Anda di halaman 1dari 15

PEMERIKSANN GULA DARAH

1. Pra analitik

Pra analitik adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang pengambilan, persiapan,
penyimpanan, dan pengiriman spesimen.

a. Persiapan pasien secara umum yaitu :

1) Pasien dianjurkan berpuasa 8-12 jam.

2) Obat yang dikonsumsi pasien

a) Untuk pemeriksaan sampel darah, pasien tidak boleh minum obat


4-8 jam

b) Untuk spesimen urin, pasien tidak boleh minum obat 48-72 jam.

c) Untuk pengobatan yang tidak mungkin dihentikan diberi tanda


khusus oleh pekerja laboratorium

3) Menghindari aktivitas fisik.

4) Memperhatikan efek postur, dianjurkan duduk dengan tenang 10 sampai 15


menit kemudian spesimen diambil.

b. GDP (Gula Darah Puasa)

1) Pasien berpuasa 8-12 jam sebelum tes.

2) Semua obat dihentikan, bila ada obat yang harus diberi ditulis pada
formulir permintaan tes.

c. GD2PP

1) Dilakukan 2 jam setelah tes GDP.

2) Pasien dianjurkan makan makanan yang mengandung 100 gram


karbohidrat sebelum tes.

d. GDS (Gula Darah Sewaktu)

Pemeriksaan gula darah sewaktu dilakukan tanpa persiapan yang


bertujuan untuk melihat kadar gula darah sesaat tanpa puasa dan tanpa
pertimbangan waktu setelah makan. Persiapan sampel tes glukosa darah yaitu :

1) Pengambilan sampel sebaiknya dilakukan pada pagi hari.

2) Sampel tes sering atau dikontrol DM : plasma vena, serum/darah kapiler.


Sampel tes diagnostik : plasma vena.
3) Sampel plasma stabil kurang dari 1 jam. Bila lebih dari 1 jam akan
mengakibatkan konsentrasi glukosa turun.

4) Sampel serum stabil kurang dari 2 jam.

2. Analitik

Analitik adalah segala sesuatu yang menyangkut cara kerja pemeriksaan glukosa darah
meliputi metode tes glukosa, prinsip pemeriksaan, alat dan bahan serta cara kerjanya.

a. Metode tes Glukosa Darah :

”GOD”-PAP : Tes Enzimatik Photometric

b. Prinsip :

Penentuan glukosa setelah oksidasi enzimatik oleh oksidasi glukosa.


Indikator kalorimeteri merupakan quinoneimine yang dihasilkan dari 4-
aminoantipyrine dan fenol oleh hidrogen peroksida dibawah perlakuan katalik
dari peroksidasi.

GOD

Glukosa + O2 asam glukonik + H2O2

POD

H2O2 + 4-aminoantipyrine + fenol Quinoneimin

c. Alat dan Bahan Tes Glukosa Darah

1) Fotometer 5010 (semi automatik)

2) Mikropipet 1000 µL, 10 µL.

3) Tabung mikro

4) Stopwach

5) Rak tabung

6) Plasma vena (sampel)

7) Reagen glukosa

d. Cara Kerja

1) Dipipet 1000 µL reagen glukosa kemudian dimasukkan ke dalam tabung


mikro.
2) Dipipet 10 µL sampel lalu dimasukkan ke dalam tabung mikro yang
telah terisi dengan reagen glukosa lalu diletakkan tabung tersebut pada rak
tabung kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37oC.

3) Dibuat program untuk tes glukosa dimana tes berjalan secara automatik.

4) Dibaca hasil yang diperoleh secara fotometrik.

Nilai Rujukan Pemeriksaan Glukosa

Tes Rujukan

GDS < 180 mg/dL

GDP 70-110 mg/dL

GD2PP < 140 mg/dL

Interpretasi hasil pemeriksaan glukosa meliputi :

Gula dara normal ( 70-110 mg/dL )

Gula darah rendah ( hipoglikemia, 40-50 mg/dL )

Gula darah tinggi ( hiperglikemia, >130 mg/dL )


PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL

Tes fungsi ginjal adalah istilah kolektif untuk berbagai tes individu yang bisa
dilakukan untuk mengevaluasi seberapa baik ginjal berfungsi. Tes ini digunakan untuk
skrining penyakit ginjal, monitoring kondisi kesehatan ginjal, membedakan penyebab
penyakit ginjal, dan menentukan tingkat disfungsi ginjal. Tes ini berusaha untuk menentukan
keadaan klinis disfungsi ginjal. Dalam melakukan tes ini, fungsi renal yaitu: filtrasi,
reabsorpsi atau ekskresi akan diuji.

Banyak kondisi yang dapat mempengaruhi kemampuan ginjal untuk melakukan-


fungsi vital mereka. Beberapa mengarah pada penurunan fungsi ginjal, yang cepat (akut)
yang lainnya menyebabkan penurunan fungsi ginjal secara bertahap (kronis). Keduanya
mengakibatkan penumpukan zat limbah beracun dalam darah. Sejumlah tes laboratorium
klinis yang mengukur tingkat zat diatur secara normal oleh ginjal dapat membantu
menentukan penyebab dan luasnya disfungsi ginjal. Tes ini dilakukan pada sampel urin, serta
pada sampel darah.

Tes Urin dan Darah

Ada berbagai tes urine dan darah yang dapat digunakan untuk menilai fungsi ginjal, yaitu:

1. Urinalisis Rutin

Tes skrining yang sederhana dan murah disebut urine rutin, merupakan tes yang
seringkali pertama diberikan jika masalah ginjal dicurigai.

Pra Analitik:

Pada tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah persiapan pasien seperti makanan,
minuman atau obat yang dikonsumsi sebelum pengambilan sampel. Lalu, pada proses
pengambilan sampel, pertama pemilihan bahan specimen. Yang terbaik adalah urin pagi atau
setelah bangun tidur. Specimen ini pekat sehingga lebih mudah mendapatkan kelainan yang
ada. Kedua cara pengambilan specimen dianjurkan urin porsi tengah secara bersih. Porsi
tengah urin adalah bagian urin yang dikeluarkan di tengah proses miksi. Secara bersih yaitu
didahului dengan membersihkan alat kelamin lalu urin ditampung tanpa mengenai bagian
badan atau penampung lain. Pada perempuan disarankan penampungan urin dengan
membuka labia alat kelamin. Ketiga adalah menggunakan penampungan yang bersih, kering,
bermulut lebar, ditutup dengan rapat, , disposable dan memakai label.

Urin tersebut harus diperiksa/dianalisis dalam jangka waktu 1 jam dari saat pengeluaran
agar unsur-unsur yang ada tidak berubah terutama pH dan unsur-unsur selular. Apabila perlu
jangka waktu lebih lama sebelum dapat diperiksa maka diusahakan dengan menempatkan
penampung urin dalam pendingin atau menggunakan pengawet seperti toluene, formalin
40%, dll. Dilakukan pengolahan sampel urin untuk pemeriksaan sedimen dengan cara diputar
pada sentrifuge 1500-2000 rpm selama 5’. Supernatan dibuang ± 1 cc disisakan lalu dicampur
dengan sedimen.

Analitik:

Pada tahapan ini dilakukan pemeriksaan makroskopis (warna, bau,


kejernihan/kekeruhan, dan berat jenis), mikroskopis atau sedimen urin (eritrosit, leukosit,
silinder, sel epitel, kristal, bakteri, dan parasit), seta kimia urin (pH, berat jenis, protein,
glukosa, keton, bilirubin, urobilinogen, nitrit, esterase leukosit, darah/Hb). Pemeriksaan kimia
urin saat ini kebanyakan dikerjakan dengan cara kimia kering menggunakan carik celup (test
strip). Jika terdapat hasil yang meragukan, maka dilakukan uji konformasi menggunakan
metode gold standar.

Nilai Normal:

Test Reference Range

Color Straw - Dark yellow

Appearance Clear - Hazy

Specific Gravity 1.003-1.029

pH 4.5-7.8

Protein Negative

Glucose Negative

Ketones Negative

Bilirubin Negative

Occult blood Negative

Leukocyte Esterase Negative

Nitrite Negative

Urobilinogen 0.1-1.0 EU/dL

WBCs 0-4/hpf

RBCs male: 0-3/hpf

female: 0-5/hpf

Casts 0-4/lpf
Bacteria Negative

2. Creatinine Serum dan Creatinine Clearance Test

Uji klirens kreatinin mengevaluasi seberapa efisien ginjal membersihkan zat yang
disebut kreatinin dari darah. Kreatinin merupakan produk limbah dari metabolisme energi
otot, diproduksi pada tingkat yang konstan yang sebanding dengan massa otot individu .
Karena tubuh tidak mendaur ulangnya, sehingga semua kreatinin disaring oleh ginjal, dalam
jumlah waktu tertentu diekskresikan ke dalam urin, hal ini membuat pengukuran kreatinin
sangat spesifik untuk fungsi ginjal.

Pra Analitik:

pasien tidak boleh berkemih sebelum permulaan percobaan. 30 menit sebelum


percobaan dimulai, pasien disuruh minum air sebanyak 400-500 mL sampai habis. Dilakukan
pengumpulan spesimen urin kumulatif selama periode 24 jam untuk penderita yang dirawat
dan 12 jam untuk pasien poliklinik dicatat waktunya tepat dengan menit serta volume urin
yang ditampung. Pada waktu porsi urin yang terakhir dikeluarkan, diambil darah pasien untuk
penetapan kreatinin darah. Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma
heparin. Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau
tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-nya.
Tinggi dan berat badan juga diukur.

Analitik:

Dilakukan perhitungan diuresis urin dengan satuan cc/ menit, dilakukan pemeriksaan
kreatinin serum dan kreatinin urine metode jaffe reaction (fixed time). Lalu dilakukan
perhitungan klirens kreatinin dengan rumus:

Kreatinin klirens = U x V x f bila diuresis > 2 mL/menit, U x √V x f bila diuresis < 2


mL/menit

B B

Dengan:

U = kadar kreatinin urin (mg/dL)

V = diuresis per menit (cc/menit)

B = kadar kreatinin serum (mg/dL)

f = faktor hubungan antara berat badan dan tinggi badan

hasil juga dikalikan faktor pengenceran jika kadar melebihi batas linearitas.

Pasca Analitik: Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pelaporan, pencantuman nilai
rujukan, PMI, PME, Audit, verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan.
Nilai Normal:

Kreatinin serum;

DEWASA : Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita sedikit lebih
rendah karena massa otot yang lebih rendah daripada pria).

ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6 tahun) : 0,3-0,6
mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.

LANSIA : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan
produksi kreatinin.

Kreatinin klirens untuk orang dewasa < 40 tahun adalah 120 ( 100-140 ) mL/menit. Untuk
orang dewasa usia lebih dari 40 tahun secara fisiologis berkurang 1% per tahun.

3. Urea Clearance

Urea adalah produk limbah yang diciptakan oleh metabolisme protein dan
diekskresikan dalam urin. Urea Clearance mengukur fungsi glomeruli, karena ureum difiltrasi
melalui glomeruli itu. Tetapi urea clearance tidak boleh dipandang sama dengan nilai
glomerular filtration rate (GFR), karena sebagian dari ureum itu di dalam tubuli mendifusi
kembali ke dalam darah. Banyaknya ureum yang mendifusi lagi itu ditentukan oleh diuresis.
Tes urea ini memerlukan sampel darah untuk mengukur jumlah urea dalam aliran darah dan
dua spesimen urine, dikumpulkan satu jam terpisah, untuk menentukan jumlah urea yang
disaring, atau dibersihkan, oleh ginjal ke dalam urin.

Pra Anallitik:

Kira-kira setengah jam sebelum percobaan dimulai, penderita disuruh minum air 400-
500 mL sampai habis. Penderita mengosongkan kandung kencingnya habis-habisan, misal
pukul P dicatat waktunya tepat dengan menit ketika urin mulai ditampung. 1 jam kemudian
diambil darah vena penderita. 1 jam lagi yaitu P jam + 120 menit, penderita mengosongkan
kandung kecingnya lagi untuk disimpan dan catat tepat dengan menit. Ukur tinggi dan berat
badan. Volume urin yang dikeluarkan selama 2 jam ditentukan volumenya.

Analitik:

Dilakukan perhitungan diuresis urin dengan satuan cc/ menit, dilakukan pemeriksaan
kadar ureum pada serum dan urin dengan metode kolorimetrik enzimatik (berthelot). Lalu
dilakukan perhitungan urea clearance dengan rumus:

= U x V x f bila diuresis > 2 mL/menit, U x √V x f bila diuresis < 2 mL/menit

B B
Dengan:

U = kadar ureum urin (mg/dL)

V = diuresis per menit (cc/menit)

B = kadar ureum serum (mg/dL)

f = faktor hubungan antara berat badan dan tinggi badan

hasil juga dikalikan faktor pengenceran jika kadar melebihi batas linearitas. Satuan urea
clearance yaitu ml/menit atau ada juga yang lebih lazim dipakai yaitu dengan %. Apabila
didapatkan diuresis 2 ml/menit atau lebih, maka nilai urea clearance dibandingkan dengan 75
ml/menit yang dianggap 100%, bilamana diuresis kurang dari 2 ml/menit nilai clearance
dibandingkan dengan 54 ml/menit yang dianggap 100% pula.

Nilai Normal:

Kadar ureum normal umunya adalah 10- 40 mg/dL, dan dalam urin kadar normalnya
adalah 26-43 g/24 jam. Nilai normal urea clearance berkisar antara 70-110 %, nilai normal itu
sebenarnya diperhitungkan untuk seorang yang mempunyai luasn badan 1,73 m2. Jika luas
badan seseorang tidak mendekati nilai itu, maka harus diadakan koreksi atas berat badan dan
tinggi badan.

4. Tes Osmolalitas

Tes urine osmolalitas . Osmolalitas urin adalah pengukuran jumlah partikel terlarut
dalam urin. Ini adalah pengukuran yang lebih tepat daripada berat jenis untuk mengevaluasi
kemampuan ginjal untuk berkonsentrasi atau encer urin. Ginjal yang berfungsi normal akan
mengeluarkan lebih banyak air ke dalam urin sebagai asupan cairan meningkat, menipiskan
urin. Jika asupan cairan menurun, ginjal mengekskresikan sedikit air dan urin menjadi lebih
pekat.

Pra Analitik:

Tes ini dapat dilakukan pada sampel urin yang dikumpulkan hal pertama di pagi hari,
pada beberapa sampel waktunya, atau pada sampel kumulatif yang dikumpulkan selama dua
puluh empat jam. Pasien biasanya akan diresepkan diet tinggi protein selama beberapa hari
sebelum tes dan diminta untuk tidak minum cairan malam sebelum ujian.

Analitik:

dilakukan pengujian terhadap sampel urin yang telah dikumpulkan dengan metode
yang tepat.
5. Uji Protein Urin

Ginjal yang sehat menyaring semua protein dari aliran darah dan kemudian menyerap
kembali mereka, sehingga tidak ada protein, atau hanya sedikit jumlah protein, ke dalam urin.
Kehadiran terus-menerus dari sejumlah besar protein dalam urin, maka merupakan indikator
penting dari penyakit ginjal. Sebuah tes skrining positif untuk protein ( termasuk dalam urine
rutin ) pada sampel urin acak biasanya ditindaklanjuti dengan tes pada sampel urin 24 - jam
yang lebih tepat mengukur kuantitas protein.

Pra Analitik:

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan specimen urin 24 jam. Supernatan urin yang
telah disentrifuge 1500- 2000 rpm, 5’ digunakan untuk pemeriksaan protein secara manual.

Analitik:

Dilakukan pemeriksaan urin metode Bang.

Nilai normal: Urin acak : negatif (≤15 mg/dl) dan Urin 24 jam : 25 – 150 mg/24 jam.

6. Blood Urea Nitrogen

Tes darah urea nitrogen ( BUN ) . Urea adalah produk sampingan dari metabolisme
protein . Produk limbah ini terbentuk dalam hati , kemudian disaring dari darah dan
diekskresikan dalam urin oleh ginjal . The BUN tes mengukur jumlah nitrogen yang
terkandung dalam urea . Tingkat BUN yang tinggi dapat mengindikasikan disfungsi ginjal ,
tetapi karena nitrogen urea darah juga dipengaruhi oleh asupan protein dan fungsi hati , tes ini
biasanya dilakukan bersamaan dengan kreatinin darah , indikator yang lebih spesifik fungsi
ginjal.

Pra Analitik:

Dilakukan pengambilan specimen darah pada pasien. Lalu dilakukan pengolahan


sampel untuk mendapatkan sampel serum. Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel
serum atau plasma heparin. Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah atau
bertutup hijau (heparin), hindari hemolisis. Centrifus darah kemudian pisahkan
serum/plasma-nya untuk diperiksa. Penderita dianjurkan untuk puasa terlebih dulu selama 8
jam sebelum pengambilan sampel darah untuk mengurangi pengaruh diet terhadap hasil
laboratorium. Urea stabil 24 jam pada suhu kamar, beberapa hari pada suhu 2-8◦C, 2-3 bulan
jika dibekukan.

Analitik:

Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau
analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik dengan diasetil monoksim
yang memanfaatkan enzim urease yang sangat spesifik terhadap urea. Konsentrasi urea
umumnya dinyatakan sebagai kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood
urea nitrogen, BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum dinyatakan sebagai berat
urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total urea, sehingga konsentrasi urea dapat
dihitung dengan mengalikan konsentrasi BUN dengan 60/28 atau 2,14.

Nilai Normal:

Dewasa : 5 – 25 mg/dl

Anak : 5 – 20 mg/dl

Bayi : 5 – 15 mg/dl

Lansia : kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.

7. Inulin dan Cystatin C

Inulin merupakan marker yang ideal karena memenuhi semua persyaratan tersebut,
sehingga klirens inulin dipakai sebagai baku emas dalam penghitungan LFG baik pada
dewasa maupun pada anak-anak. Pengukuran LFG dengan klirens inulin hanya dipakai dalam
riset, karena klirens inulin sulit dilakukan dalam praktek sehari-hari. Prosedur pemeriksaan
adalah dengan cara infus inulin selama 3 jam agar diperoleh kadar yang stabil dalam cairan
ekstraseluler. Dibutuhkan intake cairan yang banyak.

Akhir-akhir ini telah dikembangkan sebuah marker baru dalam mengevaluasi laju
fitrasi glomerulus yaitu dengan mengukur kadar cystatin C dalam serum. Cystatin C adalah
protein berbasis nonglycosylate yang diproduksi secara konstan oleh semua sel berinti.
Cystatin C bebas filtrasi dalam glomerulus dan dikatabolik dalam tubulus renal sehingga
tidak disekresi maupun direabsorbsi sebagai suatu molekul utuh. Oleh karena kadar cystatin
C serum tidak bergantung umur, jenis kelamin dan masa otot maka cystatin C dapat dipakai
sebagai marker yang lebih baik dibandingkan dengan kadar kreatinin serum dalam mengukur
laju fitrasi glomerulus.

Hasil tes GFR menunjukkan kerusakan pada ginjal, sebagaimana berikut:


PEMERIKSAAN FUNGSI HATI

Sebagai organ tubuh yang memiliki banyak fungsi penting, seperti menetralkan racun yang
masuk ke dalam tubuh dan merombak nutrisi menjadi energi.

Tahap Pra Analitik

a. Persiapan Pasien

Umumnya untuk pemeriksaan enzim pasien tidak perlu puasa. Namun


demikian perlu diketahui bahwa makan sebelum pemeriksaan dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan, walaupun tidak terlalu besar. Hal ini terutama terlihat pada
aktivitas Fosfatase alakali.

Variasi biologic juga terjadi pada enzim. Aktivitas enzim lebih tinggi pada
siang hari daripada pagi hari. Oleh karana itu pengambilan darah untuk pemeriksaan
enzim sebaiknya dilakukan pada pagi hari, kecuali memang ingin dipantau aktivitas
enzim tertentu seperti LDH dan SGOT pada kasus Penyakit Jantung Koroner.

b. Pengambilan Sampel

Sampel darah harus dicegah terjadi hemolisis karena beberapa pemeriksaan


enzim tidak boleh mengunakan sampel darah hemolisis. Hemolisis berat akan
mengakibatkan terjadi efek pengenceran terhadap zat-zat yang banyak terdapat dalam
plasma tetapi kecil kandungannya dalam eritrosit. Tetapi akibat yang lebih jelas akan
terlihat kandungannya dalam eritrosit.

Enzim yang kandungannya dalam eritrosit lebih tinggi adalah adolase, asam
fosfatase, Laktat dehidroginase dan AST. Aktivitas AST (SGOT) dalam serum
meningkat 2% dan LDH 10% pada setiap peningkatan 10 mg/dl kandungan Hb dalam
serum.

Pembendungan vena yang terlalu lama selain dapat menyebabkan hemolisis


juga dapat meningkatkan aktivitas enzim, sebagai contoh aktivitas AST akan
meningkat 9% bila bendungan vena 3 menit dibandingkan bendungan vena 1 menit.

c. Posisi Pengambilan Darah

Volume darah orang dewasa pada saat berdiri berkurang 600-700 ml


dibandingkan pada saat berbaring. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan
protein plasma. Dengan demikian enzim sebagai protein juga akan meningkat pada
saat berdiri daripada berbaring.
Posisi pengambilan darah sebaiknya duduk, kecuali pada kasus penyakit berat
sehingga pasien harus tidur maka pengambilan darah boleh dilakukan pada posisi
berbaring.

d. Persiapan Sampel

Serum/plasma sebaiknya secepat mungkin dipisahkan (<2 jam) pada beberapa


keadaan yang memaksa sehingga perlu penundaan pemeriksaan, maka sebaiknya
diperhatikan mengenai stabilitas enzim dan bahan sampel yang disimpan harus serum,
bukan whole blood karena relative lebih stabil dalam suhu dingin.

Tahap Analitik

a. Reagen

Perlu diperhatikan pada penggunaan reagen adalah :

1) Fisik kemasan kadaluarsa

2) Suhu penyimpanan

3) Penyimpanan reagen sebelum pemeriksaan (suhu, pelarutan dan


stabilitas

b. Alat

Perlu diperhatikan pada penggunaan peralatan

1) Bagian-bagian fotometer dan alat ukur otomatis lainnya berfungsi


dengan baik (kalibrasi alat).

2) Peralatan bantu (pipet, penangas air) juga harus dipantau secara teratur
ketepatannya.

3) Alat-alat yang tidak memenuhi standar seperti kuvet pecah, retak, lampu
fotometer suram dan filter yang berjamur serta pengagas air yang tidak teratur
temperaturnya sebaiknya diganti.

c. Metode Pemeriksaan

Beberapa pemeriksaan enzim sudah dilakukan metode pemeriksaannya oleh


WHO, IFCC, seperti SGOT dan SGPT. Namun sebagian lagi masih belum dilakukan.
Dalam memilih metode pemeriksaan hendaknya dipertimbangkan :

1) Reagen yang mudah diperoleh

2) Alat yang tersedia dapat untuk memeriksa dengan metode tersebut.


3) Suhu temperature metode pemeriksaan dipilih sesuai dengan tempat kerja. Suhu
30OC lebih baik daripada suhu 37OC dan lebih baik lagi dari pada suhu 25OC untuk
pemeriksaan yang dilakukan di Negara tropis seperti Indonesia.

4) Metode pemeriksaan yang mudah dan sederhana

5) Kemampuan tenaga pemeriksa.

Parameter yang harus diperhatikan, antara lain:

1. SGOT

SGOT merupakan singkatan dari serum glutamic oxaloacetic transaminase. Beberapa


laboratorium sering juga memakai istilah AST (aspartate aminotransferase). SGOT
merupakan enzim yang tidak hanya terdapat di hati, melainkan juga terdapat di otot jantung,
otak, ginjal, dan otot-otot rangka.

Adanya kerusakan pada hati, otot jantung, otak, ginjal dan rangka bisa dideteksi
dengan mengukur kadar SGOT. Pada kasus seperti alkoholik, radang pancreas, malaria,
infeksi lever stadium akhir, adanya penyumbatan pada saluran empedu, kerusakan otot
jantung, orang-orang yang selalu mengkonsumsi obat-obatan seperti antibiotik dan obat TBC,
kadar SGOT bisa meninggi, bahkan bisa menyamai kadar SGOT pada penderita hepatitis.

Kadar SGOT dianggap abnormal jika nilai yang didapat 2-3 kali lebih besar dari nilai
normalnya.

2. SGPT

SGPT adalah singkatan dari serum glutamic pyruvic transaminase,sering juga disebut
dengan istilah ALT (alanin aminotansferase). SGPT dianggap jauh lebih spesifik untuk
menilai kerusakan hati dibandingkan SGOT. SGPT meninggi pada kerusakan lever kronis
dan hepatitis. Sama halnya dengan SGOT, nilai SGPT dianggap abnormal jika nilai hasil
pemeriksaan anda 2-3 kali lebih besar dari nilai normal. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT
lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses
kronis didapat sebaliknya.

3. Bilirubin

Pada pemeriksaan rutin, biasanya yang diperiksa adalah bilirubin total dan bilirubin
direk. Adajuga istilah bilirubin indirek yaitu selisih bilirubin total dengan bilirubin direk.
Bilirubin merupakan suatu pigmen atau zat warna yang berwarna kuning, hasil metabolisme
dari penguraian hemoglobin (Hb) di dalam darah.
Pada penyakit hati yang menahun (kronis), dapat terjadi peningkatan kadar bilirubin
total yang tentunya juga diiringi peningkatan bilirubin indirek atau bilirubin direk.
Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan produksi bilirubin atau akibat adanya
penyumbatan pada kandung empedu sebagai orgam tubuh yang menyalurkan bilirubin ke
dalam usus. Akibat penumpukan bilirubin ini, wajah, badan dan urin akan berwarna kuning.

4. Gamma GT

Gamma GT (glutamil tranferase) merupakan enzim hati yang sangat peka terhadap
penyakit hepatitis dan alkoholik. Kadarnya yang tinggi bisa bertahan beberapa lama pasca
penyembuhan hepatitis.

5. Alkali Fosfatase

Alkali Fosfatase merupakan enzim hati yang dapat masuk ke saluran empedu.
Kandung empedu terletak persis di bawah hati atau lever. Meningkatnya kadar fosfatase
alkali terjadi apabila ada hambatan pada saluran empedu. Hambatan pada saluran empedu
dapat disebabkan adanya batu empedu atau penyempitan pada saluran empedu.

6. Cholinesterase

Umunya kadar cholinesterase menurun pada kerusakan parenkim hati seperti hepatitis
kronis dan adanya lemak dalam hati. Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai pemeriksaan
tunggal pada pasien yang mengalami keracunan hati akibat obat-obatan (termasuk keracunan
insektisida).

7. Protein Total (rasio albumin/globulin)

Protein dalam darah yang penting terdiri dari protein albumin dan globulin. Albumin
sepenuhnya diproduksi di hati, sedangkan globulin hanya sebagian yang diproduksi di hati,
sisanya diproduksi oleh system kekebalan dalam tubuh. Albumin dan globulin merupakan
suatu zat yang sangat berguna dalam sistem kekebalan tubuh. Perubahan kadar keduanya bisa
menunjukkan adanya gangguan pada organ hati atau juga bisa pada organ tubuh lainnya
misalnya ginjal.

Pada pemeriksaan laboratorium, penting untuk menilai kadar protein total, kadar
globulin dan kadar albumin. Pada penyakit-penyakit hati, kadar protein bisa meninggi dan
bisa juga menurun. Begitu pula kadar albumin dan globulin. Sebagai contoh, jika terjadi
infeksi pada hati yang baru diketahui kira-kira dalam tiga bulan terakhir, dapat terjadi
peningkatan kadar globulin dan penurunan kadar albumin.
8. Prothrombine Time

Tergantung pada pertimbangan dokter, beberapa tes tambahan mungkin diperlukan


untuk melengkapi PT (prothrombine time). Pemeriksaan Massa Prothrombin (PT) bertujuan
sebagai indikasi apakah penyakit hati semakin buruk atau tidak. Peningkatan angka
menunjukkan penyakit kronik menjadi semakin buruk.

Anda mungkin juga menyukai