Anda di halaman 1dari 14

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN FUNGSIONAL WAJAH

AKIBAT BELL’S PALSY

OLEH :
DARNAWATI
PO.71.3.214.116.1.009

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR JURUSAN FISIOTERAPI


2018
LEMBARAN PENGESAHAN

Laporan praktek klinik dengan judul “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA


GANGGUAN FUNGSIONAL WAJAH AKIBAT BELL’S PALSY” di RSUD Sayang Rakyat
oleh :

Nama : Darnawati
NIM : PO. 71.3.241.161.009

Telah disetujui untuk ajukan sebagai salah satu persyaratan dalam penyelesaian praktek klinik di
RSUD Sayang Rakyat mulai pada tanggal 17 September – 13 Oktober 2018.

Makassar, 2018

Mengetahui
Pembimbing Klinik

Jasaduddin.S.Ft.Physio
NIP 1972 0606 199703 1 005
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bell’s Palsy merupakan kelumpuhan fasialis perifer akibat proses nonsupratif, non-
neoplasmatik, non- degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian
nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang
mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Di Indonesia, insiden penyakit Bell’s Palsy banyak terjadi namun secara pasti sulit
ditentukan. Dalam hal ini didapatkan frekuensi terjadinya Bell’s Palsy di Indonesia sebesar
19,55%, dari seluruh kasus neuropati terbanyak yang sering dijumpai terjadi pada usia 20 – 50
tahun, dan angka kejadian meningkat dengan bertambahnya usia setelah 60 tahun. Biasanya
mengenai salah satu sisi saja (unilateral), jarang bilateral dan dapat berulang .
Tanda dan gejala yang dijumpai pjada pasien Bell’s Palsy biasanya bila dahi di kerutkan
lipatan dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja, kelopak mata tidak dapat menutupi bola
mata dan berputarnya bola mata keatas dapat di saksikan. Dalam mengembungkan pipi terlihat
bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Dalam menjungurkan bibir, gerakan bibir
tersebut menyimpang ke sisi yang tidak sehat serta air mata yang keluar secara berlebihan di sisi
kelumpuhan dan pengecapan pada dua per tiga lidah sisi kelumpuhan kurang tajam.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Bell’s Palsy
Bell’s Palsy adalah paralisis wajah akut akibat inflamasi dari nervus fasialis. Gangguan
ini merupakan paralisis fasialis lower motor neuron (LMN) unilateral idiopatik.
Bell’s Palsy biasanya terjadi secara mendadak. Penderita setelah bangun pagi mendapati
salah satu sisi wajahnya asimetris. Gejala awal yang ringan seperti kesemutan di sekitar bibir
atau mata kering biasanya cepat menjadi berat dalam waktu 48 jam atau kurang.
kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non -supuratif, non neo-plasmatik, non-degeneratif
primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen
stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat
sembuh sendiri tanpa pengobatan.

2. Anatomi Fungsional
a. Otot pada wajah

b. Nervus Facialis
Saraf fasialis adalah saraf kranialis ke-7 berperan besar dalam mengatur ekspresi dan
indra perasa di kulit wajah manusia. Saraf fasialis memiliki 2 komponen utama. Komponen yang
lebih besar merupakan murni saraf motorik dan berperan dalam persarafan otot ekspresi wajah.
Komponen ini yang merupakan saraf fasialis sesungguhnya. Akan tetapi sepanjang perjalanan
komponen besar terdapat komponen yang lebih tipis yang disebut saraf intermedius. Saraf
intermedius mengandung serabut saraf viseral dan serabut aferen somatic.
3. Etiologi
a. Teori Ischemia Vaskuler
Teori ini menjelaskan bahwa telah terjadi gangguan sirkulasi darah kesaraf fasialis. Kondisi
Lingkungan dingin, sering terkena angin malam, terpapar kipas angin dan AC, diperkirakan
membuat pembuluh darah ke saraf fasialis tersebut menyempit atau vasospasme. Penyempitan
itu mengakibatkan iskemia atau berkurangnya suplai oksigen, sehingga terjadi kelumpuhan
(Sutis, 2010).

b. Teori Infeksi Virus


Beberapa ahli menyatakan penyebab Bell’s palsy berupa virus herpes yang membuat saraf
menjadi bengkak akibat infeksi .

c. Teori Herediter
Teori Herediter mengemukakan bahwa Bell’s Palsy yang disebabkan karena factor
herediter berhubungan dengan kelainan anatomis pada canalis facialis yang bersifat menurun
(Hamid, 1991).

d. Pengaruh udara dingin


Udara dingin menyebabkan lapisan endothelium dari pembuluh darah leher atau telinga
rusak, sehingga terjadi proses transdusi (proses mengubah darisuatu bentuk kebentuk lain) dan
mengakibatkan foramenstilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati daerah tersebut
terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan terhambat dan menyebabkan otot wajah
mengalami kelemahan atau lumpuh.

4. Patofisiologi
Patologi yang dibicarakan adalah mengenai udara dingin yang menyebabkan Bell’s
Palsy (Dachan,2001).
Udara dingin menyebabkan lapisan endothelium dari pembuluh darah leher atau telinga
rusak, sehingga terjadi proses transdusi dan mengakibatkan foramen stilomastoideus bengkak.
Nervus facialis yang melewati daerah tersebut tejepit sehingga rangsangan yang dihantarkan
terhambat yang menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan atau kelumpuhan.

5. Tanda dan gejala


 Onset akut > 48 jam
 Sakit ditelinga belakang
 Air mata berkurang
 Hiperakusis
 Sakit pada otot wajah
 Kelopak mata tidak bisa ditutup
 Rasa kesemutan atau mati rasa

6. Komplikasi
1. Sindroma air mata buaya (Crocodile Tears Syndroma)
Sindroma air mata buaya merupakan gejala tersebut pertama timbul karena
konjungtiva bulbi tidak dapat penuh di tutupi kelopak mata yang lumpuh, sehingga
mudah mendapat iritasi angin, debu dan sebagainya.
2. Kontraktur otot wajah
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga plika nasolabialis lebih jelas
terlihat dibanding pada sisi yang sehat.
3. Synkenesis (associated movement)
Dalam hal ini otot-otot wajah tidak dapat digerakan satu persatu atau tersendiri, selalu
timbul gerakan bersama. Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka otot obicularis
orispun ikut berkontraksi dan sudut mulut terangkat. Bila disuruh mengembungkan
pipi, kelopak mata ikut merapat.
4. Spasme spontan.
Dalam hal ini otot-otot wajah bergerak secara spontan tidak terkendali. Hal ini
disebut juga tic fasialis. Akan tetapi, tidak semua tic fasialis merupakan gejala sisa
dari bell’s palsy.

7. Prognosis
Pasien biasannya memiliki prognosis baik. Hampir 80-90% pasien sembuh tanpa kelainan.
Pasien yang berusia 60 tahun atau lebih memiliki kemungkinan 40% untuk sembuh dan 60%
mengalami sekuele. Bell’s palsy dapat rekuren pada 10-15% pasien. Hampir 30% pasien dengan
kelemahan wajah ipsilateral rekuren menderita tumor pada N.VII atau kelenjar parotis.
BAB III
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

I. DATA UMUM PASIEN


Nama : Tn. MRN
Tempat Tanggal Lahir : Pinrang, 03 Januari 1974
No. RM : 06 54 50

II. ANAMNESIS UMUM


Nama : Tn. MRN
Umur : 44 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Villa Mutaiara biru IV

III. ANAMNESIS KHUSUS


Keluhan Utama : Wajah bagian kiri tiba tiba kaku dan terjadi
keterbatasan ekspresi serta
kelemahan otot.
Lokasi Keluhan : Wajah bagian kiri (Sinistra)
Lama keluhan : 43 hari
Sifat Keluhan : Terlokalisir
RPP : sebulan yang lalu pasien tiba-tiba merasakan mati rasa
dan keram pada wajah, ia merasa bahwa wajahnya seperti
tertarik ke kiri, tanpa adanya penyebab apapun.
Riwayat penyakit : Pernah asam urat
Riwayat Penyakit keluarga : Tidak ada
Penyebab : Tidak diketahui

IV. INSPEKSI
1. Statis
 Wajah terlihat asimetris
 Mulut agak merot kekiri
 Alis tidak simetris
2. Dinamis
 Saat bersiul dan tersenyum wajah kiri masih moncong ke kanan.
 Pasien tidak mampu mengerutkan hidung
 Saat mengangkat alis, kerutan di dahi hanya terlihat pada sisi sehat saja.

V. ORIENTASI TES
a. Tes membuka dan menutup mata
Hasil : mata kiri tertutup tidak terlalu rapat
b. Tes mengembangkan pipi
Hasil : kurang mampu
c. Tes mengerutkan dahi
Hasil : kurang mampu
d. Tes tersenyum
Hasil : kurang mampu
e. Tes mengkerutkan hidung
Hasil : kurang mampu

VI. PEMERIKSAAN FISIK


Vital sign
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Denyut Nadi : 73 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Temperatur : 36 °C
Tinggi Badan : 164 cm
Berat Badan : 59 kg

VII. PEMERIKSAAN FUNGSI DASAR


a. Aktif
 pasien diminta membuka dan menutup mata
hasil : mata kiri tertutup mendekati sempurna tapi
belum maksimal
Interprestasi : (-) M.OBicularis Oculi

 Pasien diminta mengembangkan pipi


Hasil : belum maksimal
Interprestasi : (-) M.Bucinator

 Pasien diminta mengerutkan dahi


Hasil : kurang mampu
Interprestasi : (-)M. procerus
 Pasien diminta tersenyum
Hasil : kurang mampu
Interprestasi : (-) M.zigomatikum

b. pasif
 Menutup mata
Hasil : kurang mampu
 Mengangkat alis
Hasil : kurang mampu
 Mengerutkan hidung
Hasil : mampu tapi belum maksimal

c. TIMT
 Menutup mata
Hasil : kurang mampu
 Bersiul
Hasil : kurang mampu
 Mengkerutkan hidung
Hasil : kurang mampu
 Mengangkat alis
Hasil : tidak bisa

VIII. PEMERIKSAAN SPESIFIK

a. Palpasi
Tujuan : untuk mengetahui adanya spasme atau tidak
Hasil : Ada spasme pada m.zigomatikum
Suhu wajah antara sisi kanan dan kiri teraba sama.
b. MMT
Tujuan : Untuk mengetahui berapa nilai pada setiap otot wajah

Nilai 0 tidak ada gerakan dan tidak ada kontraksi


Nilai 1 tidak ada gerakan tapi ada sedikit kontraksi

Nilai 3 pasien dapat menggerakkan tapi sedikit sulit

Nilai 5 Nilai 5 pasien bisa menggerakan dengan sempurna


Hasil :
1. Menutup mata ( M Obicularis Oculi) 3
2. Mengembangkan pipi (M Bucinator) 3
3. Bersiul (M Obicularis Oris) 1
4. Mengangkat alis (M Frontalis) 0
5. Mengerutkan dahi (M Procerus) 1
6. Tersenyum (M Zigomatikum) 1

c. Skala Ugo Fisch

Ada 4 penilaian dalam % untuk posisi tersebut antara lain:


a) 0% (zero) : Asimetris Komplit, tidak ada gerakan volunter sama sekali.
b) 30% (poor) : Simetris ringan, kesembuhan cenderung ke asimetris, ada gerakan
volunter.
c) 70% (fair) : Simetris sedang, kesembuhan cenderung normal.
d) 100% (normal) : Simetris komplit (normal).

Angka prosentase masing-masing posisi harus dirubah menjadi score dengan kriteria
sebagai berikut :
1) Saat istirahat : 20 point
2) Mengerutkan dahi : 10 point
3) Menutup mata : 30 point
4) Tersenyum : 30 point
5) Bersiul : 10 point

Pada keadaan normal untuk jumlah kelima posisi wajah adalah 100 point. Hasil penilaian
itu diperoleh dari penilaian angka prosentase dikalikan dengan masing-masing point. Nilai
akhirnya adalah jumlah dari 5 aspek penilaian tersebut.

Keterangan :

Derajad I : Normal 100 point


Derajad II : Kelumpuhan ringan 75 – 99 point
Derajad III : Kelumpuhan sedang 50 – 75 point
Derajad IV : Kelumpuhan sedang berat 25 – 50 point
Derajad V : Kelumpuhan berat 1 – 25 point
Derajad VI : Kelumpuhan total 0 point
Tabel 3.1
Pemeriksaan Ugo Fisch Scale
Posisi Wajah Hasil
Saat diam atau istirahat 20 x 70% = 14
Mengerutkan dahi 10 x 30% = 3
Menutup mata 30 x 70% = 21
Tersenyum 10 x 30% = 3
Bersiul 10 x 30% = 3
Jumlah 44 point

Hasilnya : dari skala dapat diketahui bahwa pasien mengalami kelumpuhan dalam batas
sedang berat (derajat IV 25-50)

d. Tes sensorik
Tujuan : Agar pasien mampu merasakan dan membadakan rasa panas dan dingin.
Hasil : pasien mampu merasakan dan membedakan rasa panas dan dingin.

e. Tes Motorik
Tujuan : Pasien diminta mengucapkan F, L, M, N, dan V
Hasil : pasien sulit mengucapkan huruf F dan V

IX. DIAGNOSAFISIOTERAPI
Gangguan fungsional wajah bagian kiri(sinistra) akibat Bell’s palsy

X. PROBLEMATIK FISIOTERAPI

Anatomical impairment
 Lemahnya otot wajah sisi kiri
 Adanya spasme pada wajah bagian kiri

Activitilimination
 Ketidak mampuan pasien melakukan gerakan bersiul, mengembangkan
pipi, mengangkat dahi, senyum, menutup mata dan mengangkat alis.

Participation retriction
 Pasien merasa tidak percaya diri melakukan interaksi sosial dengan
sekitarnya.
XI. TUJUAN FISIOTERAPI
1. Tujuan jangka panjang
Mengembalikan fungsional ADL wajah sisi kiri
2. Tujuan jangka pendek
Meningkatkan kekuatan otot, mengurangi spasme pada wajah.

XII. INTERVENSI FISIOTERAPI


 IR (Infra Red)
tujuan : sebagai Preliminary exc, untuk melancarkan sirkulasi darah.
Teknik : pasien dalam keadaan tidur terlentang, posisi infra red searah dengan wajah
yang mengalami kelemahan.
Dosis : F = 3x seminggu
I = 45 cm
T = luminous
T = 15 menit

 Massage wajah
Tujuan : untuk merileksasi otot dan mengulur otot.
teknik : pasien dalam keadaan terlentang, fisioterapi melakukan massage pada kedua sisi
wajah pasien.
Dosis : F = 3x seminggu
I = 3x8 hitungan
T = efflurage dan friction
T = 5 menit

 PNF wajah
Tujuan : untuk meningkatkan kekuatan otot wajah
Teknik : pasien diminta berekspresi sesuai motorik yang ada pada wajah
Dosis : F = 3x seminggu
I = 5x repitisi
T = Over flow muscle friction.
T = 5 menit

XIII. EDUKASI
 Pasien disarankan menghindari wajahnya dari paparan dingin secara
langsung misalnya kipas angin atau tidur dilantai
 Pasien dianjurkan memakai masker, kacamata, menutup rapat helm saat
berkendara.
XIV. HOME PROGRAM
 Dianjurkan melakukan mirror exercise
 Melakukan massage diwajah
 Melakukan latihan ekspresi sebanyak 2-3 kali (tersenyum, bersiul, mengangkat alis,
dsb).
 Pasien diajarkan untuk melatih gerakan-gerakan didepan kaca seperti : mengangkat
alis dan mengerutkan dahi keatas, menutup mata,tersenyum, dan bersiul.

XV. EVALUASI
 Evaluasi sesaat
Setelah terapi pasien merasa lebih baik
 Evaluasi berkala

1. Menutup mata (M Obicularis 3 3


Oculi)
2. Mengembangkan pipi (M 3 3
Bucinator)
3. Bersiul (M Obicularis Oris) 1 1
4. Mengangkat alis (M frontalis) 0 1
5. Mengerutkan dahi (M procerus) 1 1
6. Tersenyum (M Zigomatikum) 1 1
sebelum sesudah
FOLLOW UP
No. Hari/tanggal Problematik Intervensi Evaluasi
1. 17 september 2018 a. Kelemahan otot IRR a. Masih ada kelemahan
wajah Massage otot pada wajah
b. Spasme otot exercise b. Masih ada spasme
wajah sinistra theraphy c. Masih ada gangguan
c. Gangguan (PNF). ekspresi
ekspresi d. Masih ada gangguan
d. Gangguan ADL ADL
2. 02 oktober 2018 a. Kelemahan otot IRR a. Kekuatan otot sudah
wajah Massage ada 1
b. Gangguan exercise b. Masih ada spasme pada
ekspresi theraphy otot (M Zigomatikum,
c. Gangguan ADL (PNF). M frontalis,M procerus,
M orbicularis oris)
c. Masih ada gangguan
ADL

Anda mungkin juga menyukai