PENDAHULUAN
pembuluh darah, ujung saraf, dan pada sel-sel yang terlibat dalam inflamasi
(Katzung, 2004).
mekanisme pertahanan diri dari tubuh terhadap benda asing, tetapi jika proses
ini berlangsung secara terus menerus (kronis) justru akan merusak jaringan
(Docke dkk., 1997; Westerndorp dkk., 1997; Opal dkk., 1996; De Poll dkk.,
kanker (Albini & Sporn, 2007; Anonim 2012). Inflamasi yang terjadi terus
1
dan menyebabkan tekanan darah tinggi, serangan jantung, serta stroke
(Anonim, 2007; Libby dkk., 2010; Lusis, 2000; Patel dkk., 2008).
Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar, yaitu inflamasi akut dan
singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan
kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflammasi kronis adalah
kompleks.
Saat tergores benda tajam, saat terbentur, atau saat timbul jerawat. Hal itu
menumbulkan rasa yang tidak nyaman, seperti timbul rasa nyeri, luka
memerah, timbul benjolan, terasa panas dan tidak berfungsinya anggota tubuh
pembentukkan luka sampai terjadi inflamasi tersebut juga patut kita selidiki.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi inflamasi itu?
2. Apa yang menyebabkan inflamasi?
3. Bagaimana tanda-tanda inflamasi?
4. Apa saja mediator inflamasi ?
5. Apa saja sel yang berperan dalam proses inflamasi?
6. Bagaimana mekanisme inflamasi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami definisi inflamasi.
2. Mengetahui dan memahami penyebab inflamasi.
3. Mengetahui tanda-tanda inflamasi.
4. Mengetahui mediator inflamasi.
5. Mengetahui sel yang berperan dalam proses inflamasi.
6. Mengetahui dan memahami mekanisme inflamasi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan,
kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah
besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang
disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam
jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam
jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang
menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin,
beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem
pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang
dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton & Hall, 1997).
1. INFLAMASI AKUT
menonjol.
5
- Marginasi : Terjadi saat fase stasis, leukosit keluar dari
edema/ dolor
permeabilitas vaskular
inflamasi.
6
Leukosit melepas oksigen toksik dan enzim proteolitik
4) Peningkatan transitosis
rusak selesai.
endotel
oligosakarida :
7
- ICAM-1 (Intracellular adhesion molecule 1), berikatan
reaktif
8
` Proses-proses diatas bisa terkena gangguan juga, penyebabnya :
granulomatosa kronik.
1. Amina Vasoaktif
2. Neuropeptida
3. Protease Plasma
factorI)
5. Sitokin
7. Kemokin
9
1. Vasodilatasi : Prostaglandin, Nitrit Oksida
Bradikinin
C5a
Leukotrin B4
Produk bakteri
Kemokin (IL-8)
Prosesnya meliputi :
10
c. Penghentian emigrasi leukosit diikuti apoptosis neutrofil
penyembuhan normal.
2. INFLAMASI KRONIS
plasma
b. Destruksi jaringan
11
c. Repair (perbaikan), melibatkan pembentukan pembuluh darah baru
aterosklerosis).
e. Penyakit autoimun
jaringan ekstravaskular)
sinus, di sistem saraf pusat disebut sel mikroglia, dan di paru disebut
makrofag alveolus.
B dan T)
12
Bentuk dengan pewarnaan HE : besar, pipih, warna merah muda,
epitheloid.
faktor jaringan.
4) Metabolit AA (eikosanoid)
13
- Sel mast : dapat melepas histamin dan metabolit AA untuk
1. Inflamasi Serosa
Ditandai dengan keluarnya cairan yang berair dan relatif sedikit protein
2. Inflamasi Fibrinosa
Terjadi pada jejas yang lebih berat, permeabilitas vaskuler besar sehingga
Ditandai adanya pus yg terdiri dari neutrofil, sel nekrotik, dan cairan
edema, bisa terjadi abses (sekumpulan pus fokal yang isinya organisme
piogenik).
14
4. Ulserasi
15
BAB III
PEMBAHASAN
16
3.3 Tanda-tanda Inflamasi
Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik: nyeri (dolor), panas (kolor),
kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa). Secara
histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang rumit, mencakup dilatasi arteriol,
kapiler, dan venula, disertai peningkatan permeabilitas dan aliran darah; eksudasi
cairan, termasuk protein plasma; dan migrasi leukositik ke dalam focus
peradangan. (Kumala et al., 1998; Spector, 1993).
Tanda-tanda cardinal inflamasi :
1. Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran
arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Dengan demikian, lebih
banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan
cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti,
menyebabkan warna merah local karena peradangan akut. Timbulnya
hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara
neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine
(Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
2. Kalor
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi
peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan
normal lebih dingin dari 37°C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan
pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan
tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang
disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada
daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-
jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia local tidak
menimbulkan perubahan (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
3. Dolor (nyeri)
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan
berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat
17
bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh
tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang.
Pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan
lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Abrams, 1995;
Rukmono, 1973).
4. Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun
di daerah peradangan disebut eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi
peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada
lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah
putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian
dari eksudat. (Abrams, 1995; Rukmono).
5. Functio Laesa
Berdasarkan asal katanya, function laesa adalah fungsi yang hilang
(Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah
dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme
terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 1995).
18
prostaglandin (PGE-2, PGD-2, PGF-2, PGI-2) (yang akan mempengaruhi
reseptor prostaglandin yang terdapat pada saraf sensoris perifer dan medulla
spinalis) dan thromboxane.
Gambar 1: Mekanisme
Prostaglandin
b. Sitokin
Sitokin adalah senyawa-senyawa endogen yang dilepaskan sel untuk
saling berkomunikasi (cross-talk). Contoh sitokin adalah interleukin (IL-1; IL-
2, dst), tumor nekrosis alfa (TNF-α), interferon gamma (IFN-γ), dll. Sitokin
berperan dalam berbagai peristiwa biologis terutama pada inflamasi. Sama
dengan reseptor EGF tadi, jika sitokin berikatan dengan reseptornya maka akan
terjadi serangkaian peristiwa yang berujung pada transkripsi gen, lalu akan
19
menginduksi sintesis protein tertentu misalnya produksi antibody IgF oleh
limfosit.
c. Neurotrophins.
Mediator inflamasi golongan ini mempunyai peran meningkatkan sintesis
neuropeptide (subtans P) dan meningkatkan eksitabilitas neuron saraf sensoris.
Faktor neurotrophins disintesis untuk memfasilitasi reparasi dan
menstimulasi regenerasi neuron. Pertumbuhan dan deferensiasi sel neuron
diatur oleh protein yaitu neurotropins, yang bekerja secara endogenous
disingnaling, mengatur long-term survival dan deferensiasi neuron selama
perkembangan, dan mempertahankan viabilitas sel neuron serta neuroplastisitas
saat dewasa.
BDNF termasuk golongan neurotrophins yang berperan tidak hanya pada
sinaptik plasticity, tetapi juga pada learning process. Bahkan reseptor dari
BDNF yaitu tropomeiosin related kinase B (TrkB) berperan dalam plastisitas
dan regenerasi sel saraf. BDNF disekresi oleh neuron maupun sel glia, tetapi
astrosit tidak memiliki kemampuan untuk mensintesisnya. Di otak BDNF
20
terdistribusi hampir di seluruh jaringan otak dengan konsentrasi berbeda, yaitu
di korteks frontalis, parietalis, cingulatus, infralimbik, thalamus, nucleus
basalis, hipotalamus, lokus cerelous, koteks occipital, temporal, retroplenial,
perirhinal, hipokampus dan batang otak serta cerebellum. Konsentrasi tertinggi
terdapat di hipokampus.
BDNF berperan potensial untuk meningkatkan fungsi dan survival
neurodopaminergik, gabaergik, noradrenergic dan serotonergik serta sebagai
neurotransmitter yang memodulasi long-term potentiation sebagai respon
sinaptik dari hipokampus dalam proses belajar dan memori. BDNF berasal dari
bentuk immature yaitu proBDNF. Bila terjadi cedera otak maka proBDNF
dikeluarkan dari ke ruang ekstraseluler dengan bantuan plasmin dan enzim
ekstraseluler protease berubah menjadi BDNF.
Gambar 4: Mekanisme
Neurotrophin
d. Serotonin
Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan mediator kimia yang
sefungsi dengan histamin, namun dihasilkan oleh trombosit, sel
enterokromafin, dan sel mast. Serotonin akan dilepaskan ketika terjadi reaksi
koagulasi (pembekuan darah), di mana keping darah akan beragregasi setelah
bersentuhan langsung dengan kolagen, thrombin, ADP, dan komplek antigen-
antibodi. Ini merupakan salah satu hubungan antara pembekuan dan
peradangan. Stimulus pelepasan serotonin dan histamin dari granula trombosit
langsung ketika terjadi aktivasi thrombosit oleh serabut kolagen subendotel
vascula, thrombin, kompleks Ag-Ab. Daya kerja serotonin meningkatkan
permeabilitas vasculer. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin
dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi
21
eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang
menyebabkan udem dan pembengkakan.
e. Adenosin.
Adenosin diduga berperan dalam nyeri yang bekerja melalui reseptor
purinergik, yang dapat mempermudah terjadinya transmisi sinaptik .
Adenosin adalah nukleosida yang dibentuk dari ribosa (suatu gula
pentose) dan adenin; dengan tambahan satu, dua, atau tiga kelompok fosfat,
akan membentuk :
1) Adenosin Difosfat
Adenosin Difosfat (ADP) adalah metabolit seluler penting yang
terlibat dalam pertukaran energi didalam sel. Energi kimia disimpan dalam
sel, melalui fosforilasi oksidatif ADP menjadi ATP, terutama di dalam
mitokondria, sebagai ikatan fosfat yang berenergi tinggi.
2) Adenosin Monofosfat
Adenosin Monofosfat (AMP) terlibat dalam perlepasan energi untuk
digunakan oleh sel. Pembentukan siklik adenosin monofosfat memiliki
fungsi penting sebagai utusan kedua bagi banyak hormon (mis. glukagon)
dan dalam proses biokimia saat banyak reaksi di katalis secara bersamaan
(kaskade enzim).
3) Adenosin Trifosfat
Adenosin Trifosfat (ATP) adalah senyawa berenergi tinggi yang pada
hidrolisis menjadi ADP, melepaskan energi yang berguna secara kimia.
ATP dihasilkan selama katabolisme molekul bahan bakar organik, seperti
glukosa. Molekul ATP dihasilkan selama glikolisis, dalam reaksi siklus
asam sitrat Krebs, tetapi sebagaian besar dihasilkan selama fosforilasi
oksidatif ADP dalam rantai transfer-elektron. Energi dari ATP digunakan
22
untuk menggerakan proses metabolik, seperti transpor aktif zat dalam
melintasi membran sel, sintesis molekul, dan kontraksi serat otot.
f. Cannabinoids.
Merupakan substansi neuroaktif (physiological antagonism) yang
diproduksi oleh jaringan yang mengalami inflamasi atau jaringan sekitarnya.
Substansi ini bekerja pada reseptor cannabinoid baik yang terdapat pada
system saraf perifer maupun sentral sehingga menyebabkan degranulasi mast
cells tidak terjadi dan eksitabilitas nosiseptor terhambat .
Gambar 7: Mekanisme
Cannabinoids
g. Histamin.
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh mast cells akibat terjadinya
degranulasi dari mast cells, yang selanjutnya akan mensensitisasi aferen
nosiseptor dan merupakan mediator yang bersifat vasoaktif sehingga
menimbulkan respon inflamsi berupa edema. Histamin dikeluarkan dari tempat
pengikatan ion pada kompleks heparin-heparin dalam sel mast sebagai hasil
reaksi antigen-antibodi bila ada rangsangan senyawa allergen. Senyawa
allergen dapat berupa spora, debu rumah, sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan
23
enzim proteolitik lain, deterjen, zat warna, obat makanan dan beberapa turunan
amina. Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin.
Pelepasan histamin terjadi akibat :
Rusaknya sel
Histamin banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang
dengan cepat atau sedang dalam proses perbaikan, misalnya luka.
Senyawa kimia
Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenik, sehingga
akan melepaskan histamin dari sel mast dan basofil. Contohnya adalah
enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.
Reaksi hipersensitivitas
Pada orang normal, histamin yang keluar dirusak oleh enzim histamin
dan diamin oksidase sehingga histamin tidak mencapai reseptor Histamin.
Reseptor histamin dibagi menjadi histamin 1 (H-1) dan histamin 2 (H-2).
Pengaruh histamin terhadap sel pada berbagai jaringan tergantung pada fungsi
sel dan rasio reseptor H-1 : H-2. Stimulasi reseptor H-1 menimbulkan:
Vasokonstriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar
Kontraksi oto bronkus, otot usus dan otot uterus
Kontraksi sel-sel otot polos
Kenaikan aliran limfe
Stimulasi reseptor H-2 menimbulkan :
Dilatasi pembuluh paru-paru
Meningkatkan frekuensi jantung dan kenaikan kontraktilitas jantung
Kenaikan sekresi kelenjar terutama dalam mukosa lambung
Gambar 8: Mekanisme
Histamin
24
h. Leucotrines
Produk-produk turunan dari asam arakidonat selain prostaglandin
adalah leucotrines yang menyebabkan sensitisasi reseptor perifer
dan meningkatkan responsibilitas terhadap stimuli-stimuli lainnya.
Mekanisme kerja :
LRA : antagonis kompetitif pada reseptor leukotriene
Contoh : zileuton
LI : mengahambat pembentukan leukotrien melalui penghambatan enzim 5-
lipoksigenase yang berfungsi mengkatalis asam arakidonat menjadi
leukotrien.
Contoh : zafirlukast, montelukast
Merupakan alternatif inhalasi glukokortikoid dosis rendah untuk
mengontrol asma kronik ringan.
Gambar 9: Struktur
Leucotrines
i. Kinin
Mediator golongan kinin ini dilepaskan pada jaringan yang cedera
dan mempunyai kontribusi terhadap terjadinya inflamasi. Efeknya
sangat komplek pada neuron aferen primer termasuk aktivasi dan
sensitisasi langsung pada reseptor.
Aktivasi sistem kinin pada akhirnya menyebabkan pembentukan
bradikinin. Bradikinin merupakan polipeptida yang berasal dari plasma sebagai
prekursor yang disebut HMWK. Prekursor glikoprotein ini diuraikan oleh
enzim proteolitik kalikrein. Kalikrein sendiri berasal dari prekursornya yaitu
prekalikrein yang diaktifkan oleh faktor XIIa. Seperti halnya histamin,
bradikinin menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan permeabilitas venula
25
dan kontraksi otot polos bronkial. Bradikinin tidak menyebabkan kemotaksis
untuk leukosit, tetapi menyebabkan rasa nyeri bila disuntikkan ke dalam kulit.
Bradikinin dapat bertindak dalam sel-sel endotel dengan meningkatkan celah
antar sel. Kinin akan dibuat inaktif secara cepat oleh kininase yang terdapat
dalam plasma dan jaringan, dan perannya dibatasi pada tahap dini peningkatan
permeabilitas pembuluh darah.
2. Makrofag
Makrofag berasal dari sel-sel pada sumsum tulang, dari promonosit
kemudian membelah menjadi monosit dan beredar dalam darah. Pada
perkembangannya monosit ini berimigrasi ke jaringan ikat, kemudian menjadi
matang dan berubah menjadi makrofag. Bentuk sel-sel makrofag dalam darah
26
adalah berupa monosit, dalam jaringan ikat longgar berupa makrofag
(histiosit), dalam hati berupa sel Kupffer, dan pada SSP (Susunan Saraf Pusat)
sebagai mikroglia.
Makrofag adalah sel besar dengan kemampuan fagositosis, yang berarti
“sel makan” dapat disamakan dengan pinositosis yang berarti “sel minum”.
Fagositosis yaitu kemampuan untuk mengabsorbsi dan menghancurkan
mikroorganisme (bakteri atau benda asing). Cara makrofag untuk
menghancurkan (memakan) bakteri atau benda asing tersebut ialah dengan
membentuk sitoplasma pada saat bakteri atau benda asing melekat pada
permukaan sel makrofag, lalu sitoplasma tersebut melekuk ke dalam
membungkus bakteri atau benda asing, tonjolan sitoplasma yang saling
bertemu akan melebur menjadi satu sehingga bakteri atau benda asing akan
tertangkap di dalam vakuola. Lisosom yang memiliki kemampuan untuk
memecah materi yang berasal dari dalam maupun dari luar akan menyatu
dengan vakuola sehingga bakteri atau benda asing tersebut akan musnah.
Makrofag memiliki fungsi atau peran utama untuk memakan partikel dan
mencernanya bersama-sama dengan lisosom yaitu berkaitan dengan fungsi
pertahanan dan perbaikan, fungsi lainnya adalah menghasilkan IL (Inter
Leukin) yang mengatur tugas sel-B dan sel-T dari limfosit dan memobilisasi
sistem pertahanan tubuh lainnya, makrofag juga merupakan sel sekretori yang
dapat menghasilkan faktor nekrosis tumor (TNF = Tumor Nekrosis Faktor)
yang dapat membunuh sel tumor, juga menghasilkan beberapa substansi
penting termasuk enzim-enzim (lisozim, elastase).
Sel makrofag ini terdapat sebagai makrofag bebas dan makrofag tetap.
Makrofag bebas merupakan sel yang mampu bergerak bebas, ditemukan pada
jaringan interstisial berupa makrofag dan histiosit. Sedangkan makrofag tetap,
tidak mampu bergerak seleluasa makrofag bebas, ditemukan pada jaringan
interstisial limpa, kelenjar limfe, dan dalam hepar.
27
3. Miscellaneous Agents
Miscellaneous agents mempengaruhi proses inflamasi, meliputi:
a. Toksik bakteri
b. Faktor komplemen C3a dan C5a
c. Prostalglandins
d. Leukotriens (leukosit)
e. Enzim lisosomal (leukosit)
f. Interleukin (makrofaga)
g. Faktor permeabilitas globukin
h. Faktor permeabilitas kelenjar getah bening
i. Breakdown produk DNA dan RNA
j. Kompleks antigen-antibodi
k. TNF (Tumor Necrosis Factor)
l. Nitric oksida (oleh sel endotelial)
4. Limfosit
Limfosit dikerahkan di kedua reaksi imun humoral dan seluler dan
bahkan dalam peradangan non imun. Antigen distimulasi (efektor dan memori)
dan berbagai jenis limfosit (T, B) menggunakan berbagai molekul adhesi
pasangan (terutama yang integrins dan ligan) dan kemokin untuk bermigrasi ke
situs peradangan. Sitokin dari makrofag diaktifkan, terutama TNF, IL-1, da
kemokin. Sel ini mempersiapkan proses peradangan.
Limfosit dan makrofag berinteraksi dengan cara dua arah, dan reaksi-
reaksi ini memainkan peran penting dalam peradangan kronis. Limfosit T aktif
akan mengaktifkan makrofag serta mengeluarkan mediator radang untuk
mempengaruhi sel lain, saat makrofag aktif akan mengaktifkan limfosit T dan
mengeluarkan mediator radang untuk mempengaruhi sel disekitarnya.
Gambar 13: Limfosit
28
5. Eusinofil
Eusinofil berlimpah dalam reaksi kekebalan yang diperantarai oleh IgE
dan infeksi parasit. Salah satu kemokin yang terutama penting bagi perekrutan
eusinofil adalah eotaxin, Eusinofil memiliki granula yang mengandung protein
dasar utama, yang sangat kationik protein yang beracun bagi parasit tetapi juga
menyebabkan lisis sel epitel mamalia. Itulah sebabnya ia sangat berperan
dalam memerangi infeksi parasit tetapi juga berkontribusi pada kerusakan
jaringan dalam reaksi kekebalan.
6. Sel Mast
Sel ini didistribusikan secara luas di jaringan ikat dan berpartisipasi
dalam reaksi peradangan akut dan kronis. Pada reaksi akut, antibodi IgE yang
terikat pada Fc reseptor khusus mengenali antigen, dan sel-sel degranulate dan
melepaskan mediator seperti histamin dan produksi oksidasi AA. Jenis respon
terjadi selama reaksi anafilaksis makanan, racun serangga atau obat-obatan.
Bila diatur dengan benar, respon ini dapat bermanfaat bagi tuan rumah. Sel
mast juga hadir dalam reaksi peradangan kronis, dan mungkin menghasilkan
sitokin yang berkontribusi terhadap fibrosis.
29
darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah
karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran
darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya
bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di
sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh
menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah putih keluar
melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan
untuk menghadapi serangan benda-benda asing.
2. Pembentukan cairan inflamasi
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel
darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan
inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan
menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga
menimbulkan rasa sakit (Mansjoer, 1999).
Penyebab inflamasi dapat disebabkan oleh mekanik (tusukan), kimiawi
(histamin menyebabkan alerti, asam lambung berlebih bisa menyebabkan
iritasi), Termal (suhu), dan mikroba (infeksi Penyakit).
30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari serangkaian penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon fisiologis tubuh terhadap suatu
gangguan dari faktor eksternal. Secara garis besar proses inflamasi dibagi menjadi
2 tahap yaitu Inflamasi akut dan Inflamasi kronis. Inflamasi dapat disebabkan oleh
mekanik (tusukan), kimiawi (histamin, menyebabkan alergi, asam lambung
berlebih bisa menyebabkan iritasi), Termal (suhu), dan Mikroba (infeksi
penyakit).
Tanda-tanda inflamasi ada lima, yaitu, Rubor, Dollor, Kallor, Tumor,
Functio Laessa. Mediator inflamasi adalah Prostaglandin, Sitokin, Neurotrophins,
Serotonin, Adenosin, Cannabinoids, Histamin, Leukotrine, Kinin.
4.2 Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna,
karena ilmu kedokteran sangatlah luas. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran guna penyempurnaan dalam membuat makalah dikemudian hari.
Dengan membaca kita dapat menambah ilmu pengetahuan kita, jangan
pernah malas untuk membaca meski hanya satu kalimat yang berisi suatu ilmu
pengetahuan.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur C dan John E.Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,
11 th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC
2. Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran, EGC
3. Roger, Watson. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran, EGC
4. Robbin dan Cotran. 2009. Buku Saku, Dasar Patologis Penyakit. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran, EGC
5. Robbins, S.L dan Kumar, V. 1994. Patologi, Edisi IV, 28, 29, 30, 33.
Surabaya : Penerbit Buku Kedokteran, EGC
6. Mitchell, R.N dan Cotran, R.S. 2003. Acute and Cronic Inflammation.
Dalam S.L. Robbins
7. Kasper, Fanci, Marfin, Wilson, Brainwald, Isselbacher. 1999. Prinsip-
prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC
32