Anda di halaman 1dari 49

CASE REPORT

KATARAK SENILIS MATUR OD + KATARAK SENILIS


IMATUR OS

Disusun oleh:
Nita Widjaya
1102013212

Pembimbing:
dr. Laila Wahyuni, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU MATA


PERIODE 15 OKTOBER – 16 NOVEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

0
BAB I
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN PEMERIKSA


No. CM : 01132573 Nama : Nita Widjaya
Tanggal : 22 Oktober 2018 NPM : 1102013212
Nama : Ny. K
Umur : 65 tahun PEMBIMBING
Alamat : Kadungora
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (dr. Laila Wahyuni, Sp.M)

ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis kepada pasien pada tanggal 22
Oktober 2018 di Poliklinik Mata RSU dr.Slamet Garut

Keluhan Utama:
Pandangan kedua mata buram.

Anamnesa Khusus:
Pasien berusia 65 tahun datang ke RSUD dr Slamet Garut dengan keluhan
penglihatan kedua mata buram yang dirasakan sejak kurang lebih 4 tahun yang lalu.
Keluhan terasa paling berat pada mata kanan buram seperti berkabut, buram dirasakan
perlahan yang semakin memberat. Penglihatan buram dirasakan baik pada malam
maupun siang hari. Pasien juga merasakan lebih silau saat terkena cahaya/lampu
dibandingkan sebelumnya, sehingga pasien lebih nyaman pada tempat gelap atau malam
hari.
Pasien menyangkal adanya mata merah, perih maupun berair. Pasien merasa
penglihatan tidak membaik dengan memicingkan mata. Sering menabrak sekitar pada
saat berjalan disangkal sehingga harus dibantu ketika berjalan. Tidak ada keluhan sakit
kepala. Riwayat trauma dan infeksi pada mata sebelumnya disangkal.

Anamnesa Keluarga:
Pada keluarga ada riwayat katarak pada anak pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat mengalami penyakit yang sama disangkal. Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat diabetes melitus disangkal.

1
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien tidak bekerja dan tinggal dirumah bersama cucunya. Pembiayaan
pengobatan pasien menggunakan BPJS.
Riwayat Gizi:
Sehari-hari pasien makan satu sampai dua kali sehari. Pasien mengaku tidak
memiliki gangguan nafsu makan. Sehari-hari pasien makan dengan nasi menggunakan
ikan serta tempe ataupun tahu, dan mengonsumsi sayuran dalam jumlah yang cukup.
Kesan gizi cukup

PEMERIKSAAN VISUS & REFRAKSI

Visus OD OS
SC 1/∞ presepsi (+), proyeksi (-) 0,1 F1
CC - -
STN - -
Koreksi - -
Adde - -
Posisi Bola Mata Ortoforia Ortoforia
Gerakan bola mata Versi dan duksi baik kesegala arah Versi dan duksi baik kesegala arah
0 0
0 0
0 0 0 0

0 0 0 0

2
PEMERIKSAAN EKSTERNAL
OD OS

Seluruh Keruh Sebagian Keruh

OD OS
Palpebra superior Tenang Tenang
Palpebra inferior Tenang Tenang
Margo Palpebra Tenang Tenang

Silia Tumbuh teratur, trichiasis Tumbuh teratur, trichiasis


(-), madarosis (-) (-), madarosis(-)
Ap. Lakrimalis Refluks(-) Refluks(-)
Konjungtiva Tarsalis Tenang Tenang
superior
Konjungtiva Tarsalis Tenang Tenang
inferior
Konjungtiva Bulbi Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat, sentral, isokhor, Bulat, sentral, isokhor,
Diameter pupil ± 3 mm ± 3 mm
Reflex cahaya
 Direct + +
 Indirect + +
Iris Coklat, kripti (+) Coklat, kripti (+)
Lensa Seluruh Keruh Sebagian Keruh
shadow test (-) shadow test (+)

3
PEMERIKSAAN SLIT LAMP & BIOMICROSCOPY
OD OS

Seluruh Keruh Sebagian Keruh

OD OS
Silia Tumbuh teratur Tumbuh teratur
Konjungtiva Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat, sentral, isokhor Bulat, sentral, isokhor
Iris Coklat, kripti (+) Coklat, kripti (+)
Lensa Keruh Keruh
Tonometri digital Pasien tidak kooperatif Pasien tidak koperatif
Tonometry schiotz 14,6 mmHg 17,3 mmHg
Palpasi N/palpasi N/palpasi

PEMERIKSAAN FUNDUSCOPY
OD OS
Seluruh Keruh Lensa Sebagian Keruh
Sulit Dinilai Vitreus Sulit Dinilai
Refleks fundus (-) Fundus Reflex fundus (+)
Sulit Dinilai Papil Sulit Dinilai
Sulit Dinilai CD Ratio Sulit Dinilai
Sulit Dinilai A/V Retina Sentralis Sulit Dinilai
Sulit Dinilai Retina Sulit Dinilai
Sulit Dinilai Makula Sulit Dinilai

RESUME
Pasien berusia 65 tahun datang ke RSUD dr Slamet Garut dengan keluhan
penglihatan kedua mata buram yang dirasakan sejak kurang lebih 4 tahun yang lalu.
Keluhan terasa paling berat pada mata kanan buram seperti berkabut, buram dirasakan
perlahan yang semakin memberat. Penglihatan buram dirasakan baik pada malam
maupun siang hari. Pasien juga merasakan lebih silau saat terkena cahaya/lampu.

4
Status Oftalmologis :
Pemeriksaan OD OS
Visus 1/∞ presepsi (+), proyeksi (- 0,1 F1
)
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Palpebra superior Tenang Tenang
Palpebra inferior Tenang Tenang
Conjunctiva bulbi Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat, Isokor, ditengah, Bulat, isokor, ditengah,
Iris Coklat, kripti(+), sinekia(-) Coklat , kripti(+), sinekia(-
)
Lensa Keruh, shadow test (-) Keruh shadow test (+)
Tonometri Digital 14,6 mmHg 17,3 mmHg

DIAGNOSIS KERJA
 Katarak Senilis Matur OD + Katarak Senilis Imatur OS
DIAGNOSIS BANDING
 Kelainan refraksi
 Glukoma
RENCANA PEMERIKSAAN
-Laboratorium hematologi rutin, kimia klinis, urinalisis
Untuk persiapan operasi serta menilai fungsi hemostasis
- Pemeriksaan biometri
- Pemeriksaan retinometer
Pemeriksaan biRENCANA TERAPI
Medikamentosa (Pre Operasi)
 Antibiotik tetes mata yang diberikan 1-2 hari sebelum operasi untuk
mengurangi resiko infeksi.

Non Medikamentosa
 Operasi

Jenis operasi : SICS (Small Incision Cataract Surgery) dan pemasangan


Intra Ocular Lens (IOL) OD

PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Ad bonam
- Quo ad functionam : Dubia Ad bonam

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
1.1 Anatomi
Anatomi dan fisiologi mata sangat rumit dan mengaggumkan. Secara konstan
mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek
yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera
dihantarkan ke otak.1,2,3
Mata memiliki struktur sebagai berikut :
 Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang bewarna putih
dan relatif kuat.
 Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan
bagian sclera.
 Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus
dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.
 Pupil : daerah hitam ditengah-tengah iris.
 Iris : jaringan bewarna yag berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea
dan di depan lensa, berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata
dengan cara merubah ukuran pupil.
 Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aquos dan
vitreus, berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
 Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak dibagian belakang bola
mata, berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus ke otak.
 Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visual ke
otak.
 Humor aqueus : caian jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan
kornea (mengisi segmen anterior bola mata) serta merupakan sumber
makanan bagi lensa dan kornea, dihasilkan oleh processus ciliaris.
 Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan
retina (mengisi segmen posterior mata)

6
Gambar 1 Anatomi Mata2

Lensa
Anatomi Lensa
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah
(avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang memiliki
fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi..
Ke depan berhubungan dengan cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan
kaca. Digantung oleh Zunula zinii (Ligamentum suspensorium lentis), yang
menghubungkannya dengan korpus siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada
permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran
yang sempermiabel, yang akan memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.1,2,3
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
dari pada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel
terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik.
Nukleus dan korteks terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung ke ujung
berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak di anterior dan terbalik
di posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamen yang dikenal zonula zinii, yang
tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator
lensa.1,2,3
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara jaringan-
jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam jaringan tubuh
lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak
ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.1,2,3

7
Gambar 2. Anatomi lensa2
Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam
kapsul lensa. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Epitel lensa akan membentuk
serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian
sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa.
Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat
lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus
embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih
muda dan disebut sebagai korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks
anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi
lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa
terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan
siliar.1,2

Gambar 3. Anatomi Lensa3

8
Namun, indeks refraksi semakin menurun juga seiring usia, hal ini mungkin
dikarenakan adanya partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka, lensa yang menua
dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada keseimbangan faktor-faktor
yang berperan.1

Gambar 4. Bentuk dan posisi lensa pada mata 4

Gambar 5. Anatomi Lensa4


Kapsul
Kapsula lensa memiliki sifat yang elastis, membran basalisnya yang
transparan terbentuk dari kolagen tipe IV yang ditaruh di bawah oleh sel-sel epitelial.
Kapsula terdiri dari substansi lensa yang dapat mengkerut selama perubahan
akomodatif. Lapis terluar dari kapsula lensa adalah lamela zonularis yang berperan
dalam melekatnya serat-serat zonula. Kapsul lensa tertebal pada bagian anterior dan
posterior preekuatorial dan tertipis pada daerah kutub posterior sentral di mana
memiliki ketipisan sekitar 2-4 mm. Kapsul lensa anterior lebih tebal dari kapsul
posterior dan terus meningkat ketebalannya selama kehidupan.5

9
Serat Zonular
Lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina basalis dari
epitelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar. Serat-serat
zonula ini memasuki kapsula lensa pada regio ekuatorial secara kontinu. Seiring usia,
serat-serat zonula ekuatorial ini beregresi, meninggalkan lapis anterior dan posterior
yang tampak sebagai bentuk segitiga pada potongan melintang dari cincin zonula.5
Epitel Lensa
Terletak tepat di belakang kapsula anterior lensa, lapisan ini merupakan
lapisan tunggal dari sel-sel epitelial. Sel-sel ini secara metabolik aktif dan melakukan
semua aktivitas sel normal termasuk biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-
sel ini juga menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel-sel
epitelial aktif melakukan mitosis dengan aktivitas terbesar pada sintesis DNA
pramitosis yang terjadi pada cincin di sekitar anterior lensa yang disebut zona
germinativum. Sel-sel yang baru terbentuk ini bermigrasi menuju ekuator di mana
sel-sel ini melakukan diferensiasi menjadi serat-serat. Dengan sel-sel epitelial
bermigrasi menuju bow region dari lensa, maka proses differensiasi menjadi serat
lensa dimulai.5
Perubahan morfologis sel-sel epitelial memanjang membentuk sel serat lensa.
Perubahan ini terkait dengan peningkatan massa protein selular pada membran untuk
setiap individu sel-sel serat. Pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan organel-
organelnya, termasuk inti sel, mitokondria, dan ribosom. Hilangnya organel-organel
ini sangat menguntungkan, karena cahaya dapat melalui lensa tanpa tersebar atau
terserap oleh organel-organel ini. Bagaimana pun, karena serat-serat sel lensa yang
baru ini kehilangan fungsi metaboliknya yang sebelumnya dilakukan oleh organel-
organel ini, kini serat lensa tergantung dari energi yang dihasilkan oleh proses
glikolisis.5
Korteks Dan Nukleus
Tidak ada sel yang hilang dari lensa sebagaimana serat-serat baru diletakkan,
sel-sel ini akan memadat dan merapat kepada serat yang baru saja dibentuk dengan
lapisan tertua menjadi bagian yang paling tengah. Bagian tertua dari ini adalah
nukleus fetal dan embrional yang dihasilkan selama kehidupan embrional dan
terdapat pada bagian tengah lensa. Bagian terluar dari serat adalah yang pertama kali
terbentuk dan membentuk korteks dari lensa.5

1.2 Fisiologi Lensa


Kristal lensa merupakan struktur yang transparan mempunyai peranan yang penting
dalam mekanisme fokus pada penglihatan. Fisiologi lensa meliputi aspek1 :
1. Transparansi lensa
2. Aktivitas metabolisme lensa
3. Akomodasi.

10
Keseimbangan Air dan Kation Lensa
Aspek fisiologi terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur
keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga kejernihan
lensa. Karena kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan
makromolekular, gangguan dari hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Telah
ditentukan bahwa gangguan keseimbangan air dan elektrolit bukanlah gambaran dari
katarak nuklear. Pada katarak kortikal, kadar air meningkat secara bermakna.4
Lensa manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein dan perubahan
ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks lensa menjadi lebih
terhidrasi daripada nukleus lensa. Sekitar 5% volume lensa adalah air yang ditemukan
diantara serat-serat lensa di ruang ekstraselular. Konsentrasi natrium dalam lensa
dipertahankan pada 20mM dan konsentrasi kalium sekitar 120 mM. Kadar natrium dan
kalium disekeliling aqueous humor dan vitrous humor cukup berbeda; natrium lebih
tinggi sekitar 150 mM di mana kalium sekitar 5 mM.4
Epitelium Lensa; Tempat Transpor Aktif
Lensa bersifat dehidrasi dan memiliki kadar ion kalium (K+) dan asam amino yang
lebih tinggi dari aqueous dan vitreus di sekelilingnya. Sebaliknya, lensa mengandung
kadar ion natrium (Na+) ion klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari lingkungan
sekitarnya. Keseimbangan kation antara di dalam dan di luar lensa adalah hasil dari
kemampuan permeabilitas membran sel-sel lensa dan aktivitas dari pompa (Na+, K+-
ATPase) yang terdapat pada membran sel dari epitelium lensa dan setiap serat lensa.
Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar dari dan
menarik ion kalium ke dalam. Mekanisme ini tergantung dari pemecahan ATP dan diatur
oleh enzim Na+, K+-ATPase.4
Keseimbangan ini mudah sekali terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase ouabain.
Inhibisi dari Na+, K+-ATPase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan
meningkatnya kadar air dalam lensa. Walaupun Na+, K+-ATPase terhambat pada
perkembangan katarak kortikal masih belum jelas, beberapa studi telah menunjukkan
penurunan aktivitas Na+, K+-ATPase, sedangkan yang lainnya tidak tidak menunjukkan
perubahan apa pun. Dan studi-studi lain telah memperkirakan bahwa permeabilitas
membran meningkat seiring dengan perkembangan katarak.4

Teori Kebocoran Pompa


Kombinasi dari transpor aktif dan permeabilitas membran seringkali dihubungkan
dengan sistem kebocoran pompa pada lensa. Menurut teori ini, kalium dan molekul-
molekul lainnya seperti asam-asam amino secara aktif ditranspor ke anterior lensa melalui
epitelium. Kemudian berdifusi keluar dengan gradien konsentrasi melalui belakang lensa,
di mana tidak ada sistem transpor aktif. Kebalikannya, natrium mengalir melalui belakang
lensa dengan sebuah gradien konsentrasi yang kemudian secara aktif diganti dengan
kalium melalui epitelium. Sebagai pendukung teori ini, gradien anteroposterior

11
ditemukan untuk kedua ion: kalium terkonsentrasi pada anterior lensa, dan natrium pada
bagian posterior lensa. Kondisi seperti pendinginan yang menginaktifasi pompa enzim
tergantung energi juga mengganggu gradien ini. Kebanyakan aktivitas dari Na+, K+-
ATPase ditemukan dalam epitelium lensa. Mekanisme transpor aktif akan hilang jika
kapsul dan epitel yang menempel dilepaskan dari lensa, tetapi tidak terjadi jika hanya
kapsul saja yang dilepaskan melalui degradasi enzimatik dengan kolagenase. Temuan-
temuan ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa epitel adalah tempat primer
untuk transpor aktif pada lensa. Natrium dipompakan keluar menuju aqueous humor dari
dalam lensa, dan kalium masuk dari aqueous humor ke dalam lensa. Pada permukaan
posterior lensa (lensa-vitreus), perpindahan solut terjadi secara difusi pasif. Rancangan
asimetris ini bermanifestasi dalam gradien natrium dan kalium sepanjang lensa dengan
konsentrasi kalium lebih tinggi pada depan lensa dan lebih rendah di belakang lensa. Dan
kebalikannya konsentrasi natrium lebih tinggi di belakang lensa daripada di depan.
Banyak dari difusi-difusi ini terjadi pada lensa melalui sel ke sel dengan taut antar sel
resistensi rendah.4
Keseimbangan kalsium juga penting untuk lensa. Kadar normal intrasel dari
kalsium dalam lensa adalah sekitar 30 mM di mana kadar kalsium di luar mendekati 2
mM. Besarnya gradien transmembran kalsium dipertahankan secara primer oleh pompa
kalsium (Ca2+-ATPase). Membran sel lensa juga secara relatif tidak permeabel terhadap
kalsium. Hilangnya homeostasis kalsium akan sangat mengganggu metabolisme lensa.
Peningkatan kadar kalsium dapat berakibat pada beberapa perubahan meliputi
tertekannya metabolisme glukosa, pembentukan agregat protein dengan berat molekul
tinggi dan aktivasi protease yang destruktif.4
Transpor membran dan permeabilitas juga termasuk perhitungan yang penting pada
nutrisi lensa. Transpor aktif asam-asam amino mengambil tempat pada epitel lensa
dengan mekanisme tergantung pada gradien natrium yang dibawa oleh pompa natrium.
Glukosa memasuki lensa melalui sebuah proses difusi terfasilitasi yang tidak secara
langsung terhubung oleh sistem transpor aktif. Hasil buangan metabolisme meninggalkan
lensa melalui difusi sederhana. Berbagai macam substansi seperti asam askorbat, myo-
inositol dan kolin memiliki mekanisme transpor yang khusus pada lensa.4

Akomodasi
Untuk mengakomodasikan mata pada objek yang dekat, musculus ciliaris
berkontraksi dan menarik corpus ciliare ke depan dan dalam, sehingga serabut-serabut
radier ligamentum suspensorium menjadi relaksasi. Keadaan ini memungkinkan lensa
yang elastis menjadi lebih bulat. Dengan bertambahnya usia, lensa menjadi lebih padat
dan kurang elastis, dan sebagai akibatnya kemampuan berakomodasi menjadi berkurang
(presbiopia). Kelemahan ini dapat diatasi dengan memakai lensa tambahan berupa
kacamata untuk membantu mata melihat benda-benda yang dekat.5

12
Gambar 6. Perbandingan kondisi mata normal saat berakomodasi dan relaksasi6

Konstriksi Pupil Saat Akomodasi Mata


Untuk menjamin bahwa sinar cahaya berjalan melalui pars centralis lensa, dengan
mengurangi penyimpangan sferis selama akomodasi untuk objek yang dekat, musculus
sphincter pupillae berkontraksi sehingga pupil menjadi lebih kecil.5
Konvergensi Mata Selama Akomodasi Lensa
Pada manusia, retina kedua bola mata hanya fokus pada satu set objek (penglihatan
binocular sederhana). Jika sebuah objek bergerak dari jauh ke arah seseorang, mata
berkonvergensi sehingga hanya terlihat sebagai satu ob.jek, bukan dua. Konvergensi mata
dihasilkan dari koordinasi kontraksi kedua musculus rectus medialis.5

13
2. KATARAK
2.1 Definisi
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. Penuaan merupakan penyebab
katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang mungkin terlibat, antara lain
: trauma, toksin, penyakit sistemik (misal; diabetes), merokok, dan herediter. Kata katarak
berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut
bular dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak sendiri
sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi, denaturasi protein. Biasanya
kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama.1,3

Gambar 3. Perbandingan lensa pada mata normal dan katarak8

2.2 Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di
Indonesia dan di dunia. Dari semua kebutaan pada masyarakat, lebih dari 50% disebabkan
oleh katarak. Di Indonesia hasil survei kebutaan dengan menggunakan metode Rapid
Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) yang baru dilakukan di 3 provinsi (NTB,
Jabar dan Sulsel) tahun 2013 -2014 didapatkan prevalensi kebutaan pada masyarakat usia
> 50 tahun rata-rata di 3 provinsi tersebut adalah 3,2 % dengan penyebab utama adalah
katarak (71%). Diperkirakan setiap tahun kasus baru buta katarak akan selalu bertambah
sebesar 0,1% dari jumlah penduduk atau kira-kira 250.000 orang/tahun. Sementara itu
kemampuan kita untuk melakukan operasi katarak setiap tahun diperkirakan baru
mencapai 180.000/tahun sehingga setiap tahun selalu bertambah backlog katarak sebesar
lebih kurang 70.000.7
Penelitian - penelitian di Amerika Serikat mengidentifikasi adanya katarak pada
sekitar 10% orang, dan angka kejadian ini meningkat hingga sekitar 50% untuk mereka
yang berusia antara 65 sampai 74 tahun, dan hingga sekitar 70% untuk mereka yang
berusia lebih dari 75 tahun.3

14
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Katarak dapat disebabkan oleh beberapa etiologi sehingga klasifikasi katarak
salah satunya dibedakan berdasarkan etiologi. Berikut etiologi katarak antara
lain:
 Usia Lanjut
 Metabolik
 Toksik
 Trauma
 Komplikasi
 Infeksi maternal
 Maternal drug ingestion
 Syndrom dengan katarak
 Herediter
 Katarak sekunder
Beberapa faktor penyebab terbentuknya katarak lebih cepat yaitu8:
 Diabetes
 Radang mata
 Trauma mata
 Riwayat keluarga dengan katarak
 Pemakaian steroid lama (oral) atau tertentu lainnya
 Merokok
 Pembedahan mata lainnya
 Terpajan banyak sinar ultra violet (matahari)

15
Berikut tabel penyebab katarak berdasarkan jenisnya:
Tabel 1. Etiologi katarak berdasarkan tipe katarak10
Jenis Katarak Penyebab Kelompok beresiko
Kongenital dan Herediter, gangguan Sejak lahir atau mulai dari
perkembangan perkembangan lensa saat anak-anak sampai remaja
masa gestasi, malnutrisi ibu
hamil, infeksi, obat-obatan,
radiasi, anoksia pada
fetal/infantile, gangguan
metabolik, idiopatik
Senilis Penuaan, dehidrasi, penyakit Usia tua, sebagian besar
sistemik, merokok, stres terjadi pada kelompok usia >
oksidatif, kurangnya asupan 50 tahun
makanan yang diperlukan
Traumatik Trauma yang mengakibatkan Orang yang bekerja di tempat
rusaknya kapsul lensa, berbahaya seperti las,
penetrasi benda asing pembuatan kaca
Komplikata Komplikasi dari beberapa Pasien dengan penyakit kulit,
inflamasi kronik dan penyakit alergi, uveitis, glaucoma
degeneratif pada mata diabetes, empisema, asma, dll
Metabolik Gangguan metabolik: DM, Orang dengan defisiensi
galaktosemia, dll enzim dan hormone
Toksik Zat toksik dan obat-obatan Orang dengan terapi steroid
(steroid, NSAID, dll) dan obat-obatan toksik
Radiasi Sinar infra-merah, X-ray, Orang yang kontak dengan
sinar ultraviolet matahari, bekerja di tempat
dengan radiasi tinggi

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga
akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata local menahun. Bermacam-
macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis
dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan proses penyakit intraokular lainnya.
Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah
diabetes melitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.Katarak dapat ditemukan dalam
keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik (katarak senil, juvenil, herediter) atau
kelainan kongenital mata.10

2.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadi kekeruhan lensa pada katarak senilis yaitu:
1. Katarak senilis kortikal

16
Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan penurunan
asam amino dan kalium, yang mengakibatkan kadar natrium meningkat. Hal ini
menyebabkan lensa memasuki keadaan hidrasi yang diikuti oleh koagulasi protein.6
Dengan Peningkatan Usia
(usia tua)

Penurunan fungsi mekanisme pompa mengurangi reaksi oksidatif


transport aktif lensa

Pembalikan rasio Na+/K+ Penurunan tingkat asam amino

Hidrasi fibrin lensa Penurunan sintesi protein pada fibrin


lensa

Denaturasi protein lensa

Pembelahan fibrin lensa korteks


Bagan 1. Patofisiologi Katarak Senilis Kortikal 6
2. Katarak Senilis Nuclear
Terdapat perubahan degeneratif yang berhubungan dengan usia terkait dengan
sklerosis nukleus yang disebabkan oleh dehidrasi dan pemadatan nukleus sehingga
terjadinya katarak. Hal ini disertai dengan kenaikan protein yang tidak larut dalam air.
Namun, total proteinnya isi dan distribusi kation tetap normal. Kemungkinan hal ini
berhubungan dengan deposisi pigmen urokrom dan / atau melanin yang berasal dari
asam amino di lensa.6

Gambar 7. Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan katarak


2.5 Klasifikasi
BERDASARKAN USIA
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes Melitus,

17
hipoparatiroidism, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusisitomegalik, dan
histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya merupakan
penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus,
iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.1

Gambar 8. Katarak Kongenital1


2. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuk pada
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital dan biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti: 1
1. Katarak metabolik
a) Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)
b) Katarak hipokalsemik (tetanik)
c) Katarak defisiensi gizi
d) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)
e) Penyakit Wilson
f) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain.
2. Otot
Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)
3. Katarak traumatik
4. Katarak komplikata
 Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia, aniridia,
pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).
 Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti Wagner
dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).
 Katarak anoksik
 Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol,
triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan,
dan besi).
 Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit
(sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta,
khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.

18
 Katarak radiasi

3. Katarak Senilis
Katarak senilis disebut juga katarak terkait usia, yang dapat diartikan sebagai
semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu diatas usia 50 tahun keatas.1
Perubahan lensa pada usia lanjut1:
 Kapsul : menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia, bentuk
lamel kapsul berkurang atau kabur, terlihat bahan granular.
 Epitel makin tipis : sel epitel pada equator bertambah berat dan besar
 Serat lensa : lebih iregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel, brown slerosis
nucleus, korteks tidak bewarna.
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis antara lain:2
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
Paparan sinar UV yang berlebihan dapat menyebabkan timbulnya katarak pada
usia yang lebih awal dan maturasi yang lebih cepat pada katarak senilis.
3. Faktor makanan
Defisiensi zat makanan berupa protein tertentu, asam amino, vitamin
(ribloflavin, vit. E dan E) dan protein esensial berperan dalam matangnya katarak
pada usia lebih awal.
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok
Rokok menyebabkan akumulasi dari pigmen molekul -3 hydroxykynurinine dan
chompores yang menyebabkan kekuningan. Sianat pada rokok menyebabkan
carbamylation dan denaturasi protein.

Gambar 9. Tipe katarak

19
BERDASARKAN MATURITAS
1. Stadium Insipien
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut1:
a. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior
dan posterior (katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
b. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks
berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien.
c. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.
d. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa
akibat lensa degeneratif yang menyerap air. Masuknya air ke dalam
celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar
yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengankeadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat
memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi
pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular.
Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga akan
mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan
miopisasi. Pada pemeriksaan slit-lamp terlihat vakuol pada lensa disertai
peregangan jarak lamel serat lensa.
Gambar 10. Katarak Stadium Insipien
2. Stadium Imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa.

Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan
osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder1.

3. Stadium Matur

20
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini
bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen
tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran
yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan
kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak
terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.1

Gambar 11. Katarak Stadium Imatur dan Matur6


4. Stadium Hipermatur
Katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau
lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga
lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik
mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai
dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar,
maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan
nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat.Keadaan ini disebut
sebagai katarak Morgagni.1

21
Gambar 12. Katarak Morgagni6

Tabel 2. Perbedaan Stadium Katarak Senilis1


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test - + - Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

BERDASARKAN LETAK
1. Katarak Kortikal
Katarak kortikal mungkin melibatkan korteks anterior, posterior atau equator.
Kekeruhan dimulai sebagai celah dan vakuola antara serat lensa karena hidrasi korteks.
Selanjutnya hasil opasifikasi khas cuneiform (wedge-shaped) atau radial spoke-like, yang
biasanya pada awalnya kuadran inferonasal. Penderita katarak kortikal sering
mengeluhkan silau karena penyebaran cahaya.isi pencahayaan yang terang (miosis), ini

22
merupakan akibat meningkatnya kekuatan fokus Katarak ini cenderung bilateral, tetapi
sering asimetrik.10
2. Katarak Nuklear
Katarak nuklear merupakan perubahan penuaan melibatkan inti lensa. Hal ini
sering dikaitkan dengan miopia karena peningkatan refraktif indeks nukleus, dan juga
dengan peningkatan spheris. Gejala yang paling dini, beberapa pasien lanjut usia dapat
terjadi mampu membaca tanpa kacamata lagi (“penglihatan kedua”), ini merupakan
akibat meningkatnya kekuatan fokus lensa bagian sentral yang menyebabkan refraksi
bergeser ke miopia (penglihatan dekat). Gejala-gejala lain dapat berupa diskriminasi
warna yang buruk atau diplopia monokular. Sebagian besar katarak nuklear adalah
bilateral tetapi bisa asimetrik. Sklerosis nuklear ditandai dengan rona kekuningan pada
tahap awal karena endapan pigmen urokrom. Jenis katarak ini paling baik dinilai dengan
slit-lamp biomicroscopy, bukan dengan retroilluminasi. Setelah semakin berkembang,
nukleus menjadi coklat.lensa bagian sentral yang menyebabkan refraksi bergeser ke
miopia (penglihatan dekat). Gejala-gejala lain dapat berupa diskriminasi warna yang
buruk atau diplopia monokular. Sebagian besar katarak nuklear adalah bilateral tetapi bisa
asimetrik.10

Gambar 13. Katarak Nuklear9


3. Katarak Subkapsular
Katarak subskapular anterior terletak tepat di bawah kapsul lensa. Subkapsular
posterior terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian sentral. dan memiliki
vacuola, granular, atau penampilan seperti plak pada slit-lamp oblique biomikroskopi dan
tampak hitam saat retroilluminasi. Penglihatan dekat seringkali terganggu daripada
penglihatan jauh. Gejala-gejala yang umum, antara lain “glare” dan penurunan
penglihatan pada kondisi pencahayaan yang terang (miosis), seperti saat terpapar lampu
mobil yang berlawanan dan sinar matahari.Kekeruhan lensa disini dapat timbul akibat
trauma, penggunaan kotrikosteroid (topikal atau sistemik), peradangan, atau pajanan
radiasi pengion.10

23
Gambar 14. Tipe Katarak Berdasarkan Letak

2.6 Gejala Klinik


Keburaman lensa mungkin hadir tanpa menimbulkan gejala dan mungkin ditemukan
pada pemeriksaan mata rutin. Gejala umum katarak adalah sebagai berikut:6
a) Glare (Silau). Salah satu gangguan visual paling awal adalah silau atau
intoleransi terhadap cahaya terang, seperti sinar matahari langsung atau
lampu depan kendaraan bermotor dari arah yang berlawanan.
b) Uniocular polyopia (yaitu, penglihatan ganda-berlipatganda), merupakan
salah satu gejala awal. Hal ini terjadi karena refraksi tidak teratur oleh lensa
karena variabel indeks bias akibat proses katarak.
c) Halos berwarna, Hal ini mungkin dirasakan oleh beberapa pasien karena
cahaya putih menjadi spektrum berwarna karena adanya tetesan air di lensa.
d) Bintik hitam di depan mata
e) Penglihatan kabur, distorsi gambar dan penglihatan berkabut bisa terjadi pada
tahap awal katarak.
f) Kehilangan penglihatan. Kerusakan visual akibat katarak senilis memiliki
beberapa ciri khas. Hal ini tidak menimbulkan rasa sakit dan progresif secara
bertahap. Pasien dengan kekeruhan sentral (misal katarak cupuliform)
memiliki kehilangan penglihatan dini. Pasien ini melihat lebih baik saat pupil
melebar akibat cahaya redup di malam hari (kebutaan hari). Pada pasien
dengan kekeruhan perifer (misalnya katarak cuneiform) penglihatannya
membaik saat cahaya terang dan pupil berkontraksi. Pada pasien dengan
sklerosis nuklear, penglihatan jauh memburuk karena miopia progresif.
Pasien itu mungkin bisa membaca tanpa kacamata presbyopia. Peningkatan
penglihatan dekat ini disebut sebagai ‘'pandangan kedua. Seiring
perkembangan opasifikasi, penglihatan terus berkurang, sampai hanya
persepsi cahaya dan proyeksi sinar dalam tahap katarak matur.
2.7 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis katarak maka diperlukan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
adalah: 6
1. Uji Visus
Tergantung pada lokasi dan pematangan katarak, ketajaman penglihatan
berkisar antara 6/9 sampai hanya PL (Preception of Light) +

24
2. Pemeriksaan iluminasi oblique
Pada pemeriksaan ini dapat melihat warna lensa di daerah pupil yang
bervariasi pada berbagai jenis katarak.
3. Uji bayangan iris (shadow test)
Ketika seberkas sinar masuk ke pupil dari arah samping, bayangan sabit dari
tepi pupil iris akan terbentuk pada lapisan bawah keabu-abuan lensa. Saat
lensa itu benar-benar transparan atau benar-benar buram, tidak akan terbentuk
bayangan iris. Maka dari itu, adanya bayangan iris adalah tanda katarak
imatur.
4. Pemeriksaan oftalmoskop direk.
Lensa katarak parsial menunjukkan warna hitam bayangan terhadap cahaya
merah di daerah katarak. Lensa katarak matur tidak terdapat cahaya merah.
5. Pemeriksaan slit-lamp harus dilakukan dengan pupil yang melebar penuh.
Pemeriksaan tersebut memperlihatkan morfologi lengkap (ukuran, bentuk,
pola warna dan kekerasan nukleus). Grading kekerasan inti pada lensa
katarak adalah penting untuk mengatur parameter teknik phacoemulsification
ekstraksi katarak.

Tabel 2. Grade Kekerasan Inti Nukleus6


Tingkat Kekerasan Deskripsi Kekerasan Warna Nukleus
Tingkat I Lunak Putih atau Kuning
Kehijauan

Tingkat II Setengah-Lunak Kekuningan


Tingkat III Setengah-Keras Kuning Kecoklatan
Tingkat IV Keras Kecoklatan
Tingkat V Keras Sekali Kehitaman
(Seperti Batu)

25
Tabel 3. Tanda Katarak6
PEMERIKSAAN KATARAK ISC MSC HMSC(M) HMSC(S)
NUKLEAR

Ketajaman Visual 6/9 sampai 6/9 sampai HM+ PL+ PL+


PL+ FC+ SAMPAI
PL+

Warna Lensa Abu-abu, Putih Putih Putih Susu Putih Keruh


Coklat, Hitam atau Kuning Keabu- Mutiara dengan
Merah Kecoklatan abuan dengan Bintik-Bintik
Nukleus Putih
Kecoklatan

Bayangan Iris Terlihat Terlihat Tidak Tidak Tidak


Terlihat Terlihat Terlihat

Indirek Area tengah Beberapa Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Opthalmoscopy gelap dengan area gelap cahaya cahaya merah cahaya
dengan Dilatasi latar belakang dengan latar merah Pupil merah
Pupil cahaya merah belakang Pupil berwarna
cahaya bewarna putih susu
merah putih karna
katarak
Mature

Pemeriksaan Slit Nuklear tidak Area Korteks Nukleus Lensa


Lamp jelas terlihat Normal penuh berwarna katarak
Korteks jernih Terdapat dengan Putih susu menciut
Katarak katarak kecoklatan dengan
penebalan
kapsul
anterior

ISC : Imature Senile Cataract, MSC: Mature Senile Cataract, HMSC(M):Hypermature Senile Cataract
(Morgagnian), HMSC(S): Hypermature Senile Cataract (Sclerotic), PL: Perception of Light, HM: Hand
Movements, FC: Finger Counting

26
2.8 Tatalaksana
1. Non Operatif 6
a. Pengobatan penyebab katarak dapat menghentikan perkembangan dan kadang
pada tahap awal bahkan bisa menyebabkan regresi dari perubahan katarak. Dengan
demikian menunda operasi. Beberapa contoh umum meliputi:
 Kontrol diabetes mellitus yang memadai
 Tidak menggunakan obat-obatan yang dapat menyebabkan katarak seperti obat
bius kortikosteroid, fenotiazen dan miotik. Hal ini dapat menunda atau mencegah
katarakogenesis.
 Menghindari iradiasi (sinar inframerah atau sinar-X) dapat juga menunda atau
mencegah pembentukan katarak.
 Perawatan dini dan memadai terhadap penyakit mata, seperti uveitis dapat
mencegah terjadinya komplikasi katarak.
b. Tindakan untuk menunda progresivitas. Kandungan garam iodida dari kalsium dan
kalium yang di berikan pada tahap awal katarak (terutama di katarak senilis) dalam upaya
untuk menunda perkembangannya. Namun sampai saat ini belum ada hasil yang pasti
mengenai peran vitamin E dan aspirin dalam menunda proses katarak.
c. Tindakan untuk memperbaiki penglihatan pada katarak insipien dan imatur.

2. Indikasi Operasi:
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus, medis,
dan kosmetik.6
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap
individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap
aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada
lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti
glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik,
dan kelainan pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk
memperoleh pupil yang hitam.
Persiapan Pre-operasi
Pemeriksaan mata pra operasi9
Diperlukan evaluasi mata yang terperinci dan relevan. Hal-hal berikut harus
dipertimbangkan:
1. Ketajaman visual diuji menggunakan Snellen chart

27
2. Cover test. Juling yang biasanya divergensi, dapat berkembang di mata dengan
penglihatan yang buruk karena katarak, dan operasi lensa saja dapat meluruskan mata.
3. Respon pupil. Karena katarak tidak pernah menghasilkan defek pupil aferen, kapabila
ada merupakan patologi dan cenderung mempengaruhi hasil visual akhir dan memerlukan
penyelidikan lebih lanjut.
4. Okular adneksa. Dacryocystitis, blepharitis, konjungtivitis kronis, lagophthalmos,
ectropion, entropion dan abnormalitas pada air mata dapat menjadi predisposisi
endophthalmitis dan memerlukan resolusi preoperatif yang efektif.
5. Kornea. Mata dengan penurunan jumlah sel endotel (misalnya substantial cornea
guttata) telah meningkatkan kerentanan terhadap dekompensasi pasca operasi sekunder
akibat trauma operatif. Mikroskop spekular dan pachymetry dapat membantu dalam
menilai risiko, dan tindakan pencegahan khusus harus diambil untuk melindungi
endotelium.
6. Ruang anterior. Ruang anterior dangkal bisa membuat operasi katarak sulit. Refleks
fundus yang buruk menandakan pembentukan capsulorhexis yang adekuat, tetapi
sebagian besar dapat diatasi dengan pewarnaan kapsul dengan pewarna seperti trypan
blue 0,06% (VisionBlue®).
7. Lens. Katarak nuklear cenderung lebih keras dan mungkin memerlukan lebih banyak
kekuatan untuk fakoemulsifikasi, sementara opasitas kortikal cenderung lebih lunak.
Kekeruhan nuklear hitam sangat padat dan ekstraksi katarak ekstrakapsular daripada
fakoemulsifikasi mungkin menjadi pilihan. Pseudoexfoliation menunjukkan
kemungkinan zonula yang lemah (mencari phakodonesis), kapsul yang rapuh dan
midriasis yang buruk.
8. Pemeriksaan fundus. Degenerasi makula terkait usia dapat mempengaruhi hasil visual.
Ultrasonografi mungkin diperlukan, terutama untuk menyingkirkan retinal detachment
dan staphyloma, di mata dengan opacity sangat padat yang menghalangi fundoscopy.
9. Status refraktif saat ini. Sangat penting untuk mendapatkan detail dari kesalahan
refraktif pra-operasi pasien untuk memandu pemilihan intraokular lens implant (IOL).
Pembacaan keratometry harus dicatat dalam kaitannya dengan refraksi, terutama jika
direncanakan untuk mengatasi astigmatisme dengan cara penempatan luka yang
ditargetkan atau prosedur ajuvan tertentu. Sangat penting untuk mendapatkan hasil

28
refraksi pasca operasi dari mata yang sebelumnya dioperasikan sehingga setiap 'kejutan
refraktif', bahkan jika kecil, dapat dianalisis dan diperhitungkan.

PEMERIKSAAN BIOMETRI
Pemeriksaan biometri telah mengalami perkembangan yang nyata sejak
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1975. Saat itu, pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan gelombang suara untuk mengukur panjang bola mata. Di awal tahun 2000,
pemeriksaan biometri mengalami kemajuan yang sangat besar dengan dikembangkannya
teknik pengukuran kekuatan lensa intraokuler menggunakan gelombang laser. 12

I. ULTRASOUND BIOMETRY (A-SCAN BIOMETRY)


Suara merambat dalam bentuk gelombang. Gelombang suara yang dapat didengar
oleh telinga manusia berada pada frekuensi 20 Hz – 20.000 Hz. Ultrasound suatu keadaan
dimana gelombang suara memiliki frekuensi lebih dari 20.000Hz. Dalam bidang
oftalmologi, ultrasound biometry (baik A-scan maupun B-Scan) kebanyakan
menggunakan frekuensi 10 MHz.12
Kecepatan rambat suara ditentukan oleh media rambat yang dilaluinya. Suara
merambat lebih cepat pada media yang padat dibanding media yang cair, hal ini
merupakan prinsip penting untuk dipahami oleh karena mata terdiri atas komponen padat
dan cair. Dalam A-scan biometry, gelombang suara berjalan melalui kornea yang solid,
humor aquos yang cair, lensa yang solid, vitreus, retina, koroid, sclera dan jaringan orbita,
sehingga kecepatan rambat gelombang suara berubah-ubah.12
Prinsip pengukuran panjang bola mata dengan A-Scan Biometry adalah
berdasarkan waktu yang diperlukan oleh gelombang suara saat dikeluarkan oleh
transmitter probe hingga mencapai target dan kembali ke receiver probe. Mata terdiri
dari berbagai struktur dengan densitas yang berbeda-beda, sehingga kecepatan
gelombang suara yang melewatinya juga akan berubah-ubah. (tabel 1). Dengan
mengetahui kecepatan gelombang suara saat melewati masing-masing struktur tersebut,
maka panjang bola mata pun dapat diukur. 12

29
Tabel 1. Kecepatan Rambat Gelombang Suara Pada Berbagai Media
MEDIA KECEPATAN

Kornea dan lensa 1461


Akuous dan vitreus 1532
Lensa nomal 1550-1555
Lensa katarak 1640
Sillicone Oil 987
IOL PMMA 2381-2720
IOL Sillicone 980-1000
IOL Acrylic 2026

A-Scan Biometry dapat dilakukan dengan menggunakan 2 teknik, yaitu (1)


Aplanasi dan (2) Imersi. Teknik Imersi dinilai sedikit lebih akurat dibandingkan teknik
aplanasi karena ultrasound probe tidak menyentuh kornea sehingga menghindari
penekanan yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran panjang bola mata. Sayangnya,
teknik imersi ini dianggap kurang praktis karena membutuhkan waktu pemeriksaan yang
lebih lama. 12

II. TEKNIK APLANASI


Teknik aplanasi A-Scan biometry ditandai dengan probing ultrasound yang
ditempatkan secara langsung pada permukaan kornea. Pemeriksaan dimulai dengan
meneteskan anestesi topikal pada mata yang akan diperiksa. Ultrasound probe dipegang
dengan tangan, kemudian ujungnya disentuhkan pada kornea dalam posisi tegak lurus.
Idealnya, sebuah probe memiliki lampu di tengah yang akan menjadi titik fiksasi mata
pasien. Pada saat ujung probe akan disentuhkan pada kornea, pasien diminta menatap
lampu fiksasi dan operator menyentuhkan ujung probe pada refleks kornea yang
ditimbulkan oleh lampu fiksasi tersebut. 12

Gambar 19. Teknik Aplanasi A-Scan Biometry12

Pada teknik aplanasi, ultrasound probe diposisikan hingga terjadi kontak


langsung dengan kornea. Gelombang suara kemudian meninggalkan transduser dan

30
melewati berbagai struktur di mata yang memiliki densitas yang berbeda. Hal ini akan
menimbulkan sejumlah echo, yang kemudian akan diterima oleh probe. Berdasarkan pada
waktu timbulnya echo dan kecepatan gelombang suara melewati struktur tersebut,
perangkat lunak biometri akan menyusun suatu echogram. 12
Pada mata dengan lensa kristalina, echogram memiliki 6 gelombang, dimana
masing-masing akan mewakili : (a) ujung probe dan kornea, (b) kapsul anterior lensa, (c)
kapsul posterior lensa, (d) retina, (e) sklera, dan (f) lemak orbita (gambar 2). Panjang
aksis bola mata merupakan hasil penjumlahan kedalaman bilik mata depan (a-b),
ketebalan lensa (b-c), dan kavum vitreus (c-d). 12

s
Gambar 2. Echogram A-Scan Biometry dengan teknik aplanasi 4,5

Karakteristik A-Scan yang baik:

Terdapat 5 buah echo:

Gambar 20. Teknik Aplanasi A-Scan Biometry12

 Echo kornea yang tinggi

 Echo yang tinggi dari lensa bagian anterior dan posterior lensa

 Echo retina yang tinggi dengan bentuk yang langsung tegak lurus

 Echo yang tidak terlalu tinggi dari sclera

 Echo yang rendah yang berasal dari lemak orbita

Tinggi echo yang baik:


 Ketinggian echo dari bagian anterior lensa harus lebih dari 90%

 Echo yang berasal dari posterior lensa tingginya antara 50-75%

 Echo retina mempunyai tinggi yang lebih dari 75%

31
Gambar 21 : Contoh hasil pemeriksaan A-Scan yang baik 12

Gambar 22 : Contoh hasil pemeriksaan A-Scan yang buruk 12

Pada gambar di atas, tampak bahwa echo lensa bagian anterior tidak terlalu tinggi,
demikian juga dengan echo lensa posterior. Echo retina juga tidak naik dengan tegak
lurus, dimana hal ini menunjukkan bahwa posisi probe ultrasound tidak tegak lurus
dengan aksis visual mata. Jika tidak terdapat gambaran echo lemak orbita di belakang
echo retina, hal ini menunjukkan bahwa pemeriksaan tersebut tidak pada daerah makula
melainkan pada daerah nervus optik, sehingga ukuran axial length (AXL) yang diperoleh
tentu tidak benar.
Teknik aplanasi memerlukan kontak langsung dengan permukaan kornea
sehingga terjadi penekanan yang akan mengakibatkan pemendekan dari panjang bola
mata, yaitu berkisar antara 0,14 hingga 0,33 mm. Berdasarkan penelitian, diketahui
bahwa kesalahan pengukuran sebesar 0,1 mm akan mengakibatkan gangguan refraksi
pasca operasi sekitar 0,25 dioptri. Oleh karena itu, teknik pengukuran tanpa adanya
kontak langsung dengan kornea mulai dikembangkan.4
Teknik applanasi diyakini mempunyai akurasi yang cukup baik jika dilakukan pada
pasien dengan posisi tegak (duduk) dibandingkan hasil yang diperoleh dengan applanasi
ketika pasien berbaring.

32
IV. TEKNIK IMERSI
Teknik imersi mulai dikembangkan seiring dengan kebutuhan akan hasil
pemeriksaan panjang bola mata yang akurat. A-Scan biometry dengan menggunakan
teknik imersi akan menunjukkan axial length lebih panjang dibandingkan teknik aplanasi
oleh karena tidak terdapatnya kompresi pada kornea sehingga axial length yang diperoleh
lebih akurat. Teknik imersi ini menggunakan ”prager scleral shell”. Meskipun prinsip
dari imersi biometry sama dengan aplanasi biometry akan tetapi tekniknya sedikit
berbeda.12

Gambar 23 : Prager shell.9


Teknik ini menggunakan penampang kecil berisi air untuk menghindari
penempatan probe langsung pada kornea. Jika dilakukan dengan benar, penekanan pada
kornea akan dapat dikurangi sehingga kesalahan pengukuran panjang bola mata juga
dihindari. 12

Gambar 6: Teknik Imersi A-Scan Biometry


Cara pemeriksaan:
 Pasien berbaring terlentang dengan penampang plastik yang diletakkan pada
permukaan kornea.

 Penampang tersebut lalu diisi dengan sejumlah cairan/BSS yang akan


meneruskan gelombang suara yang dilepaskan oleh probe ke dalam mata.
 Echogram yang dihasilkan oleh teknik pemeriksaan ini akan memberikan sebuah
gelombang tambahan, yaitu gelombang a yang mewakili ujung probe yang
sekarang terpisah dengan kornea yang diwakili oleh gelombang b (gambar 7). 4

33

Gambar 24. Perbandingan echogram pada teknik aplanasi dan teknik


imersi 12
Dengan menggunakan A-Scan ultrasound biometry, mata dibagi atas tiga kompartemen,
yaitu :
(1). Bilik mata depan (Anterior Chamber Depth / ACD) merupakan jarak antara
permukaan anterior kornea dan permukaan anterior lensa.
(2). Ketebalan lensa (Lens Thickness / LT), merupakan jarak antara permukaan anterior
lensa dan permukaan posterior lensa.
(3). Kedalaman corpus vitreus, jarak antara permukaan posterior lensa dengan permukaan
anterior kornea.
Sedangkan axial length merupakan jarak permukaan anterior kornea dengan
permukaan anterior retina. Hasil pengukuran-pengukuran tersebut dapat dilihat langsung
pada layar monitor atau dapat dihitung berdasarkan skala yang terdapat di bagian bawah
sumbu X pada layar dalam satuan milimeter.9 Namun hasil pengukuran dengan
menggunakan teknik aplanasi memberikan hasil yang tidak konsisten dibanding teknik
imersi.

34
Gambar 25 : Perbandingan hasil pengukuran pada teknik aplanasi dan imersi A-Scan biometry.12
Pada gambar di atas terlihat bahwa hasil pengukuran dengan menggunakan teknik
aplanasi menunjukkan variasi dari satu pengukuran ke pengukuran berikutnya akibat
adanya penekanan kornea yang tidak konsisten, sedangkan pada teknik imersi tampak
hasil pengukuran yang konsisten.12

V. OPTICAL BIOMETRY
Optical biometry bersifat non-kontak dan telah terbukti keakuratannya dalam
mengukur axial length dan juga sekaligus mengukur radius kurvatur kornea (corneal
power) dan bilik mata depan, sehingga dalam satu kali pemeriksaan dalam waktu yang
singkat (1 menit) dapat diperoleh ukuran power IOL. Sejak pertama kali diperkenalkan
pada tahun 2000, optical biometry telah digunakan secara luas menggantikan ultrasound
biometry. Alat ini terbukti lebih akurat dalam mengukur panjang bola mata. 12

PARTIAL COHERENCE INTERFEROMETRY (PCI)


Alat optical biometry pertama yang menggunakan partial coherence
interferometry dikenal sebagai IOL Master (Carl Zeiss Meditec AG). Alat ini merupakan
alat optik non kontak yang mengukur jarak antara puncak kornea dengan lapisan epitel
pigmen retina. 12

Gambar 26. IOL Master 12

35
Keunggulan IOL Master adalah memiliki ketepatan pengukuran hingga ± 0,02
mm, lima kali lebih baik dibandingkan alat ultrasound yang hanya memiliki ketepatan
pengukuran 0,10-0,12 mm. Perbedaan ini terjadi oleh karena IOL Master menggunakan
cahaya koheren dengan panjang gelombang yang lebih pendek dibanding ultrasound
sehingga panjang bola mata diukur dari kornea sampai lapisan RPE di fovea dan bukan
terhadap membrana limitans interna seperti pada alat ultrasound. Hal ini akan
memberikan perbedaan sekitar 130 um yang berhubungan dengan ketebalan retina di
fovea. 12

Gambar 27. Perbedaan prinsip pengukuran panjang bola mataantara alat ultrasound dengan IOL
Master
Sistem pengukuran IOL Master menggunakan sinar inframerah dengan panjang
ge-lombang 780 nm yang ditransmisikan ke bola mata menggunakan interferometer
Michelson. Sinar inframerah tersebut lalu dipantulkan kembali oleh epitel pigmen retina
dan diterima oleh interferometer yang akan menghitung besar kekuatan lensa intraokuler
yang dibutuhkan. Oleh karena menggunakan sinar inframerah, alat ini dapat digunakan
untuk mengukur panjang bola mata pada keadaan pseudophakia, aphakia, maupun mata
dengan silicon oil tanpa perlu mengubah kecepatan seperti pada alat ultrasound A-Scan.
12

Teknik pengukuran secara non kontak memberikan beberapa keuntungan seperti


tidak dibutuhkannya anestesi topikal dan tidak adanya resiko trauma maupun infeksi pada
kornea. Selain itu, hasil pengukuran menggunakan IOL Master lebih sedikit dipengaruhi
oleh operator dibandingkan alat ultrasound. 12
Namun, alat ini juga memiliki beberapa keterbatasan, yaitu tidak dapat di-gunakan
pada mata yang memiliki katarak yang sangat padat, maupun pada keadaan dimana
terdapat kekeruhan media refrakta. Selain itu, pengukuran juga tidak dapat dilakukan
pada pasien yang kesulitan untuk menetapkan titik fiksasi, misalnya pasien dengan
nistagmus, maupun pada pasien yang tidak kooperatif, misalnya anak-anak atau pasien
yang mengalami retardasi mental. 12

36
Gambar 28. Perbandingan hasil pemeriksaan IOL Master pada media yang jernih dan pada katarak
yang padat 12

OPTICAL LOW-COHERENCE REFLECTOMETRY (OLCR)


Tahun 2008, sebuah alat biometri yang menggunakan optical low-coherence
reflectometry (OLCR) diperkenalkan dengan menggunakan nama Lenstar LS 900 (Haag
Streit AG). Selain mengukur panjang bola mata, alat ini juga mengukur kedalaman bilik
mata depan, ketebalan kornea, lensa, dan retina, keratometri, ukuran pupil, dan diameter
kornea (white to white distance). Seluruh parameter tersebut diukur hanya dengan satu
langkah sehingga waktu pemeriksaan akan lebih singkat. 12

Gambar 12. Lenstar LS 90012


Dalam mengukur panjang bola mata, alat ini menggunakan sumber cahaya berupa
diode superluminisens dengan panjang gelombang 820 nm. Dengan menggunakan prinsip
OLCR, alat ini juga mengukur kedalaman bilik mata depan dari endotel kornea ke kapsul
anterior lensa. Berbeda dengan alat PCI yang menggunakan slit illumination dalam
memperkirakan kedalaman bilik mata depan. Sebagai tambahan, baik PCI maupun OLCR
sama-sama menggunakan analisis gambar dalam mengukur keratometri dan white to
white distance. 12
Suatu penelitian yang membandingkan akurasi pengukuran lensa intraokuler
menggunakan kedua alat optical biometry tersebut, menemukan bahwa panjang bola mata
dan kedalaman bilik mata depan yang diukur menggunakan OLCR secara statistik lebih
besar dibanding hasil pengukuran yang menggunakan PCI. Selain itu, nilai keratometri

37
juga memberikan sedikit perbedaan. Namun secara klinis, saat nilai-nilai tersebut
digunakan dalam perhitungan kekuatan lensa intraokuler, perbedaan yang diperoleh tidak
signifikan. Penelitian lain membanding-kan waktu yang dibutuhkan oleh kedua alat
dalam proses pengukuran. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa waktu yang
dibutuhkan dalam pemeriksaan meng-gunakan PCI lebih singkat dibandingkan OLCR.
Sebagai tambahan, media refrakta yang keruh yang merupakan kelemahan dalam
pengukuran menggunakan PCI juga menjadi kelemahan pada

PEMERIKSAAN RETINOMETRI
Pemulihan tajam penglihatan pasca bedah katarak kadang-kadang dapat juga
melebihi dari hasil yang diprediksi sebelumnya. Prediksi tajam penglihatan pasca bedah
sangat penting untuk memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya mengenai
prognosis tajam penglihatan pasca bedah, bila operasi yang mereka jalani tanpa
komplikasi.13
Potensi tajam penglihatan (fungsi makula) pada keadaan lensa yang keruh
(katarak) dapat dinilai dengan menggunakan metoda potential acuity measurement
(Borish, 2012). Pemeriksaan potential acuity measurement diperiksa antara lain dengan
menggunakan Potential Acuity Meter (PAM), Inferometer (Interference Fring
Methods/IFM) baik laser, halogen ataupun cahaya (retinometri). Pemeriksaan potential
acuity measurement di RSUP Sanglah menggunakan retinometri (Lotmar Visometer dari
Haag Streit International) .13
Prinsip pemeriksaan PAM dan IFM adalah memproyeksikan objek dengan
diameter kecil di retina, sehingga hampir tidak terpengaruh oleh status refraksi penderita.
PAM memproyeksikan Snellen Chart pada retina sedangkan retinometri
memproyeksikan gambaran grating dark and light di retina. Proyeksi objek PAM
dihasilkan melalui satu area kecil (0,1 mm) di pupil untuk mencapai retina.
Pemeriksaan retinometri (interference-frings methods) dilakukan dengan
memberikan sinar yang melalui 2 area kecil di pupil yang dilalui oleh 2 objek, dan
kemudian keduanya saling tumpang tindih sehingga terbentuk bayangan grating dark and
light di retina Pemeriksaan dilakukan dengan mengatur ketebalan grating dark and light,
dari grating yang tebal sampai dengan grating yang halus sampai penderita tidak dapat
lagi membedakan arah grating (vertikal, horisontal maupun diagonal). Pemeriksaan ini
akan didapatkan status tajam penglihatan yang disebut grating visual acuity dengan nilai
0,1 - 1,0. Pemeriksaan retinometer memerlukan kerjasama yang baik dengan penderita.
Penderita diharapkan dapat merubah posisi kepala sedikit untuk memungkinkan sinar
retinometer masuk ke celah kekeruhan media refrakta. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan
dengan pupil lebar .13
Pemeriksaan retinometri penting sebagai prediksi hasil operasi katarak Metoda
pemeriksaan prediksi tajam penglihatan dimana terdapat kekeruhan yang mengganggu

38
media refraksi diperiksa dengan clinical interferometer (interferometer klinis), dan
potential acuity meter. Prinsip pemeriksaan ini adalah memproyeksikan bayangan dengan
diameter kecil ke retina melalui celah-celah kekeruhan media refraksi, sehingga dapat
menghilangkan efek penyebaran sinar (scaterring) oleh karena kekeruhan pada media
tersebut .13
Pemeriksaan retinometri pada penelitian ini menggunakan interferometer.
Pemeriksaan interferometer (IFM), yaitu pemeriksaan dengan memproyeksikan sinar
yang koheren melalui dua lubang kecil dari sistem optik mata. Dua sinar tersebut
membentuk gambaran interference frings di retina (kisi-kisi). Jarak antara 2 pita tersebut
dapat diatur sesuai jarak kedua sinar tersebut. Semakin lebar jarak kedua sinar semakin
tipis jarak antar pita. Hasil dari pemeriksaan ini adalah tajam penglihatan kisi-kisi (grating
visual acuity) dengan notasi snellen acuity. Penelitian ini menggunakan pemeriksaan
retinometri dengan alat retinometer Heine Lambda dimana pemeriksaan dilakukan pada
pupil lebar setelah ditetes midriatikum.
Retinometri merupakan pemeriksaan yang bisa memprediksi hasil pasca operasi
katarak. Pemeriksaan retinometri dapat memberikan hasil positif palsu ataupun negatif
palsu. Hasil positif palsu yaitu hasil retinometri pra bedah katarak memberikan hasil yang
sama jika dibandingkan dengan hasil retinometri pasca bedah katarak. Hal ini bisa terjadi
pada keadaan seperti edema makula kistoid (CME), glaukoma, AMD. Hasil negatif palsu
yaitu hasil retinometri pra bedah katarak memberikan hasil yang lebih buruk
dibandingkan dengan hasil retinometri pasca bedah katarak. Hal ini seringkali terjadi
karena ketidakmampuan alat retinometri menembus lensa yang keruh merata. Pada
penelitian ini, didapatkan bahwa seluruh data retinometri pra bedah mencakup hasil
negatif palsu, yaitu penilaian retinometri pra bedah lebih buruk daripada retinometri pasca
bedah. Pada penelitian ini tidak ditemukan hasil positif palsu. Hasil positif palsu tentu
akan sangat mengecewakan para ahli bedah dan pasien, terutama karenasudah diprediksi
di awal hasil operasi katarak baik, namun ada beberapa keadaan yang bisa membuat tidak
seperti harapan. Penelitian Campbell (2011) memperlihatkan bahwa 20% pasien pasca
bedah katarak 2 bulan setelah operasi memiliki BCVA yang sama jika dibandingkan
dengan hasil retinometri pra bedah katarak.13
Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan, dari 20% pasien tersebut, didapatkan
gangguan lain pada retina yaitu CSME, epiretinal membrane dan macular pucker .13

Persiapan Operasi6:
1. Antibiotik topikal seperti tobramycin atau gentamisin atau ciprofloxacin selama 3
hari sebelum operasi dianjurkan sebagai profilaksis endophthalmitis.
2. Persiapan mata yang akan dioperasi dengan memotong bulu mata dan mata yang
akan dioperasi harus ditandai.
3. Melakukan informed consent

39
4. Setiap pasien harus diinstruksikan agar mandi scrub termasuk mencuci muka dan
rambut dengan sabun dan air. Pasien laki-laki harus mencukur jenggot dan
memangkas rambutnya. Pasien wanita sebaiknya menyisir rambut dengan benar.
5. Untuk menurunkan IOP (Intra Ocular Pressure), diberikan acetazolamide 500 mg
stat 2 jam sebelum operasi dan gliserol 60 ml dicampur dengan jumlah air atau
jus lemon 1 jam sebelum operasi, atau mannitol intravena 1 gm / kg berat badan
setengah jam sebelum operasi.
6. Untuk mempertahankan pupil melebar (terutama pada ekstraksi katarak
extracapsular) dapat diberikan obat tetes mata antiprostaglandin seperti
indometasin atau flurbiprofen tiga kali sehari sebelum operasi dan setengah jam
selama dua jam segera sebelum operasi. Pelebaran pupil yang memadai pupil
dapat dicapai dengan pemberian tropikamid 1 persen dan 5 persen atau 10 persen
phenylephrine setiap sepuluh menit pada satu jam sebelum operasi.

TEKNIK OPERASI
a. Ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran
isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa
lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut, kemudian
dikeluarkan melalui insisi 9-10 mm, lensa intraokular diletakkan pada kapsul
posterior. Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan katarak imatur, kelainan
endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior, implantasi sekunder
lensa intra okular, kemungkinan dilakukan bedah glaukoma, predisposisi prolaps
vitreous, sebelumnya mata mengatasi ablasi retina, dan sitoid makular edema.

40
Gambar 15. Teknik ECCE6

b. Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan
nukleus yang kemdian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm, dan
kemudian dimasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat. Keuntungan yang
didapat dengan tindakan insisi kecil ini adalah pemulihan visus lebih cepat, induksi
astigmatis akibat operasi minimal, komplikasidan inflamasi pasca bedah minimal.
Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan katarak ekstrakapsul, dapat terjadi
katarak sekunder yang dapat dihilangkan/dikurangi dengan tindakan Yag laser.

Gambar 16. Teknik Fakoemulsifikasi6

41
c. Ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK).
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat
dilakukan pada zonula Zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada
katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder dan
merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. Pembedahan ini
dilakukan dengan mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus sehingga
penyulit tidak banyak seperti sebelumnya. Katarak ekstraksi intrakapsular ini tidak
boleh dilakukan atau kontra indikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang
masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmat, glaukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.

Gambar 17. Teknik EKIK6


d. SICS (Small Incision Cataract Surgery)
Manual operasi katarak sayatan kecil (SICS) ini menjadi sangat populer
karena kelebihannya dibandingkan dengan ECCE konvensional serta
phacoemulsification. Dalam teknik ini ECCE dengan implantasi lensa intraokular
dilakukan dengan sutureless self-sealing valvular sclerocorneo tunnel incision.

42
Gambar 18. Teknik SICS6
Pemasangan Lensa Tanam (IOL)
Merupakan pilihan utama untuk kasus aphakia. Bahan dasar IOL yang dipakai sampai
saat iniyaitu polymethylmethacrylate (PMMA). Ada beberapa tipe dari IOL berdasarkan
metodefiksasinya di mata5:
 Anterior Chamber IOL

Lensa jenis ini berada di depan iris dan disuport oleh anterior chamber. ACIOL inidapat
ditanam setelah proses ICCE dan ECCE. Jenis ini jarang dipakai
karenamempunyai resiko tinggi terjadinya bullous Keratopathy.
 Iris-Supported lenses

Lensa difiksasi di iris dengan bantuan jahitan. Lensa jenis ini juga telah jarang
dipakaikarena mempunya insidens yang tinggi terjadinya komplikasi post operatif.
 Posterior chamber lenses

PCIOL ini terletak di bagian belakang iris yang disuport oleh sulkus siliar atau
olehcapsular bag. Ada 3 jenis dari PCIOL yang sering dipakai:

43
a. Rigid IOL: terbuat secara keseluruhan dari PMMA
b. Foldable IOL: dipakai untuk penanaman melalui insisi yang kecil(3,2mm) setelah
tindakan phacoemulsifikasi dan terbuat dari silikom, akrilik, hydrogel dan
collaner
c. Rollable IOL
IOL yang paling tipis dan biasa dipakai setelah mikro insisi pada phakonitteknik,
terbuat dari hydrogel.

Indikasi pemasangan IOL:


Sebaliknya pemasangan IOL dilakukan pada setiap operasi katarak,
kecuali ada kontraindikasinya. PseudophakiaPseudofakia adalah suatu keadaan dimana
mata terpasang lensa tanam setelahoperasi katarak. Lensa ini akan memberikan
penglihatan lebih baik. Lensa intraokularditempatkan waktu operasi katarak dan akan
tetap disana untuk seumur hidup. Lensa initidak akan mengganggu dan tidak perlu
perawatan khusus dan tidak akan ditolak keluaroleh tubuh.Gejala dan tanda pseudofakia:
penglihatan kabur, visus jauh dengan optotypesnellen, dapat merupakan miopi atau
hipermetropi tergantung ukuran lensa yang ditanam (IOL), terdapat bekas insisi atau
jahitan.

Gambar 19. Tipe IOL11


Tanda-tanda pseudophakia6:
 Anterior chamber biasanya sedikit lebih dalam dibandingkan dengan
matanormal
 Purkinje image test menunjukkan empat gambaran.
 Pupil bewarna kehitam-hitaman tetapi ketika sinar disenter ke arah pupil maka
akan terlihat pantulan reflex. Ada tidaknya IOL dapat dikonfirmasi dengan
mendilatasi pupil.
2.10 Komplikasi
1. Komplikasi Intra Operatif Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior,
pendarahan atau efusi suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi
vitreus, incacerata kedalam luka serta retinal light toxicity.
2. Komplikasi dini pasca operatif
o COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang
keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma

44
dan epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea perifer dengan
daerah sentral yang bersih paling sering) -
o Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
o Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak
adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang
tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan endoftalmitis.
o Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi
3. Komplikasi lambat pasca operatif - Ablasio retina - Endoftalmitis kronik yang
timbul karena organissme dengan virulensi rendah yang terperangkap dalam
kantong kapsuler - Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior
lemah Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi2

2.11 Preventif
80 persen kebutaan atau gangguan penglihatan mata dapat dicegah atau dihindari.
Edukasi dan promosi tentang masalah mata dan cara mencegah gangguan kesehatan mata.
sebagai sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. Usaha itu melipatkan berbagai pihak,
termasuk media massa, kerja sama pemerintah, LSM, dan Perdami.
Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu
normal pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata,
mengonsumsi makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan
antioksidan seperti buah-buahan banyak yang mengandung vitamin C, minyak sayuran,
sayuran hijau, kacang-kacangan, kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang merupakan
makanan dengan kandungan vitamin E, selenium, dan tembaga tinggi.
Vitamin C dan E dapat memperjelas penglihatan. Vitamin C dan E merupakan
antioksidan yang dapat meminimalisasi kerusakan oksidatif pada mata, sebagai salah satu
penyebab katarak. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 3.000 orang dewasa selama
lima tahun menunjukkan, orang dewasa yang mengonsumsi multivitamin atau suplemen
lain yang mengandung vitamin C dan E selama lebih dari 10 tahun, ternyata risiko terkena
katarak 60% lebih kecil.2
2.11 Prognosis
Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat
jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak resiko ini
kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE
atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga
2 garis pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart.2

45
BAB III
PEMBAHASAN

1. Mengapa pasien ini di diagnosis Katarak Senilis Matur OD + Katarak Sienilis


Imatur OS ?
Dari anamnesia didapatkan umur pasien 65 tahun, pasien memiliki faktor
predisposisi menderita katarak senilis yaitu kekeruhan lensa pada usia diatas 50
tahun. Keluhan utama pasien adalah penurunan fungsi penglihatan (buram) secara
progresif sejak 4 tahun SMRS. Penurunan penglihatan dirasakan perlahan
(tidak mendadak) tanpa disertai adanya mata merah. Penglihatan tidak
membaik dengan memicingkan mata, menyingkirkan kelainan refraksi penurunan
pengllihatan dirasakan paling parah pada mata sebelah kanan. Pasien
mendeskripsikan pandangan pada mata kanan seperti berkabut dan merasa
cahaya menjadi lebih silau yang merupakan gejala katarak.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan pada kedua mata, yaitu:


 Mata kanan (OD) : Visus 1/∞ presepsi (+), proyeksi (-)
 Mata kiri (OS): Visus 0,1 False 1

OS memiliki kekeruhan pada lensa kanan dengan shadow test (-) yang
menunjukkan katarak matur. Sedangkan pada lensa kiri dengan shadow test (+)
yang menunjukkan katarak imatur

2. . Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini?


Pasien dengan kelainan katarak tidak dapat diatasi dengan pemberian obat
tetes mata maupun peroral. Sampai saat ini penanganan katarak yang terbaik
adalah melalui tindakan operasi dengan mengambil lensa yang keruh dan
menggantinya dengan lensa buatan (IOL) yang jernih.
Pada pasien ini penatalaksanaan yang diberikan untuk mengatasi penyakit
kataraknya adalah dengan dilakukan operasi. Tindakan operasi yang dilakukan
adalah SICE (small insisi cataract ecstraction)
Perlu dijelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang dialaminya adalah
penyakit kekeruhan lensa yang mengenai kedua matanya akibat proses penuaan.
Oleh karena itu pasien harus memperhatikan gejala – gejala pada penyakit ini,
yaitu penurunan penglihatan, tampak seperti melihat asap, seperti melihat pelangi
dan terkadang sedikit silau.

3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?


Prognosis katarak dapat dikatakan baik jika penyakit cepat dideteksi.
Dengan dilakukan operasi katarak dapat membantu pasien untuk melihat yang

46
sebelumnya terjadi gangguan penglihatan. Sekitar 95 % pasien dapat melihat
kembali setelah operasi katarak namun tidak dengan visus yang normal. Namun
sekiranya pasien dapat terbantu dengan penanaman lensa buatan yang di tanam
untuk menggantikan lensa yang dihancurkan.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Sri RY. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2017; 210-
222
2. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
3. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika, 2000.
4. Guyton dan Hall. Penerjemah: Emirta I. Ibrahim Ilyas. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi Keduabelas. Elsevier.
5. Snell, Richard S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC. 2011.
6. Khurana, A K. Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition. New Delhi: New
Age International. 2007.
7. Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI. Katarak
Sebabkan 50% Kebutaan. Available:
http://www.depkes.go.id/article/view/16011100003/katarak-sebabkan-50-
kebutaan.html
8. Khalilullah, Said Alvin. 2010. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak
Senilis.
9. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7 th ed.
Elsevier. 2011.
10. Tanto C, Liwang F, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
2014; 388-390
11. World Health Organization. Cataract. http://www.who.int/topics/cataract/en/
12. Panggalo, idayani. 2016. Biometri. Makasar: Bagian Ilmu kesehatan Mata.
Diakses pada 26 oktober 2018 https://www.scribd.com/upload-
document?archive_doc.
13. Suryati, Ni Made. 2016. Karakteristik Dan Perbedaan Hasil Retinometri Prabedah
Dan Pasca Bedah Katarak Pada Penderita Katarak Senilis Di Rsup Sanglah
Denpasar. Bali; Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Mata.

48

Anda mungkin juga menyukai