Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable
diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases)
sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.Penyakit ginjal kronis merupakan
masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan sekarang lebih dikenal sebagai
kondisi umum yang dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan gagal
ginjal kronis.
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting
dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah
yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta
mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.
Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama
dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah
yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke
medulla.Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan
ekstra sel dalam batas-batas normal.Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini
dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus.Gagal ginjal
biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas yakni kronik dan akut.Gagal ginjal
kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya
berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari
atau beberapa minggu.Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya
untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan
makanan normal. Meskipun ketidakmampuan fungsional terminal sama pada kedua
jenis gagal ginjal ini, tetapi gagal ginjal akut mempunyai gambaran khas dan akan
dibahas secara terpisah.
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim ginjal
difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga dapat
menyebabkan gagal ginjal kronik. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal terutama
menyerang glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama

1
menyerang tubulus ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginjal) atau dapat juga
mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Namun, bila proses
penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan
diganti dengan jaringan parut.
Data yang didapat di RS.Dr.reksodiwiryo padang pada periode januari sampai
oktober 2018 sebanyak …..kasus. Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan
fungsi ginjal yang memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang
mahal.Penyakit ginjal kronik biasanya disertai berbagai komplikasi seperti penyakit
kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan
otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis
dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit
ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal
ginjal.Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak
bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan
secara dini.Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan
pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan
karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan gawat darurat pada
pasien gagal ginjal kronik (CKD) di RS.Dr.reksodiwiryo padang.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronik (CKD) di RS.Dr.reksodiwiryo padang
b. Mampu melakukan Analisis data keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronik (CKD) di RS.Dr.reksodiwiryo padang
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronik (CKD) di RS.Dr.reksodiwiryo padang
d. Mampu merumuskan rencana keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronik (CKD) di RS.Dr.reksodiwiryo padang
e. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronik (CKD) di RS.Dr.reksodiwiryo padang
f. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronik (CKD) di RS.Dr.reksodiwiryo padang

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep dasar penyakit ginjal kronik ( CKD )


1. Pengertian
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
2. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi
yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau
nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang
tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21
%. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal kronis
yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis
menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes
melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%,
dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).
3. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/ daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai 3/4 dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada klien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.

3
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
a. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea
darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi
seperti steroid.
b. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-haritidak terjadi. Klien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Klien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
c. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3).Penurunan ekskresi fosfat dan asam organiklain juga terjadi.
d. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik klien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada

4
gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar
serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan
sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang
secara normal dibuat di ginjal menurun.
f. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.

5
4. WOC

6
5. Klasifikasi dan Tanda Gejala
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2 dengan rumus
Kockroft–Gault sebagai berikut :
DerajatS LFG
Penjelasan
tadium (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan albuminaria persisten dan ≥ 90
LFG normal atau ↑
2 Kerusakan ginjal dengan albuminaria persisten dan 60-89
LFG ↓ atau ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal terminal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Tanda dan gejala gagal ginjak kronis menurut Brunner & Suddart (2002), setiap
sistem tubuh pada gagal ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka klienakan
menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada
bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia klien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan
gejala klien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal

e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang,foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

6. Pemeriksaan Diagnostik

7
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkim) serta sisa
fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falang/jari) kalsifikasi metatastik

h. Pemeriksaan radiologi Paru


Mencari uremic lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna :Secara normal perubahan urine mungkin disebabkanoleh pus/
nanah,bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat,sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanyadarah,miglobin, dan porfirin.

8
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkankerusakan tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum : Biasanya mengalami peningkatan dari kadar normal (10-50 mg/dL)
Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5), normal (<1,3)
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik

7. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau
mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak
dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena
yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi
ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses
penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan obat-obatan)
dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-
hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori
nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus, neurologik, perubahan
hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup klien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 2005)
5. Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila klien sudah memerlukan dialisi tetap atau
transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga
diiperlukan bila :
 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Overload cairan (edema paru)
 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
 Efusi perikardial

9
 Sindrom uremia (mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya, yaitu:

B. Konsep asuhan keperawatan pasien dengan CKD


Pengkajian fokus pada pasien CKD sebagai berikut :
1. Pengkajian Primer
 Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya sekret
 Breathing
1) klien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak

10
 Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
 Disability : pemeriksaan neurologis GCSmenurun bahkan terjadi
koma, kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai
A : Allert  sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon  kesadaran menurun, berespon terhadap suara
P : Pain Respon  kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara,
berespon terhadap rangsangan nyeri
U : Unresponsive  kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara, tidak
berespon terhadap nyeri
 Eksposure : hipertermi, suhu 38,5◦C
2. Pengkajian sekunder
a. Riwayat kesehatan dahulu
penyakit yang diderita klien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus
urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien akan mengeluh dengan mual, muntah, pusing, tekanan darah
tinggi, urine sedikit sampai tidak ada, oedema pada tungkai, wajah, perut,
sesak napas, demam, anemia dan bisa sampai terjadi koma
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada salah seorang keluarga yang menderita penyakit DM, Hipertensi
atau penyakit gagal ginjal.
d. Aktivitas dan pola kegiatan sehari hari
 Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah klien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan.Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi
dan air naik atau turun.
 Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan
input.Tandanya adalah penurunan BAK, klien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu
e. Pemeriksaan fisik
 keadaan umum.
11
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaranklien dari composmentis sampai coma.
 Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi diet naik, dan terjadi dispnea, nadimeningkat
dan reguler.
 Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karenakekurangannutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
 Kepala.
Rambut kotor, mata kuning/ kotor, telinga kotor dan terdapat
kotorantelinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,mulut bau
ureum,bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
 Leher dan tenggorokan.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
 Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan
pada paru (ronkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara
tambahan pada jantung.
 Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik, turgor jelek, perut acites.
 Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
 Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 3 detik.
 Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat/
uremia, dan terjadi perikarditis.

f. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah/ serum ( Hb, leukosit, hematokrit, trombosit ,
ureum, kreatinin, Natrium, kalium, clorida, kalsium, magnesium)
 USG abdomen ( untuk mengetahui adanya tumor atau tidak)
 Pemeriksaan urine ( untuk mengetahui adanya protein urea, uremia)

3. Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul


a. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru
b. Ketidak efektifan perfusi oksigen ke jaringan

12
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual muntah
f. Resiko penurunan curah jantung
g. Resiko gangguan pertukaran gas

13
4. Rencana intervensi keperawatan
DIAGNOSA NIC NOC
Ketidak efektifan pola Respiratory Monitoring
napas berhubungan 1. Monitor rata–rata, kedalaman, irama dan
dengan hiperventilasi paru usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor pola nafas: bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes
4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Oxygen Therapy
5. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
6. Ajarkan klien nafas dalam
7. Atur posisi senyaman mungkin
8. Batasi untuk beraktivitas
9. Kolaborasi pemberian oksigen
Ketidak efektifan perfusi Circulatory Care
oksigen ke jaringan 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi
sirkulasi perifer. (Cek nadi perifer, oedema,
kapiler refil, temperatur ekstremitas).
2. Kaji nyeri
3. Inspeksi kulit dan palpasi anggota badan
4. Atur posisi klien, ekstremitas bawah lebih
rendah untuk memperbaiki sirkulasi.
5. Monitor status cairan intake dan output
6. Evaluasi nadi dan adanya oedema
7. Berikan therapi antikoagulan.
Kelebihan volume cairan Fluid Management :
berhubungan dengan 1. Kaji status cairan: timbang berat
penurunan haluran urin badan,keseimbangan masukan dan haluaran,
dan retensi cairan dan turgor kulit dan adanya edema
natrium 2. Batasi masukan cairan
3. Identifikasi sumber potensial cairan
4. Jelaskan pada klien dan keluarga rasional
pembatasan cairan
5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
Hemodialysis therapy
6. Ambil sampel darah dan meninjau kimia
darah (misalnya BUN, kreatinin, natrium,
pottasium, tingkat phospor) sebelum
perawatan untuk mengevaluasi respon thdp
terapi.
7. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
pernapasan, dan tekanan darah untuk
mengevaluasi respon terhadap terapi.
8. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk
menghilangkan jumlah yang tepat dari cairan

14
berlebih di tubuh klien.
9. Bekerja secara kolaboratif dengan klien untuk
menyesuaikan panjang dialisis, peraturan
diet, keterbatasan cairan dan obat-obatan
untuk mengatur cairan dan elektrolit
pergeseran antara pengobatan
Intoleransi aktivitas NIC :
berhubungan dengan Energy Management
keletihan anemia, retensi 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
produk sampah dan melakukan aktivitas
prosedur dialysis 2. Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaan terhadap keterbatasan
3. Kaji adanya factor yang menyebabkan
kelelahan
4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
adekuat
5. Monitor klien akan adanya kelelahan fisik
dan emosi secara berlebihan
6. Monitor respon kardivaskuler terhadap
aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat klien
Activity Therapy
8. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Medik dalam merencanakan progran terapi
yang tepat.
9. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
10. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi
dan sosial
11. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
12. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, kruck
13. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
14. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
15. Bantu klien/ keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
16. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
17. Bantu klien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
18. Monitor respon fisik
Nutrisi kurang dari Nutritional Management
kebutuhan tubuh 1. Monitor adanya mual dan muntah
berhubungan dengan 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan

15
anoreksia mual muntah perubahan status nutrisi.
3. Monitor level albumin, total protein,
hemoglobin, dan hematokrit yang
mengindikasikan status nutrisi dan untuk
perencanaan treatment selanjutnya.
4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
5. Berikan makanan sedikit tapi sering
6. Berikan perawatan mulut sering
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian
diet sesuai terapi
Resiko penurunan curah NIC :
jantung Cardiac Care
1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi,
durasi)
2. Catat adanya disritmia jantung
3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan
cardiac putput
4. Monitor status kardiovaskuler
5. Monitor status pernafasan yang menandakan
gagal jantung
6. Monitor abdomen sebagai indikator
penurunan perfusi
7. Monitor balance cairan
8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
9. Monitor respon klien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
10. Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas klien
12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu
dan ortopneu
13. Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
14. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
15. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
16. Monitor VS saat klien berbaring, duduk, atau
berdiri
17. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
18. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
19. Monitor kualitas dari nadi
20. Monitor adanya pulsus paradoksus
21. Monitor adanya pulsus alterans
22. Monitor jumlah dan irama jantung
23. Monitor bunyi jantung
24. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
25. Monitor suara paru
26. Monitor pola pernapasan abnormal
27. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

16
28. Monitor sianosis perifer
29. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
30. Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign
Resiko gangguan NIC :
pertukaran gas Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan klien untuk memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi klien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berika bronkodilator bial perlu
10. Barikan pelembab udara
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
13. Monitor rata–rata, kedalaman, irama dan
usaha respirasi
14. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
15. Monitor suara nafas, seperti dengkur
16. Monitor pola nafas: bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
17. Catat lokasi trakea
18. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
19. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
20. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
21. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
AcidBase Management
22. Monitor IV line
23. Pertahankan jalan nafas paten
24. Monitor AGD, tingkat elektrolit
25. Monitor status hemodinamik (CVP, MAP,
PAP)

17
26. Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
27. Monitor pola respirasi
28. Lakukan terapi oksigen
29. Monitor status neurologi
30. Tingkatkan oral hygiene

18
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Nama Klien : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : tahun
Tanggal Masuk : 09 November 2018
Diagnose Medis : CKD
Primary Survey:
1. Airways (Jalan Nafas)
Jalan nafas paten, tidak terdapat sumbatan jalan nafas.
2. Breathing (Pernafasan)
Klien mengalami sesak nafas tanpa dan saat beraktivitas. Frekuensi nafas
29x/menit, pengembangan dada klien simetris kanan dan kiri, irama nafas
regular cepat sedang, kedalaman nafas klien dangkal, terdapat batuk
nonproduktif, tidak terdapat luka jejas di dada dan tidak terdapat sputum.
Klien berbaring menggunakan 2 bantal dengan posisi semi foler dan terkadang
klien duduk dengn posisi fowler.Klien terpasang oksigen 3L/menit dan sPO2
97%
Diagnosa Keperawatan: Perubahan pola nafas b/d hiperventilasi paru
3. Circulation (Sirkulasi)
Sirkulasi perifer dengan nadi 108x/menit, irama teratur, denyut kuat, tekanan
darah 110/80 mmHg, akral dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler >3
detik, turgor jelek, mukosa kering, terdapat edema pada kedua ekstremitas
bawah.
Tidak terdapat gangguan pada BAK/BAB klien, Jumlah BAK sedikit, warna
kuning jernih, tidak ada rasa sakit di pinggang. Keluarga mengatakan klien
tidak mau makan, makan sedikit dan hanya minum semenjak sakit ±7 hari
yang lalu. Klien terlihat lemas dan kelelahan. Keluarga klien mengatakan klien
tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan.
Perut klien buncit dan cekung pada bagian bawah dada, tidak terdapat luka,
jejas, lecet, bintik merah ataupun perdarahan pada kulit, Suhu tubuh klien
37°C dan tidak terdapat nyeri tekan pada bagian perut klien.
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan
retensi cairan dan natrium

4. Dissability (Kesadaran)

19
Tingkat kesadaran klien compos mentis, pupil isokor 2/2, reaksi mata kanan
dan kiri (+) terhadap rangsang cahaya, GCS klien 15 dengan E4M6V5.Tidak
ditemukan tanda-tanda stroke dan kekuatan otot 4.
Secondary Survey:
Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama : Klien mengalami demam ± 7 hari yang lalu, sesak
nafas, oedema pada kaki ka (+) ki (+)
- Riwayat Penyakit Dahulu : Kelurga mengatakan klien tidak pernah menderita
penyakit menular, hipertensi, diabetes, ataupun
penyakit lainnya. Klien juga tidak pernah rawat inap
di rumah sakit.
- Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga klien yang menderita
penyakit seperti ini.
- Riwayat Penyakit Sekarang : Klien datang dengan keluhan ± 7 hari yang lalu, sesak
nafas saat aktivitas,pemberian penanganan miring
kanan atau miring kiri juga tidak berkurang, klien
berbaring dengan menggunakan 2 bantal agar
posisinya lebih tinggi. Terdapat oedema pada kaki ka
(+) ki (+), terdapat batuk tanpa sekret, BAK dan BAB
tidak ada keluhan.Keluarga klien mengatakan klien
tidak mau makan, hanya makan sedikit dan lebih
banyak minum semenjak sakit ± 7 hari yang lalu. Di
IGD klien dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
dan didapatkan TD: 110/80 mmHg, N: 108x/menit, S:
37°C, dan SPO2 97%, RR: 29x/menit. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva klien
anemis, terdapat suara wheezing dikedua paru klien.
Saat di IGD klien diberikan tindakan pemberian
infuse RL 12 tpm, dan oksigen 3L/menit

1. Pemeriksaan Fisik
TD: 110/80 mmHg, N: 108x/menit, S: 37°C, dan SPO2 97%, RR: 29x/menit.
2. Pemeriksaan Penunjang
Hb: 4,0 g/dL (normal: 14,0-18,0), GDS: 99 mg/dL, Ureum: 200 mg/dL
(normal: 19-44), Kreatinin: 5,5 mg/dL (normal: 0,6-1,3).

Rumus GFR

20
=

= 3,06
<15 grade 5 kerusakan ginjal stadium akhir, klien memerlukan ginjal
pengganti
3. Program diet dan pengobatan terkait:
 Therapy RL 12 tpm
 O2 3L/menit

B. Analisa Data

DIAGNOSA DATA
Perubahan pola nafas berhubungan DS:
dengan hiperventilasi paru Klien mengatakan sesak nafas saat
beraktivitas
DO:
1. Irama nafas regular cepat sedang
2. Konjungtiva klien anemis
3. SPO2 : 97%
4. RR: 29x/menit
5. Hb: 4,0 g/dL (normal: 14,0-18,0)
6. Terpasang O2 3L/menit
Gangguan perfusi jaringan DS :
berhubungan dengan penurunan Klien mengatakan sesak nafas
suplai O2 DO:
1. Konjungtiva klien anemis
2. SPO2 : 97%
3. RR: 29x/menit
4. Hb: 4,0 g/dL (normal: 14,0-18,0)
5. Terpasang O2 3L/menit
Kelebihan volume cairan DS:
berhubungan dengan penurunan Klien mengatakan kaki kanan dan kiri
haluaran urin dan retensi cairan dan bengkak.
natrium DO:
1. Turgor kulit jelek
2. Kadar Ureum 202,4 mg/dL (normal:
19-44)
3. Kadar Kreatinin: 22,8 mg/dL (normal:
0,6-1,3).
4. Nilai GFR = 3,06

C. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi paru

21
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan
retensi cairan dan natrium

D. Intervensi, Implementasi, Evaluasi

Dx.
No Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi
Kep
1 1 Kriteria Hasil: Respiratory 1. Monitoring rata- S:
NOC Monitoring rata, kedalaman, Klien
Respiratory a. Monitoring rata- irama dan usaha mengatakan
Status rata, kedalaman, respirasi. sesak nafas
 Peningkatan irama dan usaha 2. Mengkaji berkurang
ventilasi dan respirasi. pergerakan dada, O:
oksigenasi b. Catat pergerakan amati RR : 22x/menit
yang dada, amati kesimetrisan, TD: 110/80
adekuat kesimetrisan, penggunaan otot mmHg,
 Bebas dari penggunaan otot tambahan, N: 108x/menit,
tanda-tanda tambahan, retraksi retraksi otot S: 37°C,
distress otot supraclavicular A: Masalah
pernafasan supraclavicular dan intercostal perubahan pola
 Suara nafas dan intercostal 3. Monitor pola nafasteratasi
yang bersih, c. Monitor pola nafas nafas : sebagian
tidak ada :bradipena, bradipena,takipen P: intervensi
sianosis dan takipenia, ia, kussmaul, dilanjutkan,
dyspneu kussmaul, hiperventilasi, monitor pola
(mampu hiperventilasi, cheyne stokes nafas
mengeluarka cheyne stokes 4. Mengauskultasi
n sputum, d. Auskultasi suara suara nafas, catat
mampu nafas, catat area area penurunan/
bernafas penurunan/ tidak tidak adanya
dengan adanya ventilasi ventilasi dan
mudah, dan suara suara tambahan
tidak ada tambahan
pursed lips)
 Tanda-tanda Oxygen Therapy Oxygen Therapy
vital dalam a. Auskultasi bunyi 1. Mengauskultasi
rentang nafas, catat adanya bunyi nafas, catat
normal crakles adanya crakles
b. Ajarkan pasien 2. Mengajarkan
nafas dalam pasien nafas
c. Atur posisi dalam
senyaman 3. Mengatur posisi
mungkin senyaman
d. Batasi untuk mungkin
beraktivitas 4. Membatasi untuk
e. Kolaborasi dalam beraktivitas
pemberian oksigen 5. Berkolaborasi

22
dalam pemberian
oksigen
2 II NOC: Circulatory Care S:
Circulation 1. Lakukan penilaian 1. Melakukan Klien
Status secara penilaian secara mengatakan
 Membran komprehensif komprehensif demamnya
mukosa fungsi sirkulasi fungsi sirkulasi sudah mulai
merah muda perifer. (Cek nadi perifer. (Cek nadi turun
 Konjungtiva perifer,oedema, perifer,oedema, Klien
tidak anemis kapiler refil, kapiler refil, mengatakan
 Akral temperatur temperatur tidak nafsu
hangat ekstremitas). ekstremitas). makan
 TTV dalam 2. Atur posisi klien, 2. Mengatur posisi Klien
batas ekstremitas bawah klien, ekstremitas mengatakan
normal. lebih rendah untuk bawah lebih sesak
 Tidak ada memperbaiki rendah untuk nafasberkurang
edema sirkulasi. memperbaiki O:
sirkulasi. Klien berbaring
3. Monitor status 3. Memonitor status semi fowler
cairan intake dan cairan intake dan menggunakan 2
output output bantal
4. Evaluasi nadi, 4. Mengevaluasi Terdapat
oedema nadi, oedema oedema pada
5. Berikan therapi 5. Memberikan ekstremitas
antikoagulan. therapi bawah
antikoagulan. RR : 22x/menit
TD: 110/80
mmHg,
N: 108x/menit,
S: 37°C,
A:
Masalah belum
teratasi, ulang
intervensi untuk
pengaturan
cairan agar
tidak terjadi
sesak nafas
pada klien
karena
penurunan Hb.
P:
Teruskan
pemberian
terapi Oksigen
dan batasi
asupan intake
klien dan
monitor output
klien.

23
3 III Tujuan: Fluid Management : Fluid Management : S:
Setelah 1. Kaji status cairan: 1. Mengkaji status Klien
dilakukan timbang berat cairan: timbang mengatakan
asuhan badan, berat badan, badannya lemas
keperawatan keseimbangan keseimbangan dan kakinya
selama 1x8 jam masukan dan masukan dan masih bengkak
volume cairan haluaran, turgor haluaran, turgor O:
seimbang. kulit dan adanya kulit dan adanya Turgor kulit
Kriteria Hasil: edema edema jelek
NOC : 2. Batasi masukan 2. Membatasi Edema pada
Fluid Balance cairan masukan cairan ekstremitas
 Terbebas 3. Jelaskan pada klien 3. Menjelaskan pada bawah
dari edema, dan keluarga klien dan keluarga Klien mau
efusi, rasional pembatasan rasional diatur dalam
anasarka cairan pembatasan cairan pembatasan
 Bunyi nafas 4. Kolaborasi 4. Berkolaborasi jumlah cairan
bersih,tidak pemberian cairan pemberian cairan yang masuk.
adanya sesuai terapi. sesuai terapi. Hasil lab BUN
dipsnea Hemodialysis Hemodialysis dan kreatinin
 Memilihara therapy therapy meningkat dari
tekanan 5. Ambil sampel darah 5. Mengambil sampel normal
vena dan meninjau kimia darah dan Ureum: 202,4
sentral, darah (misalnya meninjau kimia mg/dL (normal:
tekanan BUN, kreatinin) darah (misalnya 19-44)
kapiler BUN, kreatinin) Kreatinin: 22,8
paru, output 6. Rekam tanda vital: 6. Merekan tanda mg/dL (normal:
jantung dan berat badan, denyut vital: berat badan, 0,6-1,3).
vital sign nadi, pernapasan, denyut nadi, TD : 110/80
normal. dan tekanan darah pernapasan, dan mmHg
untuk mengevaluasi tekanan darah Suhu : 37°C
respon terhadap untuk Klien terpasang
terapi. mengevaluasi infuse 12tpm
respon terhadap A:
terapi. Masalah teratasi
7. Sesuaikan tekanan 7. Menyesuaikan sebagian, masih
filtrasi untuk tekanan filtrasi terdapat oedema
menghilangkan untuk pada
jumlah yang tepat menghilangkan ekstremitas
dari cairan berlebih jumlah yang tepat bawah klien,
di tubuh klien. dari cairan berlebih Klien mau
di tubuh klien diatur dalam
8. Bekerja secara 8. Berkolaboratif pembatasan
kolaboratif dengan dengan klien untuk cairan yang
klien untuk menyesuaikan masuk kedalam
menyesuaikan panjang dialisis, tubuh.
panjang dialisis, peraturan diet, P:
peraturan diet, keterbatasan cairan Pertahankan
keterbatasan cairan dan obat-obatan asupan intake
dan obat-obatan untuk mengatur cairan sesuai
untuk mengatur cairan dan diet terapi

24
cairan dan elektrolit elektrolit
pergeseran antara pergeseran antara
pengobatan pengobatan

25
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pengkajian dimulai dengan mengetahui identitas klien mulai dari nama, alamat,
umur, dan keluhan utama saat datang ke rumah sakit. Lalu dilanjutkan dengan
mengetahui riwayat penyakit sekarang, dahulu dan riwayat keluarga klien.Jika terdapat
tanda bahaya kegawatdaruratan segera kaji menggunakan pengkajian fokus triase ABCD
yaitu Airways, Breathing, Circulation dan Disability. Lalu setelah itu lakukan pengkajian
fisik lengkap dengan hasil pemeriksaan darah ureum kreatinin dan tentukan berapa
jumlah penurunan GFR untuk mengetahui bagaimana cara penanganan gagal ginjal
kronik sesuai gradenya.
Untuk kasus CKD ini, dapat diketahui dari tanda-tanda gejala yaitu dari airways
biasanya terdapat adanya sekret, bunyi nafas wheezing, dari breathing terdapat adanya
dispnea (sesak nafas) kadar oksigen yang menurun, pernafasan yang kussmaul, klien
mengeluh cepat lelah/ letih dan nafas berbau amoniak. Dari pengkajian circulation dapat
diketahui dengan adanya peningkatan tekanan darah, nadi kuat, edema pada ekstremita
sampai anakarsa, capillary refill > 3 detik, dan akral yang dingin. Pada kasus tidak selalu
ditemukan adanya peningkatan tekanan darah jika asaja klien tidak mempunyai riwayat
tekanan darah tinggi maupun diabetes. Pada kasus yang ada lebih sering terjadi adanya
sesak nafas pada klien karena adanya hiperventilasi paru oleh retensi cairan oleh ginjal
maupun kadar Hb yang turun akibat adanya eritroportin yang terganggu sehingga
menurunkan kadar sel darah merah yang bertugas untuk mengangkut oksigen ke seluruh
tubuh. Pada dissability, klien biasanya mengalami badan lemas sampai penurunan
kesadaran.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya edema pada ekstremitas sampai anakarsa,
nyeri tekan pada bagian punggung bawah, BAK dan BAB sedikit, adanya mual dan
anoreksia, riwayat penyakit tertentu, dan jika sudah parah, cairan yang tidak dapat
disaring oleh ginjal akan meyebabkan pruritus dan gagal ginjal yang mengharuskan klien
untuk cuci darah (dialysis).

B. Diagnosa Keperawatan
Pada diagnose keperawatan dapat dijumpai berbagai masalah keperawatan dari
yang primer yang mengancam jiwa klien, sekunder dan tersier. Diagnose keperawatan

26
primer diantaranya jika klien mengalami sesak nafas, penurunan curah jantung, adanya
sumbatan pada jalan nafas, adanya edema pada ekstremitas sampai anakarsa dan terjadi
penurunan kesadaran.
Pada kasus, penulis hanya mencantumkan diagnosa sesuai pengkajian yang
didapat berdasarkan keterangan dari klien maupun keluarga yaitu perubahan pola
nafasberhubungan dengan hiperventilasi paru, gangguan perfusi jaringan karena
penurunan suplai oksigen, kelebihan volume cairan karena adanya edema pada
ekstrimitas bawah, Pada pengkajian kasus juga sudah dicantumkan nilai laboratorium
yaitu jumlah Hb, Ht, Hemoglobin tidak normal dan tekanan darah serta nadi yang masih
normal tetapi terdapat edema pada ekstremitas bawah dan hasil dari ureum keratinin yang
meningkat.

C. Intervensi
Pada perencanaan keperawatan di keperawatan gawat darurat tidak dapat
dilakukan implementasi selama 3x24 jam karena adanya keterbatasan dalam penentuan
masalah keperawatan primer maupun sekunder klien, jadi perawatan hanya dilakukan
selama 1-3x8 jam saja. Untuk penanganan perubahan pola nafas perawat akan mengkaji
status oksigen dan memberikan tambahan oksigen pada klien, mengkaji adanya edema
dan mencatat adanya pitting edema. Status nutrisi dengan menanyakan apakah klien
mual, muntah, tidak nafsu makan dan mengalami anoreksia, jika ya maka akan dilakukan
pemasangan infuse untuk mengatasi kekurangan nutrisi pada klien sesuai terapi dengan
mempertimbangkan apakah klien memilki riwayat hipertensi ataupun DM. Lalu cek
apakah klien mengalami kelelahan dan keterbatasan dalam beraktivitas, lakukan
pengkajian terhadap klien maupun keluarga agar dapat menghindari resiko jatuh dank lien
dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan bantuan keluarga.

D. Implementasi
Pada implementasi perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi parui
akan dilakukan pengakajian terkait dengan apakah klien mengalami sesak nafas atau
tidak, temukan apakah ada suara yang abnormal pada pernafasan maupun suara paru
klien. Jika ada yang tidak normal segera tangani dengan memberikan tambahan oksigen
maupun hilangkan penyebab yang membuat perubahan pola nafas menjadi tidak
efektif.Gangguan perfusi jaringan yang terjadi karena suplai oksigen yang turun juga
terjadi karena jumlah eritrosit dan Hb yang membawa oksigen ke seluruh tubuh
mengalami penurunan. Membatasi asupan cairan yang masuk ke dalam tubuh klien juga
sangat penting dilakukan untuk mengatur pola diet cairan pada penderita gagal ginjal

27
kronik agar tidak terjadi edema yang semakin parah dan memperberat kerja ginjal.
Memberikan infuse juga dapat mengatasi adanya kekurangan nutrisi yang diderita oleh
klien, Dan adanya pembatasan aktivitas pada klien karena terjadi kelelahan akibat sesak
nafas maupun penurunan kesadaran, hal tersebut selain mencegah terjadinya cedera juga
dapat memperingan kondisi tubuh klien agar tidak beraktivitas secara berat dan
menyebabkan klien semakin sesak nafas.

E. Evaluasi
Pada diagnose pertama yaitu perubahan pola nafas , masalah sudah dapat teratasi
sebagian dengan pemberian oksigen 3L/menit, klien mengatakan sesak nafas sudah
berkurang, tetapi klien harus tetap memakai oksigen dan posisi klien harus tetap semi
fowler ataupun fowler untuk mencegah terjadinya sesak nafas saat berbaring ataupun
beraktivitas.
Pada diagnose kedua dan ketiga masalah belum dapat teratasi karena klien
mengalami oedem pada ekstremitas kaki bawah., badan klien masih lemas, karena klien
mengatakan tidak nafsu makan dan turgor kulit jelek serta klien hanya minum yang
menyebabkan semakin bertambahnya cairan yang harus disaring oleh ginjal. Serta
lakukan pengaturan cairan agar tidak terjadi sesak nafas pada klien karena penurunan Hb,,
teruskan pemberian terapi oksigen dan batasi asupan intake klien dan monitor output
klien.

28
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal ginjal kronik adalah kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi
secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh
gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)
GGK/ CKD (Chronic Kidney Disease) dapat ditandai dengan hasil lab yaitu
ureum kreatinin yang meningkat lebih tinggi dari normal dan adanya penurunan GFR,
terdapat oedema pada ekstremitas sampai anasarka dan biasanya klien akan sesak nafas
karena kadar oksigen yang menurun dan mengalami kelelahan serta penurunan kesadaran.
Perawatan yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan keperawatan
disesuaikan dengan data yang didapatkan dari pengkajian primer maupun sekunder.Yang
paling penting dari perawatan pada klien GGK adalah membatasi jumlah asupan cairan
yang masuk untuk memperingan kerja ginjal yang memang sudah mengalami penurunan
fungsi dalam menyaring cairan dan mengedarkannya keseluruh tubuh.

B. Saran
Pada perawatan klien dengan gagal ginjal kronik sangat penting untuk mengatasi
masalah-masalah utama yang muncul pada pengkajian seperti adanya keluhan sesak
nafas, demam, BAK yang sedikit sampai penurunan kesadaran.Perlu juga melakukan
perawatan dengan menjaga asupan cairan pada klien agar tidak memperberat fungsi
ginjal.diperlukan juga adanya dukungan dari keluarga untuk memotivasi klien agar
melakukan cuci darah, transplantasi ginjal ataupun menjaga asupan cairan yang masuk ke
dalam tubuh klien penderita gagal ginjal kronik. Jaga juga pola makan sesuai diet yang di
anjurkan oleh dokter.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-


pada-diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 31 Oktober 2015

Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu
Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 31
Oktober 2015

Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta :
EGC.

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. 2005. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc.

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. 2008. Nursing
Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier.

Herdinan, Heather T. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC.

Johnson, M. Etal. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier.

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. 2010. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press.

Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. 2002. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 3
Edisi 8. Jakarta : EGC.

Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

30

Anda mungkin juga menyukai