Anda di halaman 1dari 81

SKRIPSI 2013

KARAKTERISTIK PASIEN
KOLELITIASIS
DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012

OLEH :

NAMA : Ahmad Ulil Albab


NIM : C 111 08 126

PEMBIMBING
dr. Muh. Rum Rahim, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK PADA B AGIAN ILMU KES EHATAN MAS YARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HAS ANUDDIN
MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas perkenaan-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu

syarat dalam menyelesaikan tugas kepanitraan klinik pada Bagian Ilmu

Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran

Un iversitas Hasanuddin dengan judul:

“KARAKTERISTIK PASIEN
KOLELITIASIS
DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012”

Berbagai hambatan dan kesulitan yang penulis dapatkan, yakni mulai

dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai tahap penyelesaiannya. Penulis

menyadari semua keterbatasan ini, namun berkat kerjasama dan bantuan

berbagai pihak akhirnya hambatan dan kesulitan tersebut dapat penulis atasi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan

memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya secara tulus dan ikhlas

kepada yang terhormat:

1. Dr. Muh. Rum Rahim, M.Kes selaku pembimbing/orang tua penulis

yang dengan kesediaan, keikhlasan dan kesabaran meluangkan waktunya

untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis mulai dari

penyusunan proposal sampai pada penulisan skripsi ini.

2. Kepala bagian beserta seluruh staf pengajar Bagian IKM-IKK


Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

ii
3. Kedua orang tua tercinta, Drs. Mukmin, M.S i, Ak dan S t. Naisah, terima

kasih atas semua yang telah diberikan, seluruh keluarga dan teman-

teman yang selalu memberi dorongan dan bantuan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Ayu Sabrini Muliani, S.Kg, yang selalu memberikan motivasi dan

bantuan kepada penulis dalam berbagai hal, mulai dari penyusunan hingga

terselesaikannya skripsi ini. Semoga selalu berada dalam lindungan-Nya,

dan selalu dimudahkan langkahnya di mana pun berada.

5. Rekan-rekan mahasiswa kepanitraan klinik, khususnya bagian IKM-IKK

serta semua pihak yang turut membantu penulis selama penyelesaian

skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat

dalam skripsi ini, olehnya itu sumbangan berupa saran dan kritik

senantiasa penulis harapkan. Akhirnya penulis ber harap kiranya tulisan ini

dapat bermanfaat untuk penulisan dan penelitian selanjutnya. Semoga Allah

SWT senantiasa melimpahkan anugrah-Nya kepada kita semua. Amin.

Makassar, September 2013

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………...……………………………………..i

HALAMAN PERS ETUJUAN DIP ERBANYAK……………………...…………

ii HALAMAN PERS ETUJUAN DIP ERTAHANKAN DI SIDANG

UJIAN……..iii HALAM PENGES

AHAN……………………………………………………......iv KATA P

ENGANTAR……………………………… …………………………….v DAF

TAR IS I……………………………………………………………...…...… vii

DAF TAR TABEL…………………………………………………………...….....

x DAF TAR BAGAN………………………………………………………….……

xi DAF TAR

LAMPIRAN………………………………………………………......xii

RINGKAS AN………………………………………………………...…...

…….xiii BAB I P ENDAHULUAN……………………………………………...

……….…1

1.1 Latar Belakang………………………………………………….....………1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………........…2

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………… ……….....…2

1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………… ……...4

BAB II TINJAUAN PUS TAK A……………………………………………….


….5

2.1 Defenisi………………………………………………………..………..…5

2.2 Epidemiologi………………………………………………...………….…6

2.3 Anatomi Kandung Empedu…………………………………………..……7


iv
2.4 Fisiologi Kandung Empedu……………………………………………..…8

2.5 Etiologi………………………………………………………...…………10

v
2.6 Faktor Resiko………………………………………………………….…12

2.7 Patofisiologi……………………………………………………..….……13

2.8 Diagnosis……………………………………………………...……….…17

2.9 Penatalaksanaan……………………………………………..……...……21

2.10 Komplikasi………………………………………………..……..…...…23

2.11 Prognosis………………………………………………...…………...…24

BAB III KERAN GKA KERJA PEN ELITIAN …………………………….....…


25

BAB IV METODE PEN ELITIAN……………………………………………....30

4.1 Jenis Penelitian……………………………………………………...……30

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian…………………………………………....30

4.3 Populasi dan Sampel…………………………..…………………………30

4.4 Jenis Data dan Instrumen Penelitian…………………………………..…31

4.5 Manajemen Penelitian………………………………………………....…31

4.6 Etika Penelitian……………………………………………………..……32

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……………………...………….….……33

5.1 Distribusi Sampel Menurut Kelompok Umur…………...………….……


33

5.2 Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin……………… ……..…..……


34

5.3 Distribusi Sampel Menurut Indeks Massa Tubuh……………………..…


35

5.4 Distribusi Sampel Menurut Riwayat Opname Sebelumnya……...………


36

5.5 Distribusi Sampel Menurut Kadar Leukosit…………………… ..………


37

5.6 Distribusi Sampel Menurut Kadar Bilirubin Serum…………………...…


38

5.7 Distribusi Sampel Menurut Kadar Alkali Fosfatase……………….….…


v
39

vi
BAB V K ESIMP ULAN DAN SARAN…………………………………….……
40

6.1 KESIMPULAN…………………………………………………......……40

6.2 SARAN………………………………………………………..…....……42

DAF TAR P USTAKA……………………………………………………....……43

vi
i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR


Wahidin

Sudirohusodo Periode Januari Desember 2012 berdasarkan Kelompok

Tabel 2. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR

Wahidin Sudirohusodo Periode Januari Desember 2012

berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 3. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR

Wahidin Sudirohusodo Periode Januari Desember 2012 berdasarkan

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tabel 4. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR

Wahidin Sudirohusodo Periode Januari Desember 2012 berdasarkan

Riwayat Opname Sebelumnya

Tabel 5. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR


Wahidin

Sudirohusodo Periode Januari Desember 2012 berdasarkan Kadar

Leukosit

Tabel 6. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR

Wahidin Sudirohusodo Periode Janua ri Desember 2012

berdasarkan Kadar Bilirubin Serum

Tabel 7. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR

Wahidin Sudirohusodo Periode Januari Desember 2012 berdasarkan

Kadar Alkali Fosfatase (ALP)

vii
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Kerangka Teori

Bagan 3.2 Kerangka Konsep

viii
viiiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Penugasan Pembimbing

Skripsi Lampiran 2. Surat Persetujuan Izin

Penelitian Lampiran 3. Surat Persetujuan

Pembacaan Skripsi Lampiran 4. Undangan Ujian

Skripsi Mahasiswa Lampiran 5. Berita Acara

Ujian Skripsi

Lampiran 6. Data Hasil Penelitian

ix
KARAKTERISTIK PASIEN KOLELITIASIS DI RSUP DR.
WAHIDIN SUDIROHUS ODO PERIOD E JANUARI-DES EMBER
2012

Ahmad Ulil Albab, dr. Muh. Rum Rahim,


M.Kes

ABSTRAK

Latar Belakang : Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat


ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada
kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk
di dalam kandung empedu. Hal ini dapat terjadi jika konsentrasi kolesterol
melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi
mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi
kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat. Di negara barat, batu empedu
mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi.
Insiden kolelitiasis di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta
pria dan 15 juta wanita. Metode Penelitian : Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian observasional dengan pendekatan deskritptif. Jenis penelitian
ini dimaksudkan untuk memaparkan karakteristik penderita penyakit kolelitiasis
berdasarkan fakta yang terdapat di lapangan. Penentuan variabel ini didasarkan
pada ketersediaan data dari rekam medik pasien, dengan tetap mengingat
kepentingan keterkaitan variabel tersebut dengan kasus kolelitiasis.
Hasil : Penelitian ini mendapatkan sampel sebanyak 87 kasus. Berdasarkan
kelompok umur insiden terbanyak pada rentang umur 40 – 49 sebanyak 31
kasus (35.63%), umur 50 – 59 tahun sebanyak 20 kasus (22,98%), umur 30 - 39
tahun sebanyak 17 kasus (19,54 %), umur ≥ 60 tahun sebanyak 13 kasus
(14,94%), umur
20 - 29 tahun sebanyak 4 kasus (4,59 %), dan umur < 20 tahun sebanyak 2 kasus
(2,29%).
Berdasarkan jenis kelamin didapatkan pasien berjenis kelamin laki- laki
sebanyak 26 orang (29,88%) dan pasien berjenis kelamin perempuan sebanyak
61 orang (70,12%).
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) didapatkan insiden terbanyak
pada rentang IMT 25,0-29,9 kg/m2 (overweight) sebanyak 55 kasus (63,22%),
IMT 30-
34,9 kg/m2 (obes I) sebanyak 19 kasus (21,84%), IMT 18,5-24,9 kg/m2 (normal)
sebanyak 8 kasus (9,19 %), dan IMT < 18,5 kg/m2 (underweight) sebanyak 5
kasus (5,75%). Tidak ditemukan kasus pada rentang IMT > 35 kg/m2 (obes II).
Berdasarkan Riwayat Opname Sebelumnya didapatkan insiden terbanyak
pada pasien dengan riwayat opname 14-20 hari sebanyak 19 kasus (33,92%),
riwayat opname ≥ 28 hari sebanyak 14 kasus (25%), riwayat opname 7-13 hari
sebanyak 9 kasus (16,08%), riwayat opname 21-27 hari sebanyak 8 kasus
(14,28%), dan riwayat opname < 7 hari sebanyak 6 kasus (10,72%). Sebanyak
31 kasus tidak menyertakan riwayat opname sebelumnya dalam status pasien.
Berdasarkan kadar leukosit didapatkan insiden terbanyak terjadi
pada
6
pasien dengan kadar le ukosit > 6 x 10 /L (leukositosis) sebanyak 75 kasus
(86,21%), kadar leukosit 4-6 x 106 /L (normal) sebanyak 11 kasus (12,64%),
x
dan kadar leukosit < 4 x 106 /L (leukopeni) sebanyak 1 kasus (1,15%).

xi
Berdasarkan kadar bilirubin serum, insiden terbanyak terjadi pada
pasien dengan kadar bilirubin total <1,1 mg/dL sebanyak 58 kasus (66,66%),
dan pasien dengan kadar bilirubin total ≥1,1 mg/dL sebanyak 29 kasus
(33,33%).
Berdasarkan kadar alkali fosfatase (ALP) didapatkan insiden
terbanyak pasien dengan kadar ALP > 100 IU/L sebanyak 31 kasus
(50,61%), kadar ALP
30-100 IU/L sebanyak 21 kasus (40,39%). Tidak ditemukan kasus dengan kadar
ALP < 30 IU/L. Sebanyak 35 pasien tidak dilakukan pemeriksaan kadar ALP.
Kesimpulan : Kolelitiasis terbanyak ditemukan pada rentang umur 40 – 49
tahun dengan paling banyak menyerang pasien yang berjenis kelamin
perempuan. Pasien kolelitiasis terbanyak dengan IMT 25,0-29,9 (Overweight),
dan riwayat opname terbanyak pada rentang 14-20 hari. Hampir seluruh pasien
ditemukan leuksositisis, dan lebih dari setengahnya terjadi peningkatan
bilirubin dan alkali fosfatase. O leh sebab itu perlu dilakukan penyuluhan lebih
lanjut mengenai kolelitiasis dan faktor-faktor resikonya, untuk mengurangi
angka kejadian dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Kata Kunci : Kolelitiasis, karakteristik

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang

mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke

dalam usus.1 Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat

ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu,

atau pada kedua- duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu

kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.1,2

Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa.

Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang

dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah

di negara Asia (3% hingga 4%).1

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di


Amerika

Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia

pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang. Insiden kolelitiasis atau

batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang

yaitu 5 juta pria dan

15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsi di Amerika, batu kandung

empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria.3 Pada pemeriksaan

autopsi di Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar

20% dari penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu,

baik yang bergejala maupun yang tidak. Persentase penduduk yang


1
mengidap penyakit

2
batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-
orang

Indian P ima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah


80%. 2,3

Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis,

sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian

besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. 2

Penelitian tentang kolelitiasis masih jarang dilakukan dilihat


dari

susahnya memperoleh data epidemiologi yang menggambarka n tentang

kasus kolelitiasis di Indonesia khususnya di S ulawesi Selatan. Maka akan

dilakukan penelitian tentang gambara n karakteristik pasien kolelitiasis

di RSUP Dr. Wahidin S udirohusodo Makassar. Pemilihan

lokasi berdasarkan pertimbangan RSUP Dr. Wahidin S udirohusodo

merupakan rumah sakit tipe A dan merupakan pusat rujukan di kawasan

Indonesia Timur, sehingga pasien yang menggunakan jasa pelayanan

medis di rumah sakit tersebut cukup banyak dan memiliki fasilitas

pemeriksaan dalam mendiagnosis kolelitiasis.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah gambaran karakteristik pasien kolelitiasis yang

dirawat di RS UP Dr. Wahidin S udirohusodo Makassar, Periode Januari –

Desember

2012.

1.3 TUJUAN PEN


ELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik pasien

3
kolelitiasis yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin S

udirohusodo Makassar.

4
1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui jumlah pasien kolelitiasis yang

menjalani pengobatan di RSUP Dr. Wahidin S udirohusodo

Makassar, Periode Januari – Desember 2012.

b. Untuk mengetahui distribusi pasien kolelitiasis yang


menjalani

pengobatan di RSUP Dr. Wahidin S udirohusodo

Makassar, Periode Januari – Desember 2012, berdasarkan umur.

c. Untuk mengetahui distribusi pasien kolelitiasis yang

menjalani pengobatan di RSUP Dr. Wahidin S udirohusodo

Makassar, Periode Januari – Desember 2012, berdasarkan jenis

kelamin.

d. Untuk mengetahui distribusi pasien kolelitiasis yang

menjalani pengobatan di RSUP Dr. Wahidin S udirohusodo

Makassar, Periode Januari – Desember 2012, berdasarkan

Indeks Massa Tubuh (IMT).

e. Untuk mengetahui distribusi pasien kolelitiasis yang


menjalani

pengobatan di RSUP Dr. Wahidin S udirohusodo

Makassar, Periode Januari – Desember 2012, berdasarkan

riwayat opname sebelumnya.

f. Untuk mengetahui distribusi pasien kolelitiasis yang

menjalani pengobatan di RSUP Dr. Wahidin S udirohusodo

Makassar, Periode Januari – Desember 2012, berdasarkan

kadar leukosit darah.

5
g. Untuk mengetahui distribusi pasien kolelitiasis yang

menjalani pengobatan di RSUP Dr. Wahidin S udirohusodo

Makassar, Periode Januari – Desember 2012, berdasarkan

kadar bilirubin serum.

h. Untuk mengetahui distribusi pasien kolelitiasis yang

menjalani pengobatan di RSUP Dr. Wahidin S udirohusodo

Makassar, Periode Januari – Desember 2012, berdasarkan kadar

serum alkali fosfatase (ALP).

1.4 MANFAAT PEN ELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a) Memberikan informasi sebagai bahan referensi untuk

melakukan penyuluhan, dan pencegahan untuk penyakit

kolelitiasis.

b) Sebagai bahan masukan untuk menambah pengetahuan.

c) Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan rujukan

bagi penelitian selanjutnya.

6
BAB II

TINJAUAN PUS
TAKA

2.1 Definisi

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di

dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada

kedua- duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol,

terbentuk di dalam kandung empedu.1

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan,


kolon,

lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati

dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior

di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran

kanan a tas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan

kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi

utama hati. 1,4

Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati


yang

mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke

dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung

empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu. 3

Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika


empedu

mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu

di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran

empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan


7
tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri

bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian

tubuh lainnya. 1,5

8
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding

kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan

demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang

berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu

sampai ke kantong empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di

usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada

saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di ka

ntong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut

misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong

empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan

pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering

timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya

batu.1,2,6

2.2 Epidemiologi

Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa.

Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang

dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah

di negara Asia (3% hingga 4%).2

Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut


Ganesh

et al dalam pengamatannya dari tahun januari 1999 sampai desember 2003

di Kanchi kamakoti Child trust hospital, mendapatkan dari 13.675 anak

yang mendapatkan pemeriksaan US G, 43 (0,3%) terdeteksi memiliki batu

kandung empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5 mm, dan 56%

batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala

9
asimptomatik dan hanya 2 anak dengan gejala (Gustawan, 2007). 7

10
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di

Amerika Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas

usia pubertas, sedangkan pada a nak-anak jarang. Insiden kolelitiasis

atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang

yaitu 5 juta pria dan

15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsi di Amerika, batu kandung

empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria.2,8 Pada pemeriksaan

autopsi di Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar

20% dari penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu,

baik yang bergejala maupun yang tidak. Persentase penduduk yang

mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50

%. Pada orang-orang Indian P ima di Amerika Utara, frekuensi batu

empedu adalah 80%. 2,3,9

Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di


klinis,

sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian

besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. 3,4

2.3 Anatomi Kandung Empe du

Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga

yang panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang

menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung

empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti

buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati.2,10 Kandung empedu

mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung

buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati.

11
Korpus merupakan bagian terbesar dari

kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung

empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika. 7

12
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke

saluran emped u yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil

bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan

bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu

membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung

de ngan duktus

sistikus membentuk duktus


koledokus.7

2.4 Fisiologi Kandung Empedu

Fungsi kandung empedu,


yaitu:

a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu

yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit.

Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel

hati. 8.11

b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol,


lemak

dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu

penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran

sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam

empedu) dan dibuang ke dalam empedu.8,11,12

Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar


waktu

makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu

hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati

duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung

empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah


13
mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam

kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu

hati. 2,4,13

14
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode

interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan.

Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu

oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus.

Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke

dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi,

sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum.3,4,14

Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon


duodenum,

yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi

pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih

kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding

kandung empedu.7,11 Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120

menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air,

lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit.

Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. 7,15

Sebelum makan, garam- garam empedu menumpuk di dalam


kandung

empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan

di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal ho rmonal dan sinyal

saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu

mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan. 7,16

Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan


penyerapan

lemak, berperan dalam pembuangan limbah te rtentu dari tubuh,

terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan

kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol,


15
lemak dan

16
vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan.

Garam empedu merangsa ng pelepasan air oleh usus besar untuk

membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu)

dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang

dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan

selanjutnya dibua ng dari

tubuh.2

Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh

hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. S irkulasi ini dikenal

sebagai sirkulasi enterohepatik . Seluruh garam empedu di dalam tubuh

mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi,

sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di

dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur

pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang

bersama tinja. Ha nya sekitar

5% dari asam empedu yang disekresikan dalam


feses. 2,4

2.5 Etiologi

Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu

dan jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu

empedu masih belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol

dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah

beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi

mengkristal dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya

faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabo lisme yang

17
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu,

dan infeksi kandung empedu. 8

Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu,


diantaranya:

18
1. Eksresi garam empedu

Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam

empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi atau

dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi. Jadi

dengan bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi mungkin

menyebabkan

terbentuknya batu empedu.8,17

2. Kolesterol empedu

Apa bila binatanang percobaan di beri diet tinggi kolestrol,

sehingga kadar kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi, dapatlah

terjadi batu empedu ko lestrol yang ringan. Kenaikan kolestreol

empedu dapat di jumpai pada orang gemuk, dan diet kaya lemak. 9

3. Substansia mukus

Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus

dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu. 9

4. Pigmen empedu

Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan

karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat

terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa

larutan bilirubin glukorunid.8,9

5. Infeksi

Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung

empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan

demikian menaikan pembentukan batu.9

19
2.6 Faktor Resiko

Faktor resiko untuk kolelitiasis, yaitu:

a. Usia

Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan

bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung

untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang de ngan usia

yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun

mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu

empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:

1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.

2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai

dengan bertambahnya usia.


2,3,18
3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

b. Jenis kelamin

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena

kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon

esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol

oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 %

pria menderita batu empedu dan prevalens inya meningkat dengan

bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.2,3

c. Berat badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai

resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini dikarenakan dengan

tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun

tinggi, dan juga

20
mengurasi garam empedu serta mengurangi

kontraksi/pengosongan kandung empedu.4,7

d. Makanan

Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak

hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan

komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam

cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat

mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah

klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan

terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan

kontraksi kandung empedu. 2,10

e. Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan

resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung

empedu lebih sedikit berkontraksi.10

f. Nutrisi intra-vena jangka lama

Nutrisi intra-vena jangka lama mengakibatkan kandung

empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada

makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk

terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.3,8

2.7 Patofisiologi

Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk

mengeluarkan kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol

bebas maupun sebagai garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme

lemak. K ira-kira
21
80 persen ko lesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi
garam

22
empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam

empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua

sel jaringan 3,19,20


tubuh.

Kolesterol bersifat tidak larut air da n dibuat menjadi larut air


melalui

agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke

dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi

empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan

terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol

monohidrat yang padat.9,21

Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna.


Sejumlah

penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol

mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan ko lesterol. Batu empedu

kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak.

Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di

dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk

menghasilkan cairan empedu. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap

dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.3,6

Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak

terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air),

dan pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk

penguraian sel darah merah.2

23
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di

klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol,

batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah

kolesterol (batu yang mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran

(batu yang mengandung

20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen,

yang mana mengandung <20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi

pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu,

pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi

kaslium dalam kandung empedu.2

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu


yang

terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu,

lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu.

Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi ( supersaturated) oleh

substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi

dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk

dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut

24
bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor

motilitas kandung

25
empedu, billiary statis, dan kandungan empedu merupakan

predisposisi pembentukan batu kandung e mpedu.2,4

a. Batu kolesterol

Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama:

- Supersaturasi kolesterol

- Hipomotilitas kandung empedu

- Nukleasi/pembentukan nidus cepat

Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti

bahwa empedu pasien denga n kolelitiasis mempunyai zat yang

mempercepat waktu nukleasi kolesterol (promotor) sedangkan empedu

orang normal mengandung zat yang menghalangi terjadinya nukleasi. 4

b. Batu kalsium bilirunat (pigmen coklat)

Batu pigmen coklat terbentuk akibat adanya faktor statis dan

infeksi saluran empedu. Statis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi

S fingter Oddi, striktur, operasi bilier dan infeksi parasit. Bila terjadi

infeksi saluran empedu, khususnya E.Coli, kadar enzim B-

glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi

bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin

menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang

dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan

terbentuknya batu pigmen coklat. U mumnya batu pigmen coklat ini

terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.4,6

26
c. Batu pigmen
hitam

Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada

pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini

terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Patogenesis

terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam

terbentuk

dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. 6,8

Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus

koledokus melalui duktus sistikus. Di dalam perjalanannya melalui duktus

sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan alian empedu secara

parsial maupun total sehingga menimbulkan gejala kolik bilier. Pasase

berulang batu empedu melalui duktus sistikus yang sempit dapat

menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan

peradangan dinding duktus dan striktur. Apabila batu berhenti di dalam

duktus sistikus dikarenakan diameter batu yang terlalu besar ataupun

karena adanya striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus

sistikus.1,6

Kolelitiasis asimptomatis biasanya diketahui secara kebetulan,


sewaktu

pemeriksaan ultrasonografi, foto polos abdomen, atau perabaan saat

operasi. Pada pemeriksaan fisik atau laboratorium biasanya tidak

ditemukan kelainan.8

2.8 Diagnosis

2.8.1
Anamnesis

27
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah

asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang

kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada

yang

28
simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,

kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah

kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan

kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri

kebanyakan perlahan- lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. 1,4

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, scapula, atau ke

puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat

penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan

antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan

bertambah pada waktu menarik nafas dalam. 1

2.8.2 Pemeriksaan fisis

1. Batu kandung
empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan

dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis

lokal atau umum, hidrop kandung empedu, atau pankreatitis.

Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum

maksimum di daerah letak anatomis kandung empedu. Murphy

sign positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita

menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang

tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik

nafas. 2

2. Batu saluran
empedu

Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala pada fase

tenang. Kadang teraba hepar dan sklera ikterik. Perlu diketahui

29
bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik

tidak jelas.

30
Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan

timbul ikterus klinis.2

2.8.3 Pemeriksaan penunjang

2.8.3.1 Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimptomatik biasanya

tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium.

Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.

Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan

ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh

batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan

oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar serum alkali

fosfatase dan mungkin juga amilase serum biasanya

meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut.1,3

2.8.3.2 Pemeriksaan radiologi

1. Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan

gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu

kandung empedu yang bersifat radiopak. Kadang-kadang

empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium

tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut

dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,

kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan

lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara

dalam

31
usus besar, di fleksura hepatika.8,11

32
2. Ultrasonografi (US G)

Ultrasonografi mempunyai kadar spesifisitas dan

sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu

kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intra-

hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung

empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang

diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu

yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang

sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.

Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu

kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan

palpasi biasa. 11,13

33
3. Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras

cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup

akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung

jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada

keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin serum di

atas 2 mg/dl, obstruksi pylorus dan hepatitis, karena pada

keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.

Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada

penilaian fungsi kandung empedu.1,13

2.9 Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan

pengobatan. Nyeri yang hilang timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan

menghindari atau mengurangi makanan berlemak.2,3 Pilihan

penatalaksanaan antara lain:

2.9.1 Kolisistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan

pasien dengan kolelitiasis simptomatik. Komplikasi yang paling

bermakna yang terjadi adalah cedera dekubitus biliaris yang terjadi

pada 0,2% pasien. Indikasi yang paling umum untuk kolisistektomi

adala h kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 2

2.9.2 Kolisistektomi laparoskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simptomatik

tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya

pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada


34
pasien dengan

35
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus.

Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur

konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit

dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,

nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum

terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan

dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang

mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi

laparoskopi.2,3,8

2.9.3 Disolusi medis

Masalah umum yang menggangu semua zat yang

pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya

yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya

untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari

asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan

hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini

dihentikan, kekambuhan batu terjadi pada 50% pasien. 3

2.9.4 Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut

kolesterol yang poten (metal-ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam

kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah

terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien

tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka

kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).8

36
2.9.5 Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ES WL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis

biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini

hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar

dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.1,2

2.9.6 Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anastesi lokal

bahkan disamping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai

prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kr

itis.4,6

2.10 Komplikasi

Komplikasi untuk kolelitiasis, yaitu:

a. Kolesistitis

Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran

kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan

infeksi dan peradangan kandung empedu.9

b. Kolangitis

Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu,

terjadi karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari

usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah

batu empedu. 9

c. Hidrops

Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan

hidrops kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada

37
peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops

biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak

dapat diisi

38
lagi empedu pada kandung empedu yang normal.

Kolesistektomi bersifat kuratif.9,11

d. Empiema

Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi

ini dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi

darurat segera.9

2.11 Prognosis

Prognosis pada kolelitiasis sendiri tidak dihubungkan dengan

meningkatnya kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun,

bisa disebabkan karena adanya komplikasi. Jadi prognosis cholelithiasis

tergantung dari ada/tidak dan berat/ringannya komplikasi. Namun,

adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam

saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian,

dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang

didapatkan biasanya sangat baik.1,11

39
BAB III
KERANGKA KERJA PENELITIAN

3.1 KERANGKA TEORI

Anamnesis Pemeriksaan fisik


 Usia  Nyeri tekan
 Jenis kelamin epigastrium,
 Indeks Massa Tubuh kuadran kanan atas
(IMT)  Murphy sign positif
 Riwayat opname lama  Hepar teraba
sebelumnya  Sklera ikterik
 Dispepsia, diserta i
intoleran lemak
 Nyeri epigastrium
kuadran kanan atas,
menjalar ke bahu
 Mual dan muntah

Pemeriksaan penunjang

Kadar Bilirubin Serum Foto Polos USG Kolesistografi


Leukosit Serum ALP Abdomen

Kolelitiasis

40
3.2 KERANGKA KONSEP

- Umur
- Jenis kelamin
- IMT Kolelitiasis
- Riwayat opname
sebelumnya

- Kadar leukosit
- Bilirubin seru m
- Kadar seru m ALP

3.3 DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF

1. Umur

Umur adalah lamanya waktu hidup sejak dilahirkan sampai

saat pasien dirawat/berobat ke RSUP Dr. Wahidin S

udirohusodo dan dinyatakan dalam tahun yang tercatum di dalam

rekam medik.

Kriteria objektif:

a. < 20 tahun

b. 20-29 tahun

c. 30-39 tahun

d. 40-49 tahun

e. 50-59 tahun

f. ≥ 60 tahun
2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah status jenis kelamin penderita kolelitiasis

sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik.

Kriteria objektif:

a Laki- laki

b Perempuan

3. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan suatu pengukuran yang

menunjukkan hubungan antara berat badan dan tinggi badan. IMT

merupakan suatu rumus matematika dimana berat badan seseorang (kg)

dibagi dengan tinggi badan (m).

Kriteria objektif:

a. < 18,5 (underweight)

b. 18,5-24,9 (normal)

c. 25,0-29,9 (overweight)

d. 30-34,9 (obes I)

e. > 35 (obes II)

4. Riwayat opname sebelumnya

Pasien opname umumnya akan memperoleh nutrisi intra- vena

selama perawatan. Nutrisi intra-vena jangka lama mengakibatkan

kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada

makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk

terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.


Kriteria objektif:

a. < 7 hari b.

7-13 hari c.

14-20 hari d.

21-27 hari e.

≥ 28 hari

5. Kadar leukosit

Leukosit atau sel darah putih adalah se l yang membentuk

komponen dara h. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu

tubuh melawan berbagai pe nyak it infeks i sebagai bagian dari s iste m

kekeba la n t ub uh. Batu kandung empedu yang asimptomatik biasanya

tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila

terjadi peradangan ak ut, dapat terjadi peningkatan jumlah leukosit darah

atau leukositosis.

Kriteria objektif:

a. < 4 x 106 /L (leukopenia)

b. 4-6 x 106 /L (normal)

c. > 6 x 106 /L (leukositosis)

6. Bilirubin serum (bilirubin total)

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan

heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel

retikuloendotel. Bilirubin yang disekresikan dalam darah harus

diikatkan kepada albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. Di

dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya


dengan asam
glukoronat sehingga bersifat larut air. Pada kolelitiasis kadar

bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam

duktus koledokus.

Kriteria objektif:

a. < 1,1 mg/dL (normal)

b. ≥ 1,1 mg/dL (hiperbilirubinemia)

7. Alkali fosfatase (ALP)

Alkali fosfatase/alkaline phosphatase (ALP) merupakan enzim

yang diproduksi terutama oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel

pembentuk tulang baru). Enzim ini juga berasal dari usus, tubulus

proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar susu yang sedang membuat air

susu. Fosfatase alkali disekresi melalui saluran empedu. Meningkat

dalam serum apabila ada hambatan pada saluran empedu (kolestasis).

Kriteria objektif:

a. < 30 IU/L

b. 30-100 IU/L

c. > 100 IU/L

8. Kolelitiasis

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di

dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada

kedua- duanya.
BAB IV

METODE

PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui

gambaran karakteristik pasien kolelitiasis yang dirawat di RS UP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

4.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

4.2.1 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan dari tanggal 29 Juli – 18 Agustus 2013 di

RSUP Dr. Wahidin S udirohusodo Makassar.

4.2.2 Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di bagian Rekam Medik RS UP

Dr. Wahidin S udirohusodo Makassar berdasarkan pertimbangan

bahwa RSUP Dr. Wahidin S udirohusodo merupakan rumah sakit

tipe A atau merupakan rumah sakit rujukan kawasan Indonesia

Timur dan juga merupakan rumah sakit pendidikan yang memiliki

banyak pasien.

4.3 POPULASI DAN SAMPEL

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien kolelitiasis

yang menjalani rawap inap di RS UP Dr. Wahidin S

udirohusodo Makassar, yang dirawat antara bulan januari - desember


30
2012..

31
4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua populasi yang

memenuhi kriteria dijadikan sampel. Dengan teknik pengambilan

sampel adalah total sampling.

4.4 JENIS DATA DAN INSTRUMEN PENELITIAN

4.4.1 Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari bagian Rekam medik RS UP Dr. Wahidin S

udirohusodo Makassar.

4.4.2 Instrumen Penelitian

Alat pengumpula n data dan instrumen penelitian

yang dipergunakan adalah alat tulis dan tabel- tabel tertentu untuk

merekam atau mencatat data-data yang didapatkan dari rekam

medik.

4.5 MANAJEMEN PEN


ELITIAN

4.5.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari

pihak pemerintah dan RSUP Dr. Wahidin S udirohusodo

Makassar. Kemudian nomor rekam medik dalam periode yang telah

ditentukan dikumpulkan dibagian rekam medik RSUP Dr. Wahidin

S udirohusodo Makassar. Setelah itu dilakukan pengamatan dan

pencatatan langsung ke dalam tabel yang telah disediakan.

32
4.5.2 Pengolahan Data

Pengolahan dilakukan setelah pencatatan data dari rekam

medik yang dibutuhkan ke dalam tabel data dilakukan dengan

bantuan microsoft excel.

4.5.3 Penyajian Data

Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan

grafik disertai dengan penjelasan.

4.6 ETIKA PENELITIAN

Hal-hal yang terkait etika dengan penelitian dalam penelitian

ini adalah

1. Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan meminta izin


pada

beberapa instansi terkait, antara lain S ub Bagian Kesatuan

Bangsa Pemerintah Daerah TK. I Sulsel, Kepala RS UP Dr.

Wahidin Sudirohusodo, bagian rekam medik RS UP Dr. Wahidin S

udirohusodo, dan Kepala Instalansi Unit Rawat Inap bagian Bedah

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada

rekam medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa

dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua

pihak yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah

disebutkan sebelumnya.

33
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN


PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 29 Juli - 18 Agustus 2013

dengan mengambil data sekunder dari rekam medis penderita kolelitiasis yang

dirawat di RSUP DR Wahidin S udirohusodo periode Januari - Desember

2012. Adapun banyaknya populasi dalam penelitian ini berjumlah 155 orang,

namun karena ada rekam medis yang tidak memenuhi kriteria variabel yang

diteliti maka sampel yang diambil berjumlah 87 sampel.

Berdasarkan data yang diperoleh setelah diteliti data rekam medik


yang

diambil. Maka hasil yang dipero leh disajikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut :

5.1 DISTRIBUSI SAMPEL MENURUT KELOMPOK UMUR

Tabel 1. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR


Wahidin

Sudirohusodo Periode Januari Desember 2012 be rdasarkan


Kelompok

Umur

Kelompok Umur Jumlah (n) Presentase (%)


< 20 tahun 2 2,29
20-29 tahun 4 4,59
30-39 tahun 17 19,54
40-49 tahun 31 35,63
50-59 tahun 20 22,98
≥ 60 tahun 13 14,94
Total 87 100
34
Sumber : Bagian Rekam Medik RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo

35
Tabel 1. Menunjukkan distribusi pasien kolelitiasis

berdasarkan kelompok umur, dan didapatkan insiden terbanyak terjadi pada

rentang umur

40 – 49 tahun dengan jumlah kasus 31 atau sebesar 35.63% diikuti

oleh rentang umur 50 – 59 tahun sebanyak 20 kasus atau sebesar 22,98%.

Selanjutnya umur 30 - 39 tahun sebanyak 17 kasus atau sebesar 19,54%,

lalu diikuti umur ≥ 60 tahun sebesar 13 kasus atau 14,94%. Selanjutnya

umur 20 -

29 tahun sebanyak 4 kasus atau sebesar 4,59%, dan terakhir umur < 20

tahun dengan jumlah sebesar 2 kasus atau 2,29%.

5.2 DISTRIBUSI SAMPEL MENURUT JENIS KELAMIN

Tabel 2. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR


Wahidin

Sudirohusodo Periode Januari Desember 2012 berdasarkan


Jenis
Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n) Presentasi (%)


Laki-laki 26 29,88
Perempuan 61 70,12
Total 87 100
Sumber : Bagian Rekam Medik RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo

Tabel 2. Menunjukan d istribusi pasien kolelitiasis yang dirawat

menurut jenis kelamin, dan didapatkan pasien yang berjenis kelamin laki-

laki sebanyak

26 orang atau 29,88% dan pasien yang berjenis kelamin perempuan sebanyak

61 orang atau 70,12%.

36
5.3 DISTRIBUSI SAMPEL MENURUT INDEKS MASSA TUBUH (IMT)

Tabel 3. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR

Wahidin Sudirohusodo Periode Januari Desembe r 2012

berdasarkan Indeks

Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa
Jumlah (n) Presentase (%)
Tubuh (IMT)
< 18,5 kg/m2 5 5,75
18,5-24,9 kg/m2 8 9,19
25,0-29,9 kg/m2 55 63,22
30-34,9 kg/m2 19 21,84
2
> 35 kg/m 0 0
Total 87 100
Sumber : Bagian Rekam Medik RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo

Tabel 3. Menunjukkan distribusi pasien kolelitiasis berdasarkan

Indeks Massa Tubuh (IMT), dan didapatkan insiden terbanyak terjadi pada

rentang IMT 25,0-29,9 kg/m2 (overweight) dengan jumlah kasus 55

atau sebesar

63,22% diikuti oleh rentang IMT 30-34,9 kg/m2 (obes I) sebanyak 19


kasus

atau sebesar 21,84 %. Selanjutnya rentang IMT 18,5-24,9 kg/m2

(normal) sebanyak 8 kasus atau sebesar 9,19%, dan terakhir rentang <

18,5 kg/m2 (underweight) dengan jumlah sebesar 5 kasus atau 5,75%. Tidak

ditemukan kasus pada rentang IMT > 35 kg/m2 (obes II).

37
5.4 DISTRIBUSI SAMPEL MENURUT RIWAYAT OPN

AME SEBELUMNYA

Tabel 4. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR


Wahidin

Sudirohusodo Periode Januari Desember 2012 berdasarkan


Riwayat

Opname Sebelumnya

Riw.
Opname Jumlah (n) Presentase (%)
Sebelumnya
< 7 hari 6 10,72
7-13 hari 9 16,08
14-20 hari 19 33,92
21-27 hari 8 14,28
≥ 28 hari 14 25
Total 56 100
Tidak ada 31 -
keterangan
Sumber : Bagian Rekam Medik RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo

Tabel 4. Menunjukkan distribusi pasien kolelitiasis berdasarkan

Riwayat Opname Sebelumnya, dan didapatkan insiden terbanyak terjadi

pada pasien dengan riwayat opname 14-20 hari dengan jumlah kasus 19

atau sebesar

33,92%, diikuti oleh pasien dengan riwayat opname ≥ 28 hari dengan


jumlah

kasus 14 atau sebesar 25%. Selanjutnya pasien dengan riwayat opname 7-13

hari dengan jumlah kasus 9 atau sebesar 16,08%, diikuti oleh pasien

dengan riwayat opname 21-27 hari dengan jumlah kasus 8 atau sebesar

14,28%, dan terakhir pasien dengan riwayat opname < 7 hari dengan jumlah
kasus 6 atau sebesar 10,72%. Sebanyak 31 kasus tidak menyertakan riwayat

opname sebelumnya dalam status pasien.


5.5 DISTRIBUSI SAMPEL MENURUT KADAR LEUKOS IT

Tabel 5. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR


Wahidin

Sudirohusodo Periode Januari Desembe r 2012 berdasarkan


Kadar

Leukosit

Kadar Leukosit Jumlah (n) Presentasi (%)


6
< 4 x 10 /L 1 1,15
6
4-6 x 10 /L 11 12,64
> 6 x 106 /L 75 86,21

Total 87 100
Sumber : Bagian Rekam Medik RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo

Tabel 5. Menunjukkan distribusi pasien kolelitiasis berdasarkan

kadar leukosit, dan didapatkan insiden terbanyak terjadi pada pasien

dengan kadar leukosit > 6 x 106 /L (leukositosis) dengan jumlah kasus

75 atau sebesar
6
86,21% diikuti oleh pasien dengan kadar leukosit 4-6 x 10 /L
(normal)

dengan jumlah kasus 11 atau sebesar 12,64%, dan terakhir pasien

dengan kadar leukosit < 4 x 106 /L (leukopeni) dengan jumlah kasus 1

atau sebesar

1,15%.
5.6 DISTRIBUSI SAMPEL MENURUT KADAR BILIR UBIN SERUM

Tabel 6. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR


Wahidin

Sudirohusodo Periode Januari Desembe r 2012 berdasarkan


Kadar

Bilirubin Serum

Kadar B
ilirubin Jumlah (n) Presentasi (%)
Serum
< 1,1 mg /dL 58 66,66
≥ 1,1 mg /dL 29 33,33
Total 87 100
Sumber : Bagian Rekam Medik RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo

Tabel 6. Menunjukkan distribusi pasien kolelitiasis berdasarkan

kadar bilirubin serum, dan didapatkan insiden terbanyak terjadi pada pasien

dengan kadar bilirubin total <1,1 mg/d L dengan jumlah kasus 58 atau

sebesar 66,66%, dan pasien dengan kadar bilirubin total ≥1,1 mg/dL dengan

jumlah kasus 29 atau sebesar 33,33%.


5.7 DISTRIBUSI SAMPEL MENURUT KADAR ALKALI FOS

FATASE (ALP)

Tabel 7. Distribusi Pasien Kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR


Wahidin

Sudirohusodo Pe riode Januari Desembe r 2012 berdasarkan Kadar


Alkali

Fosfatase (ALP)

Kadar ALP Jumlah (n) Presentasi (%)


< 30 IU/L 0 0
30-100 IU/L 21 40,39
> 100 IU/L 31 50,61
Total 52 100
Tidak me
meriksakan 35 -
kadar ALP
Sumber : Bagian Rekam Medik RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo

Tabel 7. Menunjukkan distribusi pasien kolelitiasis berdasarkan kadar

alkali fosfatase (ALP ), dan didapatkan insiden terbanyak terjadi pada

pasien dengan kadar ALP > 100 IU/L dengan jumlah kasus 31 atau

sebesar 50,61%, kemudian pasien dengan kadar ALP 30-100 IU/L

dengan jumlah kasus 21 atau sebesar 40,39%. Tidak ditemukan kasus

dimana pasien dengan kadar ALP < 30 IU/L. Sebanyak 35 pasien tidak

melakukan pemeriksaan kadar ALP.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

1. Dari penelitian yang dilakukan, dapat dismpulkan distribusi pasien

kolelitiasis berdasarkan kelompok umur, dan didapatkan insiden

terbanyak terjadi pada rentang umur 40 – 49 tahun dengan jumlah kasus

31 atau sebesar 35.63% diikuti oleh rentang umur 50 – 59 tahun

sebanyak 20 kasus atau sebesar 22,98%. Selanjutnya umur 30 - 39 tahun

sebanyak 17 kasus atau sebesar 19,54%, lalu diikuti umur ≥ 60 tahun

sebesar 13 kasus atau 14,94%. Selanjutnya umur 20 - 29 tahun

sebanyak 4 kasus atau sebesar 4,59%, dan terakhir umur < 20 tahun

dengan jumlah sebesar 2 kasus atau 2,29%.

2. Distribusi pasien kolelitiasis yang dirawat menurut jenis kelamin,

dan didapatkan pasien yang berjenis kelamin laki- laki sebanyak 26

orang atau

29,88% dan pasien yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 61


orang

atau 70,12%.

3. Distribusi pasien kolelitiasis berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT),

dan didapatkan insiden terbanyak terjadi pada rentang IMT 25,0-29,9

kg/m2 (overweight) dengan jumlah kasus 55 atau sebesar 63,22%

diikuti oleh rentang IMT 30-34,9 kg/m2 (obes I) sebanyak 19 kasus

atau sebesar
2
21,84%. Selanjutnya rentang IMT 18,5-24,9 kg/m (normal) sebanyak
8
kasus atau sebesar 9,19%, dan terakhir rentang < 18,5 kg/m2
(underweight) dengan jumlah sebesar 5 kasus atau 5,75 %.

Tidak ditemukan kasus pada rentang IMT > 35 kg/m2 (obes II).

4. Distribusi pasien kolelitiasis berdasarkan Riwayat Opname

Sebelumnya, dan didapatkan insiden terbanyak terjadi pada pasien

dengan riwayat opname 14-20 hari dengan jumlah kasus 19 atau sebesar

33,92%, diikuti oleh pasien dengan riwayat opname ≥ 28 hari dengan

jumlah kasus 14 atau sebesar 25%. Selanjutnya pasien dengan riwayat

opname 7-13 hari dengan jumlah kasus 9 atau sebesar 16,08%, diikuti

oleh pasien dengan riwayat opname 21-27 hari dengan jumlah kasus

8 atau sebesar 14,28%, dan terakhir pasien dengan riwayat opname <

7 hari dengan jumlah kasus 6 atau sebesar 10,72%. Sebanyak 31

kasus tidak menyertakan riwayat opname sebelumnya dalam status

pasien.

5. Distribusi pasien kolelitiasis berdasarkan kadar leukosit, dan

didapatkan insiden terbanyak terjadi pada pasien dengan kadar leukosit

> 6 x 106 /L (leukositosis) dengan jumlah kasus 75 atau sebesar

86,21% diikuti oleh pasien dengan kadar leukosit 4-6 x 106 /L

(normal) dengan jumlah kasus

11 atau sebesar 12,64%, dan terakhir pasien dengan kadar leukosit < 4
x
6
10 /L (leukopeni) dengan jumlah kasus 1 atau sebesar 1,15%.

6. Distribusi pasien kolelitiasis berdasarkan kadar bilirubin serum, dan

didapatkan insiden terbanyak terjadi pada pasien dengan kadar bilirubin

total <1,1 mg/dL dengan jumlah kasus 58 atau sebesar 66,66%, dan

pasien dengan kadar bilirubin total ≥1,1 mg/dL dengan jumlah kasus
29 atau sebesar 33,33%.
7. Distribusi pasien kolelitiasis berdasarkan kadar alkali fosfatase (ALP),

dan didapatkan insiden terbanyak terjadi pada pasien dengan kadar ALP

> 100

IU/L dengan jumlah kasus 31 atau sebesar 50,61%, kemudian

pasien dengan kadar ALP 30-100 IU/L dengan jumlah kasus 21 atau

sebesar

40,39%. Tidak ditemukan kasus dimana pasien dengan kadar ALP < 30

IU/L. Sebanyak 35 pasien tidak melakukan pemeriksaan kadar ALP.

6.2 SARAN

1. Perlu adanya penelitian analitik lebih lanjut untuk me nentukan

hubungan antar variabel.

2. Diharapkan adanya penyuluhan mengenai penyakit kolelitiasis,

sehingga masyarakat bisa mengerti mengenai penyakit tersebut.

3. Diperlukan adanya penyuluhan tentang faktor- faktor resiko yang


menjadi

salah satu penyebab terjadinya penyakit kolelitiasis.

4. Diperlukan adanya kesadaran dan perhatian yang lebih bagi para

dokter dalam mengisi rekam medis pasien terkait anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan diagnosis terhadap kond isi pasien.

5. Diharapkan agar masyarakat senantiasa rutin memeriksakan kesehatan


di

sarana-sarana kesehatan agar deteksi dini dan pencegahan

dapat ditegakkan guna meminimalisir komplikasi kolelitiasis yang dapat

terjadi.
DAFTAR PUS
TAKA

1. Lesmana L. Batu Empedu. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I, Edisi


3.

Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. 2000. 380-394.

2. Schwartz S, S hires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah

(Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. 2000. 495-

464.

3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta

: Penerbit Buku Kedokteran. EGC. 2005. 570-579.

4. Maryan Lee F, C hiang W. C holelithiasis. Available from

: ht tp :// www.e med ic ine.co m/e me r g/ Ga nt ro intest ina l/top ic97. ht m .

Last update 12 Juni 2013 [diakses pada tanggal 20 Juli 2013].

5. Webmaster. Cholelithiasis. Available from : ht tp :// www.Med linep lus.co


m.

Last update : 8 Juli 2013 [diakses pada tanggal 16 Juli 2013].

6. Clinic Staff. Gallstone. Available from

: ht tp :// www.6c linic. co m/ hea lt h/d igest ive- syste m/ DG99999. ht m.

Last update : 25 Juni 2013 [diakses pada tanggal 16 Juli 2013].

7. Kumar V, Cotran RZ. Gastroenterologi. Robbins SL. Buku Ajar


Patologi

Robbins. Edisi 7. Vol.2. Jakarta;. 2007. 504 – 508.


8. Leonard, V. An Introduction to Human Disease Pathology. John
and

Barlett Publisher. London : 2001.


9. Pearce, E. Anatomi dan F isiologi untuk Paramedis. Penerbit
Buku

Gramedia. Jakarta : 2002.

10. Price, S. Patofisiologi Konsep K linik. Penerbit Buku Kedokteran


EGC.

Jakarta : 2006.

11. Sodeman, S. Pathology Physiologi Mechanisms of Diasease. Saunders


Co.

Philadelphia : 2005.

12. Anna. Batu Empedu. Available from : www.Obor Berka tI ndo nes ia.
ht ml.

Last update : 10 Januari 2013 [diakses pada tanggal 16 Juli 2013].

13. Tantri. Batu Empedu. Available from : www. med icas tore/b
at u-

e mped u. ht ml. Last update : 10 Desember 2011 [diakses pada tanggal


17

Juli 2013].

14. Yayan. Kolelitiasis (Gallbladder Stones). Available from

: www.FK_UR.co m. Last update : 30 november 2011. [diakses

pada tanggal 16 April 2013].

15. Gladen, Don. Cholecystitis. Available from

: ht tp ://e med ic ine. medscape.co m/a rt ic le /171886 - over view. Last

update : 2 september 2009 [diakses pada tanggal 20 juli 2013].

16. Dugdale, David C. Chronic C holecystitis Available from

: ht tp :// www. umm.ed u/ e nc y/ar t ic le/ 000217. ht m. Last update : 2

juni 2009 [diakses pada tanggal 18 juli 2013].


17. Cholelithiasis. Available from :

ht tp :// www.7.co m/ Hea lt hMa na ge me nt /Ma na gingYo ur Hea lt hRe fe


re nce/ Di

sease/ I nDep t h/?c hunk iid=103348. Last update april 2010 [diakses

pada tanggal 20 juli 2013].

18. Heuman D, Mihas A. Cholelithiasis. Available from


:

ht tp :// www.e med ic ine/e mer g/Ga ntro intes t ina l/ top ic863. ht m. Last
update :

8 juni 2008 [diakses pada tanggal 20 juli 2013].

19. Webmaster. Cholelithiasis. Available from :

ht tp :// www. me rc.co m/ mmpe/ sec03/c h030 /c h030a. ht ml. La st upda te


apr il

2007 [diakses pada tanggal 15 juli 2013].

20. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. New England Journal of


Medicine.

Available from : http ://co nte nt. nej m.o r g/c gi/co nte

nt/ full/ 351/22/2318#F1 . Last update 25 november 2012 [diakses pada

tanggal 18 juli 2013].

21. Ahmed A, C heung R. Management of Gallstone and Their Complication.

American Family P hysician. Available from


:

ht tp :// www.aa fp.o r g/a fp/20000315 /co nte ns. ht ml. Last update 15
maret

2008 [diakses pada tanggal 18 juli 2013].

Anda mungkin juga menyukai