan tidak normal, namun anggapan bahwa diare sebagai

mekanisme pertahanan tubuh untuk mengekskresikan mikroorganisme keluar

tubuh, tidak sepenuhnya benar. Terapi kausal tentunya diperlukan pada diare

akibat infeksi, dan rehidrasi oral maupun parenteral secara simultan dengan

kausal memberikan hasil yang baik terutama pada diare akut yang
4

menimbulkan dehidrasi sedang sampai berat, seringkali juga diperlukan terapi

simptomatik untuk menghentikan diare atau mengurangi volume feses, karena

berulang kali buang air besar merupakan suatu keadaan/kondisi yang

menggganggu akitifitas sehari-hari. (Hendarwanto, 2013)

Menurut World Health Organization (WHO) diare merupakan

penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia. Di Indonesia, diareadalah

pembunuh nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).

Sedangkan menurut UNICEF setiap 30 detik ada satu orang yang meninggal

dunia karena diare. Ada sekitar 2 juta kasus diare penyakit di seluruh dunia

setiap tahun dan 1,9 juta anak-anak lebih muda dari 5 tahun meninggal karena

diare setiap tahun, terutama di negara-negara berkembang. Jumlah ini 18 %

dari semua kematian anak-anak di bawah usia 5 dan berarti bahwa > 5000

anak-anak meninggal setiap hari akibat diare penyakit (WHO, 2013).

Insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di

Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen. Lima provinsi dengan insiden dan

period prevalen diare tertinggi adalah Papua (6,3% dan 14,7%), Sulawesi

Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), Jawa Barat (4,7% dan

10,1%), dan Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%). Insiden diare pada kelompok

usia balita di Indonesia adalah 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden diare

tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi

Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%)(Depkes RI, 2015).

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, kasus diare mempunyai

presentase 2.73% dimana termasuk 10 penyakit terbanyak yang diderita


5

masyarakat wilayah Puskesmas Kedungsolo selama tahun 2016. Diare

penyakit nomer 8 dari 10 penyakit terbanyak, perkiraan kasus diare yang

terjadi di Desa Kedungsolo pada tahun 2016 yaitu sebanyak 1.994 kasus.

Jumlah kasus diare yang ditangani di Puskesmas Kedungsolo tahun

2016 sebanyak 656 kasus, kasus ini sedikit lebih banyak jika dibandingkan

tahun 2015 sebanyak 65 kasus. Berdasarkan jenis kelamin kasus yang terjadi

pada laki-laki sebanyak 1.002 sedangkan pada perempuan sebanyak 992

kasus diare.Dari perkiraan kasus diare tersebut kasus diare yang ditangani

sekitar 656 (32.9%) (Profil Kesehatan Puskesmas Kedungsolo, 2016).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian diare yaitu faktor

agen, host dan faktor lingkungan. Faktor agen merupakan penyebab

terjadinya diare,sangatlah jelas yang disebabkan oleh faktor infeksi karena

faktor kuman, malabsorbsi dan faktor makanan. Aspek yang paling banyak

terjadi diare pada balita yaitu infeksi kuman E.colli, Salmonella, Vibrio

chorela (kolera) dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebih dan

patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi lemah) Pseudomonas

(Widjaja, 2004).

Sedangkan untuk faktor host tergantung dari karakteristik individu

seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan

seseorang tersebut, karena beberapa hal tersebut akan menentukan sikap dan

perilaku individu di kehidupan sehari-hari dalam menyikapi masalah.

Lalu, untuk faktor lingkungan juga sangat menentukan dalam

hubungan interaksi antara penjamu (host) dengan faktor agent. Lingkungan


6

dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu lingkungan biologis (flora dan

fauna disekitar manusia) yang bersifat biotik: mikroorganisme penyebab

penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang, tumbuhan), vektor pembawa

penyakit, tumbuhan dan binatang pembawa sumber bahan makanan, obat, dan

lainnya. Dan juga lingkungan fisik, yang bersifat abiotik: yaitu udara,

keadaan tanah, geografi, air dan zat kimia. Keadaaan lingkungan yang sehat

dapat ditunjang oleh sanitasi lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan

dan kebiasaan masyarakat untuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Pencemaran lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan agent yang

berdampak pada host (penjamu) sehingga mudah untuk timbul berbagai

macam penyakit, termasuk diare.

Di wilayah Kedungsolo sudah menerapkan rumah sehat sehingga

dapat dikatakan faktor lingkungan di wilayah Kedungsolo sudah baik. Jumlah

seluruh rumah di wilayah Kedungsolo berjumlah 8.540 rumah dan rumah

yang telah memenuhi syarat pada tahun 2016 sebanyak 7.071 (82.80%).

Selain itu, di wilayah kedungsolo sudah membuat program PHBS dimana

jumlah yang dipantau sebanyak 2.272 rumah tangga dan didapatkan 1.690

(74.4%) rumah tangga sudah menjalani program PHBS dan mendapatkan

hasil yang baik.

Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan pada 95

masyarakat yang datang berobat ke Puskesmas Kedungsolo pada bulan April

2017, sebagian masyarakat yang mengalami diare disebabkan kurangnya

pengetahuan masyarakat tentang diare. Setelah dilakukan wawancara tentang


7

penyakit diare didapatkan laki-laki sebanyak 45 dan wanita 50 orang. Dimana

laki-laki 25 orang dan wanita 20 orang sudah mengetahui pengertian tetapi

kurang mengetahui penyebab diare dan penangganannya, serta laki-laki 20

orang dan wanita 30 orang lainnya mengetahui pengertian, penyebab dan

penangganan. Dari uraian tersebut dan karena masih terbatasnya pembuktian

ilmiah tentang adanya hubungan antara tingkat pendidikan, pekerjaan dan

pengetahuan dengan angka kejadian diare di wilayah Kedungsolo, penulis

tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dengan judul “Hubungan antara

Tingkat Pendidikan Formal, Pekerjaan dan Pengetahuan dengan Kejadian

Diare di Desa Kedungsolo, Kabupaten Sidoarjo”.

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara tingkat pendidikan formal, pekerjaan dan

pengetahuan dengan kejadian diare di Desa Kedungsolo, Kabupaten

Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan formal,

pekerjaan dan pengetahuan dengan kejadian diare di Desa Kedungsolo,

Kabupaten Sidoarjo.

2. Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

a. Mengetahui tingkat pendidikan formal masyarakat di Desa

Kedungsolo, Kabupaten Sidoarjo.


8

b. Mengetahui pekerjaan masyarakat di Desa Kedungsolo, Kabupaten

Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo.

c. Mengetahui pengetahuan tentang diare pada masyarakat di Desa

Kedungsolo, Kabupaten Sidoarjo.

d. Mengetahui angka kejadian diare di Desa Kedungsolo, Kabupaten

Sidoarjo.

e. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan angka

kejadian diare di Desa Kedungsolo, Kabupaten Sidoarjo.

f. Mengetahui hubungan antara pekerjaan dengan angka kejadian diare

di Desa Kedungsolo, Kabupaten Sidoarjo.

g. Mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang diare dengan angka

kejadian diare di Desa Kedungsolo, Kabupaten Sidoarjo.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan

dan digunakan sebagai persyaratan mengikuti ujian di SMF ilmu kesehatan

masyarakat agar dapat memperoleh kelulusan.

2. Bagi puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi

untuk menanggulangi masalah diare bagi pihak instansi terkait dalam

konteks ini yaitu puskesmas di wilayah penelitian.

3. Bagi masyarakat
9

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang hubungan

antara tingkat pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan dengan penyakit

diare sehingga diharapkan masyarakat dapat melakukan pencegahan

terhadap terjadinya penyakit diare.

4. Bagi institusi

Dapat dijadikan sebagai dokumentasi ilmiah untuk merangsang

minat peneiti selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai