Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.W DENGAN PNEUMONIA DI RUANG 24B


RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
TAHUN 2018

OLEH :
ALIF DIANA FITRI
18640786

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA
1. Definisi
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru,merupakan penyakit yang sering
terjadi pada bayi dan masa kanak-kanak awal (Wong, 2008). Pneumonia adalah
inflamasi atau infeksi pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh satu atau
lebih agens berikut : virus, bakteri (mikoplasma), fungi, parasit, atau aspirasi zat
asing (Betz & Sowden, 2009).
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut
(ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan aden infeksius
seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing,berupa
radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif & Kusuma, 2013).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan pneumonia adalah salah satu
penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) dengan gejala batuk dan
disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri,
mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang
disertai eksudasi dan konsolidasi.
2. Etiologi
Sebagian besar penyebab pnuomonia adalah mikroorganisme (virus, bakteri),
dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin,
atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke dalam
saluran pernafasan (aspirasi). Berbagai penyebab pneumonia tersebut dikelompokan
berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang
menyertainya (komplikasi). Mikroorganisme tersering sebagai penyebab pneumonia
adalah virus terutama Respiratory Syncial Virus (RSV) yang mencapai 40%,
sedangkan golongan bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcus Pneumoniae
dan Haemophilus Influenzae type B (Hib). Awalnya, mikroorganisme masuk melalui
percikan ludah (droplet), kemudian terjasi penyebaran mikroorganisme dari saluran
nafas bagian atas ke jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil karena penyebaran
melalui aliran darah
3. Tanda dan Gejala
Tanda –tanda klinis utama pneumonia menurut (Betz & Sowden, 2009)
meliputi hal-hal berikut :
a) Batuk
b) Dispnea
c) Takipea
d) Pucat, tampilan kehitaman,atau sianosis (biasanya tanda lanjut)
e) Melemah atau kehilangan suara nafas
f) Retaksi dinding toraks: interkostal, substernal, diafragma, atau
supraklavikula
g) Napas cuping hidung
h) Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi
didekatnya)
i) Batuk paroksismal mirip pertusis (sering terjadi pada anak yang lebih kecil)
j) Anak-anak yang lebih besar tidak nampak sakit
k) Demam
l) Ronchi
m) Sakit kepala
n) Sesak nafas
o) Menggigil
p) Berkeringat
q) Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: Kulit yang lembab, Mual dan
muntah
4. Anatomi dan Fisiologi

Gambar : Struktur Sistem Respirasi (Nurarif & Kusuma, 2013)

A. Anatomi
Struktur tubuh yang berperan dalam sistem pernafasan yaitu :
a) Nares Anterior
Adalah saluran-saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu
bermuara di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam
bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini
dilapisi epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares
anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu kasar.
Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung (Syaifuddin, 2014).
b) Rongga Hidung
Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir
semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.
Daerah pernafasan dilapisi epitelium silinder dan sel spitel berambut yang
mengandung sel cangkir atau sel lendir. Sekresi sel itu membuat permukaan
nares basah dan berlendir. Di atas septum nasalis dan konka, selaput lendir
ini paling tebal, yang diuraikan di bawah. Tiga tulang kerang (konka) yang
diselaputi epitelium pernafasan, yang menjorok dari dinding lateral hidung
ke dalam rongga, sangat memperbesar permukaan selaput lendir tersebut.
Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu yang terdapat
di dalam vestibulum. Karena kontak dengan permukaan lendir yang
dilaluinya, udara menjadi hangat, dan karena penguapan air dari permukaan
selaput lendir, udara menjadi lembap (Syaifuddin, 2014).
c) Faring (tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Maka letaknya di belakang hidung (nasofaring), di belakang mulut
(orofaring) dan di belakang laring (faring-laringeal) (Syaifuddin, 2014).
d) Laring (tenggorok)
Terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkannya dari
kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra servikalis
dan masuk ke dalam trakea di bawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh
ligamen dan membran. Yang terbesar di antaranya ialah tulang rawan tiroid,
dan disebelah depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai
jakun, yaitu sebelah depan leher. Laring terdiri atas dua lempeng
ataunlamina yang bersambung di garis tengah. Di tepi atas terdapat lekukan
berupa V. Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid, bentuknya seperti
cincin mohor di sebelah belakang (ini adalah tulang rawan satu-satunya yang
berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya adalah kedua tulang
rawan aritenoid yang menjulang di sebelah belakang krikoid, kanan dan kiri
tulang rawan kuneiform kornikulata yang sangat kecil (Syaifuddin, 2014).
e) Trakea ( batang tenggorok)
Trakea atau batang tenggorok kira-kira sembilan sentimeter
panjangnya. Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian
vertebratorakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus
(bronki). Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak
lengkap berupa cincin tulang rawan yang di ikat bersama oleh jaringan
fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trakea, selain itu
juga memuat beberapa jaringan otot. Trakea dilapisi selaput lendir yang
terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergeak menuju ke
atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir halus
lainnya yang larut masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan.
f) Bronkus (cabang tenggorokan)
Bronkus merupakan lanjutan dari trakhea ada dua buah yang terdapat
pada ketinggian vertebratorakalis IV dan V mempunyai struktur serupa
dengan trakhea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu
berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampak paru-paru. Bronkus kanan
lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin,
mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari
yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang paling kecil disebut bronkiolus (bronkioli).
Pada bronkioli terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli
(Syaifuddin, 2014).
g) Paru-paru
Paru-paru ada dua , dan merupakan alat pernafasan utama. Paru- paru
mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah
dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur
lainnya yang terletak didalam mediastinum. Paru-paru adalah organ yang
berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di atas dan muncul sedikit lebih
tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di
atas landai rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai
permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat
tampuk paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi
depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung.
B. Fisiologi
Menurut (Pearce, 2011) fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen
dan karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan
eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas,
oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat
berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan
membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah.
Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh haemoglobin sel darah
merah dan di bawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua
bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg
dan pada tingkat ini hemoglobin 95% jenuh oksigen.
Didalam paru-paru CO2, salah satu hasil buangan metabolisme,
menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler-kapiler darah ke alveoli, dan
setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan
mulut. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau
pernafasan eksterna :
1) Ventilasi Pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar
2) Arus darah melalui paru-paru
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah
tepat dapat mencapai semua bagian tubuh
4) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2
lebih mudah berdifusi daripada O2. Semua proses ini telah diatur
sedemikian rupa sehingga darah yang meninggalkan paru-paru
menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih
banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan
terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka
konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat
pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya
pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut
lebih banyak O2.
5. Patofisiologi
Pneumonia adalah hasil dari proliferasi patogen mikrobial di alveolar dan
respons tubuh terhadap patogen tersebut. Banyak cara mikroorganisme memasuki
saluran pernapasan bawah. Salah satunya adalah melalui aspirasi orofaring. Aspirasi
dapat terjadi pada kaum geriatri saat tidur atau pada pasien dengan penurunan
kesadaran. Melalui droplet yang teraspirasi banyak patogen masuk. Pneumonia
sangat jarang tersebar secara hematogen.
Faktor mekanis host seperti rambut nares, turbinasi dan arsitektur
trakeobronkial yang bercabang cabang mencegah mikroorganisme dengan mudah
memasuki saluran pernapasan. Faktor lain yang berperan adalah refleks batuk dan
refleks tersedak yang mencegah aspirasi. Flora normal juga mencegah adhesi
mikroorganisme di orofaring.
Saat mikroorganisme akhirnya berhasil masuk ke alveolus, tubuh masih
memiliki makrofag alveolar. Pneumonia akan muncul saat kemampuan makrofag
membunuh mikroorganisme lebih rendah dari kemampuan mikroorganisme bertahan
hidup. Makrofag lalu akan menginisiasi repons inflamasi host. Pada saat ini lah
manifestasi klinis pneumonia akan muncul. Respons inflamasi tubuh akan memicu
penglepasan mediator inflamasi seperti IL (interleukin) 1 dan TNF ( Tumor Necrosis
Factor) yang akan menghasilkan demam. Neutrofil akan bermigrasi ke paru paru dan
menyebabkan leukositosis perifer sehingga meningkatkaan sekresi purulen.
Mediator inflamasi dan neutrofil akan menyebabkan kebocoran kapiler
alveolar lokal. Bahkan eritrosit dapat keluar akibat kebocoran ini dan menyebabkan
hemoptisis. Kebocoran kapiler ini menyebabkan penampakan infiltrat pada hasil
radiografi dan rales pada auskultasi serta hipoxemia akibat terisinya alveolar.
Pada keadaan tertentu bakteri patogen dapat menganggu vasokonstriksi
hipoksik yang biasanya muncul pada alveoli yang terisi cairan hal ini akan
menyebabkan hipoksemia berat. Jika proses ini memberat dan menyebabkan
perubahan mekanisme paru dan volume paru dan shunting aliran darah sehingga
berujung pada kematian.
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Misnadiarly, 2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. Sinar X
Mengidenfikasi distribusi struktural (misal : lobar, bronchial), dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar
atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih
sering virus). Pada pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin lebih bersih.
2. GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat
dan penyakit paru yang ada.
3. JDL Leukositosis
Biasanya ditemukan, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi
virus, kondisi tekanan imun.
4. LED Meningkat
5. Fungsi paru hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat dan
komplain menurun
6. Elektrolit Na dan CI mungkin rendah
7. Bilirubin meningkat
8. Aspirasi / biopsi jaringan paru

7. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut (Misnadiarly, 2008), kepada penderita yang penyakitnya tidak
terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di
rumah. Penderita anak yang lebih besar dan penderita dengan sesak nafas atau
dengan penyakit jantung dan paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik
diberikan melalui infus. Mungkin perlu di berikan oksigen tambahan, cairan
intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respons terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan pada pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang di
tentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
1. Oksigen 1-2L/menit
2. IVFD dekstrose 10% :Nacl 0,9% = 3: 1,+ KCI10 mEq/500 ml cairan
3. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi
4. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
6. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
7. Anti biotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia
community base:
- Ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
- Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base:
- Sefaktosin 100mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
8. Komplikasi
Menurut (Misnadiarly, 2008) komplikasi pada pneumonia yaitu :
a) Abses paru
b) Efusi pleural
c) Empisema
d) Gagal napas
e) Perikarditis
f) Meningitis
g) Atelektasis
h) Hipotensi
i) Delirium
j) Asidosis metabolik
k) Dehidrasi
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
PNEUMONIA
1. Pengkajian Lengkap
A. Identitas Klien
Biodata meliputi dari nama, umur, suku bangsa, status perkawinan,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit dan tanggal
pengkajian.
B. Biodata Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengeluh dengan keluhan demam beserta batuk dan
flu, sakit kepala, klien tanpak gelisah, sesaknafas dan nyeri dada, tidak nafsu
makan.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama dan
sebelumnya juga pernah dirawat.
c. Riwayat Kesehatan
Apakah ada anggota keluarga lainnya menderita penyakit yang sama
ataupun mempunyai penyakit keturunan/penyakit menular lainnya.
C. Data Dasar Pengkajian Pasien
1. Aktivitas dan Istirahat
- Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia
- Tanda : Letargi penurunan toleransi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
- Gejala : Riwayat adanya / GJKkronis
- Tanda : Takikardia, Penampilan kemerahan atau pucat
3. Integritas Ego
- Gejala : Banyaknya stressor, masalah finansial
- Tanda : -
4. Makanan dan cairan
- Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah
5. Riwayat Diabetes Mellitus
- Tanda : Distensi abdomen, Hiperaktif bunyi usus, Kulit kering dengan
turgor buruk, Penampilan kakeksia (malnutrisi),
6. Neurosensori
- Gejala : Sakit kepala daerah frontus (influenza)
- Tanda : Perubahan meneal (bingung, somnolen)
7. Nyeri / Kenyamanan
- Gejala : Sakit kepala, Nyeri dada (pleuritik) meningkat oleh batuk :
nyeri dada, Substernal (influenza) malgiaarialgia
- Tanda : Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidak pada sisi
yang sakit untuk membatasi gerakan)
8. Pernapasan
- Gejala : Riwayat adanya / ISKkronik, PPOM, merokok
sigarettakipneadispnea, progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot
aksesori, pelebaran nasal.
- Tanda :
 Sputum : Merah muda, berkarat atau purulen
 Perkusi : Pekakdiatas area yang konsolidasi
 Fremitus : Taktis dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi
gesekan fraksi pleural.
 Bunyi napas : menurun atau tidak ada diatas area yang terlibat, atau
nafas bronchial.
 Warna pucat atau sianosis bibir/kaku.
9. Keamanan
- Gejala : Riwayat gangguan sistem imun, misal : SLE AIDS penggunaan
steroid atau kemoterapiinstitusionalisasi, ketidakmampuan umum.
Demam (misal 38,5-39,6oC)
- Tanda : Berkeringat, Menggigil berulang, gemetaran, Kemerahan
mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela.
10. Penyuluhan / Pembelajaran
- Gejala :Riwayat mengalami pembedahan : penggunaan alkohol
kronis
- Pertimbangan : DRG : menunjukkan rerata lama di rawat 6,8 hari
- Rencana pemulangan : bantuan dan perawatan diri, tugas
pemelihraan rumah oksigen mungkin diperlukan bila adokasi
pencetus.
D. Pemeriksaan Diagnostik
Sinar X mengidentifikasi distribusi struktural (misal lobar, brokial) dapat
juga menyatakan abses luas/infiltrate, empisema (stapilococcus). Infiltrasi
menyebar atau terlokalisasi (bakterial) atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul
(lebih sering virus) pada pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin basah.
GDR / nadi oksimetri tidak normal mungkin terjadi tergantung pada luas
paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada pemeriksaan gram/katur sputum
dan darah. Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,
bronkoskopifibroptik, atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab. Lebih dari tipe organisme ada : bakteri yang umumnya meliputi
Diplococcuspneumoniae, Stapilococcus aureus, A. hemolitiksteptrococcus,
haemophilus influenza, (MU catatan kultus sputum dapatlah mengidentifikasi
semua organisme yang ada, kultur darah dapat menunjukkan bakteremia
sementara.
JDL/ lekositosis biasanya ada meskipun sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial (misalnya pemeriksaan serologi misal
intervirus atau legionella, alkutiumdingin : membantu dalam membedakan
diagnosis)
E. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) diagnosa yang mungkin muncul
adalah :
1) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi
trachea bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi
sputum.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas
pembawa oksigen darah.
3) Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan
ketidakadekuatan
pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit
kronis, malnutrisi.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
5) Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk
menetap.
6) Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam
dan proses infeksi.
7) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral.
F. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea
bronchial, peningkatan produksi sputum, ditandai dengan:
- Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
- Bunyi nafas tak normal.
- Dispnea, sianosis
- Batuk efektif atau tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum.
 Tujuan : Jalan nafas efektif
 Kriteria hasil :
- Batuk teratasi
- Nafas normal
- Bunyi nafas bersih
- Tidak terjadi Sianosis
 Intervensi:
1. Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
- Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan.
2. Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan
bunyi nafas.
- Rasional: Penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan.
3. Ajarkan teknik batuk efektif
- Rasional : Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami
untuk mempertahankan jalan nafas paten.
4. Penghisapan sesuai indikasi
- Rasional: Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas suara
mekanik pada faktor yang tidak mampu melakukan karena batuk
efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
5. Berikan cairan sesuai kebetuhan.
- Rasional: Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan secret
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi:
mukolitik
- Rasional: Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
mobilisasi sekret, analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk
dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara
hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan
pernafasan
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen
darah, gangguan pengiriman oksigen, ditandai dengan:
- Dispnea, sianosis
- Takikardia
- Gelisah/perubahan mental
- Hipoksia
 Tujuan : gangguan gas teratasi
 Kriteria hasil :
- Tidak nampak sianosis
- Nafas normal
- Tidak terjadi sesak
- Tidak terjadi hipoksia
- Klien tampak tenang
 Intervensi
1. Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
- Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya
sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral.
- Rasional: sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh
terhadap demam/menggigil namun sianosis pada daun telinga,
membran mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia
sistemik.
3. Kaji status mental.
- Rasional: gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat
menunjukkan hipoksia atau penurunan oksigen serebral.
4. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam
dan batuk efektif.
- Rasional: tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat
pengeluaran secret untuk memperbaiki ventilasi tak efektif.
5. Kolaborasi : Berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal
plong master, master venturi.
- Rasional: mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan
dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi
pernapasan.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun),
penyakit kronis, malnutrisi.
 Tujuan: Infeksi tidak terjadi
 Kriteria hasil :
- Waktu perbaikan infeksi/kesembuhan cepat
- Penularan penyakit ke orang lain tidak ada
 Intervensi:
1. Pantau tanda vital dengan ketat khususnya selama awal terapi
- Rasional: selama awal periode ini, potensial untuk fatal dapat terjadi.
2. Tunjukkan teknik mencuci tangan yang baik
- Rasional: efektif berarti menurun penyebaran/perubahan infeksi.
3. Batasi pengunjung sesuai indikasi
- Rasional: menurunkan penularan terhadap patogen infeksi lain
4. dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.
Tingkatkan masukan nutrisi adekuat.
- Rasional: memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan
tekanan alamiah
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotic. Berikan antimikrobial sesuai
indikasi dengan hasil kultur sputum/darah misal penicillin,
eritromisin, tetrasiklin, amikalin, sepalosporin, amantadin.
- Rasional: Obat digunakan untuk membunuh kebanyakan microbial
pulmonia.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan:
- Dispnea
- Takikardia
- Sianosis
 Tujuan : Intoleransi aktivitas teratasi
 Kriteria hasil :
- Nafas normal
- Sianosis tidak terjadi
- Irama jantung normal
 Intervensi
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
- Rasional: merupakan kemampuan, kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan interan.
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi.
- Rasional: menurunkan stress dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
- Rasional: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di
kursi.
4. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
- Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk menetap
ditandai dengan:
- Nyeri dada
- Sakit kepala
- Gelisah
 Tujuan : Nyeri dapat teratasi
 Kriteria hasil :
- Nyeri dada teratasi
- Sakit kepala terkontrol
- Tampak tenang
 Intervensi:
1. Tentukan karakteristik nyeri, misal kejan, konstan ditusuk.
- Rasional: nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat
pada pneumonia, juga dapat timbul karena pneumonia
seperti perikarditis dan endokarditis.
2. Pantau tanda vital
- Rasional: Perubahan FC jantung/TD menu bawa Pc
mengalami nyeri, khusus bila alas an lain tanda perubahan
tanda vital telah terlihat.
3. Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang/berbincangan
- Rasional: tindakan non analgesik diberikan dengan
sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan
dan memperbesar efek derajat analgesik.
4. Aturkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama
episode batuk.
- Rasional: alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada
sementara meningkat keefektifan upaya batuk.
5. Kolaborasi : Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi
- Rasional: obat dapat digunakan untuk menekan batuk non
produktif atau menurunkan mukosa berlebihan meningkat
kenyamanan istirahat umum.
6. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan
proses inflamasi
 Tujuan: Nutrisi tubuh dapat teratasi
 Kriteria hasil :
- Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Pasien mempertahankan meningkat BB
 Intervensi :
1. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya:
sputum, banyak nyeri.
- Rasional: pilihan intervensi tergantung pada penyebab
masalah
2. Jadwalkan atau pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
- Rasional: menurun efek manual yang berhubungan dengan
penyakit ini
3. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering
(roti panggang) makanan yang menarik oleh pasien.
- Rasional: tindakan ini dapat meningkat masukan meskipun
nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.
4. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
- Rasional: adanya kondisi kronis keterbatasan ruangan dapat
menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap
inflamasi/lambatnya respon terhadap terapi.
7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan, demam, berkeringat banyak, nafas mulut,
penurunan masukan oral.
 Tujuan : Kekurangan volume cairan tidak terjadi
 Kriteria hasil :
Pasien menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan
dengan parameter individual yang tepat misalnya membran mukosa
lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil.
 Intervensi :
1. Kaji perubahan tanda vital contoh peningkatan suhu demam
memanjang, takikardia.
- Rasional: peningkatan suhu/memanjangnya demam
meningkat laju metabolik dan kehilangan cairan untuk
evaporasi.
2. Kaji turgor kulit, kelembapan membran mukosa (bibir, lidah)
- Rasional: indikator langsung keadekuatan volume cairan,
meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena
nafas mulut dan O2 tambahan.
3. Catat laporan mual/muntah
- Rasional: adanya gejala ini menurunkan masukan oral
4. Pantau masukan dan keluaran catat warna, karakter urine.
Hitung keseimbangan cairan. Ukur berat badan sesuai indikasi.
- Rasional: memberikan informasi tentang keadekuatan
volume cairan dan keseluruhan penggantian.
5. Tekankan cairan sedikit 2400 mL/hari atau sesuai kondisi
individual
- Rasional: pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan
resiko dehidrasi
6. Kolaborasi : Beri obat indikasi misalnya antipiretik, antimitik.
- Rasional: berguna menurunkan kehilangan cairan
7. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
- Rasional: pada adanya penurunan masukan banyak
kehilangan penggunaan dapat memperbaiki/mencegah
kekurangan
DAFTAR PUSTAKA

Gabs, G. 2010. Askep Anak Pneumonia. (http://gardengab.com/, diakses tanggal 24


November 2012).

KTW. 2010. Suplementasi Zinc Menurunkan Kejadian Pneumonia Pada Anak-anak.

Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wardhani, W.A., dan Setiowulan, wiwiek │Eds.│. Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Auscalapius.

Prasetya, Danzka. Askep Pneumonia. (http://wildanprasetya.blog.com/

Carpenito, Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan edisi 8 , EGC , Jakarta

Perawatan Medikal Bedah, Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjadjaran,


Bandung Luckmann’s Sorensen (1996),

Baughman C Diane.2000,Keperawatan medical bedah, EGC, Jakrta

Doenges E Mailyn.1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


perencanaandan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. EGC, Jakarta

Nanda. (2007). Diagnose Nanda: Nic dan Noc.

Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Penyakit. Salemba
Medika. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai