Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aritmia adalah salah satu gangguan pada sistem kardiovaskular. Aritmia
adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh
konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul
akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi
ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik
aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas
pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut
dan konduksi (Hanafi, 1996).
Selain gagal jantung, mortalitas dari penyakit kardiovaskuler juga banyak
disebabkan oleh aritmia. Kejadian aritmia belakangan ini semakin banyak menarik
perhatian para peneliti. Kardiak aritmia bertanggungjawab atas kematian akibat
kardiovaskular berkisar 20 % (Meier dkk, 2001; Kanbay dkk, 2010).
Aritmia memiliki insidens yang tinggi sebagai penyebab kematian mendadak
(sudden death) pada populasi berumur 40-50 tahun di negara maju. Tercatat di
Amerika Serikat pada tahun 2001, 450.000 meninggal karena aritmia.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan
asuhan keperawatan pasien dengan aritmia gangguan penghantaran secara
komprehensif.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat memahami definisi aritmia
2. Mahasiswa dapat memahami etiology aritmia
3. Mahasiswa dapat memahami aritmia ganggguan penghantaran impuls.
4. Mahasiswa dapat memahami komponen dari aritmia gangguan
penghantaran impuls.
5. Makasiswa dapat memahami manifestasi pada gambaran EKG setiap
komponen aritmia gangguan penghartaran impuls.
6. Mahasiswa dapat memahami pemeriksaan penunjang aritmia.
7. Mahasiswa dapat memahami komplikasi aritmia
8. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pasien aritmia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Aritmia


Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung
yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges,
1999). Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium.
Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial
aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama
jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk
gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).

Aritmia dibedakan dalam dua golongan besar yaitu :

a. Gangguan pembentukan impuls


b. Gangguan penghantaran impuls

2.2 Etiologi Aritmia

Etiologi aritmia secara umum dapat dapat digolongkan menjadi dua faktor yaitu :

1. Gangguan pada jantung itu sendiri, meliputi :


a. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, miokarditis karena
infeksi
b. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner, spasme arteri
koroner, iskemi miokard, infark miokard
c. Akibat gagal jantung
d. Akibat kardiomiopati
e. Karena penyakit degenerasi misalnya fibrosis sistem konduksi jantung

2. Gangguan yang bukan dari jantung itu sendiri, meliputi :


a. Trauma (perdarahan)
b. Intoksikasi obat misalnya digitalis
c. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiper atau hipokalemia)
d. Gangguan pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja
dan irama jantung
e. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat
f. Gangguan endokrin (hipertiroidisme dan hipotirodisme)

2.3 Gangguan penghantaran impuls


Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran
(konduksi) aliran implus yang disebut blok. Hambatan tersebut mengakibatkan
tidak adanya aliran implus yang sampai bagian miokardium yang seharusnya
menerima implus untuk dimualinya kontraksi. Blok ini dapat terjadi pada setiap
bagian sistemkonduksi implus mulai dari nodus sino-atrial (SA), nodus atrioatrial
(AV), jaras his dan cabang-cabang samai pada serabut purkinje dalam
miokardium

Gangguan penghantaran implus tersebut meliputi :

1. Blok sino atrial ( SA Blok )


 Blok sino atrial derajat satu
 Blok sino atrial derajat dua
 Blok sino atrial derajat tiga
2. Blok atrio-ventrikuler ( AV Blok )
 Blok atrio-ventrikuler derajat satu
 Blok atrio-ventrikuler derajat dua tipe I
 Blok atrio-ventrikuler derajat dua tipe II
 Blok atrio-ventrikuler derajat tiga
3. Blok intraventrikuler
 RBBB ( Right Bundle Branch Block )
 LBBB ( Left Bundle Branch Block )
 LAFB / LAHB ( Left Anterior Fasicular Block / Left Anterior
Hemiblock )
 LPFB / LPHB ( Left Posterior Fascicular Block / Left Posterior
Hemiblock )
4. SVT ( Supraventrikel Takikardi)
 AV NRT (Atrio Ventricular Reentry Tachycardia)
 AVRT (Atrio Ventricular Reentry Tachycardia) karena WPW sindrom.

2.4 Komponen Aritmia Gangguan Penghantaran


 Blok Sinoatrial ( Blok SA )
1. Definisi
Blok sinoatrial (SA Block) mengacu pada gangguan penyebaran impuls dari
SA node ke miokardium atrium sekitarnya mengakibatkan keterlambatan
atau kelalaian dari respon atrium. SA blok disebut 'exit blok' karena
dorongan tidak bisa keluar dari tempat pacemaker nya.

Blok SA dibagi atas :

1. Blok SA Derajat Satu


Blok SA derajat satu disebabkan oleh keterlambatan potensial aksi
antara SA node dan atrium atau menunjukkan waktu konduksi yang
lama dari SA node ke miokardium atrium sekitarnya.
2. SA Blok Derajat Dua
SA blok derajat dua terbagi atas
a. SA Blok Derajat Dua Tipe Satu
Terlihat pada EKG sebagai pengurangan bertahap interval P-P
mengakibatkan jeda pada akhirnya dan kemudian mengulang
siklus.
b. SA Blok Derajat Dua Tipe Dua
Dalam jenis ini SA blok tidak ada pemendekan Interval P - P,
sebaliknya ketiadaan yang tak terduga dalam gelombang P dan
kompleks QRS berikutnya. Tipe II SA blok bernama 2: 1, 3: 2
blok, dan lain-lain menurut rasio interval P-P dengan jeda.
3. SA Blok Derajat Tiga

Hal ini juga disebut SA blok lengkap dan bermanifestasi sebagai tidak
adanya gelombang P, dengan jeda panjang menghasilkan irama atrium
atau ventrikel ektopik. Ada empat penyebab utama ketiadaan
gelombang P pada EKG, termasuk:

- Kegagalan impuls untuk meninggalkan sinoatrial node.


- Kegagalan sinoatrial node menghasilkan impuls
- Impuls tidak memadai dan gagal untuk mengaktifkan atrium
- Kelumpuhan Atrial (mencegah aktivasi atrium)

2. Etiologi
Penyebab blok exit sinoatrial adalah
1. stimulasi vagal yang berlebihan
2. miokarditis akut
3. infark miokard akut (terutama infark inferior)
4. Hiperkalemia
5. Fibrosis melibatkan atrium
6. Obat-obatan seperti digitalis, quinidin, prokainamid

3.Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang beragam, yang mencerminkan berbagai gangguan
irama khas sinoatrial. Presentasi yang paling dramatis adalah syncope.
Manifestasi klinis lainnya adalah berhubungan dengan respon tingkat jantung
tidak cukup untuk aktivitas sehari-hari yang sulit untuk diagnosa.

4. Penatalaksanaan
Blok nodus SA biasanya tidak memberi gejala dan menghilang setelah faktor
presipitasi sembuh sehingga tidak memerlukan pengobatan. Namun blok
nodus SA yang memiliki pause yang sangat panjang dan menimbulkan gejala,
maka dapat diberikan atropine atau isoprenalin ( IV ) atau pemasangan pacu
jantung tergantung berat ringannya gejala.

 Blok Atrioventrikular ( Blok AV )


1. Definisi
Pada hantaran listrik jantung bisa mengalami hambatan pada jalur
konduksinya. Pada blok atrioventrikular ( AV Blok ) terjadi hambatan
penjalaran impuls listrik dari atrium ( serambi jantung ) ke ventrikel
( bilik jantung ) secra parsial atau total. Atau setiap gangguan konduksi
impuls pada nodal AV dan sistem His – Purkinje disebut blok AV.
Interval PR merupakan kunci untuk membedakan tipe blok AV serta
analisis lebar kompleks QRS merupakan kunci penentu lokasi blok.
Blok AV dibagi atas :
1. Blok AV Derajat Satu :
Tanda khas blok derajat satu adalah adanya perlambatan konduksi
di dalam nodus AV sehingga terjadi perpanjangan interval PR
( waktu antara atrium mulai depolasrisasi ) dengan konfigurasi QRS
kompleks yang normal.
2. Blok AV derajat dua :
Karakteristik dari blok AV derajat dua adalah tidak semua impuls
yang berasal dari atrium disalurkan ke ventrikel. Dengan demikian
pada EKG lebih banyak tampak gelombang P disbanding kompleks
QRS. Blok AV dapat dibagi lagi terdiri atas:
a. Blok AV derajat dua tipe satu (mobitz tipe I atau
wenckebach)
Saat impuls sinus dihantarkan melalui nodal AV akan terjadi
perlambatan hantaran yang semakin besar (interval PR semakin
lama semakin panjang)
Sampai suatu saat gelombang P gagal dihantarkan dan tidak
diikuti oleh kompleks QRS (QRS missing). Bloknya terjadi
pada nodal AV sehingga gelombang QRS normal.
Pada kelainan ini biasanya tidak menimbulkan gejala, jika rasio
konduksi sangat rendah bisa menyebabkan bradikardia dan
penurunan curah jantung. Penyebab tersering adalah penyakit
jantung koroner, infark miokard inferior, penyakit katup aorta
serta efek obat – obat yang memperlambat konduksi AV
( penghambat beta, antagonis kalsium dan digitalis ).
b. Blok AV derajat dua tipe dua ( Mobitz tipe II )
Keadaan ini timbul jika impuls atrium gagal dihantaran ke
ventrikel tanpa ada penundaan hantaran yang progresif. Lokasi
blok hantaran terletak di bawah nodal AV dan sering pada distal
berkas HIS di berkas cabang
Pada infark miokard akut inferior bisa terjadi blok AV dengan
kompleks QRS sempit ( lokasi blok di nodal AV ) tetapi jika
blok AV pada infark miokard akut anterior biasanya
menunjukkan kompleks QRS lebar ( lokasi blok di intranodal
( berkas cabang ).
3. Blok AV derajat tiga blok AV total kompleks
Tidak ada impuls atrium yang dihantarkan ke ventrikel sehingga
atrium dan ventrikel mengalami depolarisasi secara terpisah satu
dengan yang lain.

2. Etiologi
Sebagian besar hambatan listrik jantung terjadi pada orang – orang berusia
tua. Penyebab yang paling banyak adalah terbentunya jaringan fibrosa
pada system konduksi jantung dan penyakit arteri koroner. Namun, ada
beberapa kasus hambatan listrik jantung yang disebabkan oleh :
- Pemakaian obat – obat tertentu, misalnya digitalis dan beta blocker
- Penyakit jantung rematik
- Sarkoidosis

3. Manifestasi Klinis :
Gejala yang muncul tergantung dari derajat gangguan yang terjadi :
- AV blok derajat satu seringkali jarang menimbulkan gejala
- Orang – orang yang mengalami AV blok derajat dua bisa
menyebabkan detak jangtung yang lambat, tidak teratur, atau
keduanya
- AV Blok derajat tiga merupakan gangguan yang berat dan bisa
mengganggu kemampuan jantung dalam memompa darah. Gejala –
gejala yang sering kali terjadi diantaranya pusing, kelelahan, dan
pingsan.
M, L. Brent. Heart Block. Merck Manual Home Health
Handbook.2012

4. Penatalaksanaan :
a. AV Blok Derajat Satu dan AV Blok Derajat Dua
- Pengamatan; biasanya ada pengobatan yang dibutuhkan
- Atropin 0,5 mg dapat diberikan secara intravena dan diulang
sampai dosis total 3 mg jika bradikardia adalah gejala (hipotensi,
nyeri dada)
- Pemberian transkutan, epinefrin (2 -10 mcg / min) atau dopamin
(2 - 10 mcg / kg / min) juga dapat dipertimbangkan.
b. AV Blok Derajat Tiga
- Pengamatan jika pasien asymotomatik . Apakah gejala-gejala
muncul, atropin 0,5 mg dapat diberikan dan diulang sampai dosis
total 3 mg jika bradikardia adalah gejala (hipotensi, nyeri dada).
- Pemberian Transkutan, epinefrin (2 - 10 mcg / menit), atau
dopamin (2 - 10 mcg / kg / min) juga dapat dipertimbangkan.
- Penatalaksanaan AV blok total dilakukan dengan obat-obatan dan
pemasangan pacu jantung. Biasanya jarang diperlukan alat pacu
jantung permanen. Pemasangan pacu jantung sebagai sumber
energi eksternal yang digunakan untuk menstimuli jantung jika
gangguan pembentukan impuls dan/ atau transmisi menimbulkan
bradiaritmia diharapkan dengan pacu jantung mengembalikan
hemodinamik ke tingkat normal atau mendekati nomal pada saat
istirahat dan aktivitas. Sangat perlu diperhatikan kondisi
hemodinamik pasien. American Heart Association/ American
College of Cardiology membagi indikasi pemasangan pacu
jantung ke dalam 3 kelas: kelas I,II,III. Yang dimaksud kelas I
adalah keadaan dimana pacu jantung harus dipasang, kelas II
keadaan dimana masih terdapat perbedaan mengenai
kepentingannya, dan kelas III keadaan dimana tidak diperlukan
pacu jantung.

 Gangguan konduksi Intraventrikel


Pada keadaan normal septum intraventrikel bagian kiri akan terstimulasi
pertama kali sekali kemudian impuls berjalan untuk menstimulasi septum
kanan sehingga ventrikel kiri dan kanan akan berdepolarisasi bersamaan.
Konduksi normal akan mengahsilkan kompleks QRS sempit ( durasi QRS <
0,12 detik )
Blok Cabang Berkas ( Bundle Branch Block )
Blok cabang berkas merupakan gambaran konduksi impuls parsial maupun
total pada cabang berkas. Hal ini menyebabkan perlambatan eksitasi salah
satu ventrikel sehingga depolarisasi ventrikel tidak simultan. Konduksi lebih
lambat sehingga menghasilkan kompleks QRS yang lebar ( durasi > 0,12
detik ). Untuk analisis, paling baik dilihat di sadapan V1 dan V6.
Beberapa kelainan blok cabang berkas adalah sebagai berikut
a. Blok cabang berkas kanan ( RBBB = Right Bundle Branch Block )
Pada RBB, depolarisasi septum dari ventrikel kiri adalah normal,
sedangkan depolarisasi ventrikel kanan terjadi perlambatan akibat blok
di RBB. Jadi, setelah sepolarisasi septum dan ventrikel kiri atau setelah
terbentuk gambaran rS di sadapan V1 dan qr di sadapan V5, baru
terekam arus depolarisasi ventrikel kanan yang datangnya terlambat
menuju ke V1. Dengan demikian , kompleks QRS di V1 atau V2 menjadi
bentuk yang dikenal sebagai telinga kelinci ( rabbit ear appearance ).
Sebaliknya di sadapan V5 ( atau sandapan lateral lainnya ) akan terekam
gambaran qrs.
Pola RBBB sering dijumpai pada pasien stenosis mitral, defek septum
atrial, IMA serta bisa suatu variasi normal.
b. Blok cabang berkas kiri ( LBBB = Left Bundle Branch Block )
Apabila konduksi di LBB terganggu maka arus depolarisasi septum
hanya dibentuk dari komponen RBB sehingga mengarah ke ventrikel
kiri. Sebagai akibat selain gelombang r di sadapan V1 dan gelombang q
disandapan V1 dan gelombang Q di sandapan V5 tidak terbentuk,
sebaliknya terjadi gelombang Q di sandapan V1 dan gelombang R di
sandapan V5. Setelah itu terjadi depolarisasi ventrikel kanan, yang
kemudian diikuti depolarisasi ventrikel kiri yang terlambat.
Pola LBBB sering dijumpai pada pasien stenosis aorta, cardiomiopati
dilatasi, IMA, penyakit arteri koroner, serta hipertensi yang mengarah ke
pelebaran akar aorta dan regurgitasi aorta.
c. Blok Hantaran fasikulus
Blok hantaran fasikulus bisa terjadi fasikulus anterior kiri dan fasikulus
posterior kiri
1. Blok hantaran fasikulus anterior kiri ( left anterior fasicular
block / left anterior hemiblock = LAFB / LAHB )
Pada keadaan ini terjadi hambatan konduksi aliran listrik yang turun
ke fasikulus anterior sehingga aliran listrik akan turun melewati
fasikulus posterior kiri ke permukaan inferior miokard dan terjadilah
depolarisasi ventrikel kiri dengan arah inferior ke superior
2. Blok hantaran fasikulus posterior kiri ( left posterior fascicular
block / left posterior hemiblock = LPFB / LPHB )
Pada keadaan ini semua aliran listrik turun lewat fasikulus anterior
kiri ( karena terjadi hambatan konduksi aliran listrik yang turun ke
fasikulus posterior ) dan terjadi depolarisasi ventrikel dengan arah
superior ke inferior.

 SVT (Supra Ventrikel Takikardi)


SVT adalah satu jenis takiaritmia yang ditandai dengan dengan perubahan laju
jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 x/menit
sampai 250 x/menit. Kelainan pada SVT mencangkup sistem konduksi dan
terjadi dibagian atas bundel his. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks
QRS normal. SVT yang termasuk dalam aritmia gangguan penghantaran ialah
AVNRT (takikardi reentry pada simpul AV) dan AVRT ( takikardi reentry pada
sindroma pre-ekstasi ).
Re-entry adalah pada sebagian otot jantung terjadi blockade indirectional
(blockade terhadap rangsang dalam arah antegrad), dimana rangsang dari arah
lain dapat masuk kembali secara retrograde melalui bagian yang mengalami
blockade tadi. Begitu dimulai, dorongan ini mungkin beredar melalui daerah
yang sama berulang kali. Impuls yang terjebak menjadi alat pacu jantung
dalam keadaan ini. Konduksi impuls mungkin tertunda atau terlalu lambat
(misalnya AV blok tingkat pertama dan kedua), atau menjadi benar-benar
diblokir (misalnya derajat ketiga atau blok jantung lengkap).
a. AVNRT
Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV. Sirkuit tertutup
pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi
pada sisi lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat
(fast limb), jenis ini disebut juga jenis typical atau orthodromic. Jika
sebaliknya maka disebut atypical atau antidromic.
b. AVRT
Pada AVRT karena sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW) jenis
orthodromic, konduksi antegraf terjadi pada jaras his-purkinje (slow
conduction) sedangkan konduksi retrograf terjadi pada terjadi pada jaras
tambahan (fast conduction). Jenis antidromic merupakan kebalikan dari
orthodromic.

2.5 Manifestasi pada


Perbedaan tipe dari reentry loop:
EKG AVNRT (kiri) dan AVRT (kanan)
1. Blok SA Derajat Satu
Hal ini tidak dapat direkam pada standar 12 mengarah EKG, tetapi
membutuhkan rekaman intrakardiak invasif.

2. Blok SA Derajat Dua Tipe Satu

a. Interval P – R konstan
b. Pemendekan yang progresif interval R - R diikuti dengan jeda.
Interval R - R setelah jeda adalah terpanjang karena keterlambatan
terbesar dalam konduksi terjadi di irama kedua setelah jeda. Interval
antara gelombang P mendahului impuls yang diblokir dan gelombang
P berikutnya adalah kurang dari dua kali Interval P-P yang normal
3. Blok SA Derajat Dua Tipe Dua

a. Jika turun secara bergantian, hal itu disebut 2: 1 SA blok.


Jika setiap detak ketiga menurun, hal itu disebut 3: 2 SA block
4. Blok SA Derajat Tiga
Tidak adanya gelombang P, dengan jeda panjang menghasilkan irama
atrium atau ventrikel ektopik.

5. Blok AV Derajat Satu

Karakteristik :

- Irama : biasanya teratur atau regular


- Atrium : 60-100 denyut / menit
- Ventrikel : 60-100 denyut / menit
- Gelombang P : normal
- Gelombang P : QRS: 1 : 1
- Durasi QRS : biasanya normal
- Interval PR : konstan dan lebih dalam dari 0,20 detik
6. Blok AV derajat dua
a. Blok AV derajat dua tipe satu (mobitz tipe I atau wenckebach)
Karakteristik
- Laju :laju atrial lebih besar dari laju ventrikel.
- Irama :irama ventrikel ireguler.
- Gelombang P :bentuk normal dan beberapa gelombang
P tidak diikuti kompleks QRS
- Durasi QRS : biasanya normal
- Interval PR : tidak konstan, semakin lama semakin
Memanjang
b. Blok AV derajat dua tipe dua ( Mobitz tipe II )

Karakteristik :
- Laju : laju ventrikel lebih lambat
- Irama : irama ventrikel ireguler
- Gelombang P : bentuk normal dan beberapa gelombang P
tidak diikuti kompleks QRS ( ada QRS
missing )
- Durasi QRS : normal (< 0,12 detik )
- Interval PR : konstan (0,12 - .0,02 sec )
- rasio P: QRS : 2: 1, 3: 1, atau lebih besar.

7. Blok AV derajat tiga blok AV total kompleks

Karekteristik :
- Laju : laju atrial lebih besar dari laju ventrikel
- Irama : teratur, tidak ada hubungan irama atrial dan
ventrikel
- Gelombang P : normal
- Durasi QRS : tergantung lokasi escape pacemaker, durasi
QRS normal bila irama dari junctional dan
melebar bila terdapat ventricular escape rhythm
Interval PR : tidak ada
8. Blok cabang berkas kanan ( RBBB = Right Bundle Branch Block )
Karakteristik RBBB :
- Pola rSR’ di sadapan aVR dan V1
- Gelombang S lebar ( durasi > 0,04 detik ) dan tumpul ( slurred ) di
sadapan I, aVL, V5, dan V6
- Durasi kompleks QRS > 0,12 detik ( blok total ) atau antara 0,10 –
0,12 detik ( blok parsial )
9. Blok cabang berkas kiri ( LBBB = Left Bundle Branch Block )
Karakteristik LBBB :
- Kompleks QRS lebar dan bertakik ( berbentuk huruf M ) disadapan
I, aVL, V5 dan V6
- Tidak dijumpai gelombang Q sadapan I, V5, dan V6
- Kadang disertai depresi segmen ST dan gelombang T inverse di
sadapan I, aVL, V5, dan V6
- Durasi kompleks QRS > 0,12 detik ( blok total ) atau antara 0,10 –
0,12 detik ( blok parsial )
10. Blok hantaran fasikulus anterior kiri ( left anterior fasicular block /
left anterior hemiblock = LAFB / LAHB )
Klasifikasi LAFB :

- Deviasi aksis ke kiri ( pastikan tidak ada penyebab deviasi aksis


lain seperti hipertrofi ventrikel kiri )
- Durasi QRS normal
- Tidak ada perubahan segmen ST dan gelombang T
11. Blok hantaran fasikulus posterior kiri ( left posterior fascicular
block / left posterior hemiblock = LPFB / LPHB )

Karakteristik LPFB :
- Deviasi aksis ke kanan ( pastikan tidak ada penyebab deviasi
aksis lain seperti hipertrofi ventrikel kanan )
- Durasi QRS normal
- Tidak ada perubahan segmen ST dan gelombang T.
12. AVNRT
a. Orthodromic

Karakter :
- Komplek QRS sempit
- Gelombang P timbul segera setelah kompleks QRS sempit
dan terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena
gelombang P tersebut tenggelam di dalam komplek QRS.
b. Antidromic
Karakter :
- Komplek QRS sempit
- Gelombang P terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh
setelah komplek QRS.

13. AVRT
a. Orthodromic

Karakter :
- Komplek QRS sempit
- Gelombang P timbul segera setelah kompleks QRS sempit
dan terbalik.
b. Antidromic

Karakter :
- Komplek QRS lebar
- Gelombang P terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh
setelah komplek QRS.
-
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a) EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit
dan obat jantung.
b) Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien
aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi
pacu jantung/efek obat antidisritmia.
c) Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
d) Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan area
iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal
atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
e) Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan
yang menyebabkan disritmia.
f) Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium
dapat mnenyebabkan disritmia.
g) Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya
obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
h) Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid
serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
i) Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut
contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
j) GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat
menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
2.8 Komplikasi
a) Stroke
Ketika jantung tidak dapat memompa darah secara efektif, darah akan
melambat. Hal ini dapat menyebabkan gumpalan darah terbentuk. Jika
bekuan darah terbawa dalam aliran darah dan dalam perjalannya menghalangi
arteri otak, maka akan menyebabkan stroke. Ini dapat merusak otak dan
menyebabkan kematian.
b) Gagal jantung
Gagal jantung dapat terjadi karena jantung memompa tidak efektif dalam
waktu lama karena bradikardi atau takikardi. Gagal jantung juga
menyebabkan kelebihan cairan yang terkumpul pada kaki dan paru-paru.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, umur, tangal lahir, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, tanggal pengkajian.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
 Keluhan utama : lemas, sinkop (pingsan), baik yang dahulu
maupun sekarang, kepala ringan, pusing, kelelahan, nyeri dada,
dan berdebar-debar.
 Riwayat penyakit saat ini: aritmia gangguan penghantaran
meliputi blok-sino atrial, blok-atrio ventrikular, dan blok intra-
ventrikular.
b. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
 Penyakit yang pernah diderita: aritmia, kardiomiopati, GJK,
penyakit katup jantung, hipertensi.
 Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya
kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
 Penyakit jantung, stroke, hipertensi
3. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Penyakit paru kronis, riwayat atau penggunaan tembakau berulang,
napas pendek, batuk (dengan atau tanpa produksi sputum), pernapasan
krekels.
b. B2 (Blood)
 Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode
aritmia.
 Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus alternant
(denyut kuat teratur atau denyut lemah), nadi bigeminal (denyut
kuat tak teratur atau denyut lemah).
 Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
 Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
 Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).
c. B3 (Brain)
 Kesadaran composmentis hingga coma.
 Glasgow Coma Scale ( GCS ) : E : , V : , M : , tergantung dari
kesadaran klien
 Pusing, berdenyut, sakit kepala
 Status mental berubah, contoh disorientasi, bingung,
kehilangan memori, perubahan pola bicara, kesadaran, pingsan,
koma.
 Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).
d. B4 (Bladder)
 Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.
e. B5 (Bowel)
 Hilang nafsu makan, anoreksia.
 Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).
 Mual dan atau tidak disertai muntah.
 Perubahan berat badan.
 Ditandai dengan perubahan berat badan.
f. B6 (Bone)
 Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, cyanosis,
berkeringat (gagal jantung, syok), turgor kulit.
 Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot normal
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrial , penurunan kontraktilitas miokardia
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air.

3.3 Intervensi
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrial , penurunan kontraktilitas miokardia.
Tujuan/Kriteria Hasil :
 Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang
dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urine
adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa.
 Menunjukkan penurunan frekuensi/tak ada disritmia.
 Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.

Intervensi :

a) Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.


Rasional : Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
b) Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.
c) Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin
cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
d) Pantau TD.
Rasional : Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat
meningkat, pada CHF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
e) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia.
f) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat
sesuai indikasi (kolaborasi).
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi.
Tujuan/kriteria hasil :
 Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
 Memenuhi perawatan diri sendiri.
 Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
a) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya
bila klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh
fungsi jantung.
b) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dipsnea, berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan
peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
d) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborsi).
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghidari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air.
Tujuan/kriteria hasil :
 Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan
masukan dan pengeluaran.
 Bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima.
 Berat badan stabil dan tidak ada edema.
 Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.

Intervensi :

a) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana


diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal.
b) Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c) Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selam
fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d) Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru,
gagal jantung.
e) Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GGK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.
f) Konsul dengan ahli gizi.
Rasional : Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

Anda mungkin juga menyukai