Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

GADING FAJAR PUNYA CERITA

BIDANG KEGIATAN:
PKM-GAGASAN TERTULIS

Diusulkan Oleh :
Kiki Amelia Agusti NIM: 172010200202 2017-2018
Mochamad Fahmi Fandani NIM: 172010200260 2017-2018
Rezki Wahyu Firdaus NIM: 172010200212 2017-2018
Rini Kurniawati NIM: 172010200253 2017-2018
Achmad Amam Khusairi NIM: 172010200258 2017-2018

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO


SIDOARJO
2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 2
1. Latar Belakang ...................................................................................................... 2
2. Tujuan dan Manfaat ............................................................................................. 2
GAGASAN......................................................................................................................... 3
A. Kondisi Ruang Terbuka Hijau ............................................................................ 3
B. PKL (Pedagang Kaki Lima ) di Gading Fajar ................................................... 3
C. Kebijakan Pemerintah Sidoarjo Dalam Menangani Masalah PKL ................. 4
KESIMPULAN ................................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 8

1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mengubah area persawahan yang ada diperumahan Gading Fajar menjadi
tempat berkumpul banyak orang. Area persawahan yang ada disebelah pasar
malam Gading Fajar sudah menjadi tanah pasif‚ karenanya hanya sebidang saja
dan diapit oleh puluhan rumah-rumah. Persawahan tersebut akan diubah oleh para
pengusaha menjadi tempat yang diminati banyak orang‚ seperti : Tempat
nongkrong‚ restoran‚ toko pakaian‚ maupun toko-toko kebutuhan rumah tangga.
Sebab lokasinya yang sangat strategis dan dipinggir jalan serta sudah dikenal oleh
semua orang dan menjadi objek yang sering kali dikunjungi oleh masyarakat‚ baik
anak-anak muda maupun orang tua pada akhir pekan.
Gading Fajar yang dulu terkenal memiliki banyak pedagang kaki lima
menarik para pembeli dari luar daerah tersebut hingga membuat macet jalan‚
semenjak turunnya aturan baru yang membuat para pengusaha tersebut harus
angkat kaki dari daerah tersebut (tidak dapat menetap lagi). Begitulah yang terjadi
sekarang dan membuat gading fajar tampak sepi. Semoga dari kejadian diatas
dapat mengubah pola fikir masyarkat untuk membuat jalan keluar yang bisa
mengangkat daerah gading fajar menjadi objek jaman now yang diminati semua
orang.

2. Tujuan dan Manfaat


Dari masalah-massalah yang telah diuraikan, maka dapat diketahui tujuan
dari gagasan ini, yaitu :
1. Kondisi ruang terbuka hijau
2. Merapikan dan memperindah wajah kota

2
GAGASAN
A. Kondisi Ruang Terbuka Hijau
Di kota Sidoarjo di jalan kembar perumahan Taman Pinang – Gading Fajar,
Sidoarjo, tiap hari dipenuhi pedagang aneka jenis kebutuhan, terutama malam
minggu dan hari Minggu.
Pada hari Sabtu malam, Minggu pagi, dan Minggu malam di area ini ada
berbagai pedagang kuliner, elektronik, furniture, fashion, dan lain sebagainya.
Semua tersedia di stand-stand yang tidak permanen (Pedagang Kaki Lima). Di
Taman Pinang – Gading Fajar tidak pernah sepi pengunjung. Pedangannya pun
seperti tak pernah sepi pembeli.
Tapi sekarang ada susunan aturan baru untuk menyempurnakan poin seputar
penataan dan pemberdayaan, aturan tersebut akan menjelaskan teknis penataan
dan pemberdayaan PKL (Pedagang Kaki Lima). Gading Fajar adalah era RTH
(Ruang Terbuka Hijau), karena memang PKL (Pedagang Kaki Lima) dilarang
berjualan di area RTH (Ruang Terbuka Hijau) dan di jalan protocol, karena bisa
mengganggu dan menyebabkan kemacetan dan merusak estetika kota. PKL
(Pedagang Kaki Lima) yang ada di area Gading Fajar saat ini terancam gulung
tikar.

B. PKL (Pedagang Kaki Lima ) di Gading Fajar


Masalah Pedagang Kaki Lima (PKL) tidak kunjung selesai di setiap daerah
di Indonesia. Permasalahan ini muncul setiap tahun dan terus saja berlangsung.
Keberadaan PKL di Gading Fajar dianggap illegal karena menempati ruang publik
dan tidak sesuai dengan visi kota Sidoarjo yang sebagian besar menekankan aspek
Kebersihan, Keindahan, Kerapihan kota atau kita kenal dengan istilah 3K.
Para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang umumnya tidak memiliki keahlian
khusus mengharuskan mereka bertahan dalam suatu kondisi yang
memprihatinkan, dengan begitu banyak kendala yang harus dihadapi diantaranya
kurangnya modal, tempat berjualan yang tidak menentu, kemudian ditambah
dengan berbagai aturan seperti adanya Perda. Melihat kondisi seperti ini, maka
seharusnya semua tindakan pemerintah didasarkan atas kepentingan masyarakat
atau ditujukan untuk kesejahteraan rakyat atau dalam hal ini harus didasarkan
pada asas oportunitas.
Dari segi ekonomi tentunya jelas dapat dilihat bahwa dengan adanya PKL
dapat diserap tenaga kerja yang dapat membantu pekerja tersebut dalam
mendapatkan penghasilan. Dari segi social dapat dilihat jika kita rasakan bahwa
keberadaan PKL dapat menghidupkan maupun meramaikan suasana. Hal ini
menjadi daya tarik tersendiri.
Masalah Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang ada di kota Sidoarjo
di jalan kembar perumahan Taman Pinang – Gading Fajar, Sidoarjo, yaitu
diantaranya :

3
1. Penggunaan ruang publik oleh PKL bukan untuk fungsi semestinya karena
dapat membahayakan orang lain maupun PKL itu sendiri.
2. PKL di Gading Fajar membuat tata ruang kota Sidoarjo menjadi kacau.
3. Keberadaan PKL tidak sesuai dengan visi kota Sidoarjo yaitu yang sebagian
besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota.
4. Pencemaran lingkungan yang sering dilakukan oleh PKL.
5. PKL menyebabkan kerawanan sosial.
Berkembangnya PKL dipicu oleh gagalnya pemerintah membangun
ekonomi yang terlihat dari rendah dan lambatnya Pertumbuhan ekonomi,
pemerintah punya komitmen yang kuat dalam mensejahterakan masyarakatnya
harus menyiapkan dana khusus sebagai jaminan PKL yang digusur untuk memulai
usaha baru ditempat lain. Mengingat PKL yang digusur biasanya tanpa ada ganti
rugi karena dianggap illegal.
Menjamurnya PKL yang berada di wilayah Gading Fajar Sidoarjo bermula
dari kurangnya ruang Central PKL yang disediakan oleh pemerintah sidoarjo,
dalam hal ini pemerintahan kabaupaten Sidoarjo belum tuntas mengentas
permasalahan PKL yang ada di Sidoarjo.

C. Kebijakan Pemerintah Sidoarjo Dalam Menangani Masalah PKL


Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pemkab Sidoarjo
menyatakan, rencana program revitalisasi terus dimatangkan. Dia membenarkan
bahwa instansinya akan menggandeng warga desa untuk mempercantik kawasan
yang selama ini dipadati PKL tersebut. Dia melanjutkan, begitu penertiban tuntas,
DLHK langsung melakukan pengurukan. Tanah yang terlihat gersang kembali
digemburkan, lalu ditanami dengan pohon. Nah, dalam aksi itu, pihaknya bakal
mengajak warga.
Kabag Perekonomian dan Sumber Daya Alam (SDA) Pemkab Sidoarjo
menjelaskan, desain penataan PKL sebenarnya tertuang dalam Perda Nomor 3
Tahun 2016. Namun, masih ada beberapa kekurangan. Misalnya, teknis penataan.
Rencananya, pemkab menyusun aturan baru untuk menyempurnakan poin seputar
penataan dan pemberdayaan PKL. Aturan tersebut bakal menjelaskan teknis
penataan dan pemberdayaan PKL. Mulai tempat relokasi hingga jam operasional.
Aturan itu juga akan dipadukan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW)
daerah. Sejatinya, aturan tersebut disusun awal tahun lalu. Namun, karena ada
perombakan organisasi perangkat daerah (OPD), realisasinya tertunda. Setidaknya
ada lebih dari enam OPD yang terlibat. Di antaranya, disperindag, satpol PP, dinas
perhubungan (dishub), dinas pekerjaan umum dan penataan ruang (PUPR), serta
dinas kependudukan dan catatan sipil (dispendukcapil).
Penataan PKL nanti memanfaatkan tempat-tempat yang strategis. Misalnya,
sentra-sentra dan fasum di kompleks pertokoan dan perumahan. Dia
mencontohkan, PKL di sekitar Jalan Gajah Mada bakal difasilitasi untuk relokasi

4
di sentra PKL Gajah Mada. Sementara itu, PKL di kawasan lain bisa
menggunakan regulasi 5 persen dari lahan milik pengembang. ’’Kalau memang
ada dana dan memungkinkan, dibangun sentra-sentra PKL lain
Pemerintah dalam hal ini memiliki suatu kebijakan untuk menangani
masalah PKL, yaitu suatu kebijakan yang melarang keberadaan PKL dengan
dikeluarkannya Perda (Peraturan Daerah). Pemerintah Kota/daerah mengeluarkan
kebijakan yang isinya antara lain .
1) Pedagang Kaki Lima dipindah lokasikan ke tempat yang telah disediakan
berupa kios-kios.
2) Kios kios tersebut disediakan secara gratis.
3) Setiap kios setiap bulan ditarik retribusi
4) Bagi Pedagang yang tidak pindah dalam jangka waktu 90 hari setelah
keputusan ini dikeluarkan akan dikenakan sangsi sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
Dengan demikian, Pemerintah kota menganggap kebijakan relokasi tersebut
merupakan tindakan yang terbaik bagi PKL dan memudahkan PKL. Karena
dengan adanya kios – kios yang disediakan pemerintah, pedagang tidak perlu
membongkar muat dagangannya. Selain itu, pemerintah juga berjanji akan
memperhatikan aspek promosi, pemasaran, bimbingan pelatihan, dan kemudahan
modal usaha. Pemerintah merasa telah melakukan hal yang terbaik dan bijaksana
dalam menangani keberadaan PKL.
Pemerintah Kota merasa telah melakukan yang terbaik bagi para PKL.
Namun, Pasca relokasi tersebut, beberapa pedagang kaki lima yang diwadahi
dalam suatu paguyuban melakukan berbagai aksi penolakan terhadap rencana
relokasi ini. Kebijakan Relokasi ini tidak dipilih karena adanya asumsi bahwa ada
kepentingan dalam kebijakan ini yaitu;
Pertama dalam membuat agenda kebijakannya pemerintah cenderung
bertindak sepihak sebagai agen tunggal dalam menyelesaikan persoalan. Hal
tersebut dapat dilihat dari tidak diikut sertakan atau dilibatkannya perwakilan
pedagang kaki lima ke dalam tim yang ‘menggodok’ konsep relokasi. Tim
relokasi yang selama ini dibentuk oleh Pemerintah hanya terdiri dari Sekretaris
Daerah, Asisten Pembangunan, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan
Koperasi, serta Dinas Pengelolaan Pasar.
Kedua adanya perbedaan persepsi dan logika dalam memandang suatu
masalah antara pemerintah dengan pedagang kaki lima tanpa disertai adanya
proses komunikasi timbal balik diantara keduanya. Dalam proses pembuatan
kebijakan, Pemerintah seringkali menggunakan perspektif yang teknokratis,
sehingga tidak memberikan ruang terhadap proses negosiasi atau sharing
informasi untuk menemukan titik temu antara dua kepentingan yang berbeda.
Selama ini, pedagang kaki lima menganggap Pemerintah Kota tidak pernah
memberikan rasionalisasi dan sosialisasi atas kebijakan relokasi yang dikeluarkan,
sehingga pedagang kaki lima curiga bahwa relokasi tersebut semata-mata hanya

5
untuk keuntungan dan kepentingan Pemerintah Kota atas proyek tamanisasi.
Selain itu, tidak adanya sosialisasi tersebut mengakibatkan ketidak jelasan konsep
relokasi yang ditawarkan oleh pemerintah, sehingga pedagang kaki lima
melakukan penolakan terhadap kebijakan relokasi.

6
KESIMPULAN
a. Mengubah area persawahan menjadi perumahan dan area persawahan
menjadi area pasif.
b. Persawahan tersebut diubah menjadi tempat ngopi, restoran dan lain-lain
karena temparnya yang strategis.
c. Gading fajar dulu banyak pedagang kaki lima sehingga banyak wisatawan
yang lalu lalang disana.
d. Tetapi sekarang ada aturan baru yang mengharuskan pedagang kaki lima
angkat kaki dari gading fajar.

7
DAFTAR PUSTAKA

https://www.jawapos.com/read/2017/05/02/127260/buat-aturan-baru-penataan-
pkl-tertibkan-pkl-gading-fajar
http://www.wisatasidoarjo.com/pasar-gading-fajar/
https://www.beritalima.com/2017/05/31/penggusuran-pkl-gading-fajar-
penerapan-perda-atau-pelanggaran-ham/

Anda mungkin juga menyukai