Anda di halaman 1dari 101

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 352
JL. MARGONDA RAYA NO. 326, DEPOK
PERIODE 1-30 SEPTEMBER 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

HARRY UTOMO, S.Farm.


1306502503

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015
UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 352
JL. MARGONDA RAYA NO. 326, DEPOK
PERIODE 1-30 SEPTEMBER 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

HARRY UTOMO, S.Farm.


1306502503

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015

ii
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015
iii

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, yang telah senantiasa


melimpahkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 352,
Depok.
Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi
oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia (FF UI) untuk mencapai gelar Apoteker. Selain itu, kegiatan PKPA juga
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami peran dan tugas
Apoteker di apotek, khususnya di Apotek Kimia Farma No. 352. Pelaksanaan
PKPA di Apotek Kimia Farma No. 352 berlangsung pada periode 1-29 September
2014. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan
bimbingan yang diberikan, kepada:
1. Bapak Dr. Iskandarsyah, M.S., Apt., selaku pembimbing di FF UI,
2. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker FF
UI,
3. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.S., Apt., selaku Dekan FF UI,
4. Para staf di Apotek Kimia Farma No. 352, khususnya Ibu Ani (kepala Asisten
Apoteker) dan Afifah Maulani,
5. Seluruh keluarga penulis atas do’a, semangat, dan dukungan moril serta
materil yang telah diberikan,
6. Ifthah Nur S., S.Farm., Apt., yang telah dengan penuh cinta dan kesabaran
membantu dan menemani penulis,
7. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker FF UI angkatan LXXIX atas
kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan, khususnya Cut
Intan N.F., S.Farm. sebagai rekan PKPA di Apotek Kimia Farma No. 352,
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu
secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini,

iv

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis
peroleh selama menjalani PKPA ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat
dan semua pihak yang membutuhkan.

Penulis
2014

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015
ABSTRAK

Nama : Harry Utomo, S.Farm.


Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma
No. 352, Jl. Margonda Raya No. 326, Depok, Periode 1-30
September 2014

Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma (KF) No. 352 Depok
bertujuan untuk mengevaluasi secara umum kegiatan pelayanan kefarmasian di
Apotek KF No. 352 Depok; serta mengetahui peran dan fungsi apoteker dalam
aspek profesional dan aspek manajerial di apotek secara umum, dan di Apotek KF
No. 352 Depok secara khusus. Apoteker memiliki tiga peran di apotek, yaitu
sebagai profesional, penjual, dan manajer. Sebagai profesional, apoteker harus
menjamin mutu dan rasionalitas pengobatan yang diterima pasien. Sebagai
penjual, apoteker harus dapat memberikan pelayanan kepada pelanggan sehingga
dapat meningkatkan omset apotek. Sebagai manajer, apoteker harus dapat
mengelola sistem manajerial apotek dengan baik untuk kelangsungan apoteknya.
Tugas khusus yang diberikan berjudul Kajian Service Level Apotek Kimia Farma
No. 345 kepada Pelanggan. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan pelayanan kefarmasian dengan ketersediaan perbekalan farmasi dalam
penerimaan dan penolakan obat dalam resep, sehingga dihasilkan persentase
penerimaan dan penolakan obat dalam resep di Apotek Kimia Farma No. 345.

Kata Kunci : Apotek Kimia Farma, Apotek, pelayanan


kefarmasian, service level, pelanggan
Tugas Umum : ix + 65 halaman; 1 tabel; 6 gambar; 9 lampiran
Tugas Khusus : iv + 18 halaman; 1 tabel; 2 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 18 (1975-2014)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 4 (2002-2009)

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


ABSTRACT

Name : Harry Utomo, S.Farm.


Study program : Pharmacist/Apothecary
Title : Pharmacist Professional Practice Report in Kimia Farma
Pharmacy No. 352, Jl. Margonda Raya No. 326, Depok, Period
of 1-29 September 2014

Pharmacist Professional Practice in Kimia Farma (KF) Pharmacy No. 352 Depok
aims to evaluate the general activities of pharmaceutical cares in KF Pharmacy
No. 352 Depok; and to know the role and function of the pharmacist in the
professional aspects and managerial aspects in Pharmacy in general, and in KF
Pharmacy No. 352 Depok in particular. Pharmacists have three roles in the
Pharmacy, which are a professional, seller, and manager. As a professional, the
pharmacist must ensure the quality and the patient received treatment rationality.
As a seller, the pharmacist should be able to provide service to customers in order
to increase the turnover of Pharmacy. As a manager, the pharmacist should be
able to manage the pharmacy with good managerial system for continuity of
his/her pharmacy. The given special assignment titled Service Level Assessment
of Kimia Farma Pharmacy No. 345 to the Customer. This special assignment
aimed to determine the relationship of pharmaceutical cares with the availability
of pharmaceuticals in the acceptance and rejection in prescription drugs, so it’s
resulting in a percentage of acceptance and rejection in prescription drugs in
Kimia Farma Pharmacy No. 345.

Keywords : Kimia Farma Pharmacy, Pharmacy, pharmaceutical


cares, service level, customer
General Assignment : ix + 65 pages; 1 table; 6 pictures; 9 appendices
Special Assignment : iv + 18 pages; 1 table; 2 appendices
Bibliography of General Assignment : 18 (1975-2014)
Bibliography of Special Assignment : 4 (2002-2009)

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Tujuan............................................................................................ 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM .......................................................................... 3


2.1. Apotek ........................................................................................... 3
2.2. Kegiatan di Apotek........................................................................ 14
2.3. Sediaan Farmasi ............................................................................ 21

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ....................................................................... 32


3.1. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. .................................................. 32
3.2. PT. Kimia Farma Apotek .............................................................. 36
3.3. Apotek Kimia Farma No. 352 ....................................................... 38
3.4. Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika ...................................... 48

BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................. 53

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 56


5.1. Kesimpulan.................................................................................... 56
5.2. Saran ............................................................................................. 56

DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 57

Lampiran ....................................................................................................... 59

vi Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Obat Wajib Apotek 1, 2, dan 3 ................................................... 25

vii Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Penandaan Obat Bebas ...................................................................... 22


Gambar 2. Penandaan Obat Bebas Terbatas ....................................................... 22
Gambar 3. Penandaan Peringatan Pada Obat Bebas Terbatas ............................ 22
Gambar 4. Penandaan Obat Keras....................................................................... 23
Gambar 5. Penandaan Obat Narkotika ................................................................ 23
Gambar 6. Logo PT. Kimia Farma...................................................................... 33

viii Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek ........................... 59


Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma ................................. 60
Lampiran 3. Alur Perizinan Praktek Apoteker ................................................ 60
Lampiran 4. Denah Apotek Kimia Farma No. 352 ......................................... 61
Lampiran 5. Alur Pelayanan Resep di Apotek Kimia Farma No. 352 ........... 62
Lampiran 6. Contoh Surat Pesanan Narkotika ............................................... 63
Lampiran 7. Contoh Surat Pesanan Psikotropika ........................................... 63
Lampiran 8. Contoh Copy Resep di Apotek Kimia Farma No. 352 .............. 64
Lampiran 9. Contoh Etiket dan Bungkus Obat .............................................. 65

ix Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, Pemerintah
mengkategorikan Pekerjaan Kefarmasian dalam berbagai kegiatan, meliputi
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional. Dalam pelaksanaannya, salah satu sarana peyalanan kefarmasian
tempat melaksanakan pekerjaan kefarmasian adalah di apotek.
Apotek merupakan salah satu sarana apotek sebagai salah satu sarana
penunjang kesehatan turut berperan dalam mewujudkan upaya kesehatan yang
dilaksanakan oleh pemerintah sebagai sarana distribusi obat dan perbekalan
farmasi yang aman, bermutu, berkhasiat serta terjangkau harganya oleh
masyarakat luas. Disamping itu, apotek juga berperan sebagai sarana pemberian
informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya sehingga kedua
pihak tersebut mendaptkan pengetahuan yang benar tentang obat dan turut
meningkatkan penggunaan obat yang rasional (KepMenKes No. 1027 Tahun
2004).
Apoteker sangat berperan penting dalam keberlangsungan apotek. Peran
apoteker, selain menjalankan fungsi profesional dengan melakukan pelayanan
kefarmasian, apoteker juga berperan dalam fungsi manajerial termasuk sebagai
retailer. Sebagai sebuah bisnis retail, apotek harus dikelola dengan baik agar
memperoleh keuntungan guna menutup beban biaya operasional dan menjaga
kelangsungan hidupnya. Akan tetapi, bisnis apotek juga tidak melupakan fungsi
sosialnya di dalam mendistribusikan perbekalan kesehatan, khususnya obat
kepada masyarakat sehingga keberadaan apotek turut membantu pemerintah
dalam memelihara dan menjaga kesehatan masyarakat.
Untuk dapat melaksanakan kedua peran tersebut dibutuhkan apoteker yang
ahli dan terampil serta menguasai dan memahami segala aspek yang berhubungan

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


2

dengan pengelolaan apotek. Apoteker sebagai seorang manager di apotek dituntut


untuk memiliki kredibilitas yang tinggi dapat menjalankan perannya dengan baik.
Mengingat akan pentingnya hal tersebut dan upaya untuk pemberian
dukungan terhadap kompetensi apoteker di apotek, maka Program Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi UI bekerja sama dengan Apotek Kimia Farma dalam
menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker dari tanggal 1 - 30 September
2014. Praktik Kerja Profesi Apoteker ini diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman calon apoteker mengenai peranan, kegiatan manajerial serta
pelayanan kefarmasian di apotek dengan mengikuti kegiatan yang ada di apotek.

1.2. Tujuan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 352
Margonda Depok bertujuan agar calon apoteker:
1. Mengevaluasi secara umum kegiatan pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia
Farma No. 352 Margonda Depok.
2. Mengetahui peran dan fungsi apoteker di Apotek Kimia Farma No. 352
Margonda Depok dalam aspek profesional
3. Mengetahui peran dan fungsi apoteker di Apotek Kimia Farma No. 352
Margonda Depok dalam aspek manajerial.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Apotek
2.1.1 Pengertian
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MenKes/SK/IX/2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yang dimaksud dengan apotek
adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Menurut Undang-Undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, yang
dimaksud dengan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang
diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sediaan farmasi yang
dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014, Apotek adalah
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
apoteker. Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Apotek merupakan sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang wajib
menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu
baik. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker di apotek merupakan
bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam
melakukan pekerjaan kefarmasiannya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009, tugas dan fungsi
apotek adalah:
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.
b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi,
antara lain: obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


4

d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi pengamanan,


pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelola
obat dan pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
2.1.3 Persyaratan Apotek
Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek
(SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan
pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apotek disuatu tempat
tertentu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan
apotek adalah:
a. Tenaga Kerja/Personalia Apotek
1) Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah memiliki
Surat Izin Apotek (SIA).
2) Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di
samping APA dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari
buka Apotek.
3) Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama
APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus-
menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) dan tidak
bertindak sebagai APA di Apotek lain.
4) Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai
Asisten Apoteker.
Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di
apotek terdiri dari:
1) Juru resep, adalah petugas yang membantu pekerjaan Asisten Apoteker
dalam peracikan.
2) Kasir, adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan
dan pengeluaran uang.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


5

3) Pegawai tata usaha, adalah petugas yang melaksanakan administrasi


apotek dan membuat laporan pembeian, penjualan, penyimpanan dan
keuangan apotek.
b. Surat Izin Praktek Tenaga Kefarmasian
Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib
memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
1) SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab dan Apoteker Pendamping di
fasilitas pelayanan kefarmasian;
Untuk memperoleh SIPA sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 51
tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, seorang Apoteker harus
memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). STRA ini dapat
diperoleh jika seorang apoteker memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Memiliki Ijazah Apoteker.
b) Memiliki sertifikat kompentensi apoteker.
c) Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah dan janji apoteker.
d) Surat sehat fisik dan mental dari dokter yang mempunyai surat izin
praktik.
e) Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan etika profesi.
2) SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran.
c. Lokasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922, lokasi apotek tidak
lagi ditentukan harus memiliki jarak minimal dari apotek lain dan sarana apotek
dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi
lainnya di luar sediaan farmasi, namun sebaiknya harus mempertimbangkan segi
penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah penduduk, jumlah dokter, sarana
pelayanan kesehatan, lingkungan yang higienis, keamanan dan mudah dijangkau
masyarakat banyak dengan kendaraan dan faktor-faktor lainnya.
d. Bangunan dan kelengkapannya
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922, luas
apotek tidak diatur lagi, namun harus memenuhi persyaratan teknis, sehingga

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


6

kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi serta kegiatan pemeliharaan perbekalan


farmasi dapat terjamin.
Persyaratan teknis apotek adalah bangunan apotek setidaknya terdiri dari:
1) Ruang tunggu pasien.
2) Ruang peracikan dan penyerahan obat.
3) Ruang administrasi.
4) Ruang penyimpanan obat.
5) Ruang tempat pencucian alat.
6) Kamar kecil (WC).
7) Sumber air yang memenuhi persyaratan kesehatan.
8) Penerangan yang cukup sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas dan
fungsi apotek.
9) Alat pemadam kebakaran minimal dua buah yang masih berfungsi dengan
baik.
10) Ventilasi dan sistem sanitasi yang memenuhi persyaratan hygiene lainnya.
11) Papan nama apotek, yang memuat nama apotek, nama APA, nomor Surat
Izin Apotek (SIA), alamat apotek dan nomor telpon apotek (bila ada).
Papan nama apotek dibuat dengan ukuran minimal panjang 60 cm, lebar
40 cm dengan tulisan hitam diatas dasar putih dengan tinggi huruf minimal
5 cm dan tebal 5 cm.
e. Perlengkapan apotek
Perlengkapan yang wajib dimiliki oleh apotek adalah:
1) Alat pembuatan, pengelolaan, peracikan obat, seperti: timbangan, mortir,
gelas piala dan sebagainya.
2) Wadah untuk bahan pengemas dan bahan pembungkus, seperti: etiket,
wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan obat.
3) Perlengkapan dan tempat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari
dan rak untuk penyimpanan obat, lemari pendingin, lemari untuk
penyimpanan narkotika dan psikotropika.
4) Alat administrasi seperti blanko pemesanan obat, kartu stok obat, faktur,
nota penjualan, salinan resep, alat tulis dan sebagainya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


7

5) Pustaka, seperti Farmakope edisi terbaru dan kumpulan peraturan


perundang-undangan serta buku-buku penunjang lain yang berhubungan
dengan apotek.
2.1.4 Apoteker Pengelola Apotek
Apoteker Pengelola Apotek atau APA adalah seorang apoteker yang telah
diberikan Surat Izin Apotek (SIA) berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993
tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek pada pasal (1).
Apoteker Pengelola Apotek (APA) berkewajiban menyediakan dan
memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu
berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi
multidisipliner, kemampuan mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) secara
efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan serta
memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2.1.4.1 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi apoteker pengelola apotek
berdasarkan PerMenkes RI No.184/Menkes/Per/II/1995 adalah:
a. Ijazah telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker.
c. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dari Menteri Kesehatan.
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai Apoteker.
e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi APA di apotek
lain.
2.1.4.2 Fungsi dan Tugas Apoteker di Apotek
Seorang APA bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup apotek
yang dipimpinnya, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal jika bekerja
sama dengan pemilik sarana apotek. Fungsi dan tugas apoteker di Apotek adalah:
a. Membuat visi dan misi.
b. Membuat tujuan, strategi dan program kerja.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


8

c. Membuat dan menetapkan peraturan atau Standar Operasional Prosedur (SOP)


pada setiap fungsi kegiatan apotek.
d. Membuat dan menentukan indikator form record pada setiap fungsi kegiatan
apotek.
e. Membuat sistem pengawasan dan pengendalian SOP dan program kerja pada
setiap fungsi diapotek.
2.1.4.3 Wewenang dan Tanggung Jawab
Sedangkan wewenang dan tanggung jawab apoteker di apotek adalah:
a. Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan.
b. Menentukan sistem atau peraturan yang akan digunakan.
c. Mengawasi pelaksanaan SOP dan program kerja.
d. Bertanggungjawab terhadap kinerja yang diperoleh.
2.1.4.4 Peran Apoteker di Apotek
Apoteker mempunyai 3 peran, yaitu:
a. Peranan Apoteker Sebagai Profesional
Apoteker memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan
pelayanan kefarmasian yang bermutu dan efisien yang berasaskan pharmaceutical
care di apotek. Adapun standar pelayanan kefarmasian di apotek telah diatur
melaluiS ur at K ep ut u s an M ent e ri K es e ha t an R epu bl i k In don e si a
Nom or 1027/Menkes/SK/I X/2004.
Tujuan dari standar pelayanan ini adalah:
1) Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
2) Melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar.
3) Pedoman dalam pengawasan praktek Apoteker.
4) Pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek.
b. Peranan Apoteker Sebagai Manager
Manajemen secara formal diartikan sebagai perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian, terhadap penggunaan sumber
daya untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen adalah untuk:
1) Mencapai tujuan.
2) Menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang
saling bertentangan.
3) Mencapai efisiensi dan efektivitas.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


9

Dua konsepsi utama untuk mengukur prestasi


kerja (performance) manajemen adalah efisiensi dan efektivitas. Efisiensi
adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar,
merupakan konsep matematika, atau merupakan perhitungan ratio antara
keluaran (output) dan masukan (input). Seorang manajer dikatakan efisien
adalah seseorang yang mencapai keluaran yang lebih tinggi (hasil,
produktivitas,performance) dibanding masukan-masukan (tenaga kerja, bahan,
uang, mesin dan waktu) yang digunakan.
Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat
atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Manajer
yang efektif adalah manajer yang dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan
atau metode (cara) yang tepat untuk mencapai tujuan.
c. Peranan Apoteker Sebagai Retailer
Apotek merupakan tempat pengabdian profesi kefarmasian. Namun
tidak dapat dipungkiri di sisi lain bahwa apotek adalah salah satu model badan
usaha retail, yang tidak jauh berbeda dengan badan usaha retail lainnya. Apotek
sebagai badan usaha retail, bertujuan untuk menjual komoditinya, dalam hal ini
obat dan alat kesehatan, sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan profit. Profit
memang bukanlah tujuan utama dan satu-satunya dari tugas keprofesian
apoteker, tetapi tanpa profit apotek sebagai badan usaha retail tidak dapat
bertahan.
Oleh karena itu, segala usaha untuk meningkatkan profit perlu
dilaksanakan, di antaranya mencapai kepuasan pelanggan. Pelanggan merupakan
sumber profit. Oleh karena itu, sebagai seorang retailer berkewajiban
mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhan pelanggan, menstimulasi kebutuhan
pelanggan agar menjadi permintaan, dan memenuhi permintaan tersebut sesuai
bahkan melebihi harapan pelanggan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
No.992/Menkes/Per/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek Menteri Kesehatan, pasal 6, dinyatakan bahwa :

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


10

a. Untuk mendapatkan izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang


bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus
siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan
lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan
kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar
sediaan farmasi.
Berdasarkan peraturan tersebut, terutama ayat 2 dan 3, membuka peluang
bagi apotek untuk melakukan kegiatan usaha di luar sediaan farmasi. Oleh
karena begitu besarnya peluang, dan kelonggaran regulasi yang ada, apotek
memiliki keleluasan dalam menjalankan perannya sebagai salah satu badan
usaha retail.
Oleh karena itu, Apoteker Pengelola Apotek seyogyanya menjalan
peran memainkan peranannya sebagai retailer,terutama bagi Apoteker Pengelola Apotek
yang full management. Kompetensi minimal mengenai marketing dan strateginya,akan
menjadi nilai tambah bagi Apoteker Pengelola Apotek, dalam memimpin suatu
apotek. Pengaturan sarana dan prasarana yang menunjang juga sangat menentukan
keputusan pelanggan untuk membeli, seperti pajangan yang menarik, layout
apotek, merchandising, pelayanan yang hangat dan ramah, dan lain sebagainya.
2.1.5 Permohonan Perizinan Apotek
Dalam mendirikan apotek, apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek
(SIA) yaitu surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada
apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk
mendirikan apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA
dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota (Dinkes Kabupaten/Kota). Kepala Dinkes Kabupaten/Kota wajib
melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan
pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Selanjutnya, Kepala Dinas Kesehatan
wajib melaporkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


11

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah:
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari
kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada
Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan (Balai POM) untuk melakukan
pemeriksaan terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat.
d. Dalam hal pemeriksaaan tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat
membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Propinsi.
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
pemeriksaan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
mengeluarkan SIA.
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja
mengeluarkan Surat Penundaan.
g. Dalam Surat Penundaan, Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu
satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan
2.1.6 Pencabutan Izin Apotek
Setiap apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


12

No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut surat izin


apotek apabila:
a. Apoteker yang sudah tidak memenuhi ketentuan atau persyaratan sebagai
apoteker pengelola apotek.
b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam menyediakan, menyimpan dan
menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan terjamin
keabsahannya serta tidak memenuhi kewajiban dalam memusnahkan
perbekalan farmasi yang tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan
dan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten.
c. Apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2
tahun secara terus-menerus.
d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan
mengenai narkotika, obat keras, psikotropika serta ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
e. Surat izin kerja apoteker pengelola apotek dicabut.
f. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-
undangan dibidang obat.
g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.
Pelaksanaan pencabutan izin apotek dapat dilaksanakan setelah
dikeluarkannya:
a. Peringatan tertulis kepada apoteker pengelola apotek sebanyak 3 kali berturut-
turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek.
Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah
membuktikan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Hal ini dilakukan setelah Kepala Balai POM setempat
melakukan pemeriksaan.
Keputusan pencabutan surat izin apotek dilakukan oleh Kepala Dinas
Kesehatan/Kota disampaikan langsung kepada apoteker pengelola apotek dengan
tembusan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat serta
Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Apabila surat izin apotek

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


13

dicabut, apoteker pengelola apotek atau apoteker pengganti wajib mengamankan


perbekalan farmasinya. Pengamanan tersebut dilakukan dengan tata cara sebgai
berikut:
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras
tertentu dan obat lainnya dan seluruh resep yang tersisa di apotek.
b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci.
c. Apoteker pengelola apotek wajib melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian
kegiatan disertai laporan inventaris yang dimaksud di atas.
2.1.7 Pelanggaran Apotek
Berdasarkan berat ringannya pelanggaran, maka pelanggaran di apotek
dapat dikategorikan dalam dua macam. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat
di apotek meliputi:
a. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi.
b. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap.
c. Pindah alamat apotek tanpa izin.
d. Menjual narkotika tanpa resep dokter .
e. Kerjasama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak
berhak dalam jumlah besar.
f. Tidak menunjuk apoteker pendamping atau apoteker pengganti pada waktu
APA keluar daerah.
Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan apotek meliputi:
a. Tidak menunjuk Apoteker pendamping pada waktu APA tidak bisa hadir pada
jam buka apotek (apotek yang buka 24 jam).
b. Mengubah denah apotek tanpa izin.
c. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak.
d. Melayani resep yang tidak jelas dokternya.
e. Menyimpan obat rusak, tidak mepunyai penandaan atau belum dimusnahkan.
f. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada.
g. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh apoteker.
h. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


14

i. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat.


j. Resep narkotika tidak dipisahkan.
k. Buku narkotika tidak diisi atau tidak dapat dilihat atau diperiksa.
l. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui
dengan jelas asal usul obat tersebut.
Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat
dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi
administratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1332/MENKES/SK/X/2002 dan Permenkes No.922/MENKES/PER/X/1993
adalah:
a. Peringatan secara tertulis kepada APA secara 3 kali berturut-turut dengan
tenggang waktu masing-masing 2 bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA
disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
tembusan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
setempat. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila
apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang
ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut
telah dipenuhi.
Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila
terdapat pelanggaran terhadap:
a. Undang-Undang Obat Keras (St.1937 No.541).
b. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
c. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
d. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

2.2 Kegiatan di Apotek


2.2.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian
Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya yang meliputi kegiatan:

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


15

2.2.1.1 Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan:
a) pola penyakit,
b) Kemampuan masyarakat,
c) Budaya masyarakat, dan
d) Pola penulisan resep oleh dokter sekitar.
2.2.1.2 Pengadaan
Pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang-
undangan.
2.2.1.3 Penyimpanan
a. Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada
wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor bets, dan
tanggal kadaluarsa.
b. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan
menjamin kestabilan bahan.
2.2.1.4 Pelayanan Apotek
Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari drug
oriented menjadi patient oriented. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi
tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
perilaku agar dapat melakukan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi
tersebut antara lain adalah melaksanakan pelayanan resep, pelayanan obat bebas,
obat bebas terbatas, obat wajib apotek dan perbekalan kesehatan lainnya juga
pelayanan informasi obat dan monitoring penggunaan obat agar tujuan
pengobatan sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik.
Apoteker harus mengidentifikasi kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan kefarmasian. Oleh karena
itu, apoteker harus berupaya mencegah dan meminimalkan masalah terkait obat
(drug related problem) dengan membuat keputusan profesional untuk tercapainya
pengobatan yang rasional.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


16

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/2004


pelayanan kesehatan meliputi:
a. Pelayanan resep
1) Skrining resep
a) Persyaratan administratif, seperti: nama, SIP, dan alamat dokter;
tanggal penulisan resep; tanda tangan atau paraf dokter penulis resep;
nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat,
potensi, dosis, jumlah yang diminta; cara pemakaian serta informasi
lainnya.
b) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
c) Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
2) Penyiapan obat
a) Peracikan yang merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang,
mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah.
b) Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
c) Kemasan obat yang diserahkan harus rapi dan cocok sehingga terjaga
kualitasnya.
d) Penyerahan obat pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep dan penyerahan obat
dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan
konseling kepada pasien.
e) Apoteker harus memenuhi informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi
obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat,
cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta
makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
f) Apoteker harus memberikan konseling kepada pasien sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien. Konseling terutama ditujukan
untuk pasien penyakit kronis (hipertensi, diabetes melitus, TBC, asma
dan lain-lain).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


17

g) Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan


pemantauan penggunaan obat.
b. Promosi dan edukasi
Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang ingin melakukan
upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi) untuk peyakit yang ringan dengan
memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam
kegiatan ini.
c. Pelayanan residensial (home care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia
dan pasien dengan penyakit kronis. Untuk kegiatan ini, apoteker harus membuat
catatan pengobatan pasien (medication record).
d. Komunikasi Informasi dan Edukasi
Farmasi sebagai salah satu aspek dalam pelayanan kesehatan telah
mengalami perkembangan paradigm yang awalnya berorientasi terhadap
produk/obat kini berorientasi kepada pasien berdasarkan pada nilai-nilai asuhan
kefarmasian. Asuhan kefarmasian adalah tanggung jawab atau kompetensi dari
seorang Apoteker untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan kehidupan pasien.
Hal ini menuntut Apoteker untuk menciptakan hubungan yang baik antara pasien,
sesama Apoteker dan dengan profesi kesehatan lain.
Seorang Apoteker dalam menjalankan kegiatan profesinya banyak
berhubungan dengan orang lain baik pasien, rekan seprofesi, dokter, perawat, dan
tenaga kesehatan lainnya. Kemampuan dan keterampilan berkomunikasi yang
efektif sangat diperlukan oleh seorang Apoteker yang profesional. Kurangnya
komunikasi secara efektif dapat menyebabkan timbulnya permasalahan. Untuk
dapat berkomunikasi dengan baik maka memerlukan usaha, waktu, serta kemauan
untuk belajar dengan membuat suatu proses menjadi efektif.
Komunikasi merupakan pembentukan pesan dari pemikiran, perasaan,
perilaku pengirim (sender) atau penyampaian pesan kepada penerima (receiver)
yang kemudian ada reaksi dari penerima. Komunikasi dapat dikatakan sempurna
apabila pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan dapat diterima dan
dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan. Informasi disampaikan melalui

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


18

media agar dapat diterima dan dimengerti oleh orang lain sesuai dengan maksud
pesan atau informasi tersebut. Media merupakan alat yang digunakan untuk
mempermudah suatu komunikasi. Media yang tepat akan memberikan informasi
atau pesan yang ingin disampaikan oleh seorang pengirim pesan.
Salah satu implementasi dari komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
adalah kegiatan konseling. Konseling merupakan suatu proses yang sistematik
untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan
pengambilan dan penggunaan obat. Konseling dilakukan untuk mengoptimalkan
hasil terapi obat dan tercapainya tujuan dari terapi obat dengan cara membina
hubungan dan menumbuhkan kepercayaan, perhatian, dan kepedulian terhadap
pasien serta mencegah dan mengurangi terjadinya efek samping obat,toksisitas,
resistensi antibiotika, dan ketidakpatuhan pasien.
e. Swamedikasi
Swamedikasi (Self Medication) merupakan suatu bentuk pengobatan
mandiri yang dilakukan oleh masyarakat, tanpa melalui dokter. Biasanya
swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari
batuk, pilek, demam, sakit kepala, maag, gatal-gatal hingga iritasi ringan pada
mata.
Beberapa hal yang melatarbelakangi berkembangnya swamedikasi di
kalangan masyarakat saat ini, yaitu meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan
tersedianya obat-obatan menyebabkan sebagian masyarakat berinisiatif mengobati
dirinya sendiri tanpa melalui konsultasi dengan dokter.
Banyaknya obat yang beredar saat ini dapat membingungkan masyarakat
dalam memilih obat yang tepat dan aman. Masyarakat sebagai konsumen
memerlukan bantuan dalam membuat keputusan terhadap swamedikasi yang
dilakukan.
Apoteker adalah profesi yang ideal dalam membantu masyarakat memilih
obat yang aman dan efektif dalam mengobati penyakit yang diderita. Upaya
swamedikasi oleh apoteker harus tetap memperhatikan prinsip penggunaan obat
yang rasional dengan memperhatikan ketepatan indikasi penyakit, pemilihan obat,
dosis, cara pakai, lama penggunaan, dan kondisi pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


19

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam swamedikasi oleh seorang
Apoteker, yaitu
1. Membaca informasi yang tertera pada kemasan atau brosur yang meliputi
komposisi obat, indikasi, kontra indikasi, interaksi obat, efek samping, dosis
dan cara penggunaan.
2. Obat yang dipilih memiliki jenis kandungan zat aktif sesuai penyakit yang
diderita.
3. Penggunaan obat swamedikasi hanya untuk jangka pendek, jika penyakit tidak
membaik setelah beberapa hari penggunaan obat tersebut, maka sebaiknya
konsultasikan ke dokter.
4. Memperhatikan aturan pakai obat serta berapa jumlah yang diperlukan.
5. Perlu diperhatikan juga tentang masalah kontra indikasi dan cara penyimpanan
obat.
Untuk lebih mengarahkan ketepatan pemilihan obat pada saat melakukan
pelayanan swamedikasi, konseling pra pelayanan swamedikasi dapat dilakukan
kepada pasien dengan 5 arahan pertanyaan penuntun sebagai berikut :
1. W : who (Untuk siapa obat tersebut)
2. W : what symptoms (Gejala apa yang dirasakan)
3. H : how long (Sudah berapa lama gejala tersebut berlangsung)
4. A : action (Tindakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi gejala
tersebut)
5. M : medicine (Obat-obat apa saja yang sedang digunakan oleh pasien).
Dalam melakukan kegiatan swamedikasi tidaklah selalu berjalan dengan
lancar. Terdapat beberapa kendala yang timbul dan menjadi penghalang
komunikasi antara apoteker dengan pasien pada saat pemberian pelayanan
swamedikasi, yaitu:
1. Kendala yang berasal dari pasien, yaitu perasaan malu, marah, sedih, takut dan
ragu-ragu. Hal ini dapat diatasi dengan sikap empati, mencari sumber
timbulnya masalah tersebut dan tetap bersikap terbuka dan siap membantu.
2. Kendala yang berasal dari latar belakang pendidikan, budaya dan bahasa.
Kendala ini dapat diatasi dengan menggunakan istilah yang mudah dimengerti.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


20

3. Kendala yang berasal dari fisik dan mental. Kendala ini dapat diatasi dengan
upaya menggunakan alat bantu.
4. Kendala yang berasal dari Apoteker dapat berupa menunjukkan sikap yang
kurang perhatian, cara berbicara yang tidak sesuai, mendominasi percakapan,
menggunakan istilah yang sulit dimengerti oleh pasien, sikap dan gerak tubuh
yang mengganggu konsentrasi pasien.
5. Kendala yang berasal dari lingkungan sekitar tempat swamedikasi berlangsung
misalnya dilakukan di tempat terbuka, suasana yang berisik dan adanya pihak
ketiga yang ikut mendengarkan.
Persiapan yang matang diperlukan agar Apoteker dapat mengembangkan
swamedikasi menjadi keunggulan dari pelayanan Apotek yaitu dengan
menyediakan obat serta informasi yang memadai untuk keperluan swamedikasi.

f. Good Pharmacy Practices ( GPP)


Good pharmacy practice merupakan suatu pedoman untuk menjamin
bahwa pelayanan yang diberikan farmasis kepada setiap pasien telah memenuhi
kualitas yang tepat. Dengan adanya pedoman tersebut, masyarakat diharapkan
dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih
tepat yang pada akhirnya dapat mencapai tujuan terapi yang diharapkan.
Adanya konsep Pharmaceutical Care merupakan filosofi yang sangat
identik dengan konsep Good Pharmacy Practice (GPP), sehingga dapat dikatakan
bahwa GPP merupakan suatu cara untuk menerapkan Pharmaceutical Care.
Standar Good Pharmacy Practice sebagai pedoman pengelolaan farmasi
diantaranya:
1. Bangunan
Tujuan: menjamin tersedianya bangunan yang cukup dan memenuhi syarat
dalam penyediaan layanan.
2. Penyiapan obat
Tujuan: menjamin bahwa pasien menerima obat dengan dosis, jenis nama dan
bentuk obat yang tepat.
3. Wadah obat
Tujuan: menjamin integritas produk.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


21

4. Label atau etiket obat


Tujuan: menjamin obat yang diterima benar untuk apa dan siapa yang
menerima.
5. Instruksi pada pasien
Tujuan: mengetahui bahwa obat digunakan dengan benar dan sesuai petunjuk
atau instruksi, kapan dan bagaimana obat harus digunakan.
6. Pencatatan pengobatan pasien
Tujuan: pasien mengetahui bahwa obat diminum secara terus menerus,
frekuensi, waktu minum yang tepat dalam bentuk sediaan yang tepat serta
kapan kembali ke dokter.
g. Informasi obat dan konseling
Tujuan: memberikan pemahaman pasien tentang kegunaan obat, efek
samping yang mungkin terjadi, cara penggunaan, apa yang perlu di hindari dan
cara penyimpanannya.

2.2.2 Kegiatan Teknis Non-Kefarmasian


Pengelolaan non teknis kefarmasian, meliputi kegiatan :
1. Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Administrasi pelayanan
3. Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil
monitoring penggunaan obat.

2.3 Sediaan Farmasi


Sediaan farmasi digolongkan menjadi 5 bagian yaitu obat bebas, obat
bebas terbatas, obat keras serta obat narkotika dan psikotropika.
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada
kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan berwarna hijau
yang dapat dilihat dengan lebih jelas pada Gambar 1. Dalam kemasan obat
disertakan brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


22

dosis, aturan pakai, efek samping , nomor batch, nomor registrasi, nama dan
alamat pabrik, serta cara penyimpanannya.

Gambar 1. Penandaan obat bebas

b. Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas yaitu obat yang digunakan untuk mengobati penyakit
ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat bebas terbatas termasuk
obat keras dimana pada setiap takaran yang digunakan diberi batas dan pada
kemasan ditandai dengan lingkaran hitam mengelilingi bulatan berwarna biru
serta sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.6355/Dirjen/SK/69
tanggal 5 November 1975, disertai tanda peringatan P. No.1 sampai P. No. 6
dan harus ditandai dengan etiket atau brosur yang menyebutkan nama obat
yang bersangkutan, daftar bahan berkhasiat serta jumlah yang digunakan,
nomor batch, tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan alamat produsen,
petunjuk penggunaan, indikasi, cara pemakaian, peringatan serta kontra
indikasi. Penandaan terhadap obat bebas terbatas beserta Penandaan
peringatannya dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. Penandaan obat bebas terbatas

Gambar 3. Penandaan peringatan pada obat bebas terbatas

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


23

c. Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter,
dimana pada bungkus luarnya diberi tanda bulatan dengan lingkaran hitam
dengan dasar merah yang didalamnya terdapat huruf “K” yang menyentuh garis
tepi. Tanda dapat dilihat dengan lebih jelas pada Gambar 4. Obat yang masuk
ke dalam golongan obat keras ini adalah obat yang dibungkus sedemikian rupa
yang digunakan secara parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan
cara pemakaian lain dengan jalan merobek jaringan, obat baru yang belum
tercantum dalam kompendial/farmakope terbaru yang berlaku di Indonesia
serta obat-obat yang ditetapkan sebagai obat keras melalui keputusan Menkes
Republik Indonesia.

Gambar 4. Penandaan obat keras


f. Obat Narkotika
Menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dalam
Bab I pasal 1 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan.

Gambar 5. Penandaan obat narkotika


g. Obat Psikotropika
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997
tentang Psikotropika, dalam Bab I pasal 1 Psikotropika adalah zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


24

2.3.1 Obat Generik


Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia dan Internasional Non Proprietary Name (INN) WHO
untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Selain itu obat generik dapat juga
merupakan obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat diproduksi oleh
semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Ada dua jenis obat
generik yaitu obat generik bermerek dagang dan obat generik berlogo yang
dipasarkan dengan merek kandungan zat aktifnya. Kewajiban menuliskan resep
dan atau menggunakan obat generik pada fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.085/Menkes/Per/I/1989
pasal 7 ayat (1) dan (3).

2.3.2 Obat Wajib Apotek


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.919/Menkes/Per/X/1993, obat
wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan pada pasien tanpa resep
dokter dengan mengikuti peraturan dari Menteri Kesehatan. Obat yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak
dibawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan diri sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit.
c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan diri sendiri.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.925/Menkes/Per/X/1993
Tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No.1, Keputusan Menteri Kesehatan
No.924/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib No.2, dan Keputusan
Menteri Kesehatan No.1176/Menkes/SK/X/1999 Tentang Daftar Obat Wajib
No.3. Contoh obat yang termasuk dalam Obat Wajib Apotek Golongan 1, 2 dan 3
sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


25

Tabel 1. Daftar Obat Wajib Apotek 1, 2, dan 3

OWA 1 OWA 2 OWA 3


 Linestrenol  Albendazol  Famotidin
 Levonorgestrel  Bacitracin  Ranitidin
 Norgestrel  Benorilate  Tretionin
 Antasid  Bismuth  Isoniazid
 Papaverin subcitrate  Rifampisin
 Metampiron  Clindamicin  Pirazinamid
 Papaverin  Dexametason  Etambutol
 Metoklopramid  Ibuprofen  Streptomisin
 Bisakodil supp  Ketokonazole  Alopurinol
 Hexetidine  Omeprazole  Natrium
 Triamcinolone acetonide  Piroxicam Diklofenak
 Aminophillin supp  Prednisolon, dll  Setirizin
 Salbutamol  Siproheptadin, dll
 Bromheksin
 Karbosistein
 Asam mefenamat
 Mebhidrolin
 Astemizol
 Dexklorpheniramine
maleat
 Mebendazol
 Tetrasiklin
 Gentamisin
 Eritromisin
 Hidokortison
 Triamsinolon
 Heksaklorofen
 Mikonazol nitrat
 Nistatin
 Lidokain, dll

2.3.3 Pengelolaan Narkotika


Berdasarkan Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang narkotika,
narkotika dapat didefinisikan sebagai suatu zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan:

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


26

a. Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan


pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
b. Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
c. Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan:
a. Pemesanan narkotika.
Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan oleh Pedagang Besar Farmasi
(PBF) Kimia Farma. Pesanan narkotika bagi apotek ditandatangani oleh APA
dengan menggunakan surat pesanan rangkap empat, dimana tiap satu jenis
narkotika menggunakan satu surat pesanan yang dilengkapi dengan nomor SIK
apoteker dan stempel apotek.
b. Penyimpanan narkotika
Narkotika yang berada di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam UU No. 35
tahun 2009 pasal 14 ayat (1). Adapun tata cara penyimpanan narkotika diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 28/MENKES/PER/1978 pasal 5,
yaitu apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika.
Tempat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Harus seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2) Harus mempunyai kunci ganda yang kuat.
3) Dibagi menjadi 2 bagian, masing-masing bagian dengan kunci yang
berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan
garam-garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua
dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
4) Apabila tempat tersebut berukuran 40x80x100 cm, maka lemari tersebut
harus dibuat pada tembok dan lantai.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


27

Selain itu pada pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan


No.28/Menkes/Per/I/1978 dinyatakan bahwa:
1) Apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan
No.28/Menkes/Per/1978 dan harus dikunci dengan baik.
2) Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain
selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
3) Anak kunci lemari khusus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai
lain yang diberi kuasa.
4) Lemari khusus diletakkan di tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh
umum.
c. Pelayanan resep mengandung narkotika
Apotek hanya melayani pembelian narkotika berdasarkan resep dokter
dengan ketentuan berdasarkan surat edaran balai POM No.336/EE/SE/1977 antara
lain dinyatakan:
1) Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat (2) undang-undang no. 9 tahun 1976
tentang narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep yang
mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian
atau belum dilayani sama sekali.
2) Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani
sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep
tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep aslinya.
3) Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani
sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada
resep-resep yang mengandung narkotika.
d. Pelaporan narkotika
Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Pasal 14 ayat (2)
dinyatakan bahwa industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat,
balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat,
menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau
pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


28

Laporan tersebut meliputi laporan pemakaian narkotika dan laporan


pemakaian morfin dan petidin. harus di tandatangani oleh apoteker pengelola
apotek dengan mencantumkan SIPA, SIA, nama jelas dan stempel apotek,
kemudian dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan RI Kota/Kabupaten
setempat dengan tembusan kepada:
1) Kepala Dinas Kesehatan.
2) Balai Besar POM.
3) Penanggung jawab narkotika PT. Kimia Farma Tbk.
4) Arsip.
Laporan yang ditandatangani oleh APA meliputi:
1) Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika.
2) Laporan penggunaan bahan baku narkotika.
3) Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin.
Laporan narkotika tersebut dibuat setiap bulannya dan harus dikirim selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
e. Pemusnahan narkotika
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.28/MENKES/PER/I/1978
Pasal 9 disebutkan bahwa pemegang izin khusus dan atau APA dapat
memusnahkan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat. Berdasarkan
Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika disebutkan bahwa
pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal:
1) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau
tidak dapat digunakan dalam proses produksi.
2) Kadaluarsa.
3) Tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan
dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
4) Berkaitan dengan tindak pidana.
Berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997, pemusnahan
narkotika dilaksanakan oleh pemerintah, orang atau badan usaha yang
bertanggung jawab atas produksi dan atau peredaran narkotika, sarana kesehatan
tertentu serta lembaga ilmu pengetahuan dengan disaksikan oleh pejabat yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


29

ditunjuk oleh Menteri Kesehatan RI. Pelaksanaan pemusnahan narkotika yang


rusak atau tidak memenuhi persyaratan pada apotek adalah sebagai berikut:
1) Bagi apotek di tingkat propinsi, pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh
petugas dari Balai POM setempat.
2) Bagi apotek di tingkat Kabupaten/Kota pemusnahan disaksikan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Tingkat II
Pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek yang memusnahkan
narkotika harus membuat berita acara pemusnahan paling sedikit 3 rangkap.
Berita acara pemusnahan tersebut memuat:
1) Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan.
2) Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek.
3) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek
tersebut.
4) Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
5) Cara pemusnahan.
6) Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi.
f. Pelanggaran terhadap ketentuan pengelolaan narkotik
Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan
bahwa pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan
narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan, yang
berupa: teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara
kegiatan atau pencabutan izin.

2.3.4 Pengelolaan Psikotropika


Psikotropika menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1997 merupakan zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi menjadi
beberapa golongan, yaitu
a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


30

b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berhasiat pengobatan


digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
sangat luas digunakan untuk terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Kegiatan-kegiatan pengelolaan psikotropika meliputi:
a. Pemesanan psikotropika
Tata cara pemesanan obat-obat psikotropika sama dengan pemesanan obat
lainnya, yakni dengan surat pemesanan yang sudah ditandatangani oleh APA
yang dikirim ke pedagang besar farmasi (PBF). Pemesanan psikotropika tidak
memerlukan surat pemesanan khusus dan dapat dipesan apotek dari PBF atau
pabrik obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam Undang-Undang
No. 5 Tahun 1997 pasal 12 ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika
oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pelayanan resep. Satu lembar surat
pesanan psikotropika dapat terdiri dari lebih dari satu jenis obat psikotropika.
b. Penyimpanan psikotropika
Sampai saat ini, penyimpanan untuk obat-obatan golongan psikotropika
belum diatur dalam perundang-undangan. Namun, karena obat-obatan
psikotropika ini cenderung untuk disalahgunakan, maka disarankan agar
menyimpan obat-obatan psikotropika tersebut dalam suatu rak atau lemari
khusus yang terpisah dengan obat-obat lain, tidak harus dikunci dan membuat
kartu stok psikotropika.
c. Penyerahan psikotropika
Penyerahan obat golongan psikotropika oleh apotek hanya dapat diberikan
kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan
kepada pasien bila disertai dengan resep dokter.
d. Pelaporan psikotropika

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


31

Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997, pabrik obat, PBF, sarana


penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas,
balai pengobatan, dokter dan lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan,
wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan
dengan psikotropika dan wajib melaporkannya kepada Menteri Kesehatan
secara berkala. Pelaporan psikotropika dilakukan setahun sekali dengan
ditandatangani oleh APA dilakukan secara berkala yaitu setiap tahun kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan setempat dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
e. Pemusnahan psikotropika
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 pasal 53 tentang psikotropika,
pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana,
diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau
tidak dapat digunakan dalam proses psikotropika, kadaluarsa atau tidak
memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk
kepentingan ilmu pengetahuan.
Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh
pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian. Berita
acara pemusnahan tersebut memuat:
1) Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan.
2) Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek.
3) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek
tersebut.
4) Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan.
5) Cara pemusnahan.
6) Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS

3.1 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.


3.1.1 Sejarah PT. Kimia Farma
Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia
yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini
pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan
kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal
kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan
peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara
Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971,
bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama
perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero).
Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah
statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam
penulisan berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut,
Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya
(sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia).
Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, Perseroan telah berkembang menjadi
perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian
diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan bangsa,
khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.

3.1.2 Visi dan Misi


a. Visi
Menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan
pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui konfigurasi dan koordinasi
bisnis yang sinergis
b. Misi
Menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di bidang-bidang:

32 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


33

1) Industri kimia dan farmasi dengan basis penelitian dan pengembangan


produk yang inovatif.
2) Perdagangan dan jaringan distribusi.
3) Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan ritel farmasi dan jaringan
pelayanan kesehatan lainnya.
4) Pengelolaan aset-aset yang dikaitkan dengan pengembangan usaha
perusahaan.

3.1.3 Logo PT. Kimia Farma

Gambar 6. Logo PT. Kimia Farma


a. Simbol Matahari
1) Paradigma baru, matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru
kehidupan yang lebih baik.
2) Optimis, matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya tersebut
adalah penggambaran optimisme Kimia Farma dalam menjalankan
bisnisnya.
3) Komitmen, matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam di arah barat
secara teratur dan terus-menerus memiliki makna adanya komitmen dan
konsistensi dalam menjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia
Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan.
4) Sumber energi, matahari sumber energi bagi kehidupan, dan Kimia Farma
baru memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan
masyarakat.
5) Semangat yang abadi, warna orange berarti semangat, warna biru adalah
keabadian. Harmonisasi antara kedua warna tersebut menjadi satu makna
yaitu semangat yang abadi.
b. Jenis Huruf

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


34

Dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma yang disesuaikan dengan


nilai dan image yang telah menjadi energi bagi Kimia Farma, karena prinsip
sebuah identitas harus berbeda dengan identitas yang telah ada.

c. Sifat Huruf
1) Kokoh, memperlihatkan Kimia Farma sebagai perusahaan terbesar dalam
bidang farmasi yang memiliki bisnis dari hulu hilir, dan merupakan
perusahaan farmasi pertama yang dimiliki Indonesia.
2) Dinamis, dengan jenis huruf italic memperlihatkan kedinamisan dan
optimisme Kimia Farma dalam menjalankan bisnis kesehatan.
3) Bersahabat, dengan jenis huruf kecil dan lengkung, memperlihatkan
keramahan Kimia Farma dalam melayani konsumennya.

3.1.4 Bidang Kegiatan


PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. memiliki beberapa bidang kegiatan antara
lain bidang industri yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma Holding dan bidang
pemasaran dilakukan oleh dua anak perusahaannya yaitu PT. Kimia Farma
Apotek dan PT. Kimia Farma Trading and Distribution (PT. Kimia Farma PBF)
a. Bidang industri
1) Riset dan teknologi
PT. Kimia Farma memiliki fasilitas laboratorium riset yang
berlokasi di Jl. Cihampelas No. 5, Bandung, yang berfungsi antara lain
melakukan kegiatan pengembangan dan riset dalam rangka meningkatkan
kemampuan perusahaan, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Fasilitas tersebut diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI pada tanggal 19 Juli
1991.
Kegiatan pengembangan dan penelitian yang dilakukan selain
pengembangan obat asli Indonesia juga berupa pengembangan formula
produk baru maupun reformulasi produk lama untuk meningkatkan
efektivitas obat dan efisiensi produksi. Kegiatan pengembangan dan
penelitian ini didukung oleh 53 orang ahli. Dalam kegiatan pengembangan
formula produk baru, unit kerja ini mendapatkan masukan terutama dari

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


35

divisi pemasaran. Dalam pengembangan produknya, PT. Kimia Farma


menggunakan teknologi tepat guna dan melakukan kerjasama penelitian
dengan berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian.
2) Produksi
Kegiatan produksi PT. Kimia Farma difokuskan pada komitmen
terhadap mutu dan ketersediaan produk sesuai dengan Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB). Dalam melaksanakan kegiatannya PT. Kimia Farma
didukung oleh unit-unit usaha di bidang bahan baku (manufaktur), unit
produksi obat jadi (formulasi) dan unit usaha pelayanan distribusi farmasi
(baik Pedagang Besar Farmasi maupun apotek) di seluruh Indonesia.
PT. Kimia Farma memiliki 6 unit produksi yang terdiri dari:
a) Unit Produksi Formulasi Jakarta (UPFJ)
Memproduksi obat dalam bentuk sediaan tablet, tablet salut, kapsul,
granul, sirop kering, suspensi, sirop, tetes mata, krim dan injeksi.
b) Unit Produksi Formulasi Bandung (UPFB)
Memproduksi obat dalam bentuk sediaan tablet, sirop, suspensi, dan pil
keluarga berencana.
c) Unit Produksi Formulasi Tanjung Morawa (UPFT)
Berfungsi mengisi kebutuhan obat-obatan khususnya di wilayah
Sumatera. Unit ini menghasilkan obat-obatan dalam bentuk sediaan
tablet, krim dan kapsul.
d) Unit Produksi Bandung (UPB)
Menghasilkan bahan baku garam kina dan memproduksi alat kontrasepsi
dalam rahim serta obat asli Indonesia seperti Enkasari.
e) Unit Produksi Semarang (UPS)
Memproduksi minyak jarak (castor oil) untuk produk kosmetika, obat-
obatan, cat, karet.
f) Unit Produksi Watudakon (UPW)
Kegiatan meliputi pertambangan yodium dan produksi obat jadi dengan
sediaan seperti tablet, tablet salut, kapsul lunak, salep, sirop dan cairan
obat luar/dalam. Selain itu, juga menghasilkan bahan baku fero sulfat
untuk tablet besi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


36

b. Bidang Pemasaran
Kegiatan pemasaran ditangani oleh divisi pemasaran. PT. Kimia Farma
membagi kegiatan pemasarannya masing-masing untuk produk obat generik,
OTC, Ethical dan Obat Lisensi. Divisi pemasaran secara konsisten melakukan
penelitian pasar baik berdasarkan data primer dan sekunder sehingga mampu
menghasilkan strategi pemasaran yang tepat bagi perusahaan. Divisi ini juga
membuat rencana pemasaran secara terpadu yang dikoordinasikan dengan unit
terkait seperti produksi dan distribusi.

3.2 PT. Kimia Farma Apotek


PT. Kimia Farma Apotek (KFA) adalah anak perusahaan dari PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. PT. Kimia Farma didirikan pada tanggal 4 Januari 2003,
dengan tujuan untuk mengelola apotek-apotek milik perusahaan yang ada, dalam
upaya meningkatkan kontribusi penjualan untuk memperbesar penjualan
konsolidasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
3.2.1 Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek
a. Visi
Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemukadan mampu
memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.
b. Misi
Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui jaringan layanan
kesehatan terintegrasi (apotek, klinik, laboratorium klinik, dan layanan
kesehatan lainnya); saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk
prinsipal; pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya.
3.2.2 Budaya Perusahaan
Dalam menjalankan usaha, PT. Kimia Farma Apotek mengacu pada nilai-
nilai perusahaan dengan motto I CARE, yaitu
a. I (Inovative), memiliki budaya berfikir “out of the box”, smart dan kreatif
untuk membangun produk unggulan.
b. C (Customer First), mengutamakan pelanggan sebagai mitra kerja.
c. A (Accountability), bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan oleh
perusahaan dengan memegang teguh profesionalisme, integritas dan kerjasama.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


37

d. R (Responsibility), memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat


waktu, tepat sasaran dan dapat diandalkan, serta senantiasa berusaha untuk
tegar dan bijaksana dalam menghadapi setiap masalah.
e. E (Eco Friendly), menciptakan dan menyediakan baik produk maupun jasa
layanan yang ramah lingkungan.
3.2.3 Struktur Organisasi
Organisasi PT. Kimia Farma Apotek terdiri dari Business Manager (BM)
dan Apotek Pelayanan. Business Manager membawahi beberapa Apotek
Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. Business Manager bertugas
menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi apotek pelayanan
yang berada di bawahnya.
Dengan adanya konsep BM diharapkan pengelolaan asset dan keuangan
dari apotek dalam satu area menjadi lebih efektif dan efisien, demikian juga
kemudahan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang menyangkut antisipasi
dan penyelesaian masalah.
Secara umum keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah
a. Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah.
b. Apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan, sehingga mutu
pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan
penjualan.
c. Merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan
berimbas pada efisiensi biaya administrasi.
d. Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang
dagangan yang lebih murah, dengan maksud agar dapat memperbesar range
margin atau HPP rendah.
PT.Kimia Farma Apotek membawahi Apotek Kimia Farma (KF) wilayah
usahanya terbagi menjadi 50 wilayah Unit Bisnis yang menaungi sejumlah 600
Apotek di seluruh Indonesia. Untuk wilayah Jabodetabek dibagi menjadi 9 Unit
Bisnis, yaitu
a. Bisnis Manager Jaya I, membawahi wilayah Jakarta Selatan dan JakartaBarat
dengan BM (Bisnis Manager) di Apotek Kimia Farma No. 42, Kebayoran
Baru.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


38

b. Bisnis Manager Jaya II, membawahi wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan
Jakarta Timur dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 48, Matraman.
c. Bisnis Manager Depok, membawahi wilayah Depok dengan BM di Apotek
Kimis Farma No. 352, Depok.
d. Bisnis Manager Bogor, membawahi wilayah Bogor dengan BM di Apotek
Kimia Farma No.7, Bogor.
e. Bisnis Manager Tangerang membawahi wilayah Provinsi Tangerang dengan
BM di Apotek Kimia Farma No. 78, Tangerang.
f. Bisnis Manager Rumah Sakit di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
g. Bisnis Manager Wilayah Bekasi
h. Bisnis Manager Wilayah Karawang
i. Bisnis Manager Wilayah Cilegon
Bisnis Manager secara struktur organisasi langsung membawahi para
manager apotek pelayanan dan membawahi supervisor akuntasi dan keuangan
serta supervisor inventory. Masing-masing dari bagian tersebut terdiri dari fungsi -
fungsi yang menjalankan perannya masing-masing.

3.3. Apotek Kimia Farma No.352


Apotek Kimia Farma No. 352 Depok merupakan Bisnis Manager (BM)
wilayah Depok. Apotek ini mengelola penjualan dan pelayanan. Akan tetapi
walaupun apotek sekaligus merangkap BM, kegiatan administrasi
pengadaan/pembelian, piutang dagang, hutang dagang, pajak, kas, personalia,
dan kasir besar untuk kepentingan Apotek Kimia masih dilakukan oleh BM Bogor
karena BM Depok ini sendiri sedang dalam masa transisi.
3.3.1 Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No. 352
Apotek Kimia Farma No.352 dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola
Apotek (APA) yang sekaligus merangkap sebagai Bisnis Manager Depok. Tenaga
kerja di Apotek Kimia Farma No.352 berjumlah 11 orang yang terdiri dari 1 orang
APA, 1 orang Apoteker pendamping (Aping), 8 orang asisten apoteker yang
merangkap sebagai kasir dan 1 orang petugas keamanan. APA membawahi Aping
dan Asisten Apoteker (AA). Asisten Apoteker memiliki tugas utama menyiapkan
obat dan memberikan obat kepada pasien, namun juga dapat bertanggung jawab

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


39

dalam pemesanan obat ke Bisnis Manager dan bertindak sebagai frontliner.


Masing-masing AA juga bertanggung jawab pada rak-rak obat tertentu dalam
persediaan obat di apotek.
3.3.2 Lokasi dan Tata Ruang Apotek
a. Lokasi
Apotek Kimia Farma No. 352 terletak di Jalan Margonda Raya No.326,
Depok. Apotek berada di tepi jalan dengan arus lalu lintas dua arah yang cukup
ramai dan terletak dalam lingkungan kampus, pertokoan, mall dan pemukiman
penduduk. Lokasi yang strategis menjadikannya mudah dijangkau oleh
masyarakat yang menggunakan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.
Terdapat beberapa sarana penunjang di sekitar apotek yaitu rumah sakit, balai
kesehatan masyarakat, klinik, praktek dokter dan praktek bidan.
b. Tata ruang
Apotek Kimia Farma No. 352 berdiri di atas lahan seluas ± 300m2 dengan
luas bangunan ± 150m2. Pembagian ruangan terdiri dari :
1) Ruang Tunggu
Ruang ini dilengkapi dengan pendingin ruangan sehingga dapat
memberikan kenyamanan bagi pasien yang menunggu. Selain itu terdapat
koran dan majalah yang dapat dibaca serta televisi di tempat selama pasien
menunggu.
2) Tempat Penyerahan Resep dan Pengambilan Obat
Tempat ini berupa counter yang membatasi ruang dalam apotek dengan
pasien atau pelanggan.
3) Swalayan Farmasi
Penjualan obat bebas menggunakan konsep swalayan dimana barang –
barang yang ditawarkan di swalayan farmasi berupa obat bebas, alat
kesehatan, kosmetik, produk susu, suplemen, minyak angin dan lain
sebagainya.
4) Tempat Penyimpanan Obat dan Peracikan
Tempat penyimpanan obat berada dibelakang area transaksi. Di sini
terdapat rak-rak penyimpanan obat yang disusun berdasarkan farmakologis,
golongan obat (obat generik, psikotropik, narkotik), bentuk sediaan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


40

(tetes/drop, tetes mata, salep/cream, sirup), bahan baku, suhu


penyimpanan/lemari es (suppositoria, injeksi, vaksin, ovula), obat produksi
PT. Kimia Farma Tbk., dimana semuanya disusun secara alfabetis. Setiap
jenis obat dimasukkan ke dalam kotak yang berukuran sama dan tersusun
rapi pada rak obat yang bersekat. Untuk obat psikotropik dan narkotik
disimpan pada lemari khusus yang tertutup dan terkunci. Pada kotak diberi
label nama obat, dosis dan dilengkapi dengan kartu stok. Ruang racikan
terletak di belakang dan dekat dengan tempat penyimpanan bahan baku
obat. Ruang ini dilengkapi dengan alat racik seperti timbangan, lumpang,
alu, sudip, cangkang kapsul, kertas perkamen, pot obat, gelas ukur, dll.
5) Ruang Bagian Administrasi
Ruangan ini dilengkapi dengan komputer untuk menginput barang–barang
yang dikirim oleh distributor.
6) Ruang Praktek Dokter
Ruangan untuk praktek dokter berada di lantai dua bangunan apotek dengan
2 orang dokter umum dan 5 orang dokter gigi. Selain terdapat nya ruangan
tersebut, Apotek Kimia Farma No.352 juga dilengkapi dengan fasilitas
umum seperti toilet, mushola dan lapangan parkir.
3.3.3. Tugas dan Tanggung Jawab Personalia Apotek
a. Apoteker Pengelola Apotek
Pimpinan Apotek Kimia Farma No. 352 adalah seorang apoteker yang
telah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu memiliki
Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA), Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
dan Surat Izin Apotek (SIA). Tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker
Pengelola Apotek adalah:
1) Memimpin, merencanakan, mengatur, menentukan kebijaksanaan,
melaksanakan pengawasan dan pengendalian keseluruhan kegiatan apotek
untuk mencapai kelancaran kegiatan apotek sesuai dengan ketentuan dan
perundang-undangan yang berlaku.
2) Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sesuai
dengan pedoman yang telah ditentukan oleh perusahaan seperti

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


41

menentukan target berupa omset yang akan dicapai, kebutuhan sarana,


personalia dan anggaran dana yang dibutuhkan.
3) Melakukan kegiatan pengembangan apotek sehingga dapat memberikan
hasil yang optimal.
4) Membuat laporan berkala mengenai pelaksanaan seluruh kegiatan
perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai apotek.
Dalam praktek sehari-harinya, karena APA di apotek Kimia Farma no. 352
sekaligus merangkap BM, maka kerja APA ini dibantu oleh seorang Aping
(Apoteker Pendamping) yang stand by di apotek untuk membantu kerja APA dan
menggantikan saat APA tidak ada di tempat.
b. Asisten Apoteker
Dalam melaksanakan kegiatan di apotek, Asisten Apoteker (AA)
bertanggung jawab langsung kepada APA dan Aping . Tugas dan tanggung jawab
Asisten Apoteker adalah:
1) Mengatur dan menyusun penyimpanan obat dan perbekalan farmasi
lainnya di ruang peracikan serta mencatat keluar masuknya barang di kartu
stok. AA bertanggung jawab terhadap stok barang yang ada di lemari
penyimpanan dan penanganan barang expired date.
2) Mencatat obat janji, yaitu obat-obatan yang belum tersedia atau jumlahnya
belum memadai bagi pasien dengan resep kredit.
3) Menerima resep, memeriksa keabsahan dan kelengkapan resep, serta
memberi harga resep. Selanjutnya memeriksa ketersediaan obat dan
perbekalan farmasi lainnya berdasarkan resep dokter yang diterima,
kemudian menyiapkan obat, menghitung dosis, meracik obat, mengemas
dan memberi etiket. Asisten apoteker yang lainnya mengecek ulang
kebenaran dan kelengkapan obat sebelum diserahkan ke pasien seperti
bentuk sediaan, jumlah obat, nama pasien, nomor resep dan aturan pakai
obat.
4) Menyerahkan obat dan perbekalan farmasi lainnya serta memberikan
informasi kepada pasien saat penyerahan obat seperti aturan pakai, efek
samping serta mencatat alamat dan nomor telepon pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


42

5) Membuat copy resep untuk obat iter, obat yang baru atau obat yang belum
diserahkan sebagian.
6) Menghitung bon penjualan kredit untuk resep kredit dari perusahaan atau
instansi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
7) Mencatat semua hasil panjualan tunai dengan cara memasukkan barang
secara benar di komputer mengenai harga dan jumlahnya.
8) Mencatat semua hasil penjualan tunai setiap hari pada penjualan harian.
9) Menghitung dan menyetorkan semua hasil penjualan tunai harian selama
bertugas dan mencatat semua penjualan.
10) Berpartisipasi dalam pemeliharaan dan menjaga kebersihan apotek.
c. Petugas Penjualan Obat Bebas
Petugas penjualan obat bebas bertugas:
1) Melayani penjualan barang seperti obat bebas, suplemen vitamin,
kosmetika, alat-alat kesehatan serta perbekalan farmasi lainnya.
2) Menulis laporan penjualan barang.
3) Bertanggung jawab atas ketersediaan barang apotek untuk keperluan
penjualan.
4) Memberikan informasi, solusi mengenai obat yang akan dibeli konsumen
dalam bentuk pelayanan self care.
5) Bertanggung jawab terhadap keamanan barang yang terdapat di bagian
penjualan dan kenyamanan ruang tunggu dan fasilitas konsumen lainnya.
d. Petugas keamanan
Bertanggung jawab dalam menjaga keamanan semua ruangan dan fasilitas
lain yang ada di Apotek Kimia Farma No. 352 Depok.
3.3.4 Kegiatan Operasional Apotek
Sebagai apotek pelayanan maka kegiatan utama yang dilakukan di Apotek
Kimia Farma No. 352 ini adalah kegiatan pelayanan farmasi. Apotek Kimia
Farma No. 352 memberikan pelayanan 24 jam. Kegiatan praktek kerja
kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 352 meliputi kegiatan teknis dan
kegiatan non teknis.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


43

3.3.4.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian


a. Pengadaan barang
Bagian pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 352 dilakukan oleh
apoteker pendamping dan asisten apoteker yang bertanggung jawab langsung
kepasa Apoteker Pengelola Apotek (APA).
Pengadaan barang dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1) Distribution Center (DC)
Pengadaan ini menggunakan sistem komputerisasi terintegritas yang
terkoneksi melalui server tiap apotek ke dalam server sistem komputer BM
Bogor sehingga BM Bogor dapat melihat stok barang yang berkurang dan
kosong untuk kemudian dikirimkan ke Apotek Kimia Farma No.352. Sistem
ini terbatas untuk barang yang berada pada golongan pareto A (10-20% dari
total item barang yang mempresentasikan 60-70% total nilai penjualan) dan
Pareto B (20% dari total item barang yang mempresentasikan 20% total nilai
penjualan). Barang – barang yang berada pada golongan Pareto C (60-70%
dari total item barang mempresentasikan 10-20% total nilai penjualan)
dipesan menggunakan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA).
2) Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA)
Permintaan barang yang berada di golongan pareto C dan barang yang sudah
habis stok namun tidak dikirimkan pada sistem DC dilakukan dengan
mengisi lembar Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) kemudian dikirim
secara online dan akan terbaca secara otomatis di komputer Bisnis Manager.
Apotek pelayanan dapat melakukan pembelian mendesak jika obat atau
perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera tetapi tidak ada persediaan.
Pembelian secara mendesak harus tetap dikomunikasikan dengan bagian
pembelian di BM. Khusus pengadaan narkotika dan psikotropika pengadaan
dilakukan oleh masing – masing apotek pelayanan melalui surat pesanan .
b. Penerimaan barang
Setiap barang yang datang ke Apotek Kimia Farma No. 352 dilakukan
penerimaan dan pemeriksaan terhadap barang – barang tersebut. Pemeriksaan
yang dilakukan antara lain pemeriksaan kecocokan antara BPBA dengan surat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


44

pesanan kemudian dilakukan pemeriksaan dengan stok fisik barang yang


datang dengan stok barang yang tercantum pada BPBA. Setelah dilakukan
pemeriksaan kemudian dibuat tanda terima pada BPBA dengan ditandatangani
dan diberi stempel apotek.
c. Penyimpanan barang
1) Barang yang datang setelah diperiksa kelengkapannya, langsung disimpan
di ruang penyimpanan barang untuk pelayanan resep dan di swalayan
farmasi. Untuk melakukan pengawasan dan kontrol terhadap persediaan
barang maka tiap akhir bulan dilakukan stock opname yaitu mencocokkan
jumlah barang yang ada dengan catatan pada kartu stok.
2) Penyimpanan barang untuk pelayanan resep
Penyimpanan disusun berdasarkan sifat farmakologi dan secara alfabetis,
suhu penyimpanan, golongan obat (obat generik, paten, askes, narkotik atau
psikotropika) serta bentuk sediaan. Setiap barang yang masuk dan keluar
harus di entry ke komputer dan dicatat pada kartu stok meliputi data
tanggal, nomor resep, jumlah barang yang diisi/diambil, sisa barang, paraf
petugas, tanggal kadaluarsa dan nomor bets.
3) Penyimpanan barang di swalayan farmasi
Setiap barang yang masuk atau keluar dicatat pada kartu stok sama seperti
pada penyimpanan barang di ruang penyimpanan barang untuk pelayanan
resep. Penataan penyimpanan berdasarkan farmakologi, jenis obat, bentuk
sediaan yang disusun secara alfabetis.
d.Penjualan
Kegiatan penjualan yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No. 352
meliputi penjualan resep dokter, baik tunai maupun kredit, penjualan obat bebas
(OTC) atau swalayan farmasi.
1) Penjualan Tunai
Penjualan tunai dilakukan terhadap pasien yang langsung datang ke apotek
untuk menebus obat yang dibutuhkan dan pembayaran dilakukan secara
tunai. Pada setiap tahapannya, petugas apotek wajib menulis paraf atas
kegiatan yang dikerjakan pada resep tersebut, untuk memudahkan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


45

penelusuran apabila ada kesalahan yang terjadi. Prosedur pelayanan resep


tunai sebagai berikut:
a) Apoteker pada bagian penerimaan resep menerima resep. Setiap pasien
yang datang di input nama, alamat dan nomor telepon pasien di
komputer. Resep yang diterima di skrining (administrasi, farmasetik dan
klinik).
b) Apoteker akan memeriksa ketersediaan obat. Bila obat yang dibutuhkan
tersedia, obat akan dihargai dan diinformasikan kepada pasien. Setelah
pasien setuju, segera dilakukan pembayaran ke bagian kasir. Bila obat
hanya diambil sebagian, maka petugas membuat salinan/copy resep
untuk pengambilan sisanya. Bagi pasien yang memerlukan kuitansi,akan
dibuat kuitansinya.
c) Resep diberi nomor resep, kemudian AA akan meracik atau menyiapkan
obat sesuai dengan resep.
d) Setelah obat selesai disiapkan maka obat diberi etiket dan dikemas.
e) Sebelum obat diberikan kepada pasien, dilakukan pemeriksaan kembali
(nomor resep, nama pasien, umur, alamat, nomor telpon pasien, tanggal
resep, kebenaran dan kelengkapan nama obat, jumlah obat, bentuk
sediaan, dosis, etiket dan aturan pakai) oleh apoteker. Salinan resep juga
dilakukan pemeriksaan sesuai resep aslinya serta kebenaran kwitansi.
f) Apoteker/asisten apoteker menyerahkan obat kepada pasiensesuai
dengan nomor resep, kemudian pasien diberikan informasi tentang cara
pemakaian obat dan informasi lain yang diperlukan pasien, serta
meminta pasien mencatat nomor telepon pasien dan paraf pasien.
g) Lembaran resep asli dikumpulkan berdasarkan nomor urut dan tanggal
resep diterima.
2) Penjualan kredit
Resep kredit adalah resep yang ditulis oleh dokter yang bertugas pada
suatu instansi atau perusahan untuk pasien dari instansi tersebut yang telah
mengadakan kerja sama dengan apotek yang disebut dengan Ikatan Kerja
Sama (IKS). Pembayaran dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan
perjanjian yang telah disepakati bersama. Prosedur pelayanan resep kredit

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


46

pada dasarnya sama dengan pelayanan resep tunai, hanya terdapat beberapa
perbedaan pada pelayanan resep kredit, seperti:
a) Setelah resep kredit diterima dan diperiksa kelengkapannya resep langsung
dikerjakan oleh petugas apotek.
b) Penomoran resep kredit dibedakan dengan resep tunai dan dicatat pada
buku resep kredit.
c) Apabila kebutuhan obat pasien masih kurang karena persediaan obat yang
dibutuhkan habis, maka obat tersebut dicatat pada formulir obat janji, jika
persediaan obat telah ada, maka pasien dihubungi oleh AA atau apoteker
untuk mengambil obatnya.
d) Pada saat penyerahan obat, petugas akan meminta tanda tangan pasien
pada bukti penerimaan obat.
e) Resep disusun dan disimpan terpisah dari resep tunai kemudian
dikumpulkan dan dijumlahkan nilai rupiahnya berdasarkan masing-masing
instansi atau perusahaan. Dibuat alat tagih pada saat jatuh tempo
pembayaran yang telah disepakati bersama.
3) Penjualan obat bebas atau swalayan farmasi
Penjualan bebas yang dimaksud adalah penjualan obat dan perbekalan
farmasi lainnya yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti obat OTC
(Over The Counter) baik obat bebas maupun obat bebas terbatas.Penjualan ini
dikenal sebagai pelayananHV (Hand Verkoop). Prosedur pelayanan penjualan
obat bebas yang dilakukan sebagai berikut:
a) Petugas swalayan farmasi menerima permintaan barang dari pasien dan
langsung menginformasikan harga.
b) Setelah disetujui oleh pembeli, pembeli langsung membayar ke kasir.
c) Bagian kasir menerima uang pembayaran dan membuat bukti pembayaran
nota penjualan bebas.
d) Barang beserta bukti pembayaran penjualan bebas diserahkan kepada
pasien.
e) Bukti penjualan obat bebas dikumpulkan dan diurutkan berdasarkan nomor,
kemudian dicatat pada laporan penjualan harian.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


47

f) Setiap pengambilan obat/barang diswalayan, maka jumlah obat yang tertera


pada kartu stok harus dicatat jumlah pengurangan dan sisa persediaan.

e. Pelayanan resep
1) Skrining resep
a) Persyaratan administratif, seperti: nama, SIP, dan alamat dokter;
tanggal penulisan resep; tanda tangan atau paraf dokter penulis resep;
nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama
obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta; cara pemakaian serta
informasi lainnya.
b) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
c) Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
b) Penyiapan obat
Penyiapan obat dimulai dengan peracikan. Peracikan merupakan
kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan
etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu
prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta
penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya
dikemas dengan rapi. dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap
kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker
disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga
kesehatan.
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan
farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


48

penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan


lainnya.
Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes,
TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan
konseling secara berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien,
Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk
pasien tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit
kronis lainnya.
3.3.4.2 Kegiatan Non Teknis Kefarmasian
a. Administrasi Resep, berupa pencatatan data pasien, penyimpanan resep,
pembuatan kwitansi, salinan resep, pelaporan resep narkotika dan psikotropika
serta pengarsipannya.
b. Administrasi Non Resep
c. Administrasi Keuangan
d. Administrasi Barang, kegiatannya meliputi pembuatan dan pengarsipan
dropping, Surat Pesanan narkotika dan psikotropika, kartu stok, laporan stock
opname, dan lain-lain.
e. Administrasi SDM, kegiatannya meliputi tata tertib pegawai, absensi, lembur
pegawai, perhitungan hari kerja, perhitungan lembur, pengaturan jadwal kerja,
tunjangan dan lain-lain.

3.5 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika


3.5.1 Pengelolaan Narkotika
Pengelolaan narkotika diatur secara khusus mulai dari pengadaan sampai
pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat
tersebut.APA bertanggung jawab terhadap pengelolaan narkotika. Pelaksanaan
pengelolaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 352 meliputi:
a. Pemesanan narkotika
Pemesanan narkotika dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan dan
harus dilakukan secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penulisan
defekta narkotika harus sepengetahuan dari supervisor, kemudian dibuatkan
Surat Pesanan (SP) narkotika oleh bagian pembelian yang ditandatangani oleh
APA. Pemesanan dan pembayaran dilakukan oleh administrasi pembelian BM
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


49

Bogor ke PBF Kimia Farma dengan membuat SP khusus narkotika yang dibuat
rangkap 4, yaitu 3 lembar SP asli diserahkan ke Kepala Dinas Kesehatan
Kab/Kota, Balai POM dan PBF yang bersangkutan dan 1 lembar sebagai arsip
apotek. SP narkotika harus mencantumkan nama, alamat apotek, nama dan
tanda tangan APA, nomor SIKA, nomor SIA, serta nama dan alamat
distributor. Satu lembar SP hanya berlaku untuk 1 jenis narkotika.
b. Penerimaan narkotika
Penerimaan narkotika dari PBF berupa faktur harus diterima atau
dilakukan dengan sepengetahuan APA. APA kemudian akan menandatangani
faktur tersebut setelah dilakukan pencocokkan dengan SP Narkotik. Pada saat
diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis, jumlah narkotika yang
dipesan, bentuk sediaan, kemasan serta tanggal kadaluarsa.
c. Penyimpanan narkotika
Obat yang termasuk golongan narkotika di Apotek Kimia Farma No.352
disimpan dalam lemari kayu yang kuat. Lemari tersebut terletak di tempat yang
tidak diketahui oleh umum, tetapi dapat diawasi langsung oleh asisten apoteker
yang bertugas. Sesuai dengan peraturan, lemari tersebut berkunci dua dan
mempunyai kunci yang dipegang oleh apoteker atau AA penanggungjawab
yang diberi kuasa oleh APA. Setiap obat narkotika dilengkapi dengan kartu
stok yang diletakkan dalam lemari dan dicantumkan tanggal kadaluarsanya.
d. Pelayanan narkotika
Apotek Kimia Farma No. 352 melayani resep narkotika sesuai ketentuan
yang berlaku yaitu hanya melayani resep narkotika dari resep asli dokter.
Apotek tidak melayani pembelian obat narkotika tanpa resep danresep dengan
tulisan “iter” tidak boleh dilayani. Resep narkotika yang masuk dipisahkan dari
resep lainnya.
e. Pelaporan narkotika
Pelaporan penggunaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 352 dibuat
setiap bulan meliputi laporan penggunaan sediaan jadi narkotika dan laporan
penggunaan bahan baku narkotika. Khusus untuk narkotika dilakukan stock
opname tiap bulan, pelaporannya dilakukan setiap bulan dan selambat-

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


50

lambatnya tanggal 10 setiap bulannya. Laporan penggunaan narkotik tersebut


dilaporkan melalui situs www.binfar.depkes.go.id.
f. Pemusnahan narkotika
Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut:
1) APA membuat dan menandatangani surat permohonan untuk pemusnahan
narkotika yang berisi antara lain jenis dan jumlah narkotika yang rusak dan
atau tidak memenuhi syarat.
2) Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirim ke Balai
Pengawas Obat dan Makanan Daerah Khusus Ibukota Jawa Barat. Balai
POM akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan.
3) Setelah izin pemusnahan keluar, kemudian dibentuk panitia pemusnahan
yang terdiri dari APA, AA, petugas Balai POM dan Kepala Suku Dinas
setempat.
4) Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara
Pemusnahan (BAP) yang berisi:
a) Hari, tanggal, bulan, tahun, alasan dan tempat dilakukan pemusnahan.
b) Identitas lengkap APA.
c) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari Apotek.
d) Nama, jenis dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
e) Cara pemusnahan.
f) Nama dan tanda tangan APA dan saksi.
Selanjutnya berita acara tersebut dikirim kepada Kepala Suku Dinas
Kesehatan Depok dengan tembusan kepada:
a) Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Jawa Barat.
b) Kepala Kantor Dinas Kesehatan Depok
c) Penanggungjawab obat narkotika PT. Kimia Farma Tbk.
d) Arsip apotek.
3.5.2 Pengelolaan Psikotropika
a. Pemesanan psikotropika
Pemesanan obat psikotropika Apotek KF No. 352 dilakukan oleh bagian
pembelian dengan menggunakan SP psikotropika yang telah ditandatangani
oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA, dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


51

stempel apotek. Surat pesanan psikotropika selanjutnya dikirim ke BM


Bogor.Setiap SP dapat berlaku untuk lebih dari 1 item psikotropika dan dibuat
dua rangkap untuk distributor dan sebagai arsip Apotek.
b. Penyimpanan psikotropika
Sampai saat ini penyimpanan obat psikotropika belum mempunyai
peraturan khusus, tetapi karena obat-obatan ini memiliki kecenderungan untuk
disalahgunakan, maka untuk penyimpanannya perlu dipisahkan dengan obat
lainnya.Apotek Kimia Farma No. 352 mempunyai rak khusus untuk
menyimpan obat golongan psikotropika dan disusun secara alfabetis sehingga
memudahkan untuk mencari obat yang dibutuhkan. Obat psikotropik disimpan
dalam lemari kayu, tidak harus terkunci dan juga tersedia kartu stok.
c. Pelayanan psikotropika
Pelayanan psikotropika Apotek Kimia Farma No.352 sesuai dengan
ketentuan yang berlaku yaitu melayani resep psikotropika dari resep asli dari
dokter.
d. Pelaporan psikotropika
Apotek Kimia Farma No. 352 membuat laporan penggunaan psikotropika
berdasarkan kode resep, nama bahan sediaan, stok awal, jumlah penerimaan
dan pengeluaran, serta stok akhir. Laporan penggunaan psikotropika Apotek
Kimia Farma 352 setiap satu bulan sekali dilaporkan melalui situs
www.binfar.depkes.go.id.
e. Pemusnahan psikotropika
Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut:
1) APA membuat dan menandatangani surat permohonan untuk pemusnahan
narkotika yang berisi antara lain jenis dan jumlah narkotika yang rusak
dan atau tidak memenuhi syarat.
2) Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirim ke Balai
Pengawas Obat dan Makanan Daerah Khusus Ibukota Jawa Barat. Balai
POM akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan.
3) Setelah izin pemusnahan keluar, kemudian dibentuk panitia pemusnahan
yang terdiri dari APA, AA, petugas Balai POM dan Kepala Suku Dinas
setempat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


52

4) Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara


Pemusnahan (BAP) yang berisi:
c) Hari, tanggal, bulan, tahun, alasan dan tempat dilakukan pemusnahan.
d) Identitas lengkap APA.
e) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari Apotek.
f) Nama, jenis dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan.
g) Cara pemusnahan.
h) Nama dan tanda tangan APA dan saksi.
Selanjutnya berita acara tersebut dikirim kepada Kepala Suku Dinas
Kesehatan Depok dengan tembusan kepada:
a) Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Jawa Barat.
b) Kepala Kantor Dinas Kesehatan Depok
c) Penanggung jawab obat psikotropika PT. Kimia Farma Tbk.
d) Arsip apotek.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


BAB 4
PEMBAHASAN

Apotek Kimia Farma No. 352 merupakan salah satu unit usaha dari PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. yang bergerak di bidang perapotekan. Apotek ini
memiliki total 11 orang sumber daya manusia yang terdiri dari 1 orang Apoteker
Penanggung jawab Apotek (APA) yang merupakan BM wilayah Depok, 1 orang
Apoteker Pendamping (Aping), 8 orang Asisten Apoteker dan 1 orang petugas
keamanan.
Apotek Kimia Farma No. 352 berlokasi di Jalan Margonda Raya No. 326
Depok. Lokasi apotek ini sangat strategis karena terletak di tepi jalan raya dan
mudah dijangkau oleh masyarakat dengan kendaraan umum maupun kendaraan
pribadi, tersedianya area parkir kendaraan yang luas dan berada di dekat
pemukiman penduduk seperti Kompleks Perumahan Pesona Khayangan dan
Apartemen Margonda Residence. Selain itu apotek ini terletak di dekat pusat
perbelanjaan Margo City dan Depok Town Square, Universitas Gunadarma, BSI
dan Universitas Indonesia serta Rumah Sakit Umum Bunda Margonda.
Selain itu dilakukan strategi untuk menambah pelanggan antara lain
dengan melakukan kerjasama dengan dokter praktik (doctor in house) yaitu
praktik dokter umum dan dokter gigi, pelayanan pasien BPJS, serta adanya
pemeriksaan kesehatan seperti pengukuran tekanan darah, kadar gula darah, asam
urat dan kadar kolesterol dalam darah.
Kegiatan operasional Apotek Kimia Farma No. 352 diadakan setiap hari
selama 24 jam. Terdiri dari tiga shift, yaitu pagi (pukul 07.00 – 14.00 WIB), siang
(pukul 14.00 – 21.00 WIB), malam (pukul 21.00 – 07.00 WIB).
Semua sistem pengadaan dan pembelian barang dipusatkan serta
dikoordinasi oleh Bisnis Manager (BM) Bogor secara komputerisasi yang disebut
sebagai sistem Distribution Center (DC), sehingga BM Bogor dapat mengetahui
langsung barang yang mencapai stok minimum dan akan melakukan dropping
barang tersebut ke apotek yang bersangkutan. Dropping rutin dilakukan oleh BM
setiap dua kali dalam seminggu ke apotek.

53 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


54

Untuk obat-obat narkotik, permintaan barang harus menggunakan Surat


Pesanan (SP) khusus rangkap empat yang dalam satu SP hanya dapat memesan
satu macam obat dan harus ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek
(APA). Sedangkan untuk obat-obat psikotropik, permintaan barang harus
menggunakan SP khusus rangkap dua dan dalam satu SP dapat memesan
beberapa jenis psikotropik dan harus ditandatangani oleh APA. Karena itu, khusus
untuk pemesanan narkotika dan psikotropik tidak termasuk ke dalam sistem DC
melainkan langsung dilakukan oleh apotek melalui Surat Pesanan.
Pengamatan yang didapat selama melakukan PKPA antara lain; Apabila
ada obat dalam resep yang tidak tersedia, dilakukan upaya untuk memenuhi
permintaan konsumen dengan menawarkan obat lain sebagai pengganti obat
dengan komposisi yang sama. Selain itu juga dilakukan pencatatan terhadap resep
yang ditolak guna mempersiapkan persediaan obat agar mengurangi penolakan
resep di masa mendatang.
Jika ada obat yang persediaannya habis, maka dilakukan pengecekan stok
obat di gudang atau di apotek kimia farma terdekat lain dan jika obat tersedia
maka obat dapat langsung diberikan kepada pasien. Tetapi jika tidak ada maka
pasien ditawarkan untuk menunggu obat atau obat diantarkan ke rumah pasien
tanpa harus menunggu, selain itu obat yang kurang pun akan dijanjikan untuk
disediakan obatnya sehari setelah pembelian.
Apabila pada pelayanan resep terdapat kendala peresepan obat paten pada
pasien yang kurang mampu, petugas akan memberikan masukan kepada pasien
untuk menggantinya dengan obat generik yang mempunyai kandungan dan
khasiat yang sama dengan obat paten atas persetujuan dari dokter dan/atau
pasien. Hal ini sangat membantu pasien didalam mendapatkan pengobatan yang
optimal tetapi disesuaikan dengan kondisi keuangannya.
Secara umum, petugas yang bekerja di bagian pelayanan atau penjualan
telah melayani dengan ramah, biasanya dimulai dengan sapaan dan tawaran
bantuan serta diakhiri dengan ucapan terima kasih sebagai penutup. Petugas juga
bersikap santun dan informatif dengan selalu berbicara menggunakan bahasa yang
baik serta cepat tanggap dalam menangani keluhan pasien.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


55

Apoteker akan menanyakan 3 prime question setelah pasien melakukan


pengobatan ke dokter atau pertanyan 5W+1H jika pasien melakukankonseling
untuk swamedikasi. Apotek ini juga telah menerapkan sistem validasi resep, yaitu
mulai dari skrining resep, pengecekan kembali obat sebelum diserahkan sampai
dengan pemberian informasi obat ke pasien untuk meminimalisir kesalahan yang
mungkin terjadi.
Adminstrasi keuangan yang dilakukan ada 5 yaitu:
a. Bukti Setoran Kas (BSK), dibuat oleh kasir sebagai tanda terima atas hasil
penjualan tunai pada tiap shift dan bukti setoran kas ini divalidasi dan dicetak
oleh MAP (Manager Apotek Pelayanan).
b. Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH), dibuat pada akhir transaksi hari
berjalan untuk pembayaran tunai. Laporan ini memberikan informasi jumlah
penjualan OTC, UPDS, HV, debit dan tunai. Laporan ini dibuat dan divalidasi
oleh APA. Khusus untuk laporan konsinyasi, dibuat terpisah dan dicetak per
supplier serta direkap tiap bulan.
c. Laporan Realisasi Penggunaan Dana Kas Kecil (LRPDKK), berupa laporan
realisasi penggunaan dana kas kecil, laporan ini merupakan laporan mengenai
penggunaan kas kecil (petty cash) untuk keperluan operasional apotek,
misalnya untuk pembayaran listrik, air, bensin, keamanan, A.T.K dan lain-
lain. Laporan ini dibuat oleh bagian administrasi yang ditunjuk dan diketahui
oleh APA.
d. Laporan Laba Rugi Apotek
e. Laporan Cash Flow atau Aliran Uang Kas di Apotek
Sedangkan untuk administrasi non keuangan ada administrasi resep berupa
pencatatan data pasien, pencatatan Medication Record (MR) untuk pasien-pasien
tertentu, penyimpanan resep, pembuatan kuitansi, pembuatan salinan resep,
pelaporan dan pengarsipan obat-obat narkotika dan psikotropika. Resep disimpan
selama 3 tahun, kemudian dimusnahkan. Selain itu ada administrasi barang
(BPBA pengadaan cito, Surat Pesanan narkotik dan psikotropik, kartu stok, dll)
serta administrasi SDM (absensi pegawai, perhitungan lembur, pengaturan jadwal
kerja, dll).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


BAB 5
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Secara umum lokasi, bangunan, tata letak ruang, pengelolaan obat, dan
pelayanan di Apotek Kimia Farma No.352 Margonda Depok sudah baik dalam
memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada pasien.
2. Penerapan fungsi professional sudah baik karena beberapa fungsi seperti
skrining resep, pelayanan informasi obat, konseling, informasi dan edukasi,
serta home care dan dispensing obat sudah dilakukan dengan baik
3. Fungsi manajerial apoteker di Apotek Kimia Farma No. 352 dimana termasuk
fungsi retailer, pengelolaan obat mulai dari perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, sampai pelaporan dan pemusnahan
juga sudah dijalankan dengan baik.
5.2 Saran
1. Untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi dan kecepatan dalam pelayanan, perlu
dilakukan penempelan label harga pada barang-barang khususnya barang-
barang yang berada di swalayan farmasi, agar pasien tidak kesulitan
mengetahui harga barang yang akan dibelinya.
1. Sebaiknya kedisiplinan pegawai dalam mengisi kartu stok perlu ditingkatkan.
Selain itu, pencatatan stok secara komputerisasi lebih dioptimalkan lagi
sehingga pengecekan ketersediaan obat menjadi lebih mudah, cepat dan selisih
antara stok fisik dan stok computer bisa diminimalkan
2. Dalam hal peningkatan keselamatan kerja serta kedisiplinan petugas sebaiknya
dalam mengerjakan peracikan menggunakan masker dan penggunaan
perlengkapan untuk mencuci alat racik sebaiknya dibedakan dengan
perlengkapan yang digunakan untuk mencuci piring dan gelas agar tidak ada
kontaminasi dari obat kepada petugas dan dari petugas terhadap obat.
3. Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen
terhadap pelayanan Apotek Kimia Farma No.352 Margonda Depok, misalnya
dengan kuisioner yang diisi pasien pada saat berkunjung ke apotek sehingga
dapat diketahui hal-hal yang perlu ditingkatkan di apotek.
56 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


57

DAFTAR ACUAN

Departemen Kesehatan RI. 2004. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.


Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/Sk/IX/2004. Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Depkes RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 51 tentang
Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: 2009
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia
No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta; 2009.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuandan Tata
Cara Pemberian IzinApotek. Jakarta: 2004.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. No.035/MENKES/PER/2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: 2014.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. No.6355/DIRJEN/SK/69 tentang Peringatan Obat
Bebas Terbatas. Jakarta: 1975.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. No.919/MENKES/PER/X/1993 tentang Obat Wajib
Apotek. Jakarta: 1993.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. No.925/MENKES/PER/X/1993 tentang Daftar
Perubahan Golongan Obat No. 1. Jakarta: 1993.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. No.924/MENKES/PER/X/1993 tentang Daftar Obat
Wajib No. 2. Jakarta: 1993.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. No.1176/MENKES/SK/X/1999 tentang Daftar Obat
Wajib No. 3. Jakarta: 1999.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


58

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia. No.085/MENKES/PER/I/1989 tentang Obat Generik.
Jakarta: 1989.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. Jakarta: 2009.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-undang No. 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika. Jakarta: 1997.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang No. 9 Tahun 1976
tentang Pemesanan Narkotika. Jakarta: 1976.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.28/MENKES/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta:
1978.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang No. 22 Tahun 1997
tentang Pemusnahan Narkotik. Jakarta: 1997.
www.kimiafarma.co.id. Diakses tanggal 17 September 2014.
www.kimiafarmaapotek.com. Diakses tanggal 17 September 2014.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


59
60

Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No. 352

Apoteker Penanggung
jawab Apotek
(APA)

Apoteker Pendamping
(Aping)

Asisten Apoteker Non Asisten Apoteker


(AA) (Non AA)

Lampiran 3. Alur perizinan praktek apoteker

Ka Dinkes Kabupaten/Kota

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


61

Lampiran 4. Denah Apotek Kimia Farma No. 352

a. Lantai 1 b. Lantai 2

Keterangan :
1, 3, G1-4 = Gondola swalayan farmasi
2 = Toilet
4 = Meja peracikan
5-8, 15-18 = Lemari putar penyimpanan obat berdasarkan kelas terapi
9-10 = Lemari penyimpanan suplemen kesehatan
11-14, 20-21 = Rak penyimpanan sirup, krim, salep, dan alat kesehatan
19 = Meja untuk cek kesehatan

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


62

Lampiran 5. Alur Pelayanan Resep di Apotek Kimia Farma No. 352

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


63

Lampiran 6. Contoh Surat Pesanan Narkotika

Lampiran 7. Contoh Surat Pesanan Psikotropika

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


64

Lampiran 8. Contoh Copy Resep di Apotek Kimia Farma No. 352

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


65

Lampiran 9. Contoh Etiket dan Bungkus Obat

a. Etiket untuk Obat Dalam b. Etiket untuk Obat Luar

c. Bungkus Puyer d. Bungkus Obat

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


UNIVERSITAS INDONESIA

KAJIAN SERVICE LEVEL APOTEK KIMIA FARMA NO. 345


KEPADA PELANGGAN

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

HARRY UTOMO, S.Farm.


1306502503

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Tujuan............................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................. 4


2.1. Pelayanan ......................................................................................... 4
2.2. Jenis Pelayanan ............................................................................... 4
2.3. Kepuasan Pelanggan ....................................................................... 5

BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ........................................................ 7


3.1. Waktu dan Tempat Pengkajian ....................................................... 7
3.2. Objek Pengkajian ............................................................................ 7
3.3. Metode Pengkajian .......................................................................... 7

BAB 4 PEMBAHASAN .................................................................................... 8


4.1. Hasil ................................................................................................. 8
4.2. Pembahasan ..................................................................................... 8

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 12


5.1. Kesimpulan....................................................................................... 12
5.2. Saran ................................................................................................ 12

DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 13

Lampiran ................................................................................................... 14

ii Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


DAFTAR TABEL

Tabel4.1. Penggolongan dan Persentase Penolakan ........................................... 8

iii Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Obat yang Ditolak Periode 3-23 September 2014 .............. 14
Lampiran 2. Perhitungan Persentase Penolakan Barang ................................... 17

iv Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya yang diselenggarakan secara
mandiri atau besama-sama untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal
bagi masyarakat. Penyelenggaraan berbagai upaya diantaranya dilakukan dengan
pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan yang didukung oleh penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai, penyediaan jumlah obat yang
mencukupi, bermutu baik dan terdistribusi merata dengan harga yang terjangkau
oleh masyarakat luas.
Apotek termasuk kedalam sarana kesehatan yang berperan penting dalam
upaya kesehatan, terutama dalam pendistribusian dan pemberian informasi obat
kepada masyarakat. Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukannnya praktek kefarmasian oleh apoteker (1). Undang-Undang Kesehatan
No. 23 tahun 1992 telah mengatur tentang peranan profesi apoteker, yakni
mengenal pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian tersebut adalah
pengadaan, pembuatan, penyimpanan, termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi dan pengelolaan obat, distribusi obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat tradisional.
Apotek mempunyai fungsi utama dalam pelayanan obat atas resep dokter
dan yang berhubungan dengan itu, serta pelayanan obat tanpa resep dokter yang
biasa dipakai di rumah. Dalam pelayanan obat ini apoteker harus berorientasi pada
pasien/penderita. Apotek selain bersifat sosial, yaitu tempat pengabdian profesi
apoteker, juga bersifat ekonomi, yaitu untuk memperoleh laba. Karena merupakan
salah satu sarana pelayanan kesehatan, sudah selayaknya apotek mengutamakan
kepentingan masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. Apotek
tidak hanya dituntut dari segi teknis kefarmasian saja tetapi dari segi manajemen
supaya dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Peranan apoteker sebagai pengelola dan penanggung jawab sangatlah
besar, mengingat apotek berjalan dengan fungsi ganda, yaitu fungsi sosial dan
fungsi ekonomi. Fungsi sosial adalah apotek ikut serta dalam peningkatan kulaitas
1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


2

hidup masyarakat secara luas dengan menyediakan obat dan perbekalan farmasi
lainnya yang dibutuhkan masyarakat dengan mengukur kepada daya jangkau
masyarakat, seperti menyediakan obat generik. Sedangkan fungsi ekonomi dari
apotek adalah sebagai badan usaha yang harus dapat memberikan keuntungan. Hal
ini berguna untuk mengembangkan apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan
agar selalu memberikan pelayanan kesehatan yang optimal terhadap masyarakat
(2).
Seiring dengan majunya persaingan dan ketatnya kompetisi di industri
farmasu, terutama di retail product healt and beauty, sebuah perusahaan dengan
segala jenis produknya ini dituntut untuk mampu tetap bertahan dan
memenangkan persaingan. Persaingan tersebut tidak hanya terbatas pada
persaingan harga saja tetapi juga kualitas dan service. Pada sebuah supply chain
terdapat banyak pihak yang terlibat didalamnya, antara lain manufaktur, supplier,
dan customer. Para pemain supply chain tersebut memiliki peran masing-masing
yang saling terintegrasi. Satu diantara cara yang bisa dilakukan untuk
memenangkan persaingan antara lain dengan memberikan service yang terbaik
bagi customer. Dalam hal ini, service atau layanan bisa berupa pemenuhan
permintaan tepat waktu atau ketersediaan produk saat dibutuhkan customer.
Service level adalah ukuran kinerja suatu perusahaan dalam pemenuhan order
customer.
Penentuan service level harus ditentukan dengan tepat karena penetuan
yang kurang tepat akan berdampak timbulnya total cost yang membengkak akibat
bertambahnya biaya penyimpanan yang besar untuk bisa memenuhi semua
permintaan. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk mampu memenuhi semua
permintaan customer yang datang serta menetapkan kebijakan inventory atau
majemen dengan tepat. Dari permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk
melihat seberapa besar “Service Level Apotek Kimia Farma No. 345 Tebet
terhadap pelanggan”, yang dilihat dari jumlah persentase obat yang ditolak oleh
Apotek. Sehingga dengan data tersebut, dapat dilihat pemenuhan kepuasan
pelanggan terhadap apotek Kimia Farma No. 345 Tebet.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


3

1.2 Tujuan
 Untuk mengetahui hubungan pelayanan kefarmasian dengan
ketersediaan perbekalan farmasi dalam penerimaan dan penolakan obat
dalam resep, sehingga dihasilkan persentase penerimaan dan penolakan
obat dalam resep di Apotek Kimia Farma No. 345.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Pelayanan
Pelayanan adalah suatu tindakan melayani, menyediakan, memberikan
sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan seseorang. Pelayanan merupakan suatu
upaya penjual barang atau jasa untuk memberi dan memenuhi unsur-unsur yang
menjadi harapan kepuasan konsumen. Dasar pertimbangan kepuasan konsumen
adalah kesesuaian antara biaya yang dikeluarkan konsumen (cost customer)
terhadap nilai barang atau jasa yang diperolehnya (customer delivered value) (3).

2.2 Jenis Pelayanan


Dalam mengelola pelayanan perbekalan farmasi, terutama obat, di apotek
terdapat dua jenis pelayanan, yaitu:
a. Pelayanan saat penjualan (sales service)
Sales service adalah pelayanan yang diberikan apotek kepada konsumen
pada saat konsumen sedang membeli obat di apotek.
b. Pelayanan sesudah penjualan (after sales service)
After sales service adalah pelayanan yang diberikan apotek kepada
konsumen setelah konsumen membeli dan menggunakan obat. Jenis
pelayanan ini dapat berupa:
1) Penyediaan informasi data penggunaan obat konsumen (consumer
medication profile)
2) Peduli terhadap penggunaan obat oleh konsumen
3) Jaminan
4) Dapat diandalkan

Penjualan perbekalan farmasi dapat berupa pelayanan resep, penjualan


obat bebas, obat bebas terbatas, obat-obat wajib apotek, kosmetik dan alat
kesehatan. Apotek mempunyai fungi utama dalam pelayanan obat atas dasar resep
dan hal yang berhubungan dengan itu, serta pelayanan obat tanpa resep yang biasa
dipakai dirumah. Dalam pelayanan obat ini apoteker harus berorientasi pada
4 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


5

pasien/penderita, bagaimana obat yang diinginkan pasien tersebut dapat


menyembuhkan penyakit serta tidak ada efek amping yang merugikan.
Harga jual obat merupakan faktor yang mempengaruhi pelayanan
kefarmasian di apotek. Pelayanan harga obat yang wajar bagi kemampuan
masyarakat sekitar apotek perlu dipertimbangkan sehingga masyarakat dapat
memperoleh obat dengan harga yang terjangkau dengan kualitas yang terjamin.
Harga jual obat di apotek harus mempertimbangkan faktor jual obat terutama dari
apotek sekitarnya. Bila sebuah apotek tidak memiliki kelebihan khusus dibanding
apotek sekitarnya, misalnya lokasi yang lebih nyaman, perbekalan farmasi yang
lebih lengkap, lebih banyak jumlah dan pilihannya atau pelayanan yang lebih
baik, tentunya apotek tidak dapat menetapkan harga tinggi. Apotek yang
mempunyai kelebihan khusus dapat menetapkan harga yang lebih tinggi hanya
bila apotek dapat meyakinkan konsumennya akan kelebihan tersebut.
Persepsi pasien/konsumen didasarkan pada kesan yang dimiliki sebuah
apotek. Kesan sebuah apotek sebagian ditentukan oleh harga-harga yang
ditetapkan apotek tersebut. Faktor lain yang cukup mempengaruhi kesan sebuah
apotek mencakup luas dan lokasi apotek, kualitas dan keanekaragaman barang
dagangan non resep yang dijual (alat kesehatan, kosmetik) dan kualitas pelayanan
yang ditawarkan.
Pengendalian persediaan obat juga penting sebab apotek harus mempunyai
stok yang benar agar dapat melayani pasiennya dengan baik. Apotek harus
mempunyai produk yang dibutuhkan pasien/konsumen dalam jumlah yang
dibutuhkan konsumen. Bila pada sebuah apotek umum tidak tersedia obat yang
dibutuhkan pasiennya pada waktu mereka memerlukan, apotek akan kehilangan
penjualan. Bila hal ini sering terjadi, apotek akan kehilangan konsumen. Oleh
karena itu, pengendalian persediaan yang efektif adalah mengoptimalkan dua
tujuan yaitu memperkecil total investasi pada persediaan obat dan menjual
berbagai produk yang benar untuk memenuhi permintaan konsumen.

2.3 Kepuasan Pelanggan


Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya telah
terpenuhi atau terlampaui. Kepuasan pelanggan dapat mempengaruhi minat untuk

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


6

kembali ke apotek yang sama. Hal ini akan merupakan promosi dari mulut ke
kemulut bagi calon pasien lainnya yang diharapkan sangat positif bagi usaha
apotek.
Kepuasan merupakan pengalaman yang akan mengendap di dalam ingatan
pasien sehingga mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian ulang
produk yang sama. Agar dapat bertahan di dunia persaingan bisnis apotek, maka
apotek harus berusaha sekeras mungkin agar pelanggan tidak pergi. Agar
pelanggan tidak pergi hendaknya apotek harus memenuhi kebutuhan dan
kepuasan pelanggan. Untuk mewujudkannya, apotek dapat melakukan empat hal
yaitu sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi mengenai siapa yang akan menjadi pelanggan.
b. Memahami tingkat harapan pelanggan atas harga produk atau kualitas
produk.
c. Memahami strategi kualitas produk yang dihasilkan untuk pelanggan.
d. Memahami siklus pengukuran dan umpan balik dari kepuasan
pelanggan.
Produk farmasi sangat banyak jumlahnya, menyulitkan dalam penyediaan
barang, ditambah lagi produk farmasi umumnya merupakan me too product, suatu
produk yang sama dengan kemasan yang berbeda, tapi isi obatnya sama. Bila di
apotek tidak tersedia obat yang dibutuhkan pasiennya pada waktu mereka
memerlukan, apotek akan kehilangan penjualan. Bila hal ini sering terjadi, apotek
akan kehilangan konsumen.
Untuk mengelola persediaan apotek yang besar itu, diperlukan tindak
lanjut penolakan resep, pengendalian persediaan (kontrol inventori) yang baik
untuk mengoptimalkan dua tujuan yaitu memperkecil total investasi pada
persediaan obat dan menjual berbagai produk yang benar untuk memenuhi
kebutuhan konsumen. Persediaan merupakan investasi yang paling besar dalam
sebuah apotek, sehingga pengendalian persediaan obat yang tepat sangat
diperlukan, pengendalian yang efektif berakibat pada investasi yang lebih kecil.
Tindak lanjut untuk melayani resep dapat dilakukan dengan mengganti obat
dengan obat lain yang kandungannya sama dengan persetujuan pasien, atau
membeli pada apotik lain.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian


3.1.1 Tempat
Apotek Kima Farma No. 345, Jalan Prof. Dr. Supomo No.45 BZ,
Tebet, Jakarta Selatan.
3.1.2 Waktu
Penelitian ini dilakukan pada periode 3-22 September 2014.

3.2 Objek Pengkajian


Objek penelitian ini dibatasi pada penerimaan dan penolakan obat ethical
oleh Apotek Kimia Farma No. 345 Tebet, baik melalui pembelian menggunakan
resep (R/) maupun non resep yang digunakan dalam upaya pengobatan diri sendiri
(UPDS).

3.3 Metode Pengkajian


Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah case control study yang
bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang service level Apotek Kimia
Farma No. 345 Tebet terhadap pelanggan pada periode penilitian, yang mana data
diambil secara prospektif.

7 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1 Penggolongan dan Persentase Penolakan
JUMLAH RESEP PERSENTASE
ALASAN PENOLAKAN
DITOLAK (%)
TAP (Tidak Ada Persediaan) 29 1,07
TAPD (Tidak Ada Persediaan Distributor) 15 0,55
TAP – TP Qty (Tidak Penuh Quantity) 7 0,25
TAP – TP Item (Tidak Penuh Item) 0 0
TT (Tidak Terbaca) 1 0,04
Total Jumlah Resep yang Ditolak 52 1,93
Total Jumlah Resep yang Diterima 2698 98,07

4.2 Pembahasan
Apotek Kimia Farma No.345 terletak di Jalan Prof. Dr. Supomo No. 45
BZ, Tebet Jakarta Selatan. Lokasi Apotek Kimia Farma No. 345 ini cukup
strategis dikarenakan terletak di tepi jalan raya yang ramai yang dilalui banyak
sarana angkutan umum, mempunyai tempat parkir yang cukup luas, aman dan
dekat dengan beberapa pusat perkantoran seperti bank, kantor polisi, dealer mobil
serta dekat dengan stasiun dan pusat perbelanjaan seperti pasar tebet dan
indomaret. Selain itu, tapotek Kimia Farma tebet berada di kawasan yang
masyarakatnya rata-rata memiliki tingkat pendapatan menengah keatas. Apotek
Kimia Farma No. 345 Tebet merupakan apotek yang buka 1 x 24 jam, dimana
terdapat tempat praktek dokter gigi yang buka pada hari senin-jumat dan sabtu-
minggu buka apabila dengan janji khusus antara pasien dengan dokter. Selain itu,
di lingkungan sekitar apotek ini juga banyak terdapat praktek dokter baik dokter
spesialis maupun non spesialis dan juga dekat sekali dengan RS Tebet.
Berdasarkan letak yang sangat strategis itu, dapat memberikan keuntungan bagi

8 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


9

apotek baik dalam jumlah resep yang masuk maupun penjualan obat dalam rangka
upaya pengobatan diri sendiri (UPDS).
Untuk dapat memberikan pelayanan resep dan swamedikasi yang baik,
apotek ini harus menyediakan berbagai jenis obat, dan menjamin ketersediaan
obat di apotek sehingga perbekalan yang lengkap juga dapat meningkatkan
kepuasan pelanggan terhadap apotek. Untuk mengelola persediaan apotek yang
besar itu, diperlukan pengendalian persediaan (kontrol inventori) yang baik untuk
mengoptimalkan dua tujuan yaitu memperkecil total investasi pada persediaan
obat dan menjual berbagai produk yang benar untuk mernenuhi kebutuhan
konsumen. Persediaan merupakan investasi yang paling besar dalam sebuah
apotek, sehingga pengendalian persediaan obat yang tepat sangat diperlukan,
pengendalian yang efektif berakibat pada investasi yang lebih kecil.
Pengendalian persediaan obat penting dilakukan untuk mempunyai stok
yang benar agar dapat melayani pasien dengan baik. Untuk mendapatkan stok
yang benar adalah dengan menciptakan keseimbangan antara persediaan dan
permintaan, hal ini dilakukan cara-cara terus melakuan evaluasi terhadap
kepuasan pelanggan dan pemenuhan kebutuhan pelanggan yang mana satu
diantara cara yang dapat digunakan dengan melakukan evaluasi mengenai service
level apotek Kimia Farma tebet terhadap pelanggan. Service level di Kimia Farma
dibagi menjadi 2 yakni service level gudang terhadap apotek Kimia Farma yang
dihitung dari persentase jumlah item barang yang datang dibandingkan dengan
barang yang dipesan pada BPBA dan juga service level apotek Kimia Farma
terhadap pelanggan.
Pada penelitian ini dilakukan evaluasi kepuasan pelanggan dengan menilai
service level apotek Kimia Farma terhadap pelanggan apotek. Untuk mengetahui
seberapa besar pemenuhan kepuasan pelanggan di Apotek Kimia Farma No. 345
Tebet, dilihat dari banyaknya persentase resep obat yang diterima dan persentase
resep obat yang ditolak dibandingkan dengan total resep yang masuk, pada
periode 3-23 September 2014.
Service level adalah ukuran kinerja suatu perusahaan dalam pemenuhan
order customer. Penentuan service level harus ditentukan dengan tepat karena
penetuan yang kurang tepat akan berdampak timbulnya total cost yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


10

membengkak akibat bertambahnya biaya penyimpanan yang besar untuk bisa


memenuhi semua permintaan. Semua ini sangat berkaitan dengan manajemen
inventaris di apotek, meningkatnya presentase permintaan obat pelanggan yang
terpenuhi atau semakin menurunnya presentase penolakan permintaan pelanggan
berbanding lurus dengan kepuasan pelanggan terhadap service yang kita berikan
sehingga dapat pula meningkatkan pendapatan apotek.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan persentase penolakan resep
sebesar 1,98% yang mana meskipun belum melampaui batas standar yang
ditetapkan oleh Kimia Farma yakni persentase service level tidak boleh melebihi
dari 2%, namun angka ini cukup tinggi. Adapun beberapa kategori alasan
penolakan resep pelanggan oleh apotek diantaranya:
1. TAP (tidak ada persediaan), yang mana termaksud diantaranya adalah
penolakan barang-barang memang yang ada di master komputer apotek
Kimia Farma, barang yang belum listing, dan juga obat-obat baru yang belum
masuk di apotek Kimia Farma, selain itu penolakan yang tergolong TAP ini
dapat terjadi pula karena kehabisan stok obat maupun obat tidak di order
kembali dikarenakan obat tersebut tidak ataupun kurang laku. Dari total
persentase penolakan obat-obat ethical di apotek TAP merupakan penyebab
tertinggi dari tingginya persentase penolakan obat tersebut, yakni sebesar
1,07% dari total penolakan;
2. TAP-D (Tidak ada persediaan dari distributor), angka barang yang kosong
distributor ini juga cukup besar yakni 0,55% dari total resep yang masuk.
Obat kosong distributor ini dapat terjadi akibat pabrik yang memang tidak
produksi obat tersebut kembali maupun kekosongan barang di gudang Kimia
Farma, dalam hal ini BM Jaya II;
3. TAP-TP (tidak terpenuhinya permintaan karena kurangnya jumlah obat yang
diminta maupun obat yang diminta) baik dari segi jumlah atau quantity
maupun item barang yang dibutuhkan;
4. TT (Resep Obat tidak terbaca), namun hal ini sangat jarang terjadi, sebab
apotek Kimia Farma merupakan apotek jaringan yang mana jika ada obat
yang tidak terbaca maka apotek akan menanyakan terlebih dahulu ke apotek
Kimia Farma lainnya sebelum mengkonfirmasikannya ke dokter penulis

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


11

resep. Persentase penolakan resep yang disebabkan oleh resep yang tidak
terbaca, hanya 0,25%.
Dalam upaya meningkatkan service level Kimia Farma terhadap pelanggan
ada beberapa upaya tindak lanjut yang biasa dilakukan di apotek, yang juga
merupakan prosedur tetap penangan barang kosong di Kimia Farma, yaitu :
1. Menawarkan atau mereferensikan apotek Kimia Farma lain yang mempunyai
stok obat yang dibutuhkan oleh pelanggan;
2. Meminta pasien agar menunggu untuk diambilkan di apotek Kimia Farma
lainnya;
3. Pasien dijanjikan untuk menunggu obat datang dari BM (dicatat dibuku janji
pasien); dan
4. Pasien ditawarkan obat lain yang memiliki kandungan yang sama dengan
obat yang diinginkan.
Berdasarkan besarnya presentase penolakan permintaan pelanggan, apotek
dapat melakukan evaluasi dalam hal manajerial inventory misalnya dalam hal
BPBA, apotek dapat lebih cermat memperhitungkan kapan seharusnya BPBA
dilakukan, berapa lama waktu tunggu (lead time) produk yang dipesan dan berapa
banyak produk penyangga (buffer stock) yang harus ada selama pemesanan obat.
Sehingga meminimalkan kekosongan produk obat di apotek dan memperkecil
kemungkinan penolakan permintaan pelanggan yang dapat meningkatkan
kepuasan pelanggan terhadap pelayanan apotek.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Persentase service level Apotek Kimia Farma No. 345 Tebet adalah
sebesar 1,98 % dengan 52 item obat ethical yang ditolak dan 2.698 item
obat ethical yang diterima.
2. Persentase alasan penolakan resep tertinggi adalah persediaan barang
yang kosong (TAP).

5.2 Saran
Perlu dilakukan evaluasi dan pengkajian secara akurat mengenai
persediaan barang, terkait dengan stok penyangga (buffer stock) dan lamanya
waktu tunggu barang (lead time), sehingga dapat menjamin ketersediaan barang
dan meningkatkan service level Apotek Kimia Farma No. 345 Tebet terhadap
pelanggan.

12 Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


13

DAFTAR ACUAN

Kementerian Kesehatan. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kepresidenan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Mas'ud. (2009, Agustus). Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Terhadap
Pelayanan Apotek Kimia Farma Jakarta Menggunakan Model Servqual
(Studi Kasus Pada Tiga Apotek). Majalah Ilmu Kefarmasian, VI(2).
Umar, Muhammad. (2009). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: Wira Putra
Kencana.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


Lampiran 1. Daftar Obat yang Ditolak Periode 3-23 September 2014

Alasan Penolakan
Tgl. No R/ Nama Obat TAP-TP Jumlah R/ Ket.
TAP TAP-D TT
QTY ITEM
4/9 Vestigo √ 1 Stok kosong
Ampisilin √ 1 Stok kosong
Cendamicetin 5 1 Stok barang kurang
Adalat 10 mg 20 1 Stok barang kurang
Ikaphen √ 1 Stok kosong
Piroxetine √ 1 Belum pernah ada
5/9 Bactrim √ 1 Stok kosong
N-Acethylcistein √ 1 Stok kosong
Valsartan √ 1 Kosong distributor
Naphrox √ 1 Kosong distributor
Hyalin √ 1 Stok kosong
6/9 Xenical √ 1 Stok kosong
Inhipraz √ 1 Belum pernah ada
Fixacep √ 1 Belum pernah ada
Vit. K √ 1 Stok kosong
Tribestan 10 1 Stok kurang
Anusol √ 1 Kosong distributor
Aminofilin √ 1 Kosong ditributor
8/9 Isoniazid √ 1 Stok kosong
Rifampisin 450mg √ 1 Stok kosong
Cefadroxil √ 1 Kosong distributor

14
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015
9/9 ISDN √ 1 Stok kosong
Ascardia √ 1 Kosong distributor
Rifampicin 600mg 18 1 Stok kurang
Enzimplex √ 1 Kosong distributor
10/9 Rifampisin 600mg √ 1 Stok kosong
Enziplex √ 1 Kosong distributor
Floxsid 2 1 Stok kurang
11/9 Anusol √ 1 Kosong distributor
Aminfilin √ 1 Kosong distributor
Enzimfort √ 1 Stok kosong
12/9 Fenozol 5 1 Stok kurang
Alprazolam √ 1 Stok kosong
14/9 Ceftriaxone √ 1 Stok kosong
Fixcef √ 1 Stok kosong
15/9 Hyperil 5mg √ 1 Stok kosong
Inzana √ 1 Stok kosong
Lanprazid √ 1 Stok kosong
Pantoprazol √ 1 Kosong distributor
Ribone √ 1 Stok kosong
16/9 IUD Spiral √ 1 Kosong distributor
Quidex √ 1 Stok kosong
Enziplex √ 1 Kosong distributor
17/9 Valsartan √ 1 Kosong distributor
18/9 Tribestan √ 1 Stok kosong
19/9 Enziplex √ 1 Kosong distributor
22/9 Benoson √ 1 Tidak Terbaca
Benocol √ 1 Stok kosong

15
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015
23/9 Amoxicilin √ 1 Kosong distributor
Neurodex √ 1 Stok kosong
Actos 19 1 Stok kurang
Ranitidin 150 mg √ 1 Stok kosong

16
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015
17

Lampiran 2. Perhitungan Persentase Penolakan Barang

1. Persentase Total Resep Ditolak


Persentase Resep ditolak (%) =
51
Persentase Resep ditolak (%) = 100%
2698
= 1,93 %

2. Persentase Total Resep Diterima


Persentase Resep diterima (%) = 100% − %
Persentase Resep diterima (%) = , %

3. Persentase Resep Ditolak (TAP)


Persentase Resep ditolak TAP (%) =
29
Persentase Resep ditolak TAP (%) = 100%
2698
= 1,07 %

4. Persentase Total Resep Ditolak (TAPD)


Persentase Resep ditolak TAPD (%) =
15
Persentase Resep ditolak TAPD (%) = 100%
2698
= 0,55 %

5. Persentase Total Resep Ditolak (TAP-TP Qty)


Persentase Resep ditolak TAP TP Qty (%)
TAP TP Qty
=
7
Persentase Resep ditolak TAP TP Qty (%) = 100%
2698
= 0,25 %

6. Persentase Resep Ditolak TAP-TP Item


Persentase Resep ditolak TAP TP Item (%)
TAP TP Item
=
0
Persentase Resep ditolak TAP TP Item (%) = 100%
2698
=0

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015


18

7. Persentase Resep Ditolak TT


TT
Persentase Resep ditolak TT (%) =
1
Persentase Resep ditolak TT (%) = 100%
2698
= 0,04%

Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai