Anda di halaman 1dari 28

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

KSM PENYAKIT DALAM

RSUD DR. MOEWARDI

SLE BERAT

1. Pengertian Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit


(Definisi) reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi sistemik,
yang dapat mengenai beberapa organ atau sistem dalam
tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi auto
antibodi dan komplek imun, sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan. SLE berat adalah SLE yang bersifat
mengancam nyawa.
2. Anamnesis Manifestasi klinis yang terlibat tergantung sistem organ
mana yang terlibat, misalnya :
- Kulit : terdapat keluhan kulit kemerahan, terdapat
ulkus atau melepuh.
- Otot : mengeluh nyeri pada otot
- Jantung : sesak nafas
- Paru-paru : batuk, sesak nafas
- Gastrointestinal : nyeri perut, mual, muntah
- Ginjal
- Neurologi : kejang, penurunan kesadaran
- Hematologi : pucat, lemas, pusing, cepat lelah
- Konstitusional : demam tinggi yang persisten tanpa
bukti adanya infeksi

3. Pemeriksaan Pemeriksaan fisik tergantung organ mana yang terkena,


Fisik misalnya :
- Kulit : Vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau
melepuh (blister)
- Otot
- Jantung : irama jantung akan menjadi abnormal
(aritmia), bila diauskultasi akan terdengar suara
heart friction rub atau pleural friction rub
- Paru-paru : efusi pleura
- Gastrointestinal
- Ginjal: edema
- Neurologi :kelainan neurologis dan gangguan
kesadaran.
- Hematologi : konjungtiva pucat
- Konstitusional : demam tinggi yang persisten tanpa
bukti adanya infeksi
4. Kriteria Kriteria diagnosis berdasarkan ACR :
Diagnosis 1. Ruam malar
Eritema yang menetap tipis dan tebal di atas
eminensia malar atau dapat melebar sampai lipatan
nasolabial
2. Ruam discoid
Warna kemerahan pada kulit dengan penebalan
keratin kulit, penyumbatan kelenjar folikel rambut
dan atropi kulit
3. Foto sensitivitas
Perubahan warna kulit ataupun bentuk rash di kulit
bila terkena cahaya matahari baik dirasakan oleh
penderita maupun dilihat oleh dokter
4. Ulkus di mulut (stomatitis)
Ulkus di mulut atau nasofaring tanpa nyeri
5. Artritis non erosive
Terlibatnya 2 atau lebih sendi perifer dengan cirri
khusus nyeri tekan, bengkak atau adanya tanda
efusi (tanda artritis)
6. Pleuritis atau pericarditis
Pleuritis secara klinis ditemukan adanya nyeri pleura
dan dengan stetoskop terdengar adanya “pleural
friction rub” atau ditemukan adanya efusi baik pada
pemeriksaan fisik atau pemeriksaan rontgen Atau
Pericarditis terbukti dengan rekaman EKG atau
pericardial friction rub atau terdapat bukti efusi
pericardium
7. Gangguan ginjal
a. Proteinuria menetap>0,5 gram/hariatau>(+++)
pada pemeriksaan urin secara kualitatif
Atau
b. Ditemukan silinder eritrosit, granular, tubular atau
campuran
8. Gangguan neurologik
a. Adanya kejang tanpa ditemukan sebab lain
seperti karena obat atau gangguan metabolic
(missal uremia, ketoasidosis, gangguan
keseimbangan elektrolit)
Atau
b. Psikosis tanpa ditemukan sebab lain seperti
karena obat atau gangguan metabolij ( missal
uremia, ketoasidosis, gangguan keseimbangan
elektrolit)
9. Gangguan hematologik
Paling sedikit 1 kelainan dibawahi ni:
a. Anemia hemolitik dengan retikulositosis
b. Leukopenia (leukosit< 4000/mm3) pada minimal
2x pemeriksaan
c. Limfopenia (limfosit<100.000/mm3) dengan tidak
adanya obat lain sebagai penyebab
10. Gangguan imunologik :
Paling sedikitdi dapat 1 kelainan di bawah ini :
a. Titer anti ds-DNA yang meningkat
b. Anti Sm (+)
c. Antibody anti fosfolipiid (+) berupa :
Kadar IgG atau IgM anti kardiolipin yang
meningkat
Lupus antikoagulan (+) atau hasil positip palsu
paling sedikit 6 bulan
11. Tes ANA (+)
Dengan mengesampingkan obat-obatan yang dapat
mempengaruhi tes
Kriteria SLE (+) bila memenuhi 4 dari 11 kriteria tersebut
diatas
Kriteria diagnosis SLE Berat apabila ditemukan keadaan
sebagai berikut :
1. Jantung : endocarditis libman-sacks, vaskulitis arteri
koronaria, miokarditis, tamponade jantung,
hipertensi maligna
2. Paru-paru : hipertensi pulmonal, perdarahan paru,
pneumonitis, emboli paru, infark paru, fibrosis
interstitial, shrinking lung
3. Gastrointestinal : pancreatitis, vaskulitis mesenterika
4. Ginjal : nefritispersisten, RPNG (Rapidly progressive
glomerulo nephritis, sindroma nefrotik
5. Kulit : vasculitis berat, ruam difus disertai ulkus atau
melepuh (blister)
6. Neurologi : kejang, acute confusional state, koma,
stroke, mielopati transversa, mononeuritis,
polyneuritis, neuritis optic, psikosis, sindroma
demielinasi
7. Otot : miositis
8. Hematologi : anemia hemolitik, neutropnia (leukosit<
1000/mm3), trombositopenia< 20.000/mm 3,purpura
trombotik trombositopenia, thrombosis vena
atauarteri.
9. Konstitusional : demam tinggi yang persisten tanpa
bukti infeksi
5. Diagnosis Diagnosis SLE mengacu pada criteria dari American
Kerja College of Rheumatology (ACR) 1997 dan kriteria Systemic
Lupus lnternational Collaborating Clinics (SLICC) 2012.
Berdasarkan kriteria ACR, diagnosis SLE dapat ditegakkan
jika memenuhi 4 dari 11 kriteria. Berdasarkan kriteria SLICC
2012, diagnosis SLE dapat ditegakkan jika memenuhi 4 dari
kriteria klinis dan imunologis atau memiliki biopsy terbukti
nefritis lupus dengan adanya ANA (antinuclear antibody)
dan antibodi anti-dsDNA (anti-double-stranded DNA).
6. Diagnosis Undifferentiated connective tissue disease (UCTD), artritis
Banding reumatoid, sindromvaskulitis, sindrom sjogren primer,
sindrom anti-fosfolipid primer, fibromyalgia, lupus imbas
obat.
7. Pemeriksaan Darah perifer lengkap: Hemoglobin, Leukosit, Trombosit,
Penunjang Hematokrit, LED
• Ureum, kreatinin, fungsi hati dan profil lipid
• Urinalisis
• ANA, Anti dsDNA
• Foto toraks
• C3 dan C4 (untuk menilai aktifitas penyakit)
Pemeriksaan berikut dilakukan jika ada indikasi:
• Protein urin kuantitatif 24 jam
• Profil ANA: Anti Sm, Anti-Ro/SS-A, anti La/SS-8 dan anti-
RNP, antiphospholipid antibodies, lupus anticoagulant,
anticardiolipin, anti-β2-glycoprotein bila ada kecurigaan
sindroma anti-fosfolipid
• Coomb test, bila ada kecurigaaan AIHA
• EKG, ekokardiografi
• Biopsi kulit
8. Terapi Non farmakologis :
a. Edukasi
b. Dukungan sosial dan psikologis.
c. Istirahat
d. Tabir surya
e. Monitor ketat
Penderita SLE mudah mengalami infeksi sehingga
perlu diwaspadai bila terdapat demam yang tidak jelas
penyebabnya. Risiko infeksi juga meningkat sejalan
dengan pemberian obat immunosupresi dan
kortikosteroid. Risiko kejadian penyakit kejadian
kardiovaskuler, osteoporosis dan keganasan juga
meningkat pada penderita SLE, sehingga perlu
pengendalian faktor risiko seperi merokok, obesitas,
dislipidemia dan hipertensi.
Farmakologi
SLE berat :
Terapi Induksi :
 Glukokortikoid dosis tinggi
Metil Prednisolon IV (0,5-1 g/hari selama 3 hari)
dilanjutkan prednison40-60 mg/hari (1mg/kgBB)
selama 4-6 mgg kemudian diturunkan bertahap.
Respon ada 3 :
1. Respon penuh :
Terapi pemeliharaan dengan azatioprin 1-
2mg/kgbb/hr atau mikofenolat mofetil (MMF) 1-2
gr/hr ditambah kortikosteroid diturunkan sampai
dosis 0,125mg/kg/hr selangh sehari)
2. Respon sebagian:
Terapi pemeliharaan dengan siklofosfamid iv
(0,5-0,75 gr/m2/3 bulan selama 1 tahun)
3. Tidak respon :
Tambahkan rituximab, inhibitor calcineurin
(cyclosporine), IgiV (Imunoglobulin intravena)
Kompetensi
Kompetensi
Residen Level 1 Level 2 Level 3 Level 4
Diagnosis 2 3A 3B 4
Pengelola 2 3A 3B 4
an medis
Tindakan
invasive
Tindakan
operatif

Keterangan :
1.Mengenali dan menjelaskan
2.Diagnosis dan merujuk
3.Mendiagnosis dan tatalaksana awal dan merujuk
a. Bukan gawat darurat
b. Gawat darurat
4. Diagnosis, penatalaksaan mandiri dan tuntas.

9. Edukasi Tentang penyakit dan komplikasinya

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad malam


Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanam : dubia ad malam

11. Tingkat -
Evidens
12. Tingkat -
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Kepala KSM Penyakit Dalam
Kepala Sub Bagian Rematologi
14. Indikator
Medis
15. Kepustakaan 1. lsbagio H, Albor Z. Kasjmir YI. Setiyohadi B. Lupus
Eritematosus Sistemik. In: Sudoyo AW, SetiyohadiB,
Alwi I, Simadibrata M. Setiati S. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam. Jakarta: lnterna Publishing;2009.p. 2565-77.
2. Hahn BH. Systemic Lupus Erythematosus. ln:Longo DL.
Kasper DL. Jameson JL, Fauci AS, HauserSL, Loscalzo
J. Harrisons Principles of Internal Medicine 18th ed. USA:
The McGraw Hill companies;2012.p.2724-35
3. Petri M. Orbai AM. Alarcon GS. et al. Derivation and
validation of the systemic lupus international
collaborating clinics classification criteria for systemic
lupus erythematosus. Arthritis Rheum.2012;64(8) :2677-
86.
4. American College of Rheumatology Ad Hoc Committee
on systemic lupus erythematosusguidelines. Arthritis
Rheum 1999;42(9): 1785-96
5. Guzman J, Cardiel MH. Arce-salinas. et al.
Measurement of disease activity in systemic
lupuserythematosus. Prospective validation of 3 clinical
indices. J Rheumatol 1992;19:1551-1558
6. Petri M. Systemic Lupus Erythematosus. In: Imboden
J,Hellmann DB. Stone JH. CurrentRheumatology
Diagnosis and Treatment. Singapore: McGraw
Hill;2005.P.171 178

Surakarta, 2016
Ketua Komite Medik Ketua KSM Ilmu Penyakit Dalam

Dr.Untung Alifianto,dr.Sp.BS Prof.Dr.dr.HM.Bambang P.SpPD-KGH


NIP.19561223 198611 1 002 NIP.194807191976091 001

Direktur
RSUD Dr.Moewardi

dr. Endang Agustinar, MKes


NIP.1957 0812 198502 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS

KSM PENYAKIT DALAM

RSUD DR. MOEWARDI

ASPIRASI KISTA BAKER


Pengertian
1. Distensi abnormal berisi cairan dari bursa gastrocnemius-
1. (Definisi) semimembranosus. Kista ini biasanya meluas keposterior
diantara tendon medial head muskulus gastrocnemius dan
muskulus semimembranosus melalui suatu saluran
hubungan dengan sendi lutut
2. Anamnesis Tidak nyaman, gerakan terbatas, disertai nyeri

3. Pemeriksaan teraba massa di regio poplitea yang nyeri


Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis
Kerja
6. Diagnosis Ganglion cyst
Banding
7. Pemeriksaan  Ultrasonografi (USG)
Penunjang  Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan gold
standart
8. Terapi Terapi untuk Baker’s cyst, ditentukan oleh penyebab yang
mendasari dan kondisi terkait. Kadang-kadang tanpa
pengobatan atau tindakan suportif sederhana menghasilkan
resolusi spontan kista atau pengurangan gejala yang terkait.
Jika tidak, Teknik invasif minimal dan bedah merupakan
alternatif terapi.
Prosedur aspirasi kista baker :
Persiapan :
Bahan dan alat :
1. Spuit sesuai keperluan
2. Jarum spuit no 18 atau 20
3. Desinfektan iodine (betadine), alcohol
4. Kasa steril
5. Anestesi local (lidocain injeksi atau spray etil klorida)
6. Sarung tangan
7. Pulpen (alat penanda lain)
8. Plester
9. Tempat menampung aspirat untuk pemeriksaan
cairan kista lebih lanjut
10. Lain-lain sesuai kebutuhan, seperti media kultur
Prosedur Tindakan :
1. Sebelum melakukan aspirasi cairan kista. Lakukan
pemeriksaan fisik kista bila perlu, pemeriksa harus
mengetahui anatomi regional yang akan dilakukan
aspirasi
2. Aspirasi di pandu oleh USG memiliki keakuratan dalam
penempatan jarum diikuti oleh drainase yang tepat.
3. Jarum gauge no 18 atau 20
4. Saat prosedur dimulai, lutut diekstensikan sehingga
kista lebih menonjol.
5. Transduser diletakkan di regio poplitea untuk
mengidentifikasi Baker’s cyst, yang pertama pada
trasversal view kemudian transduser diputar 90derajat
menjadi longitudinal view, dan jarum dimasukkan ke
dalam kista sejajar bidang longitudinal kista.
6. Cairan dalam kista diaspirasi sampai kista kosong yang
dipantau dengan USG.
Kompetensi
Kompetensi
Residen

Level 1 Level 2 Level 3 Level 4


Diagnosis 2 3A 3B 3B
Pengelola 2 3B 3B 3B
an medis
Tindakan 2 3B 3B 3B
invasive
Tindakan
operatif

Keterangan :
1.Mengenali dan menjelaskan
2.Diagnosis dan merujuk
3.Mendiagnosis dan tatalaksana awal dan merujuk
a. Bukan gawat darurat
b. Gawat darurat
4. Diagnosis, penatalaksaan mandiri dan tuntas.
9. Edukasi 1. Mengetahui tentang pengobatan dan komplikasinya
2. Kepatuhan terhadap pengobatan
10 Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanam: dubia ad malam
11 Tingkat -
Evidens
12 Tingkat -

Rekomendasi
13 Penelaah Kepala KSM Penyakit Dalam
Kritis Kepala Sub Bagian Rematologi
14 Indikator
Medis
15 Kepustakaan 1. Tsang JPK, Yuen MK. Sonography of Baker’s Cyst
(Popliteal Cyst): the Typical and Atypical Features. Hong
Kong J Radiol. 2011;14:200-6
2. Herman AM, Marzo JM. Popliteal Cysts: A Current
Review. Orthopedics. 2014; 37(8): e678-84
3. Chen CK, Lew HL, Liao RIH. Ultrasound-Guided
Diagnosis and Aspiration of Baker’s Cyst. M. J. Phys.
Rehabil. 2012; 91 (11): 1002-04.
4. Chen CK, Lew HL, Liao RIH. Ultrasound-Guided
Diagnosis and Aspiration of Baker’s Cyst. M. J. Phys.
Rehabil. 2012; 91 (11): 1002-04.
5. Sathidevi VK, Rahul UR, Arun KA. Popliteal cyst- a case
report. National Journal of Clinical Anatomy. 2012;
1(3):141-3

Surakarta, 2016
Ketua Komite Medik Ketua KSM Ilmu Penyakit Dalam

Dr.Untung Alifianto,dr.Sp.BS Prof.Dr.dr.HM.Bambang P.SpPD-KGH


NIP.19561223 198611 1 002 NIP.194807191976091 001

Direktur
RSUD Dr.Moewardi

dr. Endang Agustinar, MKes


NIP.1957 0812 198502 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM PENYAKITDALAM
RSUD DR. MOEWARDI

ASPIRASI CAIRAN SENDI


1. Pengertian Artrosentesis merupakan pemeriksaan di bidang
(Definisi) reumatologi untuk diagnostik dan terapeutik dengan
melakukan evakuasi cairan sendi pada lutut, bahu, siku,
dan pergelangan kaki untuk mengurangi inflamasi pada
penyakit reumatik.
2. Anamnesis -
3. Pemeriksaan -
Fisik
4. Kriteria -
Diagnosis
5. Diagnosis Penyakit Reumatik
6. Diagnosis Non inflamasi, inflamasi, purulen , hemoragik
Banding
7. Pemeriksaan Jenis-jenis pemeriksaan analisa cairan sendi:
Penunjang A. Rutin
1. Makroskopis: warna, kejernihan, viskositas,
potensi terbentuknya bekuan volume
2. Mikroskopis: jumlah leukosit, hitung jenis leukosit,
pemeriksaan sediaan basah dengan mikroskop
polarisasi dan fase kontras
B. Khusus
1. Mikrobiologi: pengecatan (Silver, PAS, Ziehl
Nielsen), kultur bakteri, jamur, virus dan M.
tuberkulosis
C. Serologi
Kadar komplemen hemolitik (CH50), kadar
komponen komplemen (C3, C4), autoantibodi
(RF,ANA, Anti CCP)
D. Kimiawi
Glukosa, protein total, pH,pCO2, asam organik
(asam laktat dan asam suksinat), LDH
8. Terapi Bahan dan Alat:
Spuit no 25 (sendi kecil), no 21 (sendi lain), no 15-18
(efusi purulen), desinfektan iodin, alkohol, kasa steril,
anestesi lokal, sarung tangan, pulpen, plester, tabung
gelas, tabung steril untuk kultur, media kultur,
kortikosteroid
Prosedur tindakan:
1. Lakukan pemeriksaan fisik sendi dan periksa foto sendi
yang akan diaspirasi. Menguasai anatomi regional sendi
yang akan diaspirasi untuk menghindari kerusakan
struktur vital seperti pembuluh darah dan saraf.
2. Tehnik steril dengan desinfektan iodin dan alkohol dan
sarung tangan untuk mencegah arthritis septik.
3. Gunakan anestesi lokal semprotan etil klorida atau
prokain untuk mengurangi rasa nyeri
4. Edukasi pasien untuk selalu rileks dan tidak banyak
menggunakan sendi
Prosedur khusus aspirasi cairan sendi lutut:
Pada efusi yang besar  tandai dengan pulpen daerah
suprapatelar (tepi atas patela).Tusukan dari lateral secara
langsung pada tengah-tengah tonjolan suprapatelar.
Pada efusi yang sedikit  tusukan dilakukan dari medial
di bawah titik tengah patella.
Kompetensi
Kompetensi
Residen Level 1 Level 2 Level 3 Level 4
Diagnosis 2 3A 3B 4
Pengelolaan 2 3B 3B 4
Tindakan 2 3B 3B 4
Invasif
Tindakan
Operatif
Keterangan :
1.Mengenali dan menjelaskan
2.Diagnosis dan merujuk
3.Mendiagnosis dan tatalaksana awal dan merujuk
a. Bukan gawat darurat
b. Gawat darurat
4. Diagnosis, penatalaksaan mandiri dan tuntas.
9. Edukasi 1. Mengetahui tentang pengobatan dan komplikasinya
2. Kepatuhan terhadap pengobatan
10. Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanam: dubia ad malam
11. Tingkat -
Evidens
12. Tingkat -
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Kepala KSM Penyakit Dalam
Kepala Sub Bagian Rematologi
14. Indikator Medis Indikasi Diagnostik:
Membantu diagnosa umum, memberikan konfirmasi
diagnosa klinis, evaluasi serial (menghitung jumlah
leukosit, pengecatan gram, kultur cairan sendi)
Indikasi terapeutik:
1.Artrosentesis
Evakuasi kristal untuk mengurangi inflamasi pada
pseudogout akut dan crystal induced arthritis yang lain.
Evakuasi serial pada artritis septik untuk mengurangi
destruksi medis
2.Pemberian kortikosteroid intrartikuler
Mengontrol inflamasi sendi jika telah gagak dengan terapi
OAINS, mempersingkat periode nyeri pada artritis gout,
menghilangkan nyeri inflamasi dengan cepat, membantu
terapi fisik pada kontraktur sendi
15. Kepustakaan 1. Fye KH. Arthrosentesis,synovial fluid analysis, and
sinovial biopsy. In Klippel JH. Primer on
Rheumatoid Disease. 12th edit. 2001: 138144
2. Gatter RA, Schumacher HR. A Practical Handbook
of Joint Fluid Analysis. 2nd edit. 1991
3. Mikuls TR. Synovial Fluid Analyisis. In: Koopman
WJ and Moerland RW. Arthritis and Allied
Condition. !5th edit, 2005:8196
4. Setiyohadi, Sumariyono. Aspirasi Cairan Sendi. In:
Sumariyono, Alwi I, Sufoyo AW. Prosedur
Tindakan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. 1999:
227233-
5. Swan A,Amer H, Dieppe P. The Value of Sinovial
Fluid Assay in The Diagnosis of Joint Disease: A
Literature Survey. Ann Rheum Dis 2002;
61:493498-

Surakarta, 2016
Ketua Komite Medik Ketua KSM Ilmu Penyakit Dalam

Dr.Untung Alifianto,dr.Sp.BS Prof.Dr.dr.HM.Bambang P.SpPD-KGH


NIP.19561223 198611 1 002 NIP.194807191976091 001

Direktur
RSUD Dr.Moewardi

dr. Endang Agustinar, MKes


NIP.1957 0812 198502 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM PENYAKITDALAM
RSUD DR. MOEWARDI

PENGGUNAAN BIFOSFONAT PARENTERAL PADA KASUS


OSTEOPOROSIS
1. Pengertian Penatalaksanaan untuk osteoporosis dengan
(Definisi) memberikan bifosfonat jika terdapat kontraindikasi
hormonal, dan osteoporosis pada laki-laki.
Bifosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri
dari 2 asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh
atom karbon dan mempunyai efk menghambat kerja
osteoklas. Bifosfonat diantaranya alendronat,
rosedronat,ibandronat, zolendronat, pamidronat,
klodronat
2. Anamnesis -
3. Pemeriksaan -
Fisik
4. Kriteria -
Diagnosis
5. Diagnosis Osteoporosis
6. Diagnosis Osteoporosis pada laki-laki, paska menopause, akibat
Banding glukokortikoid, inflamasi
7. Pemeriksaan Radiografi, densitometri
Penunjang
8. Terapi Indikasi bifosfonat:
1. Alendronat 10mg/hari kontinyu
2. Risedronat 5mg/hari kontinyu untuk mengobati
osteoporosis, mengurangi resiko fraktur pada
wanita dengan osteoporosis paskamenopause
3. Ibandronat 2,5mg/hari atau 150mg sebulan sekali
Ibandronat bolus setiap 3 bulan selama 2 tahun
untuk osteoporosis yang diinduksi glukokortikoid
4. Zoledronat intravena 5 mg setahun sekali
Kompetensi
Kompetensi
Residen Level 1 Level 2 Level 3 Level 4
Diagnosis 2 3A 3B 3B
Pengelolaan 2 3B 3B 3B
Tindakan 2 3B 3B 3B
Invasif
Tindakan
Operatif
Keterangan :
1.Mengenali dan menjelaskan
2.Diagnosis dan merujuk
3.Mendiagnosis dan tatalaksana awal dan merujuk
a. Bukan gawat darurat
b. Gawat darurat
4. Diagnosis, penatalaksaan mandiri dan tuntas.
9. Edukasi - Mengetahui tentang pengobatan dan
komplikasinya
- Kepatuhan terhadap pengobatan
10 Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam
. Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanam: dubia ad malam
11 Tingkat -
. Evidens
12 Tingkat -
. Rekomendasi
13 Penelaah Kepala KSM Penyakit Dalam
. Kritis Kepala Sub Bagian Rematologi
14 Indikator -
. Medis
15 Kepustakaan 1. Seeman E. Bone Quality. Advances in
. Osteoporotic Fracture Management. 2002;2(1):2-8
2. Meunier PJ. Osteoporosis : Diagnostic and
Management. 1st ed. Mosby, London ,1998
3. Wolf AD,Dixon AJ. Osteoporosis: A Clinical
Guidelines,2nd ed, Martin Dunitz, London 1998
4. American College on Reumatology Ad Hoc
Committte On Glucocoticoid Induced
Osteoporosis. Recommendation for The
Prevention and Treatment of Glucocorticoid
Induced Osteoporosis; 2001 Update. Arthritis
Rheum 2001;44(7): 1496-1503
5. Sambrook PM . Glucocortocoid Induced
Osteoporosis. Dalam: Favus MJ (ed). Primer on
Metabolic Bone Disease and Disorder of Mineral
Metabolism. 6th ed. American Society and Bone
Mineral Research, Washington DC 2006:296-301
Surakarta, 2016
Ketua Komite Medik Ketua KSM Ilmu Penyakit Dalam

Dr.Untung Alifianto,dr.Sp.BS Prof.Dr.dr.HM.Bambang P.SpPD-KGH


NIP.19561223 198611 1 002 NIP.194807191976091 001

Direktur
RSUD Dr.Moewardi

dr. Endang Agustinar, MKes


NIP.1957 0812 198502 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM PENYAKITDALAM
RSUD DR. MOEWARDI

PENGGUNAAN AGEN BIOLOGI PADA PENYAKIT AUTOIMUN


1. Pengertian Penalaksanaan menggunakan agen biologi pada
(Definisi) penyakit autoimun dengan menghambat autoimun yang
berperan dalam patogenesis inflamasi dan penyakit.
Agen biologi adalah molekul yang dibuat dengan tehnik
rekombinan DNA yang dapat berupa antibodi
monoklonal , reseptor terlarut atau pengikat sitokin
Agen biologi yang digunakan diantaranya antagonis
tumor nekrosis factor, antagonis interleukin 1 dan anti
CD 20
2. Anamnesis -
3. Pemeriksaan -
Fisik
4. Kriteria Kriteria diagnosa:
Diagnosis Rheumatoid Arthritis berdasar ACR,EULAR
Arthritis Psoriasis berdasar kriteria CASPAR
Spondilotis Ankilosa berdasar modifikasi New York 1984
SLE berdasarkan ACR, SLICC 2012, SLEDAI
5. Diagnosis Penyakit autoimun
6. Diagnosis Rheumatoid athritis, artritis psoriasis,spondilitis ankilosa
Banding dan SLE
7. Pemeriksaan TNF α, IL-1, dan CD20
Penunjang
8. Terapi Macam-macam agen biologi , dosis dan cara
menggunakan:
1. Etanercept => 25 mg subkutan, 2 x seminggu
2. Infliximab => 3mg/kgBB intravena pada minggu 0,2,
dan 6 selanjutnya tiap 8 minggu (dosis dapat dinaikkan
sampai 10mg/kg)
3. Adalimumab => 40 mg subkutan, tiap 2 minggu
4. Anakinra => 100mg/ hari subkutan
Kompetensi
Kompetensi
Residen Level 1 Level 2 Level 3 Level 4
Diagnosis 2 3A 3B 3B
Pengelolaan 2 3B 3B 3B
Tindakan 2 3B 3B 3B
Invasif
Tindakan
Operatif
Keterangan :
1.Mengenali dan menjelaskan
2.Diagnosis dan merujuk
3.Mendiagnosis dan tatalaksana awal dan merujuk
a. Bukan gawat darurat
b. Gawat darurat
4. Diagnosis, penatalaksaan mandiri dan tuntas.
9. Edukasi - Mengetahui tentang pengobatan dan komplikasinya
- Kepatuhan terhadap pengobatan
10. Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanam: dubia ad malam
11. Tingkat -
Evidens
12. Tingkat -
Rekomendasi
13 PenelaahKritis Kepala KSM Penyakit Dalam
. Kepala Sub Bagian Rematologi
14 Indikator Indikasi agen biologi:
. Medis 1. Etanercept ( monoterapii atau kombinasi dengan
MTX) untuk AR aktif sedang berat, artritis psoriasis,
spondilosis ankilosa
2. Infliximab (kombinsi dengan MTX) untuk AR aktif
sedang berat, spondilitis ankilosa
3. Adalimumab (monoterapi atau kombinasi dengan
MTX) untuk AR aktif sedang berat
4. Anakinra (monoterapi atau kombinasi dengan MTX)
untuk AR aktif sedang berat
5. Rituximab ( kombinasi siklofosfamid dan
kortikosteroid dosis tinggi) untuk SLE
15 Kepustakaan 1. Criscione LG, St Clair EW. Tumor Necrosis Factor
. Antagonis for The Treatment of Rheumatoid Disease.
Curr Opin Rheumatol 2002;14: 204-11
2. Mease PJ, Goeffe BS, MetzJ . Etanercept for The
Traetment of psoriatic arthritis and psoriatic;
randomized trial. Lancet 2000;356:385-90
3. Gorman JD, Sack KE, Davis JC. Treatment of
Ankylosing Spondylitis by Inhibition of Tunor
Necrosis Factor Alpha. N Engl J Med 2002;346:1349-
56
4. Laendro MJ., Edward JC, Cambridge G. An Open
Study of B Lymphocyte Depletion in SLE. Arthritis
Rheum 2002;47:2673-77
Surakarta, 2016
Ketua Komite Medik Ketua KSM Ilmu Penyakit Dalam

Dr.Untung Alifianto,dr.Sp.BS Prof.Dr.dr.HM.Bambang P.SpPD-KGH


NIP.19561223 198611 1 002 NIP.194807191976091 001

Direktur
RSUD Dr.Moewardi

dr. Endang Agustinar, MKes


NIP.1957 0812 198502 2 001
PANDUANPRAKTIKKLINIS
KSM PENYAKITDALAM
RSUD DR. MOEWARDI

INJEKSI INTRAARTIKULER
SENDI BAHU
1. Pengertian Injeksi intraartikuler adalah prosedur yang digunakan
(Definisi) dalam pengobatan inflamasi sendi dimana obat anti
inflamasi diinjeksikan ke dalam sendi yang mengalami
inflamasi
2. Anamnesis -
3. Pemeriksaan -
Fisik
4. Kriteria -
Diagnosis
5. Diagnosis -
6. Diagnosis -
Banding
7. Pemeriksaan -
Penunjang
8. Terapi Langkah-langkah Injeksi Intraartikular sendi siku:
1. Persiapan alat dan obat : jarum suntik ukuran
18,22,24, spuit 5cc, 10cc, anestesi lokal (
lidokain spray) kortikosteroid
2. Glenohumeral joint dapat disuntikkan dari
anterior, posterior,ataupun superior approach.
3. Pasien dalam posisi duduk, lengan pasien dalam
posisi istirahat, nyaman dan bahu dalam posisi
rotasi eksternal.
4. Lakukan “ landmark” dengan melakukan palpasi,
raba caput humeri, prosesus coracoid dan
acromion
5. Lalukan tindakan aseptik/ sterilisasi medan
suntikan
6. Jarum diposisikan pada medial caput humeri dan
1 cm lateral prosesus coracoid
7. Jika jarum mengenai tulang, harus ditarik
kembali dan disuntikkan dgn sudut yg berbeda.
8. Untuk sudut dari posterior, posisikan jarum 2 – 3
cm dari posterolateral corner acromion dan
anerior coracoid process.
9. Pastikan jarum tidak mengenai pembuluh darah.
10. Setelah injeksi pasien tetap dalam posisi supine
atau duduk bbrpa menit setelah injeksi untuk
memastikan obat sudah sampai pada target joint.
11. Pasien diminta menghindari aktivitas yang
membebani sendi yg diinjeksikan sekitar 48 jam
kedepan.
Kompeten
si
Kompeten
si Residen Level 1 Level 2 Level 3 Level 4
Diagnosis 2 3A 3B 4
Pengelolaan 2 3B 3B 4
Tindakan 2 3B 3B 3B
Invasif
Tindakan
Operatif
Keterangan :
1.Mengenali dan menjelaskan
2.Diagnosis dan merujuk
3.Mendiagnosis dan tatalaksana awal dan merujuk
a. Bukan gawat darurat
b. Gawat darurat
4. Diagnosis, penatalaksaan mandiri dan tuntas.
9. Edukasi Edukasi tentang definisi, indikasi, kontraindikasi,
prosedur injeksi intraartikular
10. Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanam: dubia ad malam
11. Tingkat -
Evidens
12. Tingkat -
Rekomendasi
13. Penelaah Kepala KSM Penyakit Dalam
Kritis Kepala Sub Bagian Rematologi
14. Indikator Indikasi
Medis 1. Steoarthritis
2. Adhesive capsulitis (frozen shoulder)
3. Rheumatoid arthritis
15. Kepustakaan 1. Tallia A, Cardone D. Diagnostic and Therapeutic
Injection of the Shoulder Region. American Family
Phhysician. 2003 Mar; 67 (6): 1271-78.

Surakarta, 2016
Ketua Komite Medik Ketua KSM Ilmu Penyakit Dalam

Dr.Untung Alifianto,dr.Sp.BS Prof.Dr.dr.HM.Bambang P.SpPD-KGH


NIP.19561223 198611 1 002 NIP.194807191976091 001
Direktur
RSUD Dr.Moewardi

dr. Endang Agustinar, MKes


NIP.1957 0812 198502 2 001
PANDUANPRAKTIKKLINIS
KSM PENYAKITDALAM
RSUD DR. MOEWARDI

INJEKSI INTRAARTIKULER SENDI SIKU


1. Pengertian Injeksi intraartikuler adalah prosedur yang digunakan dalam
(Definisi) pengobatan inflamasi sendi dimana obat anti inflamasi
diinjeksikan ke dalam sendi yang mengalami inflamasi
2. Anamnesis -
3. Pemeriksaan -
Fisik
4. Kriteria Diagnosis -
5. Diagnosis -
6. Diagnosis -
Banding
7. Pemeriksaan -
Penunjang
8. Terapi Langkah-langkah Injeksi Intraartikular sendi siku:
1. Persiapan alat dan obat : jarum suntik ukuran
18,22,24, spuit 5cc, 10cc, anestesi lokal ( lidokain
spray) kortikosteroid
2. Pasien dalam posisi supine dengan siku difleksikan
hingga 45 derajat dan tangan dalam posisi netral
3. Berikan tanda /” land mark” are injeksi , yaitu soft
tissue pada pusat “ triangle” yg dibentuk oleh lateral
olecranon, caput radius, dan lateral epicondyle.
4. Sterilisasi area injeksi
5. Elbow joint di injeksi dari lateral untuk menghindari N.
Ulnaris.
6. Jarum disuntikkan di “ triangle” yg telah dijelaskan di
atas, menuju medial epicondyle
7. Aspirasi cairan, dan pastikan aliran lancar.
8. Injeksikan obat jika posisi sudah dirasa tepat.
9. Jika mengenai tulang, jarum ditarik kembali dan
disuntikkan dari sudut yg berbeda,kemudian lakukan
kembali prosedur aspirasi.
10. Injeksikan obat secara pelan namun konsisten
11. FOLLOW-UP: setalah di injeksi , area tersebut di
istirahatkan hingga nyeri berkurang sekitar 20 menit
12. Hindari aktifitas berat pada sendi tersebut selama 48
jam ke depan
13. Bila timbul nteri dan kemerahan pada daerah injeksi
bisa diberikan es dengan folow up selama 3 minggu
Kompetensi
Kompetensi
Residen Level 1 Level 2 Level 3 Level 4
Diagnosis 2 3A 3B 4
Pengelolaan 2 3B 3B 4
Tindakan 2 3B 3B 3B
Invasif
Tindakan
Operatif
Keterangan :
1.Mengenali dan menjelaskan
2.Diagnosis dan merujuk
3.Mendiagnosis dan tatalaksana awal dan merujuk
a. Bukan gawat darurat
b. Gawat darurat
4. Diagnosis, penatalaksaan mandiri dan tuntas.
9 Edukasi Edukasi tentang definisi, indikasi, efek samping, prosedur
injeksi intraartikular
10 Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanam: dubia ad malam
11 Tingkat -
Evidens
12 Tingkat -
Rekomendasi
13 Penelaah Kepala KSM Penyakit Dalam
Kritis Kepala Sub Bagian Rematologi
14 Indikator Indikasi:
Medis 1. Osteoartritis
2. Rheumatoid artritis
3. Cristal arthropathies
4. Radial head fraktur
15. Kepustakaan 1. Tallia A, Cardone D. Diagnostic and Therapeutic Injection
of the Shoulder Region. American Family Phhysician. 2002
Dec; 66 (11): 2097-2100
Surakarta, 2016
Ketua Komite Medik Ketua KSM Ilmu Penyakit Dalam

Dr.Untung Alifianto,dr.Sp.BS Prof.Dr.dr.HM.Bambang P.SpPD-KGH


NIP.19561223 198611 1 002 NIP.194807191976091 001

Direktur
RSUD Dr.Moewardi

dr. Endang Agustinar, MKes


NIP.1957 0812 198502 2 001
PANDUANPRAKTIKKLINIS
KSM PENYAKITDALAM
RSUD DR. MOEWARDI
2015
INJEKSI INTRAARTIKULAR
1. Pengertian Injeksi intraartikuler adalah prosedur yang digunakan dalam
(Definisi) pengobatan inflamasi sendi dimana obat anti inflamasi
diinjeksikan ke dalam sendi yang mengalami inflamasi
2. Anamnesis -
3. Pemeriksaan -
Fisik
4. Kriteria Diagnosis -
5. Diagnosis -
6. Diagnosis -
Banding
7. Pemeriksaan -
Penunjang
8. Terapi Langkah-langkah Injeksi Intraartikular:
1. Persiapkan informed consent
2. Jelaskan prosedur tindakan injeksi intraartikular
3. Posisikan pasien dalam posisi duduk
4. Tandai lokasi injeksi
5. Bersihkan lokasi injeksi dengan menggunakan kasa
alkohol
6. Regangkan kulit lokasi injeksi.
7. Aspirasi untuk memastikan tidak mengenai
pembuluh darah, kemudian injeksikan.
8. Tarik jarum perlahan dan tutup luka injeksi dengan
kasa alkohol
9. Observasi pasien10-15 menit setelah injeksi untuk
memastikan tidak ada reaksi anafilaksis
Kompetensi
Kompetensi
Residen Level 1 Level 2 Level 3 Level 4
Diagnosis 2 3A 3B 4
Pengelolaan 2 3B 3B 4
Tindakan 2 3B 3B 4
Invasif
Tindakan
Operatif
Keterangan :
1.Mengenali dan menjelaskan
2.Diagnosis dan merujuk
3.Mendiagnosis dan tatalaksana awal dan merujuk
a. Bukan gawat darurat
b. Gawat darurat
4. Diagnosis, penatalaksaan mandiri dan tuntas.
9. Edukasi Edukasi tentang definisi, indikasi, efek samping, prosedur
injeksi intraartikular
10. Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanam: dubia ad malam
11. Tingkat Evidens -
12. Tingkat -
Rekomendasi
13. PenelaahKritis Kepala KSM Penyakit Dalam
Kepala Sub Bagian Rematologi
14. Indikator Medis Injeksi intraartikuler dilakukan jika keluhan yang dirasakan
tidak berkurang dengan terapi konvensional
15. Kepustakaan 1. Neustadt D. Intra-articular injections for osteoarthritis
of the knee. Cleveland Clinical Journal Of Medicine.
2006 Oct; 73 (10): 897-911
2. Narouze S, Raju S. Interventional Techniques for
Pain Management: Joint Injections. Elsevier Inc.
2011. p. 423-430

Surakarta, 2016
Ketua Komite Medik Ketua KSM Ilmu Penyakit Dalam

Dr.Untung Alifianto,dr.Sp.BS Prof.Dr.dr.HM.Bambang P.SpPD-KGH


NIP.19561223 198611 1 002 NIP.194807191976091 001

Direktur
RSUD Dr.Moewardi

dr. Endang Agustinar, MKes


NIP.1957 0812 198502 2 001
PANDUANPRAKTIKKLINIS
KSM PENYAKITDALAM
RSUD DR. MOEWARDI
2015
PENGGUNAAN SITOSTATIKA UNTUK PENYAKIT AUTOIMUN
1. Pengertian Sitostatika adalah obat yang berefek menghambat atau
(Definisi) membunuh semua sel yang sedang aktif membelah diri.
2. Anamnesis -
3. Pemeriksaan -
Fisik
4. Kriteria Diagnosis -
5. Diagnosis -
6. Diagnosis -
Banding
7. Pemeriksaan -
Penunjang
8. Terapi 1. Siklofosfamid
Dosis 500 – 750 mg/m2/bulan dilarutkan dalam 250
cc Dextrose diberikan infus habis dalam 1 jam
2. Metotreksat (MTX)
Dosis 5 - 25 mg/minggu. Umumnya dosis dimulai 7,5
mg/minggu (5mg untuk orang tua)
3. Mofetil Mikofenolat (MMF)
Dosis 1000 - 2000 mg terbagi dalam 2 dosis
4. Sulfasalazin
Dosis 500mg/hari, dapat ditingkatkan 500 mg setiap
minggu sampai mencapai dosis 4 x 500 mg atau 2 x
1000 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2
g/hari, dosis diturunkan kembali hingga mencapai 1
g/hari
5. Azatioprin
Dosis 1 – 2,5 mg/kgbb/hari. Dosis awal 25 mg
dinaikkan hingga 50 mg 2 x sehari. Dosis maksimum
2,5 mg/kgbb.
6. Siklosporin-A (CS-A)
Dosis awal 2,5 – 3,5 mg/kgbb/hari terbagi dalam 2
dosis. Setelah 4 – 8 hari, dosis dapat ditingkatkan 0,5
– 1 mg/kgbb/hari setiap 1 sampai 2 bulan sehingga
mencapai 5mg/kgbb/hari. Jika dosis maksimal yang
dapat ditolerir tercapai dan pasien telah berada
dalam keadaan stabil sekurang-kurangnya 3 bulan,
dosis CS-A harus dikurangi setiap 1 atau 2 bulan
sebesar 0,5 mg/kgbb/hari. Jika tidak dijumpai respon
klinis setelah penggunaan CS-A dalam dosis
maksimal yang dapat ditolerir selama 3 bulan, CS-A
harus dihentikan.
7. Leflunomid (LFM)
Dosis 20 mg/hari
Kompetensi
Kompetensi
Residen Level 1 Level 2 Level 3 Level 4
Diagnosis 2 3A 3B 4
Pengelolaan 2 3B 3B 4
Tindakan 2 3B 3B 4
Invasif
Tindakan
Operatif
Keterangan :
1.Mengenali dan menjelaskan
2.Diagnosis dan merujuk
3.Mendiagnosis dan tatalaksana awal dan merujuk
a. Bukan gawat darurat
b. Gawat darurat
4. Diagnosis, penatalaksaan mandiri dan tuntas.
9. Edukasi Edukasi tentang definisi, indikasi, efek samping pengobatan
sitostatika
10. Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanam: dubia ad malam
11. Tingkat Evidens -
12. Tingkat -
Rekomendasi
13. PenelaahKritis Kepala KSM Penyakit Dalam
Kepala Sub Bagian Rematologi
14. IndikatorMedis
15. Kepustakaan 1. Hermansyah. Disease Modifying Anti Rheumatic
Drugs (DMARD). Dalam: Siti S, Idrus A, Aru WS,
Marcellus SK, Bambang S, Ari FS (ed). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keenam. Jilid III. Jakarta:
Interna Publishing. 201. p. 3319-24.
2. Kasjmir Y, Handono K, Wijaya L, Hamijoyo L, Albar
Z, Kalim H, et al., editors. Diagnosis dan Pengelolaan
Lupus Eritematosus Sistemik. Dalam: Siti S, Idrus A,
Aru WS, Marcellus SK, Bambang S, Ari FS (ed).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keenam. Jilid
III. Jakarta: Interna Publishing. 201. p. 3360-77.

Surakarta, 2016
Ketua Komite Medik Ketua KSM Ilmu Penyakit Dalam

Dr.Untung Alifianto,dr.Sp.BS Prof.Dr.dr.HM.Bambang P.SpPD-KGH


NIP.19561223 198611 1 002 NIP.194807191976091 001
Direktur
RSUD Dr.Moewardi

dr. Endang Agustinar, MKes


NIP.1957 0812 198502 2 001

Anda mungkin juga menyukai