Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DASAR TEORI
2.1.Geologi Regional
Secara Geologi , Terowongan Ijo termasuk masuk kedalam Peta Geologi
Lembar Banyumas. Menurut A.Asikin dkk pada tahun 1992, Terowongan Ijo secara
stratigrafi masuk dalam Formasi Halang.
Gambar 2.1 Peta Geologi lembar Banyumas (A. Asikin dkk, 1992).
2.1.1 Fisigrafi Regional
Menurut Van bemmelen (1949), berdasarkan sifat fisiografinya, secara
garis besar daerah Jawa Tengah dibagi menjadi enam bagian, yaitu :
1. Endapan Vulkanik Kuarter,
2. Dataran Aluvium Jawa Utara,
3. Antiklinorium Bogor, Rangkaian Pegunungan Serayu Utara serta Kendeng,
4. Zona Pusat Depresi Jawa Tengah,
6
5. Kubah dan Pegunungan Pusat Depresi, Rangkaian Pegunungan Serayu Selatan,
6. Pegunungan Selatan Jawa Barat dan Jawa Timur.
7
Banjarnegara, lebar dari zona ini sekitar 15 kilometer, tetapi di sebelah timur
Wonosobo semakin meluas dan secara setempat-setempat ditutupi oleh gunungapi
muda, di antaranya G. Sundoro (3155 m) dan G. Sumbing (3317 m) dan ke arah
timur Zona Depresi Jawa Tengah ini muncul kembali, yaitu di sekitar Datar
Temanggung, Magelang.
Sedangkan Pulau Nusakambangan merupakan kelanjutan Pegunungan
Serayu Selatan yang terbentang luas di Jawa Barat. Pegunungan Karangbolong
merupakan bagian dari lajur yang sama, tetapi terpisah baik dari yang terdapat di
Jawa Barat maupun yang terbentang dari selatan Yogyakarta ke timur. Berdasarkan
pembagian tersebut, daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Pegunungan Serayu
Utara (gambar 2.1), dan secara struktur termasuk ke dalam
Besuki Majenang High. Secara regional, Zona Pegunungan Serayu Utara
mempunyai relief yang agak menonjol membentuk jalur Pegunungan Slamet, dan
menuju ke arah selatan semakin melandai membentuk Cekungan Serayu.
8
napal. Formasi ini membentuk karakteristik punggungan-punggungan dengan
tinggi mencapai 1260 meter, dan pada ketinggian yang lebih rendah membentuk
lembah lembah sempit dan curam. Formasi Halang diendapkan secara selaras di
atas Formasi.
Rambatan dan ditindih secara selaras oleh Fm. Kumbang. Berdasarkan
hubungan stratigrafi tersebut, Formasi Halang diperkirakan berumur Miosen
Tengah–Miosen Akhir, dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal yang
berangsur mendalam ke arah Timur. Adapun menurut Martono (1992), Djuri (1975)
menggambarkan perluasan Formasi Halang sebagai perluasan dari Formasi
Penyatan dengan perubahan bagian yang kaya aliran lava diubah menjadi Formasi
Kumbang, sedangkan yang didominasi batuan sedimen menjadi Formasi Halang,
dengan pengertian bahwa Formasi Kumbang menindih tidak selaras Formasi
Halang. Dari beberapa paragraf di atas dapat dilihat bahwa antara para pemeta dan
penyelidik terdahulu terdapat berbagai perbedaan tentang susunan stratigrafi
daerah penelitian, padahal satuan stratigrafi tersebut berkelanjutan dari satu lembar
peta ke kembar lainnya. “tampak bahwa setiap pemeta cenderung memilih
patokannya masing-masing dalam mengkorelasikan satuan stratigrafi di lembar
petanya dengan satuan stratigrafi yang telah ada”, Martono (1992).
9
sesar geser. Sesar geser-jurus yang terdapat di daerah ini berarah hampir
baratlaut-tenggara, timurlaut-baratdaya, dan utara-selatan. Jenis sesar ini ada
yang menganan dan ada pula yang mengiri. Sesar geser-jurus ini memotong
struktur lipatan dan diduga terjadi sesudah perlipatan. Sesar normal yang terjadi
di daerah ini berarah barat-timur dan hampir utara-selatan, dan terjadi setelah
perlipatan. Di daerah selatan Pegunungan Serayu terjadi suatu periode transgresi
yang diikuti oleh revolusi tektogenetik sekunder. Periode tektonik ini
berkembang hingga Pliosen, dan menyebabkan penurunan di beberapa tempat
yang disertai aktivitas vulkanik.
b) Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen)
Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen) merupakan kelanjutan
dari periode tektonik sebelumnya, yang juga disertai dengan aktivitas vulkanik,
yang penyebaran endapan-endapannya cukup luas, dan umumnya disebut
Endapan Vulkanik Kuarter.
c) Periode Tektonik Holosen
Periode Tektonik Holosen disebut juga dengan Tektonik Gravitasi, yang
menghasilkan adanya gaya kompresi ke bawah akibat beban yang sangat besar,
yang dihasilkan oleh endapan vulkanik selama Kala Plio-Plistosen. Hal tersebut
menyebabkan berlangsungnya keseimbangan isostasi secara lebih aktif terhadap
blok sesar yang telah terbentuk sebelumnya, bahkan sesar-sesar normal tipe
horst dan graben ataupun sesar bongkah atau sesar menangga dapat saja terjadi.
Sesar-sesar menangga yang terjadi pada periode inidapat dikenal sebagai gawir-
gawir sesar yang mempunyai ketinggian ratusan meter dan menoreh kawah atau
kaldera gunung api muda, seperti gawir sesar di Gunung Beser, dan gawir sesar
pada kaldera Gunung Watubela. Situmorang, dkk (1976), menafsirkan bahwa
struktur geologi di Pulau Jawa umumnya mempunyai arah baratlaut-tenggara
,sesuai dengan konsep Wrench Fault Tectonics Moody and Hill (1956) yang
didasarkan pada model shear murni.
10
Benua Asia Tenggara dan Lempeng Hindia-Australia sejak Kapur akhir atau
Tersier Awal. Dua hal yang pokok pada pembentukan batuan sedimen adalah
pembentukan cekungan sebagai wadah dari endapan tersebut yang erat kaitannya
dengan lingkungan pengendapan dan sumber dari batuan yang diendapkan. Selama
Paleosen Tengah dan Akhir terjadi pendesakan (thrusting) dari selatan yang
dihasilkan karena pergerakan mengarah ke utara oleh lempeng Indo- Australia.
Pendesakan ini menghasilkan bancuh di selatan Serayu Utara, pergerakan ke utara
ini juga menghasilkan kompresi, blok penyesaran, dan pengangkatan. Kompresi
ini memulai terbentuknya pasangan kekar-kekar gerus utama (conjugate set of
primary shear fractures) yang nantinya mengontrol posisi aktivitas volkanik. Pada
akhir Paleosen kompresi agak berkurang, hal ini menyebabkan terjadinya
penurunan (subsidence), dan pada kala Eosen endapan laut dangkal menempati
bagian sedimen Paleosen Awal yang telah tererosi. Selama Oligosen terjadi
penurunan muka air laut secara tajam di seluruh dunia yang menyebabkan erosi
pada blok yang paling tinggi dan bersamaan dengan itu, terendapnya material erosi
ini di blok yang lebih rendah (Ratman dan Robinson, 1996). Sedangkan menurut
Martono (1992) Gejala tektonik tertua yang ditemukan di daerah ini ditunjukkan
oleh proses pembentukan batuan Paleogen, yang diduga berlangsung sampai
Oligosen. Terjadinya pencampuradukan tektonik yang melibatkan barbagai jenis
batuan, termasuk sedimen yang sedang dalam proses pengendapan, memberikan
kesan bahwa batuan Paleogen tersebut terbentuk di dalam zona tunjaman
(subduksi). Menurut Van Bemmelen (1949), pada Oligosen–Miosen, geantiklin
bagian utara mengalami penurunan yang terjadi akibat naiknya geantiklin bagian
selatan. Penurunan ini terjadi sampai intra Miosen Tengah, saat itu terjadi reaksi
gravitasional yang menyebabkan geantiklin bagian selatan patah, sayap utara
geantiklin tersebut tergelincir ke arah depresi geosinklin. Miosen Awal merupakan
kala yang tenang dengan penaikan muka air laut dan pembentukan terumbu di
sekitar dan pada bagian blok sesar yang tererosi. Orogenesis merupakan ciri-ciri
Miosen Tengah, dengan adanya pendesakan kembali dari selatan, kompresi blok
sesar dan sedimen-sedimen yang menindihnya, aktivitas volkanik di sepanjang
kekar-kekar gerus gunting yang terbentuk sebelumnya, dan akhirnya pengangkatan.
11
Intensitas orogenesis dan aktivitas volkanik secara bertahap menurun selama
Miosen Tengah dan Akhir dan berhenti pada awal Pliosen (Ratman dan Robinson,
1996). Menurut Martono (1992), setelah Oligosen daerah penelitian merupakan
cekungan belakang busur yang menampung sedimen pelitik dari arah benua dan
sesekali bahan volkanik berbutir halus dari arah busur volkanik. Masa ketenangan
tektonik Miosen Awal ini diikuti oleh periode pengangkatan disertai perlipatan dan
penyesaran. Dalam proses perlipatan ini, Formasi Merawu membentuk pola lipatan
yang dikendalikan oleh sesar naik batuan Paleogen yang teraktifkan kembali. Pada
akhir Miosen– awal Pliosen kegiatan tektonik mengakibatkan pembentukan busur
pulau gunungapi, kegiatan magmatik ini dikenali dengan terobosan intensif pada
Formasi Merawu, sebagian diantaranya melalui zona sesar dan sumbu lipatan yang
terbentuk sebelumnya. Menurut Condon, Pardyanto, Ketner, Amin, Gafoer, dan
Samodra (1996), pada Miosen Tengah terjadi genang laut dan terendapkannya
Formasi Rambatan serta terjadi penerobosan batuan bersusunan diorit pada akhir
Miosen Tengah. Pada Miosen Atas cekungan termobilisasi, dimulai dengan
perlipatan dan adanya gejala magmatik sampai akhir Miosen. Menurut van
Bemmelen (1949), pada awal Pliosen, Pegunungan Serayu Utara kembali
mengalami pengangkatan akibat bergesernya sistem ke arah utara (ke arah dataran
Sunda). Pada Akhir Pliosen pengangkatan terus terjadi yang diiringi dengan
beberapa gejala volkanisme. Pada Plistosen, aktivitas volkanisme semakin
meningkat disertai unsur tektonik hingga membentuk pola struktur geologi seperti
sekarang ini. Pada zaman Kuarter dicirikan lagi dengan aktivitas volkanik di
sepanjang kekar-kekar gerus gunting utama. Pada zaman ini kompresi sudah sangat
berkurang, tapi belum sepenuhnya berhenti. Sebelum dan selama aktivitas
volkanik, pengubahan volkanik di bawah Gunung Slamet dan Kompleks
Gunungapi Dieng menyebabkan terbentuknya zona kompresi di antara dua kubah
yang menghasilkan pendesakan (thrusting) dan perlipatan sedimen laut Miosen. Di
atas kubah volkanik sendiri, pengangkatan dan pengekaran tensional yang
menyertainya menyebabkan penyesaran normal beberapa sedimen Miosen. Dari
Kuarter Akhir hingga sekarang terdapat pengangkatan di beberapa daerah dan
12
penurunan di tempat-tempat lainnya. Daerah utama penurunan adalah di utara
bagian tengah Jawa, yang terjadi disepanjang kekar-kekar gerus utama vertikal.
13
konstanta fisis yang ada dalam material yang dikenal sebagai parameter
elastisitas. Gelombang seismik refraksi yang dapat terekam oleh penerima
pada permukaan bumi hanyalah gelombang seismik refraksi yang merambat
pada batas antar lapisan batuan. Hal ini hanya dapat terjadi jika sudut datang
merupakan sudut kritis atau ketika sudut bias tegak lurus dengan garis normal
(r = 90° sehingga sin r = 1). Hal ini sesuai dengan asumsi awal bahwa
kecepatan lapisan dibawah interface lebih besar dibandingkan dengan
kecepatan diatas interface. Gelombang seismik berasal dari sumber seismik
merambat dengan kecepatan V1 menuju bidang batas (A), kemudian
gelombang dibiaskan dengan sudut datang kritis sepanjang interface dengan
kecepatan V2 (Gambar 1). Dengan menggunakan prinsip Huygens pada
interface, gelombang ini kembali ke permukaan sehingga dapat diterima
oleh penerima yang ada di permukaan
14
pantul). Metode refleksi ini membutuhkan sumber energi sebagai sumber
getarannya. Contoh sumber energinya seperti dinamit, seismik vibrator atau
yang biasa disebut dengan Vibroseis, dan Air Gun. Hasil dari pengukuran
seismik refleksi berupa penampang seismik yang memperlihatkan
penampang lapisan di bawah permukaan bumi beserta strukturnya. Sumber
energi seismik refleksi menghasilkan getaran yang menjalar di bawah
permukaan bumi yang kemudian akan terpantulkan kembali ke atas
permukaan melalui bidang reflektor yang berupa batas lapisan batuan.
Gelombang yang terpantulkan tersebut direkam dan diterima oleh alat
perekam gelombang bernama geophone yang terpasang di permukaan.
15
dua cara yaitu berdasarkan intercept time (Ti) dan berdasarkan 2) jarak kritis
(Xc) (Gambar 2.5) .
16
tidak kita ketahui kondisi interface-nya biasanya menggunakan metode waktu
tunda. Pada perlapisan miring, sudut kemiringan diperoleh dari:
Nilai kecepatan lapisan kedua (V2) bukan nilai rata-rata aritmatika dari
V2U dan V2D, tetapi ratarata harmonik dikalikan cosinus dari sudut
kemiringan:
17
respon berkurang pada -12 dB per oktaf, orde ketiga di -18 dB dan seterusnya.
Filter butterworth memiliki fungsi berkekuatan monoton berubah dengan w,
tidak seperti jenis filter lain yang memiliki riak non-monoton di passband
dan/atau stopband tersebut
18
perhitungan dengan waktu tempuh pengukuran, memodifikasi model, dan
mengulangi proses sampai perbedaan antara waktu perhitungan dan
pengukuran 4) mencapai minimal . Tujuan utamanya adalah untuk
menemukan waktu tempuh minimum antara sumber dan penerima untuk
setiap pasangan sumber-penerima. Hal ini dicapai dengan pemecahan untuk l
(raypath) dan S (kecepatan invers atau slowness). Iterasi yang digunakan
adalah pendekatan non linear least-squares.
dengan S = slowness
l = raypath
v = kecepatan gelombang P
dalam bentuk diskrit, dihasilkan waktu tempuhnya adalah:
19
Gambar 2.10 Model blok-blok area pada proses refraction tomography
2.2.5 Hubungan Kecepatan dan Densitas Batuan Formasi
Besarnya cepat rambat gelombang P dalam lapisan batuan dipengaruhi
oleh elastisitas dan 5) densitas batuan. Sehingga dengan mengetahui cepat
rambat gelombang P pada lapisan batuan maka akan diketahui tingkat
kekerasan lapisan atau densitas batuan tersebut. Dalam penentuan densitas
batuan digunakan rumus empiris yang diambil dari Gardner's relationship,
dengan menggunakan kecepatan gelombang Puntuk memprediksikan
densitas suatu 6) batuan. Gardner et. al. melakukan serangkaian studi empiris
dan menemukan hubungan antara kecepatan dan densitas sebagai berikut:
20
3. Menyeimbangkan pemenuhan capaian proyek pada aspek biaya, mutu,
waktu dan tanggung jawab proyek.
4. Beradaptasi terhadap perbedaan kepentingan dan harapan stakeholder
dalam perencanaan, persyaratan dan pendekatan.
Tim manajemen proyek mempunyai tanggung jawab profesional
terhadap stakeholder yang terlibat, yaitu owner atau pemberi pekerjaan,
organisasi proyek
dan masyarakat.
1.3.1. Manajemen Mutu
Manajemen mutu meliputi seluruh kegiatan menjalankan organisasi
proyek untuk menentukan kebijakan, sasaran dan tanggung jawab mutu, agar
capaian mutu proyek dapat terpenuhi. Implementasi manajemen mutu
dituangkan dalam kebijakan, prosedur dan proses dalam perencanaan, jaminan
dan pengawasan mutu. Manajemen mutu proyek terdiri dari :
1. Perencanaan mutu (Quality Planning), menentukan standar mutu yang
relevan pada sebuah proyek dan bagaimana memenuhi standar tersebut.
2. Melakukan penjaminan mutu (Perform Quality Assurance),
mengaplikasikan rencana pekerjaan, sehingga setiap proses yang
dibutuhkan untuk mencapai sasaran mutu tercapai.
3. Melakukan kontrol mutu (Perform Quality Control), melakukan
pengawasan terhadap output pekerjaan dan menentukannya, apakah sudah
mencapai standar mutu yang telah ditentukan, serta mengidentifikasi cara
dan metode untuk mengurangi faktor penghambat tercapainya standar
mutu.
1.3.2. Manajemen Biaya
Manajemen biaya meliputi berbagai proses dalam perencanaan,
estimasi (perkiraan), penganggaran dan pengendalian biaya sehingga proyek
dapat terselesaikan sesuai dengan anggaran yang telah direncanakan. Terdapat
tiga tahap dalam manajemen biaya dalam proyek, diantaranya :
1. Perkiraan biaya (Cost Estimating), melakukan perhitungan perkiraan biaya
berdasarkan sumber daya yang digunakan untuk menyelesaikan proyek.
21
2. Penganggaran biaya (Cost Budgeting), menggabungkan perkiraan biaya
masing-masing pekerjaan atau paket pekerjaan untuk kemudian menjadi
satu biaya, yaitu biaya keseluruhan.
3. Pengendalian biaya (Cost Control), melakukan pengendalian terhadap
faktor-faktor yang menimbulkan variasi biaya terhadap biaya yang telah
dianggarkan.
Perencanaan anggaran biaya meliputi tiga komponen biaya,
diantaranya biaya
langsung dan biaya tidak langsung (Prayitno & Abdi, Modul Pengendalian
Biaya :
Komersial dan Keuangan, 2016). Biaya langsung merupakan seluruh biaya
yang berkaitan langsung dengan fisik proyek, yaitu meliputi seluruh biaya
dari kegiatan yang dilakukan di proyek (dari persiapan hingga
penyelesaian) dan biaya mendatangkan seluruh sumber daya yang
diperlukan oleh proyek tersebut.
Komponen dari biaya langsung diantaranya :
1. Biaya material
2. Biaya upah tenag
3. Biaya upah ala
4. Biaya subkontraktor
5. Biaya lain-lain, biaya ini relatif kecil, namun jumlahnya cukup berarti
untuk dikendalikan dengan cara dirinci. Contoh biaya lain-lain yaitu biaya
persiapan dan penyelesaian, biaya overhead proyek dan lain-lain.
Biaya tidak langsung merupakan seluruh biaya yang terkait dengan
secara tidak langsung yang dibebankan kepada proyek. Biaya ini
umumnya terjadi di luar
proyek. Biaya tidak langsung meliputi :
1. Biaya secretaria
2. Biaya fasilita
3. Biaya personali
4. Biaya keuangan
22
5. Biaya kendaraan
6. Biaya umum
1.3.3. Manajemen Waktu
Manajemen waktu proyek terdiri dari proses yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan proyek dengan tempat waktu, sesuai dengan rencana.
Perencanaan manajemen waktu terdiri dari enam proses, diantaranya :
1. Definisi pekerjaan (Activity Definition), menentukan jadwal spesifik
pekerjaan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan.
2. Urutan pekerjaan (Activity Sequencing), menentukan urutan pekerjaan
pada penjadwalan.
3. Perkiraan sumber daya pekerjaan (Acitivity Resource Estimating),
memperkirakan jenis dan jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal.
4. Perkiraan durasi pekerjaan (Activity Duration Estimating),
memperkirakan periode pekerjaan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
sebuah pekerjaan.
5. Pengembangan jadwal (Schedule Development), menganalisis urutan,
durasi, kebutuhan sumber daya dan kendala pekerjaan untuk merumuskan
jadwal proyek.
6. Kontrol penjadwalan (Schedule Control) melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan jadwal proyek.
23