Anda di halaman 1dari 5

PUSKESMAS SiKUMANA

MORBILI

Nama : Susana CH.L.Kabosu


NIM : 1208017018

PENDAHULUAN
Campak adalah suatu penyakit akut dengan daya penularan tinggi, yang
ditandai dengan demam, korisa, konjungtivitis, batuk disertai erithem spesifik
(Koplik's spot) diikuti ruam makulopapular menyeluruh. Komplikasi campak cukup
serius seperti diare, pneumonia, otitis media, eksaserbasi dan kematian. Kematian
akibat campak sering terjadi pada anak dengan malnutrisi terutama di negara
berkembang. Terapi untuk campak dan komplikasinya menyedot banyak sumber daya
medis di sebagian besar Afrika, Asia dan Amerika Latin. Sebelum diperkenalkannya
vaksin campak pada tahun 1963, kurang lebih 400.000 kasus campak yang
dilaporkan, tetapi apabila diasumsikan setiap anak terkena campak maka kurang lebih
jumlah kasus campak dapat mencapai 3,5 juta kasus per tahun. Setelah vaksin
diperkenalkan, dilaporkan terjadi penurunan kasus campak sampai 99%. Selama
tahun 1960-an sampai 1970-an Jumlah kasus yang dilaporkan menurun sampai 22.000
- 75.000 kasus per tahun. Walaupun insiden campak menurun secara nyata pada
semua ke'ompok umur tetapi penurunan terbesar terjadi pada kelompok usia kurang
dari 10 tahun.
Meskipun imunisasi menurunkan jumlah kematian, namun di negara
berkembang manifestasi penyakir campak seringkali lebih berat, dengan case fatality
rate sebesar 25%, serta merupakan penyebab kematian pada 800.000 anak setiap
tahunnya. Laporan dari WHO menyebutkan bahwa selama tahun 1990- 1997 di
daerah Asia Tenggara (meliputi Banglades, Bhutan, Republik Korea, India, Indonesia,
Maldives, Myanmar, Nepal, Sri Lanka dan Thailand) jumlah kasus campak yang
dilaporkan dan insiden campak menurun 48% dan 53%. Pada negara dengan cakupan
imunisasi tinggi, yaitu Bhutan, Indonesia, Maldives, Sri Lanka dan Thailand; lebih
50% kasus terjadi pada anak berusia lebih dari 5 tahun. Amerika serikat pada tahun
1978 mempunyai inisiatif untuk memulai program eliminasi campak dengan 3
komponen pada programnya yaitu mempertahankan tingkat imunitas yang tinggi
dengan vaksinasi campak dosis tunggal, memperkuat surveilan dan melakukan
kontrol agresif kejadian luar biasa (KLB) campak. Hasil dari program ini terjadi
penurunan kasus campak, tetapi 60% dari kasus yang ada terjadi pada anak yang
berumur lebih dari 10 tahun. Dari hasil ini, maka kenudian direkomendasikan
pernberian dua dosis vaksin yang mengandung campak, dengan pemberian dosis
kedua sebelum awal masuk sekolah. Pada tahun 1989-1991 terjadi resurgence
campak besar-besaran. Amerika Serikat, yang disertai dengan kematian yang tinggi di
antara anak usia prasekolah yang tidak mendapat imunisasi. Dilakukan berbagai
usaha, sarnpai akhirnya tahun 1996 hanya 508 kasus campak yang dilaporkan dengan
65 kasus akibat transrnisi campak dari negara lain (importation). Hasil yang
menggembirakan pada program eradikasi cacar, membuat asumsi bahwa campak
dapat pula dieradikasi karena terdapat kesamaan yaitu penyakitnya spesifik hanya
terdapat pada rnanusia, merupakan penyakit yang akut, dan terdapat vaksin yang
cukup efektif. Tetapi ada beberapa perbedaan yang cukup mendasar dengan penyakit
cacar, bahwa campak adalah penyakit yang sangat infeksius dan dapat menyebabkan
kejadian luar biasa serta menyebar dengan cepat, vaksinasi campak tidak dapat
dilakukan sejak lahir karena vaksin tidak efektif apabila rnasih ada antibodi maternal,
surveillan's campak lebih sulit. Central for Disease Control (CDC) menyatakan
bahwa kesulitan dalam eradikasi campak terutama adalah faktor persepsi, politik dan
finansial. Persepsi bahwa campak adaiah penyakit yang ringan akan lebih
menyulitkan timbulnya dukungan politik untuk program eradikasi campak.

PRESENTASI KASUS

Seorang pasien perempuan berinisial IR berusia 6 tahun datang ke poli anak


Puskesmas Sikumana dengan keluhan bercak merah di seluruh badan sejak 2 hari lalu.
Awalnya pasien demam sejak 4 hari yang lalu. Demamnya hilang timbul. Pasien juga
mengeluh batuk yang muncul bersamaan dengan demam. Batuk berdahak warna
putih, tidak berdarah, tidak sesak, tidak berkeringat di malam hari, disertai pilek air
dan sering bersin, tidak ada mual, tidak ada muntah. Dua hari setelah demam, pasien
juga mengeluhkan adanya bercak putih pada langit-langit mulut dengan bagian
tengahnya kemerahan. Setelah itu muncul bercak merah. Awalnya muncul di daerah
kepala, kemudian menyebar ke daerah badan, tangan dan kaki. Bercak tersebut
dirasakan gatal yang membuat pasien sering menggaruk seluruh badannya. Pasien
belum pernah berobat ke dokter. Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini
sebelumnya. Menurut ibu pasien, pasien sudah mendapatkan imunisasi yang lengkap
yaitu BCG 1x umur 2 bulan, Polio 3x umur 3, 4, 5 bulan, DPT 3x umur 3, 4, 5 bulan,
dan Campak 1x umur 9 bulan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan tampak sakit sedang, kesadaran


kompos mentis, kooperatif, tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 88x/menit, nafas
20/menit dan suhu 37,9oC. Pada pemeriksaan status generalisata didapatkan kulit
terdapat eritema makulopapular seluruh tubuh, konjungtiva hiperemis, terdapat sekret
di hidung. Sedangkan untuk pemeriksaan thoraks dan abdomen dalam batas normal.

DISKUSI

Telah dilaporkan suatu kasus morbili pada seorang anak perempuan berusia 6
tahun. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang berasal dari genus Morbilivirus dan
genus Paramyxoviridae. Virus ini akan menginfeksi dengan cara menginvasi pada
epitel traktus respiratorius mulai dari hidung sampai traktus respiratorius bagian
bawah. Setelah masa tunas selama 10-11 hari penyakit diawali dengan demam dan
malaise. Dalam waktu 24 jam terjadi korisa, konjungtivitis dan batuk. Keluhan
tersebut semakin menghebat hingga mencapai puncaknya pada hari ke empat dengan
munculnya erupsi kulit. Kira-kira dua hari sebelum timbul ruam tampak bercak koplik
pada selaput mukosa pipi yang berhadapan dengan molar. Dalam tiga hari lesi
semakin bertarnbah dan mengenai seluruh mukosa. Demam menurun dan bercak
koplik menghilang pada akhir hari kedua setelah tirnbul ruam. Ruam berupa erupsi
makulopapular yang kemerahan menjalar dari kepala (muka, dahi, garis batas rambut,
telinga dan leher bagian stas) menuju ke ekstrimitas dalam 3 sampai 4 hari. Dalam 3
sampai 4 hari berikutnya ruam rnemudar sesuai urutan terjadinya. Pada pasien ini
gejala di awali dengan demam dan malaise yang sudah dirasakan sejak 4 hari lalu, dan
juga disertai batuk. Empat hari kemudian (2 hari sebelum ke Puskesmas) muncul
berak merah di seluruh tubuh pasien. Bercak merata, melebar, tidak berupa
bintik-bintik dan gatal. Awalnya muncul di daerah kepala, kemudian menyebar ke
daerah badan, tangan dan kaki.
Diagnosa klinis pada campak klasik dengsn gejala batuk, korisa, bercak koplik
(tanda khas), dan ruam makulopapular yang dimulai dari kepala , mudah dilakukan.
Sering pula didapatkan leukopenia yang kemungkinan berhubungan dengan infeksi
virus dan leukosit yang mati. Diagnosa laboratoris berguna jika klinisi jarang melihat
kasus campak atau adanya kemungkinan campak atipikal atau pneumonia dan
ensefalitis yang tidak jelas pada penderita dengan immunocornpromised.
Campak dapat didiagnosa secara laboratoris dengan isolasi virus, identifikasi
virus antigen pada jaringan yang terinfeksi atau dengan respon serologis terhadap
virus campak. Pemeriksaan antigen dapat dilakukan dengan pemeriksaan
imunofluoresen dari sel yang berasal eksudat nasal ataupun dari sedimen urine. Selain
itu dapat pula dilakukan pemeriksaan dengan RT-PCR. Isolasi virus secara teknis sutit
dilakukan dan fasilitas untuk isolasi virus ini tidak selalu tersedia.
Pada kultur virus, virus campak ini memperlihatkan, efek sitopatik yang terdiri
dari sel-sel yang berbentuk bintang, multinucleated syncytial giant cell yang berisi
inklusi intranuklear. Pemeriksaan laboratoris yang sering digunakan adalah respons
serologis terhadap virus campak. Pemeriksaan respon ini digunakan cara netrafiksasi
komplemen, ELISA (enzyme-linked immunoosorbent assay) dan HI
(Hemaglutination-inhibition). Tes netrafiksasi membutuhkan virus in vitro yang
secara teknis sulit dilakukan, sehingga meskipun cukup sensitif tes ini jarang
dilakukan. Tes HI kurang sensitif dibandingkan dengan netralisasi tetapi cukup bagus
apabila dibandingkan antara dua kaii pengetesan. Diagnosa campak apabila terdapat
peningkatan titer antibodi 4 kali atau lebih. ELISA lebih sensitif dan lebih mudah
dilakukan, serta dapat pula mendeteksi Ig M spesifik terhadap virus campak pada fase
akut. ACIP (Advisry Committee on Immunization Practice) merekomendasikan bahwa
kriteria laboratoris untuk campak adalah serologi tes yang posilif untuk Ig M campak
atau peningkatan titer antibodi yang signifikan atau didapatkan isolasi virus campak.
Akhir-akhir ini dikembangkan pula pemeriksaan serologis dengan menggunakan
saliva. Pada pasien ini, penegakkan diagnosis hanya melalui diagnosa klinis dengan
melihat gejala klinis dengan tanda khas berupa berak koplik pada langit-langit mulut
dan pemeriksaan fisik yang ditemukan.
Terapi campak adalah terapi suportif seperti pemberian cairan dan antipiretik.
Antibiotika diberikan apabila didapatkan infeksi sekunder dengan bakteri. Pemberian
antibiotika profilaksis untuk mencegah infeksi sekunder tidak memberikan nilai dan
tidak direkomendasikan. Pasien ini mendapatkan pengobatan simptomatik berupa
paracetamol 3x ½ tablet 500 mg sehari sebagai antipiretik, ambroxol 3x ½ tablet 30
mg, dan diberikan edukasi untuk istirahat yang cukup dan minum air minimal 7
gelas/hari.
Pada pasien di berikan edukasi untuk minum yang banyak misalnya air putih,
teh, dll untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang karena panas dan berkeringat
akibat demam, kuku tetap pendek dan bersih untuk meminimalkan trauma dan infeksi
sekunder akibat garukan, memakai pakaian yang tipis, longgar dan tidak mengiritasi
untuk tidak meningkatkan rasa gatal, menghindari pajanan panas atau sinar matahari
karena bisa menyebabkan timbulnya ruam.

KESIMPULAN
Morbili adalah suatu penyakit akut dengan daya penularan tinggi, yang
ditandai dengan demam, korisa, konjungtivitis, batuk disertai erithem spesifik
(Koplik's spot) diikuti ruam makulopapular menyeluruh. Komplikasi campak cukup
serius seperti diare, pneumonia, otitis media, eksaserbasi dan kematian. Terapi
campak adalah terapi suportif seperti pemberian cairan dan antipiretik. Antibiotika
diberikan apabila didapatkan infeksi sekunder dengan bakteri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Maldonado Y. Measles. Dalam : Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin
AM, eds. Textbook of pediatrics; 15th ed. Philadelphia : WB Saunders, 1996; 868-
70
2. Krugman S, Katz SL, Gershon AA, Wilfert CIV!, eds. Measles (Rubeola).
Infectious Disease of Children. St Louis: The Mosby Co, 1992; 223-45
3. Maldonado Y. Measles. Dalam : Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin
AM, eds. Textbook of pediatrics; 15th ed. Philadelphia : WB Saunders, 1996; 868-
70
4. Bellini WJ, Rota PA. Genetic diversity of wild type measles viruses: Implications
for Global measles eliminatiori programs.
http:www.cdc.gov/ucidod/eid/vol4no1/bellini. Diakses pada tgl 25/03/2014.
5. American Academy of Pediatrics. Measles. Dalam : Peter G, ed, 2000 Red Book :
Report of the Committee on Infectious Disease. 25th Elk Grove Village, IL:
American Academy of Pediatrics : 386-96

Anda mungkin juga menyukai