1. Definisi Kinerja
Menurut Ilyas (2002) kinerja adalah penampilan karya personal baik kualitas maupun
kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun
kelompok kerja personal.
Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu kompetensi berarti individu atau
organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi tinngkat kinerja dan
produktivitasnya, kompetensi tersebut dapat diterjemahkan ke dalam tindakan atau
kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (Peni, 2005, Cit. Christaliana
Ika, 2007).
Menurut Mangkunegoro (2002) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya.
Menurut Ilyas (2002), untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja personal
dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada tiga kelompok
variabel yang mempengaruhi perilaku kinerja dan kerja yaitu variabel individu, variabel
organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi
perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kerja personal. Perilaku yang
berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus
diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.
Gibson, 1987 (Cit. Ilyas,2002), menyampaikan model teori kinerja dan melakukan
analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja
individu.
b. Variabel psikologis, terdiri dari sub variabel persepsi, sikap, kepribadian belajar
dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial,
pengalaman kerja sebelumnyan dan variabel geografis. Variabel psikologis
merupakan variabel yang komplek dan sulit diukur dan sukar mencapai
kesepakatan karena seseorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi
kerja pada usia, etnis, latar belakang dan ketrampilan berbeda satu dengan
lainnya.
c. Varibel organisasi, berefek tidak langsung terhadap perilaku kinerja individu yang
digolongkan dalam sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur
dan desain pekerjaan. Menurut Kopelmen, (Cit. Ilyas, 2002), sub variabel
imbalan berpengaruh untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya
secara langsung akan meningkatkan kinerja individu.
Berdasarkan penelitian Gibson dan Kopelmen yang dilakukan pada sampel dan
komunitas masyarakat di Amerikas Serikat, supervisi dan kontrol tidak tampak jelas
hubungannya dengan kinerja. Hal ini dimungkinkan variabel tersebut tidak berperan
secara bermakna pada tatanan dan budaya masyarakat pekerja Amerika. Dalam hal ini
budaya Amerika sudah dalam kondisi tidak membutuhkan kontrol dan supervisi yang
ketat dari organisasi dan atasan langsung, tingkat kinerja sudah pada tingkat yang
optimum.
a. Faktor kemampuan
b. Faktor Motivasi
A. Standar Kinerja
Evaluasi kinerja melibatkan komunitas yang jelas mengenai target dan standar;
penetapan tujuan yang spesifik dan dapat diukur; dan umpan balik (feedback) yang
berkelanjutan, (Pophal, 2008).
1. Standar kinerja
Standar kinerja menjabarkan tentang pekerjaan yang tercakup dalam satu pekerjaan
tertentu. Ini adalah langkah sangat penting sebelum menetapkan tujuan, tapi perlu
maju satu langkah lebih jauh dengan menerangkan bagaimana setiap pekerjaan harus
dilakukan untuk memenuhi standar pekerjaan tersebut. Tanpa standar, masalah
kinerja dapat menjadi sangat rancu.
Setelah area tanggung jawab teridentifikasi, perlu dibuat tiga atau empat standar
(atau hasil kunci) yang mencerminkan tingkat kinerja yang memuaskan. Penting
sekali bahwa standar tersebut dapat diukur: Bila tidak, maka standar tersebut hanya
akan menjadi indikasi subjaktif tentang bagaimana suatu pekerjaan harus dilakukan
dan tak akan membantu karyawan atau perusahaan. Standar efektif menggunakan
angka, batas waktu, dan batas toleransi kesalahan untuk menjadi tolak ukur kinerja
yang obyektif.
Sebelum menentukan tingkat kinerja tertentu, sebaiknya dibuat garis dasar kinerja
untuk jenis kerja yang sedang ditangani. Setelah itu membuat target minimal tingkat
kinerja. Tingkat minimal ini menjadi standar dan tolak ukur bahwa suatu kinerja
dianggap layak. Berdasarkan tingkat kelayakkan minimal, maka dapat ditentukan
standar istimewa dan ketidaklayakan dalam kinerja. Untuk masing-masing standar
kita akan menentukan tingkat kinerja bagaimana yang melebihi dan kurang dari
harapan kita.
2. Penentuan Target
Tenaga pemersatu yang berada dalam setiap perusahaan adalah bahwa, setidaknya
secara teoritis, setiap orang dalam perusahaan bekerja untuk tujuan yang sama, yaitu
keberhasilan perusahaan. Sebuah pemahaman yang jelas tentang tujuan yang
mendasari perusahaan dan bagaimana setiap karyawan berkontribusi kepada tujuan
tersebut dapat meningkatkan semangat dan produktivitas.
Ada beberapa keuntungan dari pembuatan tujuan yang jelas dan terukur. Tujuan
yang spesifik dan terukur menciptakan keteraturan dan kesatuan tujuan bagi seluruh
unsur dalam perusahaan. Tujuan yang jelas memungkinkan karyawan dan manajer
untuk mengembangkan pandangan yang lebih luas tentang tujuan perusahaan.
Setelah tujuan ditetapkan, manajemen akan lebih mampu mengambil keputusan
berdasarkan arahan perusahaan dan karyawan. Setelah tujuan mulai tercapai, tingkat
percaya diri karyawan dan manajer pun meningkat.
Penyususnan target itu sendiri adalah sebuah proses yang memungkinkan manajer
dan karyawan untuk terus mengupayakan peningkatan. Tujuan perusahaan harus
memiliki karakteristik-karakteristik berikut :
a. Spesifik. Sangat penting bahwa tujuan harus spesifik dan terukur. Ketika tujuan
departemen atau perusahaan tidak jelas, motivasi pun berkurang.
b. Telah disepakati bersama. Dorong para manajer dan penyelia agar bekerja sama
dengan karyawan dalam penyusunan tujuan. Ketika dua orang bekerja untuk
mencapai tujuan yang sama, maka peluang untuk mencapai tujuan tersebut akan
bertambah secara substansial.
c. Sulit tetapi dapat dicapai. Target harus realistis, harus menantang tapi mungkin
untuk dicapai.
Karyawan harus dilibatkan dalam proses penyusunan target. Mereka akan lebih
antusias bekerja untuk mencapai target bila mereka diberi peluang untuk
memberi masukan berdasarkan pengalaman dan aspirasi pribadi. Ini adalah
standar utama dalam manajemen : komitmen tercipta dari keterlibatan.
Hidup seorang karyawan melebihi ruang lingkup kerjanya saja, target pribadi
dan pekerjaan saling berkaitan secara integral. Upaya dalam menyusun target
harus juga memfokuskan pada target pribadi, bukan hanya target profesional.
Meski target pribadi penting, tetapi tujuan perusahaanlah yang harus mendasari
target departemen dan individu. Ketika upaya karyawan tidak diarahkan pada
tugas dan tujuan yang sesuai dengan tujuan perusahaan, maka tidak ada prestasi
yang dicapai. Karyawan menjadi tidak produktif.
b. Pertimbangan Tambahan
Hubungan menjadi kuat ketika orang mengetahui apa yang diharapkan dari satu
sama lain. Pertimbangkan poin-poin berikut ketika menentukan target :
Tidak ada yang lebih membuat prestasi bagi karyawan dari ketidaktahuan tenatng
bagaimana pekerjaan mereka berkontribusi terhadap keseluruhan kerja perusahaan.
Dengan pembuatan target yang spesifik, terukur dan dapat dicapai, Anda telah
mengambil langkah untuk pengakuan terhadap prestasi karyawan.
Standar III : Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap klien.
Karakteristik alat harus dapat dipercaya, konsisten, akurat, dan dapat dipersamakan
(comparable), (Burns & Grove, 2001, dalam Huber, Diane L ,2006). Stabilitas kriteria
kinerja menunjukkan konsistensi dengan pengukuran berulang pada alat yang sama.
Manajer keperawatan merasa nyaman dengan alat ukur standar kinerja yang
mempunyai kemampuan mengukur pada orang yang sama pada berbagai tingkat/jenjang
jika alat ukurnya stabil dan konsisten.
Validitas alat menggambarkan tingkat kemampuan alat mengukur isi (construct) dari
materi yag diukur. Alat evaluasi harus berisi kriteria perilaku dan tujuan hasil dari asuhan
keperawatan yang efektif. Kata construst validity digunakan untuk mempertanggung
jawabkan bahwa kriteria itu tepat, berarti, dan bermanfaat dalam mengukur apa yang
akan diukur, (Huber, Diane L ,2006).
Untuk dapat memberikan penilaian yang obyektif sehingga menjamin para staf
dievaluasi dengan fairly, maka validitas dan reabilitas dari alat ukur harus
dipertanggungjawabkan, , (Huber, Diane L ,2006).
Untuk manajer, proses penilaian standar kinerja adalah sebuah kesempatan untuk
mengumpulkan wawasan tentang staf mereka. Ini adalah proses menemukan persepsi
individu-individu terhadap pekerjaan mereka. Manajer yang memandu penilaian standar
kinerja harus mempertimbangkan bahwa dengan penilaian tersebut merupakan
kesempatan untuk mengidentifikasi apa yang perlu di motivasi dari staf dan juga
mengidentifikasi nilai dan minat mereka, (Huber, Diane L ,2006).
Manajer menggunakan proses penilaian standar kinerja sebagai cara untuk
memterjemahkan tujuan organisasi ke dalam tujuan dasar para pegawai untuk
memenuhi/berkontribusi. Melalui proses komunikasi, pembimbingan, dam
pengembangan, pekerja diberikan feedback berkaitan dengan bagaimana kerja mereka
sesuai dengan harapan organisasi dan visi manajer dikaitkan dengan budaya individu
sebagai mikrosistem. Manajer mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan pegawai dan
memberikan penghargaan dan dukungan untuk perilaku yang positif, seperti dorongan
dan rekomendasi spesifik berkaitan dengan kesempatan untuk mengembangan. Penilaian
akan memperlihatkan bagaimana pekerja dan manajer apa yang mungkin pekerja
tingkatkan dan kembangkan. Semua kegiatan pengembangan yang disediakan manajer
untuk pegawai seharusnya ditujukan untuk membantu kebutuhan individu menjadi lebih
baik dalam skill mereka dan meningkatkan kinerja pada posisi yang ada saat ini atau
mengembangkan kearah kebutuhan yang akan datang yang lebih advancement.
Pimpinan, supervisi, dan manger merupakan model yang diacu (role model) perilaku
organisasi, diidentifikasi melalui proses penilaian stanndar kinerja, merupakan sesuatu
yang tak dapat dihindari memotivasi staf untuk beradaptasi kearah tujuan.
Tujuan besar dari penilaian standar kinerja adalah meningkatkan dan memotivasi
staf, yang pada gilirannya akan meningkatkan efektifitas organisasi. Identifikasi yang
jelas dari proses penilaian standar kinerja ditujukan untuk kebutuhan institusi, seperti
kebutuhan staf dan kemampuan. Manajer yang menggunakan proses penilaian standar
kinerja secara efektif akan lebih mampu di dalam mendorong, membimbing, dan
mengelola perkembangan staf mereka, (Huber, Diane L ,2006).
Informasi yang diperoleh selama penilaian standar kinerja dapat digunakan untuk
mengembangkan potensi pegawai/karyawan, membantu pegawai/karyawan mengatasi
kesulitan dalam berpasrtisipasi pada peran tugasnya, nilai-nilai kekuatan individu yang
tidak dapat dterima, dan membantu karyawan mencapai tujuan, (Marquis, Bessie L
(2006),