Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH NAPZA

KEBIJAKAN DAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN NAPZA

PROGRAM PEMERINTAH TERKAIT NAPZA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK V

1.CICI OKTARIYA (16101050002)

2.HERLINA HB(16101050006)

3.DELIMA(16101050020)

4.MURNIATI(16101050021)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES ALIFAH PADANG

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dan atas
segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
ini sesuai dengan baik.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar
Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu membantu perjuangan
beliau dalam menegakkan Dinullah di muka bumi ini.
Dalam penulisan ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril
maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tiada
hingganya kepada rekan dan teman yang telah membantu dalam pembuatan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang
konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya.
Hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga
Allah meridhoi dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, amin.

Padang, April 2017

Kelompok 5
BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

NAPZA (Narkoba, Psikotropika, dan Zat adiktif )atau biasa disebut Narkoba, salah satu
kata yang selalu di dengar dari berbagai media massa dan mampu membuat gelisahpara orang
tua. Apalagi yang terkena narkoba tersebut pada siswa yang akan mempengaruhi belajarnya,
bahkan merusak moral dan mentalnya. Pengaruh narkoba sangat luar biasa buruknya, selain
merusak moral dan mental, juga merusak kesehatan dan menghancurkan ekonomi keluarga.
Masalah penyalahgunaan narkotika telah menjadi masalah nasional maupun internasional yang
tidak pernah henti-hentinya dibicarakan. Permasalahan penyalahgunaan narkotika telah
menghiasi pemberitaan hampir setiap harinya. Penyalahgunaan narkotika dapat menimbulkan
kerusakan fisik, mental, emosi dan sikap dalam masyarakat. Masalah penyalahgunaan narkotika
telah mengancam bangsa dan masyarakat tertentu sehingga menjadi suatu kejahatan teorganisasi
nasional ataupun transnasional.

B.TUJUAN

1. Mengetahui tentang kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan NAPZA

2. Mengetahui tentang program pemerintah terkait NAPZA


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KEBIJAKAN DAN PERATURAN PEMERINTAH YANG BERKAITAN DENGAN


NAPZA

Pengaturan narkotika berdasarkan undang-undang nomor 35 tahun 2009 (UU No.35 tahun

2009), bertujuan untuk menjamin ketersedian guna kepentingan kesehatan dan ilmu

pengetahuan, mencegah penyalahgunaan narkotika, serta pemberantasan peredaran gelap

narkotika.

Penyalahgunaan narkotika di Indonesia sudah sampai ketingkat yang sangat

mengkhawatirkan, fakta dilapangan menunjukan bahwa 50% penghuni LAPAS (lembaga

pemasyarakatan) disebabkan oleh kasus narkoba atau narkotika. Berita kriminal di media masa,

baik media cetak maupun elektronik dipenuhi oleh berita penyalahgunaan narkotika. Korbannya

meluas kesemua lapisan masyarakat dari pelajar, mahasiswa, artis, ibu rumah tangga, pedagang ,

supir angkot, anak jalanan, pejabat dan lain sebagainya. Narkoba dengan mudahnya dapat diracik

sendiri yang sulit didiktesi. Pabrik narkoba secara ilegalpun sudah didapati di Indonesia.

Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat

penegakan hukum dan telah banyak mendapatkan putusan hakim di sidang pengadilan.

Penegakan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya

peredaran perdagangan narkoba atau narkotika, tapi dalam kenyataan justru semakin intensif

dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran perdagangan narkotika

tersebut.
Tindak pidana narkoba atau narkotika berdasarkan undang-undang nomor 35 tahun 2009

(UU No.35 tahun 2009), memberikan sangsi pidana cukup berat, di samping dapat dikenakan

hukuman badan dan juga dikenakan pidana denda, tapi dalam kenyataanya para pelakunya justru

semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor penjatuhan sangsi pidana tidak memberikan

dampak atau deterrent effect terhadap para pelakunya.

Gejala atau fenomena terhadap penyalahgunan narkotika dan upaya penanggulangannya

saat ini sedang mencuat dan menjadi perdebatan para ahli hukum. Penyalahgunaan narkoba atau

narkotika sudah mendekati pada suatu tindakan yang sangat membahayakan, tidak hanya

menggunakan obat-obatan saja, tetapi sudah meningkat kepada pemakaian jarum suntik yang

pada akhirnya akan menularkan HIV.

Perkembangan kejahatan narkotika pada saat ini telah menakutkan kehidupan masyarakat.

Dibeberapa negara, termasuk indonesia , telah berupaya untuk meningkatkan program

pencegahan dari tingkat penyuluhan hukum sampai kepada program pengurangan pasokan

narkoba atau narkotika.

2.1.1 PENGERTIAN NARKOTIKA DAN JENIS-JENIS NARKOTIKA

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sitensis

maupun semi sitensis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

menimbulkan ketergantungan.

Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk

pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan

standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau
masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih

besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan

ketahanan nasional.

Yang dimakud narkotika dalam UU No. 35/2009 adalah tanaman papever, opium mentah,

opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka, daun koka,

kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau turunannya

dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah, atau sitensis maupun semi sitensis yang

belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang ditetapkan

mentri kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat

ketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-sediaan yang

mengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-bahan lain

yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika.

Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi narkotika

menjadi tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1 :

1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai

potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan

sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan

ketergantungan.
3. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak

digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

2.1.2 KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG TERTUANG DALAM UNDANG-

UNDANG NARKOTIKA (UU NO. 35/ 2009 ) DALAM PENANGGULANGAN TINDAK

PIDANA NARKOTIKA.

Mengingat betapa besar bahaya penyalahgunaan Narkotika ini, maka perlu diingat

beberapa dasar hukum yang diterapkan menghadapi pelaku tindak pidana narkotika berikut ini:

1. Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

2. Undang-undang RI No. 7 tahun 1997 tentang PengesahanUnited Nation Convention

Against Illicit Traffic in Naarcotic Drug and Pshychotriphic Suybstances 19 88 (

Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap narkotika dan Psikotrapika,

1988)

3. Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai pengganti UU RI

No. 22 tahun 1997.

2.1.3 SIAPA SAJA YANG DAPAT DISEBUT SEBAGAI PELAKU PERBUATAN

PIDANA NARKOTIKA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

TENTANG NARKOTIKA.

Untuk pelaku penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan Undang-undang No. 35 tahun

2009 tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Sebagai pengguna
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35

tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun.

2. Sebagai pengedar

Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35

tahun 2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda.

3. Sebagai produsen

Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun

2009, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang

sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang

Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah

merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden

Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997

tentang Narkotika.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan

terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur

hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga mengatur

mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur

tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di

dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif
maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak anak, remaja, dan

generasi muda pada umumnya.

Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan

banyak orang yang secara bersama – sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi

dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional

maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana Narkotika perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan

yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas,

terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.

Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan

mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam Undang-Undang ini diatur juga

mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula

atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dalam Undang-Undang ini

dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-

jenis Prekursor Narkotika.Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan

Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai

pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua

puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut

dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.

Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan

peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan
yang sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada

Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika

Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non

struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang

hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam Undang-Undang ini, BNN

tersebut ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat

kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah

Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan

di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN

kabupaten/kota.

Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta kekayaan atau

harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak

pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan

digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan

peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan

Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih, dalam Undang-Undang ini juga

diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelian

terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delevery), serta

teknik penyidikan lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika.


Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika

dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas

melampaui batas negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik bilateral,

regional, maupun internasional.

Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan

dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk pemberian

penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaan tersebut diberikan kepada

penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Namun demikian, dalam tataran implementasi, sanksi yang dikenakan tidak sampai pada

kategori maksimal. Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal.Pertama, kasus yang diproses

memang ringan, sehingga hakim memutuskan dengan sanksi yang ringan pula. Kedua, tuntutan

yang diajukan relatif ringan, atau bahkan pihak hakim sendiri yang tidak memiliki ketegasan

sikap. Sehingga berpengaruh terhadap putusan yang dikeluarkan

2.1.4 SANGSI HUKUM PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA.

Berbicara mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara penegakan hukum

pidana yang dikenal dengan sistem penegakan hukum ataucriminal law enforcement sebagai

bagian dari criminal policy atau kebijakan penanggulangan kejahatan. Dalam penanggulangan

kejahatan dibutuhkan dua sarana yakni menggunakan penal atau sanksi pidana, dan

menggunakan sarana non penal yaitu penegakan hukum tanpa menggunakan sanksi pidana

(penal).
Penegakan hukum dengan mempunyai sasaran agar orang taat kepada hukum. Ketaatan

masyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal yakni:

a) takut berbuat dosa;

b) takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat hukum yang

bersifat imperatif;

c) takut karena malu berbuat jahat. Penegakan hukum dengan sarana non penal

mempunyai sasaran dan tujuan untuk kepentingan internalisasi;

Keberadaan Undang-Undang Narkotika merupakan suatu upaya politik hukum pemerintah

Indonesia terhadap penanggulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika. Dengan demikian,

diharapkan dengan dirumuskanya undang-undang tersebut dapat menanggulangi peredaran gelap

dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, serta menjadi acuan dan pedoman kepada

pengadilan dan para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan yang menerapkan

undang-undang, khususnya hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap kejahatan yang

terjadi. Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba meneliti tentang kebijakan hukum pidana

yang tertuang dalam Undang-Undang Psikotropika dan Undang-Undang Narkotika serta

implementasinya dalam penangulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika.

Penegakan hukum salah satunya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menghambat

berjalannya proses penegakan hukum itu sendiri. Adapun faktor-faktor tersebut, adalah sebagai

berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja;

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membuat atau membentuk maupun

yang menerapkan hukum;

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;


4. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan;

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan, hal ini disebabkan esensi dari penegakan

hukum itu sendiri serta sebagai tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.

2.2 PROGRAM PEMERINTAH TERKAIT NAPZA

Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat lintas negara(transnational crime),


kejahatan terorganisir (organized crime), dan kejahatan serius (serious crime) yang menimpa
segenap lapisan masyarakat, menimbulkan kerugian yang sangat besar terutama dari segi
kesehatan, sosialekonomi,dan keamanan mengakibatkan hilangnya suatu generasi bangsa (lost
generation) di masa depan.
Secara global penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba akan mempengaruhi segenap
sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia.Oleh karena itu, perlu wujud nyata
komitmen bersama seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia untuk bersatu
menciptakan“Indonesia Negeri Bebas Narkoba”.
Kebijakan dan Strategi Nasional Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan
dan Peredaran Gelap Narkoba (Jakstranas P4GN) ini merupakan tahap Tahun 2011 – 2015 yang
diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia
mewujudkan “Indonesia Negeri Bebas Narkoba”.

2.2.1 ARAH KEBIJAKAN DI BIDANG P4GN


a. Menjadikan 97,2 % penduduk Indonesia imun terhadap penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba melalui partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat,
bangsa, dan Negara Indonesia dengan menumbuhkan sikap menolak narkoba dan
menciptakan lingkungan bebas narkoba.
b. Menjadikan 2,8 % penduduk Indonesia (penyalahguna narkoba) secara
bertahap mendapat layanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial melalui rawat
inap atau rawat jalan serta mencegah kekambuhan dengan program after care
(rawat lanjut).
c. Menumpas jaringan sindikat narkoba hingga ke akar-akarnya melalui
pemutusan jaringan sindikat narkoba dalam dan/atau luar negeri dan
penghancuran kekuatan ekonomi jaringan sindikat narkoba dengan cara penyitaan
aset yang berasal dari tindak pidana narkotika melalui penegakan hukum yang
tegas dan keras.

2.2.2 STRATEGI NASIONAL

1. Strategi di Bidang Pencegahan.


a. Upaya menjadikan siswa/pelajar pendidikan menengah dan mahasiswa
memiliki pola pikir, sikap, dan terampil menolak penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba.
b. Upaya menjadikan para pekerja memiliki pola pikir, sikap, dan terampil
menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
2. Strategi di Bidang Pemberdayaan Masyarakat
a. Upaya menciptakan lingkungan pendidikan menengah dan kampus bebas dari
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba terutama ganja, shabu, ekstasi, dan
heroin.
b. Upaya menciptakan lingkungan kerja bebas dari penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba terutama ganja, shabu, ekstasi, dan heroin.
c. Upaya penyadaran dengan pemberdayaan masyarakat di daerah-daerah yang
secara sosiologis dan ekonomis melakukan penanaman ganja.
d. Upaya penyadaran dengan pemberdayaan masyarakat terhadap masyarakat
yang belum terkena narkoba, penyalahguna narkoba, dan pelaku peredaran gelap
narkoba di Kampung Permata, Jakarta Barat,DKI Jakarta dan pengembangan
program di tempat rawan kota lainnya.
3. Strategi di Bidang Rehabilitasi.
a. Upaya mengintensifkan pelaksanaan wajib lapor pecandu narkotika.
b. Upaya memberikan pelayanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial kepada
penyalahguna, korban penyalahgunaan, dan pecandu narkoba.
c. Upaya pembangunan kapasitas lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial secara prioritas berdasarkan kerawanan daerah penyalahgunaan narkoba.
d. Upaya pembinaan lanjut kepada mantan penyalahguna, korban
penyalahgunaan, dan pecandu narkoba untuk mencegah terjadinya kekambuhan
kembali (relapse).

4. Strategi di Bidang Pemberantasan.


a. Upaya pengawasan yang ketat terhadap impor, produksi, distribusi,penggunaan
(end user), ekspor, dan re-ekspor bahan kimia prekursor, dan penegakan hukum
terhadap jaringan tersangka yang melakukan penyimpangan.
b. Upaya pengungkapan pabrikan gelap narkoba dan/atau laboratorium
rumahan dan jaringan sindikat yang terlibat.
c. Upaya pengungkapan tindak pidana pencucian uang yang berkaitan dengan
tindak pidana narkotika secara tegas dan keras sesuai peraturan perundang-
undangan.
d. Upaya penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, dan peradilan jaringan
sindikat narkoba baik dalam maupun luar negeri secara sinergi.
e. Upaya penindakan yang tegas dan keras terhadap aparat penegak hukum dan
aparat pemerintah lainnya yang terlibat jaringan sindikat narkoba.
f. Upaya peningkatan kerjasama antar aparat penegak hukum untuk
menghindari kesenjangan di lapangan.
g. Upaya peningkatan kerjasama dengan aparat penegak hukum tingkat
internasional guna pengungkapan jaringan sindikat luar negeri.
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Berdasarkan UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 1.Narkotika adalah zat atau

obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang

dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Dalam UU No. 35/2009 jenis-jenis narkotika adalah tanaman papever, opium mentah,

opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka, daun koka,

kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau turunannya

dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah, atau sitensis maupun semi sitensis yang

belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang ditetapkan

mentri kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat

ketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-sediaan yang

mengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-bahan lain

yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan

terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur

hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 juga mengatur

mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur

tentang rehabilitasi medis dan sosial.

Kebijakan dan Strategi Nasional Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan


dan Peredaran Gelap Narkoba (Jakstranas P4GN) ini merupakan tahap Tahun 2011 – 2015 yang
diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia
mewujudkan“Indonesia Negeri Bebas Narkoba”.

3.2. SARAN

Penanggulangan dan pencegahan terhadap penyalahgunaan NARKOTIKA merupakan

tanggung jawab bangsa Indonesia secara keseluruhan, bukan hanya berada pada pundak

kepolisian ataupun pemerintah saja. Namun, seluruh komponen masyarakat diharapkan ikut

perperan dalam upaya penanggulangan tersebut. Setidaknya, itulah yang telah diamanatkan

dalam perbagai perundang-undangan negara, termasuk UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika

pandangan Agama narkoba adalah barang yang merusak akal pikiran, ingatan, hati, jiwa,

mental dan kesehatan fisik seperti halnya khomar. Oleh karena itu maka Narkoba juga termasuk

dalam kategori yang diharamkan Allah SWT.


DAFTAR PUSTAKA

Mardani.2007.Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta:Rajawali Pers.


Sunarso, siswantoro.2004.Penegakan Hukum Psikotropika. Jakarta:Rajawali Pers.
Makarao, taufik, et.al.2003 Tindak Pidana Narkotika. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sunarso, Siswantoro. 2004. Penegakan Hukum Dalam Kajian sosiologis. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan hukum.Jakarta: CV.
Rajawali. H
Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika pasal 1
Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika

Anda mungkin juga menyukai