Anda di halaman 1dari 29

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Berkembangnya kebutuhan akan layanan informasi dan komunikasi membuat telepon
seluler menjadi kebutuhan bagi kebanyakan orang saat ini. Selain digunakan sebagi alat
komunikasi, Telepon seluler banyak dimanfaatkan sebagai sarana hiburan seperti
mendengarkan musik, mengakses internet, mengambil foto, dan sebagai media permainan
(Park et al, 2015). Telepon seluler adalah sebuah perangkat elektronik yang didalamnya
terdapat fungsi ponsel sebagai alat komunikasi dan Personal Digital Assistant (PDA) yang
memiliki berbagai macam fitur aplikasi yang dapat diinstal oleh semua penggunanya (Yang,
Zheng & Ni, 2007).
Pengguna telepon seluler di dunia setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan.
Diperkirakan bahwa akan terdapat 2 miliar pengguna telepon seluler aktif di seluruh dunia
pada tahun 2016. Dari keseluruhan pengguna telepon seluler tersebut, Indonesia merupakan
salah satu negara yang mempunyai pertumbuhan terbesar, di bawah China dan India.
Diperkirakan Indonesia akan melampaui 100 juta pengguna telepon seluler aktif pada tahun
2018 dan menjadikannya negara dengan populasi pengguna telepon selulerterbesar keempat
di dunia di belakang China, India, dan Amerika Serikat (Emarketer, 2014).
Handphone memberikan kemudahan dalam mengakses segala macam informasi
sehingga menjadikan seseorang tidak dapat dipisahkan dengan kebiasaan menggunakan
Handphone. Menurut PRNewswire (2015), Pengguna telepoon seluler di Indonesia
menghabiskan rata-rata 2,4 jam perhari dan menempatkan Indonesia dalam urutan ke 7 dari
12 negara sebagai negara dengan durasi penggunaan telepon seluler terlama. Pengguna
telepon seluler biasanya menundukkan kepala mereka.
Cervical syndrome adalah keluhan yang sangat umum, tujuh puluh persen populasi pernah
mengalami dalam hidupnya. Hal ini membuat cervical syndrome menjadi keluhan
muskuloskeletal yang paling sering muncul setelah low back pain. Ketegangan servikal secara
umum disebabkan oleh gangguan postur tubuh, pekerjaan berat, atau cedera terutama cedera
ekstensi-fleksi (whiplash).1
Cervical syndrome didefinisikan sebagai nyeri yang muncul pada daerah yang dibatasi oleh
garis nuchae pada bagian atas, dan pada bagian bawah oleh garis imajiner transversal melalui
ujung processus spinosus thorakal 1, dan dibagian samping oleh margo lateralis leher.2 Penting
untuk menentukan pengaruh nyeri leher dalam perfoma individu dalam aktivitas sehari-hari.
Cervical syndrome diimplikasikan oleh faktor-faktor seperti cedera, faktor pekerjaan, dan
faktor nonpekerjaan. Cervical syndrome dapat menyebabkan berkurangnya penggunaan otot
yang melibatkan gerakan berulang pada batang tubuh bagian atas karena berpotensi memicu
timbulnya rasa sakit. Hal ini juga menyebabkan kelelahan otot, yang berpengaruh pada postur
individu, kecepatan otot, keluaran tenaga otot, dan kemampuan untuk menyelesaikan gerakan
berulang.4
Banyak penelitian yang telah dilakukan yang menunjukkan bahwa cervical syndrome
adalah masalah kesehatan masyarakat dan sumber disabilitas yang sering terjadi pada
masyarakat umum.5 Pada studi populasi, 20-60% wanita dan 15-40% pria dilaporkan pernah
mengalami gejala-gejala leher dan bahu dalam hidupnya.6

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana hubungan antara penggunaan ponsel terhadap cervical syndrome.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum:
Diketahuinya hubungan antara penggunaan ponsel terhadap cervical syndrome di
puskesmas kelurahan kemanggisan
1.3.2 Tujuan khusus:
1. Diketahuinya prevalensi kejadian cervical syndrome di puskesmas kelurahan
kemanggisan
2. Diketahuinya frekuensi penggunaan ponsel pada pengunjung di puskesmas kelurahan
kemanggisan
3. Diketahui durasi penggunaan ponsel pada pengunjung di puskesmas kelurahan
kemanggisan
4. Diketahui posisi penggunaan ponsel pada pengunjung di puskesmas kelurahan
kemanggisan
5. Diketahui rata-rata usia pengunjung di puskesmas kelurahan kemanggisan
6. Diketahui sebaran jenis kelamin pengunjung di puskesmas kelurahan kemanggisan
7. Diketahui jenis pekerjaan pengunjung di puskesmas kelurahan kemanggisan
8. Diketahui hubungan frekuensi penggunaan ponsel dengan cervical syndrome di
puskesmas kelurahan kemanggisan
9. Diketahui hubungan durasi penggunaan ponsel dengan cervical syndrome di
puskesmas kelurahan kemanggisan
10. Diketahui hubungan posisi penggunaan ponsel dengan cervical syndrome di puskesmas
kelurahan kemanggisan
11. Diketahui hubungan usia dengan cervical syndrome di puskesmas kelurahan
kemanggisan
12. Diketahui hubungan jenis kelamin dengan cervical syndrome di puskesmas kelurahan
kemanggisan
13. Diketahui hubungan pekerjaan dengan cervical syndrome di puskesmas kelurahan
kemanggisan
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi peneliti
Sebagai sarana untuk menambah wawasan, pengetahuan serta pemahaman tentang
hubungan antara penggunaan ponsel dengan cervical syndrome
1.4.2 Manfaat bagi masyarakat
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang penggunaan
ponsel dengan cervical syndrome, dan menggunakan ponsel dengan posisi yang benar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ponsel
2.1.1 Definisi
Telepon genggam sering disebut handphone (HP) atau telepon
selular (ponsel) adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang
mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon konvensional
saluran tetap, namun dapat dibawa kemana-mana (portabel, mobile) dan
tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel.
Handphone tersebut, merupakan pengembangan teknologi telepon yang
dari masa ke masa mengalami perkembangan, yang di mana perangkat
handphone tersebut dapat digunakan sebagai perangkat mobile atau
berpindah-pindah sebagai sarana komunikasi, penyampaian informasi dari
suatu pihak kepihak lainnya menjadi semakin efektif dan efesien. Jadi, dari
pengertian di atas, alat komunikasi handphone dapat diartikan suatu barang
atau benda yang dipakai sebagai sarana komunikasi baik itu berupa, lisan
maupun tulisan, untuk penyampaian informasi atau pesan dari suatu pihak
kepihak lainnya secara efektif dan efesien karena perangkatnya yang bisa
dibawa kemana-mana dan dapat dipakai dimana saja.1
Ponsel atau handphone kini merupakan sahabat wajib yang tidak
bisa lepas dari diri masyarakat Indonesia. Berdasarkan paparan data
Consumer Lab Ericsson, selain sebagai alat komunikasi, handphone
memiliki fungsi lain. Dari riset ditahun 2009, terdapat lima fungsi
handphone yang ada di masyarakat. Handphone yang dulunya hanya
berfungsi sebagai alat komunikasi, kini pun telah berubah.1
Memang jelas manfaat handphone terbesar yaitu sebagai alat
Komunikasi agar tetap terhubung dengan teman ataupun keluarga, sesuai
dengan fungsi awalnya, dan selain fungsi di atas handphone tersebut bisa
bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang kemajuan teknologi dan
untuk memperluas jaringan, dan handphone tersebut juga bisa sebagai
penghilang stress karena berbagai feature handphone yang beragam seperti
kamera, permainan, Mp3, video, radio, televisi bahakan jaringan internet
seperti yahoo, facebook, twitter, dan lain-lain.1
Beberapa peneliti telah mengemukakan bahwa frekuensi
penggunaan handphone dapat menyebabkan postur leher yang tidak normal
dan dapat berkembang menjadi kelainan muskuloskeletal. Berolo, Wells,
dan Amick melakukan survei pada populasi di Canadian University dan
melaporkan bahwa durasi dan frekuensi dari penggunaan smartphone
mempunyai hubungan prevelensi nyeri leher. Banyak orang menggunakan
handphone dengan posisi kepala yang condong kedepan dan handphone
yang diposisikan di dekat pinggang atau pangkuan saat dalam posisi duduk.
Postur leher yang terfleksi ini dapat meningkatkan momen tulang belakang
servikal dan menginduksi ketegangan otot di bagian yang berdekatan dari
tulang belakang servikal.2
2.1.2 Dampak Positif dan Negatif
 Dampak Positif
Banyaknya fasilitas pendukung di dalamnya serta mampu terkoneksi
dengan jaringan internet.3
 Dampak Negatif
Dimana ketika seseorang sudah semakin terikat dengan hal ini diduga
bahwa tingkat komunikasi interpersonalnya dengan orang lain secara
tatap muka akan menurun. Terbukti dengan berbagai fenomena yang
diamati penulis bahwa sangat sering kita menemui orang yang selalu
“melirik” smartphonenya tidak peduli saat ia sedang berjalan atau
makan bahkan saat sedang berada dengan orang lain dalam suatu
kegiatan sehingga tidak menyadari lagi bahwa ia sedang berada dalam
suatu kelompok atau kumpulan orang. Dan malah ada suatu saat dimana
dalam suatu kelompok atau kumpulan orang-orang yang sedang hang
out, masing-masing dari mereka hanya sibuk dengan smartphone-nya
sendiri sehingga tidak terjadi komunikasi yang berlangsung secara tatap
muka; antar pribadi maupun antar kelompok.3
2.1.3 Frekuensi dan Durasi Penggunaan Smartphone
Peningkatan penggunaan smartphone dianggap sebagai penyebab
utama nyeri leher dan gangguan leher. Oleh karena itu, nyeri leher dapat
menyebabkan deformitas postural disekitar vertebra servikal dengan
kebanyakan orang dengan riwayat nyeri leher secara biomekanik akan
terjadi perubahan struktur vertebra servikal, karena postur yang abnormal.
Perubahan itu, yang paling menonjol salah satunya adalah postur kepala
depan yang telah dilaporkan pada sebagian besar pasien dengan nyeri
leher.4
Menurut statistik nasional, dengan semakin banyak orang memiliki
gadget dan jaringan internet yang luas. Maka, waktu rata-rata mingguan
yang akan dihabiskan untuk bermain computer secara dramatis dari 5,9 jam
pada tahun 1997 hingga 14,6 jam pada tahun 2003. Selain itu, 56,2 %
pengguna computer menggunakannya selama 10 jam dalam seminggu atau
lebih. Oleh karena itu organisasi kesehatan dunia mendefinisikan gangguan
muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan sebagai cedera di
otot, tendon, saraf perifer dan vaskular. Kemungkinan disebabkan oleh
suatu tindakan atau diperburuk oleh penggunaan berulang atau terus
menerus dari bagian tubuh tertentu. Beberapa hal yang harus dilakukan
untuk mencegah gangguan pada leher diantaranya adalah menjaga postur
agar tetap menatap monitor, posisi mata dan layar harus terletak sejajar
dengan penglihatan. Untuk waktu yang lama membuat kepala akan
bergerak maju yang menyebabkan kurva anterior di vertebra servikal bawah
dan kurva posterior di vertebra untuk menjaga keseimbangan akan
meregang secara berlebihan, keadaan ini dikenal sebagai postur kepala ke
depan (postur leher kura-kura). Postur leher kura-kura ini akan menjadi
semakin umum, postur dengan posisi condong ke depan ini biasa di lakukan
oleh orang-orang pengguna smartphone.5
2.1.4 Posisi yang Baik Menggunakan Handphone6
 Memegang ponsel dan perangkat seluler lainnya sejajar dengan mata.
 Posisi melihat kebawah lebih baik dibandingkan dengan melihat dan
menekuk leher saat menjelajah media sosial, membaca online, atau
memeriksa email
 Gunakan fitur pengenalan suara ke teks dan lakukan panggilan
 Melakukan istirahat setiap 20 menit .
 Melakukan latihan untuk menguatkan otot leher dan punggung melalui
olahraga secara teratur dan latihan fleksibilitas
2.2 Nyeri
2.2.1 Definisi
Nyeri adalah sensasi yang penting bagi tubuh. Provokasi saraf-
saraf sensorik nyeri menghasilkan reaksi ke tidaknyamanan, distress, atau
penderitaan.7
Nyeri berbeda dari sensasi lain, yaitu bahwa nyeri memberi
peringatan bahwa ada sesuatu yang salah, nyeri mendahului sinyal lain dan
nyeri berkaitan dengan perasaan yang tidak menyenangkan. Nyeri ternyata
merupakan sensasi yang sangat rumit karena jika nyeri berkepanjangan dan
jaringan rusak, jalur-jalur nonsiseptor sentral mengalami fasilitasi dan
reorganisasi. Adanya dua jalur nyeri, satu lambay dan yang lain cepat,
menjelaskan pengamatan fisiologis bahwa terdapat dua jenis nyeri.
Rangsangan nyeri akan menimbulkan sensasi yang “jelas”, tajam dan
terlokalisasi, yang kemudian diikuti oleh sesnsasi yang tumpul, difus, kuat
(intens) dan tidak menyenangkan. Kedua sensasi ini diberi nama nyeri cepat
dan lambat atau nyeri pertama dan kedua. Rangsangan yang semakin jauh
dari otak, menimbulkan perbedaan waktu yang semakin besar diantara
kedua komponen nyeri tersebut. Hal ini dan bukti lain menjelaskan bahwa
nyeri cepat disebabkan oleh aktivitas di serabut nyeri A teta, sedangkan
nyeri lambat disebabkan oleh aktivitas di serabut C.8
2.2.2 Klasifikasi Nyeri
1. Nyeri Dalam
Perbedaan utama antara sensibilitas superfisial dan dalam adalah
perbedaan sifat nyeri yang dicetuskan oleh rangsangan yang
membahayakan. Hal ini mungkin disebabkan oleh defisiensi relatif
serabut saraf A teta di struktur dalam, sehingga hanya sedikit terdapat
nyeri yang cepat dan jelas. Selain itu, nyeri dalam dan nyeri visera tidak
memiliki lokalisasi yang jelas, “menyebalkan” dan sering disertai
pengeluaran keringat dan perubahan tekanan darah. Nyeri dapat
dicetuskan secara eksperimental dan periosteum dan ligament dengan
menyuntikkan larutan salin hipertonik ke dalamnya. Nyeri yang
ditimbulkan dengan cara ini, akan mencetuskan kontraksi refleks otot-
otot rangka disekitarnya. Kontraksi refleks ini serupa dengan kejang
otot yang berkaitan dengan cedera tulang tendon dan sendi. Otot yang
terus menerus berkontraksi menjadi iskemik, dan iskemia merangsang
reseptor nyeri di otot. Nyeri kemudian menyebabkan kejang semakin
bertambah, sehingga terjadi (lingkaran setan).8
2. Nyeri Otot
Bila otot berkontraksi secara ritmis, tetapi suplai darah tetap
adekuat, biasanya tidak akan timbul nyeri. Namun, apabila suplai darah
ke otot tersumbat, kontraksi dengan segera akan menimbulkan nyeri.
Setelah kontraksi berhenti, nyeri tetap ada sampai aliran darah kembali
pulih. Pengamatan ini sulit diinterpretasikan kecuali dengan pelepasan
bahan kimia (“Faktor P” Lewis) sewaktu kontraksi, yang menyebabkan
nyeri apabila konsentrasi lokalnya cukup tinggi. Apabila suplai darah
telah pulih, bahan kimia ini dapat dibersihkan atau dimetabolisasi.
Identitas faktor P ini masih belum dipastikan, tetapi mungkin adalah
K+.8
Secara klinis, nyeri substernum yang timbul apabila miokardium
mengalami iskemia selama olahraga (angina pectoris) adalah contoh
klasik penimbunan faktor P didalam otot. Angina menghilang dengan
istirahat karena hal ini menurunkan kebutuhan oksigen miokardium dan
memungkinkan aliran darah membersihkan faktor ini. Klaudikasio
intermitten, nyeri yang timbul di otot-otot betis pada orang yang
menderita penyakit pembuluh darah oklusi, adalah contoh yang lain.
Nyeri ini biasanya muncul saat pasien berjalan dan menghilang apabila
ia berhenti.8
3. Nyeri Visera
Selain tidak memiliki lokalisasi yang baik, menimbulkan rasa tidak
menyenangkan dan berkaitan dengan mual dan gejala otonom, nyeri
visera sering menyebar atau dialihkan ke daerah lain. Sistem saraf
otonom, seperti somatik, memiliki komponen aferen, pusat integrasi di
sentral dan jalur efektor. Reseptor untuk nyeri dan modalitas sensorik
lain yang terdapat di visera serupa dengan yang terdapat di kulit, tetapi
terdapat perbedaan mencolok dalam distribusinya. Tidak terdapat
proprioseptor di alat dalam dan hanya sedikit dijumpai reseptor suhu
dan raba. Reseptor nyeri dapat dijumpai, walaupun distribusinya lebih
jarang apabila dibandingkan dengan yang terdapat di struktur somatik.8

Serabut aferen dari struktur visera mencapai SSP melalui jalur


simpatis dan parasimpatis. Badan sel serabut tersebut terletak di radiks
dorsalis dan ganglia saraf kranialis yang homolog. Secara spesifik,
aferen visera terdapat di saraf fasialis, glosofaringeus dna vagus di
radiks dorsalis torakal dan lumbal atas serta di radiks sacrum. Juga
terdapat serabut aferen visera dari mata dalam saraf trigeminus. Perlu
dicatat bahwa paling sedikit terdapat beberapa aferen yang mengandung
substansi P yang membuat hubungan melalui kolateral ke neuron
simpatis pascaganglion, seperti pada ganglion mesenterikus inferior.
Hubungan ini dapat ikut berperan dalam pengendalian refleks visera
yang tidak tergantung pada SSP. Di SSP, sensasi visera berjalan di
sepanjang jalur yang sama dengan sensasi somatik di traktus
spinotalamikus serta radiatio thalami dan area korteks penerima untuk
sensasi visera bercampur dengan area korteks penerima sensasi
somatic.8

4. Nyeri Peradangan
Setelah mengalami cedera yang tidak ringan, timbul nyeri
peradangan yang menetap hingga cederanya sembuh. Rangsangan di
daerah yang cedera yang dalam keadaan normal biasanya hanya
menyebabkan nyeri ringan menimbulkan respons yang berlebihan
(hiperalgesia) dan rangsangan yang biasanya tidak berbahaya misalnya
sentuhan menimbulakn rasa nyeri (alodinia). Semua jenis peradangan
menyebabkan pelepasan berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan
(“adonan peradangan”) di daerah yang mengalami inflamasi. Banyak
dari zat ini bekerja meningkatkan persepsi dan penyaluran sensasi di
daerah kulit dan di kornu dorsalis. Hal inilah yang menyebabkan
hiperalgesia dan alodinia.8
5. Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik terjadi akibat disfungsi sistem saraf. Nyeri
neuropatik bertanggung jawab pada 40% nyeri kronik dalam praktik
seharihari dan memberikan dampak yang signifi kan bagi
penyandangnya berupa gangguan tidur, depresi, dan gangguan dalam
aktivitas sosial. Penatalaksanaan yang lebih baik diharapkan mampu
memperbaiki kualitas hidup penderitanya. Penatalaksanaan yang
rasional adalah yang mempertimbangkan efektivitas, keamanan
pengobatan, dan biaya pengobatan.9

Nyeri neuropatik dapat terjadi jika serabut saraf mengalami cedera.


Nyeri ini biasanya berat dan sulit diatas. Pada manusia, nyeri neuropatik
terdapat dalm berbagai bentuk. Salah satunya adalah nyeri (selain
sensasi lain) pada ekstremitas yang telah diamputasi (phantom limb).
Pada kausalgia, timbul rasa terbakar spontan setelah cedera yang
tampaknya ringan. Nyeri ini sering disertai oleh hiperalgesia dan
alodinia. Distrofi refleks simpatis juga sering terjadi. Pada keadaan ini,
kulit di daerah yang terkena akan menipis dan mengkilap serta terjadi
peningkatan pertumbuhan rambut. Riset pad ahewan menunjukkan
bahwa cedera saraf menyebabkan pertumbuhan berlebihan serabut-
serabut saraf simpatis non-ardenergik ke dalam ganglion radiks dorsalis
saraf sensorik dari daerah yang cedera. Pelepasan muatan simpatis
kemudian memicu nyeri. Oleh karena itu, tampaknya terjadi ‘hubungan
arus pendek’ dan serabut yang bersangkutan dirangsang oleh
norepinefrin di tingkat ganglion radiks dorsalis.8

6. Nyeri Alih
Iritasi pada organ dalam sering menimbulkan nyeri yang dirasakan
tidak pada organ tersebut tetapi pada beberapa struktur somatik yang
mungkin terletak cukup jauh. Nyeri seperti ini dikatakan dialihkan
(referred) ke struktur somatic. Nyeri somatic dalam juga dapat
dialihkan, tetapi nyeri superfisial tidak. Bila nyeri bersifat bersifat lokal
dan dialihkan, kadang-kadang nyeri tersebut tampak seperti menyebar
(radiasi) dari tempat lokal ke tempat yang jauh. Jelaslah, pengetahuan
mengenai nyeri alih dan tempat yang sering menjadi tempat pengalihan
nyeri untuk tiap-tiap organ dalam sangat penting bagi dokter.8

Mungkin contoh terbaik adalah pengalihan nyeri jantung ke sisi


dalam lengan kiri. Contoh dramatic lain adalah nyeri di puncak bahu
yang disebabkan oleh iritasi dibagian tengah diafragma dan nyeri di
testis akibat peregangan ureter. Contoh lain banyak dijumpai dalam
bidang penyakit dalam, bedah dan gigi. Namun, tempat nyeri alih tidak
selalu sama dan sering terjadi tempat nyeri alih tidak lazim. Nyeri
jantung, misalnya dapat terasa hanya di abdomen atau dapat teralih ke
lengan kananatau bahkan ke leher. Nyeri alih dapat dicetuskan secara
eksperimental dengan merangsang ujung saraf splanknikus yang
terpotong.8

2.2.3 Fisiologi

Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu


nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral,
eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara
stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat
proses tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.10
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls
nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu
serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon secara maksimal
terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai serabut penghantar
nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor,
juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang
tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator
inflamasi.10

Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju


kornu dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik
menuju otak. Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif
dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis
medula spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron
spinal.10

Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain


related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula
spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor
opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis.
Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending berasal dari korteks
frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan
medula oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses
inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok)
sinyal nosiseptif di kornu dorsalis. Persepsi nyeri adalah kesadaran akan
pengalaman nyeri.10

Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi,


modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor
nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara
potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara
anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga
yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen. (Anas Tamsuri, 2006).10

2.3 Cervical Syndrome


2.3.1 Definisi
Kumpulan gejala yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari akar saraf
cervical yang akan menimbulkan nyeri, ngilu, kesemutan, kram-kram serta rasa
tidak enak pada leher bagian belakang dan bisa menjalar ke bahu, lengan atas dan
lengan bawah tergantung dari akar mana yang terkena.11
2.3.2 Etiologi
Penyebab paling sering (70 - 75% kasus) adalah gangguan foramen saraf spinal
karena kombinasi faktor-faktor di antaranya penurunan puncak diskus dan perubahan
degeneratif dari sendi uncovertebral anterior dan zygapophyseal sendi posterior (yaitu,
spondylosis cervical). Berbeda dengan gangguan lumbal, herniasi nukleus pulposus
hanya sekitar untuk 20 sampai 25 persen dari kasus. Penyebab lainnya yang jarang
yaitu tumor tulang belakang dan infeksi tulang belakang, faktor muskuloskeletal, faktor
nervorum, faktor vaskularisasi. 12
Penelitian pada pasien dengan penyakit diskus cervikalis menemukan bahwa
kompresi akar saraf menyebabkan nyeri anggota badan, sedangkan tekanan pada diskus
menyebabkan nyeri di leher dan perbatasan medial skapula.13
2.3.3 Biomekanik leher
Vertebrae cervical mempunyai fungsi sebagai penopang kepala dan
mempertahankan posisi kepala dan untuk stabilitas dan mobilitas. Gerakan fleksi
ekstensi terjadi pada articulatio atlantooccipitalis, juga bisa terjadi di antara C1 dan
C2. Semua itu dikendalikan oleh otot-otot suboccipital dan ligamentum
atlantooccipital. Gerakan fleksi-ekstensi dan pembatasan lateral fleksi disebabkan
oleh uncovertebral. Bentuk dari corpus yang lebih lebar pada arah lateral
memungkinkan pergerakan fleksi-ekstensi dibanding dengan lateral-fleksi.12,14
Pergerakan rotasi pada persendian atlantoaxial seperti fenomena kursi putar,
dengan stabilisasi dan kontrol oleh ligamentum yang membentuk kapsul persendian
atlantoaxial yang bersifat diarthrosis. Bentuk corpus dari C3-C7 yang seperti pelana
memungkinkan untuk gerakan miring dan rotasi. Posisi dari persendian posterior
hampir tegak lurus pada bidang sagittal sehingga memungkinkan rotasi pada
bidang horizontal dan lateral bending. Pada spatium intervertebral C5-C6 terjadi
range of motion yang besar pada gerak fleksi-ekstensi dan kemungkinan menjadi
faktor penyebab dalam terjadinya spondylosis pada bagian ini.14
Range of Motion (R.O.M.) adalah luas gerak yang bisa dilakukan oleh suatu
sendi dengan seluruh kekuatan. Tiap sendi memiliki R.O.M. yang berbeda-beda
yang diukur menggunakan goniometer. Pada bagian cervical R.O.M normal pada
fleksi adalah 70°. Pada ekstensi 40°. Pada lateral bending 60°. Dan pada rotasi
90°.12,15
2.3.4 Patofisiologi
Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan jaringan
elastis, yang dikelilingi oleh annulus fibrosus yang terbentuk oleh jaringan
fibrosus. Kandungan air dalam nucleus pulposus ini tinggi, tetapi semakin tua umur
seseorang kadar air dalam nuleus pulposus semakin berkurang terutama setelah
seseorang berumur 40 tahun, bersamaan dengan itu terjadi perubahan degenerasi
pada begian pusat discus, akibatnya discus ini akan menjadi tipis, sehingga jarak
antara vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan discus menjadi sempit,
selanjutnya annulus fibrosus mengalami penekanan dan menonjol keluar.15,16
Menonjolnya bagian discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu corpus-corpus
vertebrae yang berbatasan akan terjadi suatu perubahan. Perubahannya yaitu
terbentuknya jaringan ikat baru yang dikenal dengan nama osteofit. Kombinasi
antara menipisnya discus yang menyebabkan penyempitan ruangan discus dan
timbulnya osteofit akan mempersempit diameter kanalis spinalis. Pada kondisi
normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm sampai 18 mm. Tetapi pada kondisi
CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada umumnya antara 9 mm sampai
10 mm.17
Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati seperempat sampai
seperlima, sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh jaringan lain sehingga tidak ada
ruang yang tersisa. Bila foramen intervertebralis ini menyempit akibat adanya
osteofit, maka akar-akar saraf yang ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang
tertekan ini mula-mula akan membengkok. Perubahan ini menyebabkan akar-akar
saraf tersebut terikat pada dinding foramen intervertebralis sehingga mengganggu
peredaran darah. Selanjutnya kepekaan saraf akan terus meningkat terhadap
penekanan, yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat fisiologisnya.
Penekanan akan menimbutkan rasa nyeri di sepanjang daerah yang mendapatkan
persarafan dari akar saraf tersebut.17
2.3.5 Faktor predisposisi
1. Umur
Proses degenerasi pada vertebrae dan diskus intervertebral. Spondilosis
cervicalis biasanya mulai ditemukan setelah usia 40 tahun dan sering
didapatkan pada penderita yang berusia lebih dari 55 tahun.18
2. Trauma
Trauma akibat kecelakaan, proses “wear and tear”, yaitu proses
penggunaan sendi terus menerus yang akan menyebabkan degenerasi sendi.18
3. Degeneratif
Penyakit degeneratif merupakan salah satu kondisi yang sering mengenai
leher pada orang setelah usia pertengahan dan meningkat seiring bertambahnya usia
yang menyebabkan nyeri pada leher. Kondisi ini disebut dengan spondilosis
cervicalis yang tampak dari hasil radiologis yaitu perubahan discus intervertebralis,
pembentukkan osteofit pada paravertebral dan facet joint, serta perubahan arcus
lamina posterior.18
4. Pekerjaan (postur tubuh)
Pekerjaan dengan postur tubuh yang kurang baik seringkali menyebabkan
peningkatan beban tubuh ke bagian cervical. Sebagai contohnya, mengangkat
beban berat pada kuli, gerakan berlebihan pada penari profesional,
menggunakan komputer atau menjahit pakaian dalam waktu yang cukup
lama.18,19
Pekerjaan yang memaksa tenaga kerja untuk berada pada postur kerja
yang tidak ergonomis menyebabkan tenaga kerja lebih cepat mengalami
kelelahan dan secara tidak langsung memberikan tambahan bebabn kerja.
Penerapan posisi kerja yang ergonomis akan mengurangi beban kerja dan
secara signifikan mampu mengurangi kelelahan atau masalah kesehatan yang
berkaitan dengan postur kerja. Jika penerapan ergonomi tidak dapat terpenuhi
akan menimbulkan ketidaknyamanan atau munculnya rasa sakit pada bagian
tubuh tertentu.19

Factor-faktor yang dapat menyebabkan resiko muskulosketal disorders


adalah:19

1. Repetition, pekerjaan-pekerjaan atau pergerakan tubuh yang dilakukan


secara berulang-ulang
2. Awkward postures, posisi-posisi tubuh yang dianggap tidak netral atau tidak
ideal seperti perputaran (twisting) leher, atau meraih kedepan (reaching
toward)
3. Static forces; mempertahankan suatu posisi dalam jangka waktu yang lama
(misalnya duduk yang lama, leher menunduk atau tengadah, atau
menjangkau terlalu jauh).
a) Postur Janggal
Postur janggal adalah deviasi dari gerakan tubuh atau anggota gerak
yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktifitas kerja secara berulang-
ulang dan dalam waktu yang relatif lama. Gerakan postur janggal
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya gangguan, penyakit, atau
cedera pada sistem otot rangka. Gangguan, penyakit, atau cidera pada
sistem musculoskeletal hampir tidak pernah terjadi secara langsung, akan
tetapi lebih merupakan suatu akumulasi dari benturan kecil maupun besar
secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang relatif lama.19
Dalam ukuran jarak atau dimensi pada dasarnya setiap orang
memiliki keinginan untuk melakukan kegiatannya dalam postur yang
optimal. Postur tubuh yang tidak stabil (tidak alamiah) menunjukan bukti
yang kuat sebagai faktor yang berkontribusi terhadap MSDs dan
menimbulkan terjadinya gangguan leher, punggung dan bahu.19
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan
posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya
pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala
terangkat dsb. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh,
maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap
kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas,
alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan pekerja.19
Postur janggal pada leher:19
 Menunduk ke arah depan sehingga sudut yang di bentuk oleh garis
vertikal dengan sumbu ruas tulang leher > 20o.
 Tengadah, setiap postur dari leher yang mendongak ke atas atau
ekstensi.
 Miring, setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan maupun
ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh garis vetikal
dengan sumbu dari ruas tulang leher.
 Rotasi leher, setiap postur leher yang memutar, baik ke kanan dan atau
ke kiri, tanpa melihat berapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan.
Postur janggal pada punggung :19,20
1) Membungkuk, postur punggung membungkukkan badan hingga
membentuk sudut 20o terhadap vertikal dan berputar.
2) Rotasi badan, berputar (twisting) adalah adanya rotasi dan torsi pada
tulang punggung (gerakan, postur, posisi badan yang berputar baik ke
arah kanan, kiri) dimana garis vertikal menjadi sumbu tanpa
memperhitungkan berapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan.
3) Miring, memiringkan badan (bending) dapat didefinisikan sebagai
fleksi dari tulang punggung, deviasi bidang median badan dari garis
vertikal, tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk,
biasanya dalam arah ke depan atau ke samping.
Untuk postur janggal pada kaki adalah bertumpu di atas satu kaki atau
tidak seimbang. Sedangkan postur janggal pada bahu :19
1) Aduksi adalah posisi bahu menjahui garis tengah atau vertikal tubuh.
2) Abduksi adalah posisi bahu mendekati garis tengah atau vertikal tubuh.
3) Fleksi adalah posisi bahu diangkat menuju kearah vertikal tubuh,
depan dada.

4) Ekstensi adalah posisi bahu menjauhi arah vertikal tubuh, atau lengan
berada di belakang badan.
Postur janggal pada lengan:19
1) Fleksi adalah posisi lengan bawah diangkat menuju kearah vertikal
tubuh, depan dada. Fleksi penuh pada siku terkuat pada sudut 90o.
2) Ekstensi adalah posisi lengan bawah menjauhi arah vertikal tubuh,
atau lengan berada dibelakang badan. Ekstensi penuh pada siku adalah
besarnya sudut yang dibentuk oleh sumbu lengan atas dan sumbu
lengan bawah >135o.
Postur janggal pada pergelangan tangan :19
1) Deviasi radial adalah postur tangan yang miring ke arah ibu jari.
2) Deviasi ulnar adalah postur tangan yang mering ke arah kelingking.
3) Ekstensi pergelangan tangan adalah posisi tangan yang menekuk ke
arah punggung tangan di ukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan
bawah dan sumbu tangan sebesar > 45o.
4) Fleksi pergelangan tangan adalah posisi tangan yang menekuk kearah
telapak, diukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan
sumbu tangan sebesar >45o.
Perputaran (rotasi) pergelangan tangan yang berisiko adalah
melakukan perputaran keluar (supinasi) daripada perputaran ke dalam
(pronasi)19

b) Postur Statis
Postur statis yaitu pada saat persendian tidak bergerak. Hal tersebut
tidak hanya membatasi pemasukan nutrisi dan oksigen, tetapi juga
membatasi pembuangan metabolisme. Oleh sebab itu, postur statis sangat
dianjurkan untuk dihindari.19
Postur statis merupakan postur saat kerja fisik dalam posisi yang
sama dimana pergerakan yang terjadi sangat minimal. Kondisi ini
memberikan peningkatan beban pada otot dan tendon yang menyebabkan
kelelahan. Aliran darah yang membawa nutrisi dan oksigen, serta
pengangkutan sisa metabolisme pada otot terhalang. Gerakan yang
dipertahankan > 10 detik dinyatakan sebagai postur statis.19
Posisi tubuh dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan kelelahan
jika dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. Berdiri misalnya,
adalah postur tubuh alami, dan dengan sendirinya tidak menimbulkan
bahaya kesehatan tertentu. Namun, bekerja untuk waktu lama dalam posisi
berdiri dapat menyebabkan sakit kaki, kelelahan otot umum, dan sakit
punggung.19
c) Penggunaan Tenaga
Pekerjaan membutuhkan penggunaan tenaga untuk menempatkan
beban yang tinggi untuk otot, tendon, ligamen, dan sendi. Pekerjaa yang
menggunakan tenaga besar dapat membebani otot, tendon, ligamen, dan
sendi. Peregangan otot yang berlebihan pada ummumnya sering dikeluhkan
oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang
besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan
beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena
pengerahan tennaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot.
Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko
terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan cideranya otot
skeletal.19
Dalam banyak peristiwa, tenaga akan menjadi paling besar jika
sebanyak-banyaknya otot berkontraksi. Sikap tubuh yang bertalian
dengan pengerahan tenaga yang paling besar dengan pengerahan tenaga
yang paling besar bagi gerakan-gerakan tertentu adalah sebagai berikut:19
A) Rotasi (perputaran) tangan ke arah dalam paling kuat jika dimulai
dengan telapak tangan berada pada keadaan rotasi ke luar secara penuh
(supsinasi penuh)
B) Rotasi tangan ke arah luar paling kuat jika dimulai dengan telapak
tangan berada pada keadaan rotasi ke dalam secara penuh (rotasi
penuh)
C) Ekstensi siku (perentangan lengan terhadap siku) paling kuat jika
dimulai pada posisi fleksi penuh
D) Fleksi siku (dengan tangan terbuka) terkuat pada sudut 90° (efek
pengungkit)
E) Pada pekerjaan mendorong dengan tangan sambil duduk, kekuatan
terbesar didapat pada keadaan siku bersudut 150-160° dan dengan
pegangan tangan pada jarak kira-kira 66 cm dari daratan sandaran
pinggang
F) Sambil duduk, kekuatan mendorong lebih besar dari pada menarik,
apabila sandaran pinggang dan injakan kaki disediakan dengan
memadai. Kekuatan menarik terbesar didapat dengan lengan pada
keadaan ekstensi dan pegangan tangan diantara 18-23 cm di atas
dataran duduk
G) Secara ungkitan, tenaga terbesar dalam posisi duduk diperoleh jika
pegangan tangan berada pada ketinggian diantara bahu dan siku,
sedangkan pada posisi berdiri pegangan harus setinggi bahu.
H) Pada posisi berdiri, kekuatan lebih besar pada menarik ke belakang
daripada mendorong ke depan. Gerakan-gerakan ke depan lebih kuat
pada kegiatan mendorong daripada kegiatan menarik.
I) Sambil duduk, kekuatan terhadap pedal terbesar didapat pada fleksi
lutut 160° dan fleksi sendi kaki 120°. Sikap istirahat terbesar diperoleh
dengan fleksi lutut 105-135°.
Penggunaan tenaga akan semakin besar, jika gerakan tubuh yang
membutuhkan pengerahan tenaga ditambah dengan berat beban objek
yang harus diangkat. Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan
untuk diangkat oleh seseorang adalah 23-25 Kg. Mengangkat beban yang
terlalu berat akan mengakibatkan tekanan diskus pada tulang belakang.
Selain itu, berat beban juga dapat menyebabkan kelelahan karena dipicu
peningkatan tekanan pada diskus intervertebralis.19
Risiko yang berkaitan dengan berat beban perlu memperhatikan
durasi dan frekuensi beban yang akan ditangani. Tangan, siku, bahu dan
kaki hanya diperbolehkan mengangkat beban kurang dari 4,5 kg.
Sedangkan beban yang dijepit pada tangan tidak boleh melebihi 0,9 kg
dengan durasi tidak lebih dari 10 detik. Durasi pada kaki tidak boleh
dilakukan lebih dari 30% per hari.19
d) Pergerakan repetitif
Pergerakan repetitif pada aktifitas pekerjaan yang sama dapat
memperburuk akibat dari postur kerja janggal dan gangguan tenaga. Tendon
dan otot dapat memperbaiki efek peregangan tenaga jika waktu yang
dibagikan cukup dalam penggunaannya. Bagaimanapun jika pergerakan
meliputi otot yang sama sering diulang, tanpa istirahat, kelelahan, dan
ketegangan, dapat terakumulasi menghasilkan kerusakan jaringan.19
Pekerjaan repetitif dapat menyebabkan nyeri akibat akumulasi sampah
metabolisme dalam otot. Otot akan melemah dan spasme, yang biasanya
terjadi pada tangan/lengan bawah ketika melakukan pekerjaan repetitif.
Dengan demikian pekerjaan yang mengharuskan melakukan kegiatan
berulang, gerakan yang kasar dan kuat termasuk pekerjaan yang berisiko
tinggi.19
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus
menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-
angkut dsb. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat
beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk
relaksasi.19
Menurut Sue Hignett dan Mc. Atamney (2000) penggunaan otot
berisiko apabila diindikasikan melakukan gerakan statis lebih dari 1 menit
atau gerakan yang dilakukan berulang-ulang sebanyak 4x atau lebih dalam
satu menit. Oleh karena itu, perlu diatur waktu-waktu istirahat khusus agar
kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan dalam
batas-batas toleransi untuk mencegah terjadinya kelelahan, penurunan
kemampuan fisik dan memberi kesempatan tubuh untuk melakukan
pemulihan atau penyegaran.19
2.3.6 Penyebab
Cervical root syndrome sendiri bisa diakibatkan oleh beberapa sebab, antara
lain:12,18
1. Spondilosis cervicalis/Spondiloarthrosis cervical
Ini merupakan proses degeneratif pada vertebra cervical yang sering terjadi
pada orang berusia lebih dari 55 tahun. Perubahan degeneraif mula-mula pada
diskus intervertebralis, dan kemudian pada sendi intervertebral posterior (facet)
dan bisa terjadi pada uncovertebral joint of von Luschka, penyempitan diskus
intervertebralis dan pembentukan spur (osteofit) pada tepi persendian. Pada
diskus intervertebralis akan terjadi destruksi dan menipisnya kartilago vertebra.
Sklerosis dan rusaknya lapisan tulang dibawah kartilago menyebabkan ruang
intervertebralis menyempit. Selain itu akan terjadi reaksi pada pinggir
persendian yang mengakibatkan pembentukan osteofit (spur). Karena
kombinasi antara mobilitas pada weight bearing dan adanya ketidakstabilan,
maka sering didapatkan strain pada daerah ini. Sehingga proses degenerasi pada
daerah cervical tidak dapat dihindari akibat proses “wear and tear”. Pada daerah
cervical, yang sering terjadi adalah pada tiga bagian terbawah, dengan C5 dan
C6 yang memiliki insidensi tertinggi.

Terdapat dua pendapat mengenai pembentukan osteofit, dimana menurut


Collins osteofit terbentuk karena tekanan internal discus yang menyebabkan lig.
longitudinal longgar. Tekanan ini akan mengakibatkan material discus keluar
mengisi ruang diantara corpus vertebra dan lig. longitudinal dan terjadi
ossifikasi. Studi lebih lanjut tidak mendukung teori ini karena secara
mikroskopis tidak terdapat pembentukan tulang sub periosteal yang baru.
Menurut Vernon-Robert dan Pirie terjadi penulangan endochordal dengan
annulus dimana annulus fibrosus melekat pada cartilaginous endplate. Karena
adanya uncovertebral joint of von Luschka maka osteofitosis sering terjadi pada
bagian cervical bila dibandingkan dengan lumbal. Oleh karena uncovertebral
joint adalah pseudojoint yang tidak memiliki kartilago di antaranya, maka
sering terjadi osteoarthritis oleh karena pergeseran, penekanan dan gesekan
antar sendi.
Osteofit biasanya menonjol pada foramina intervertebral sehingga
mengurangi ruangan di mana dilewati n.cervicalis. Bila ruangan menyempit
dan ditambah adanya oedema traumatik dari jaringan lunak maka manifestasi
penekanan saraf akan terjadi. Pada vertebrae Cervical bawah memiliki foramen
kecil dan serabut saraf besar, maka pada bagian cervical bawah biasanya terjadi
penekanan yang bermanifestasi pada gejala radikuler. Keadaan yang jarang
terjadi adalah adalah konstriksi canalis spinalis akibat penonjolan osteofit yang
mengakibatkan penekanan medulla spinalis yang bisa menyebabkan myelopati.

Diskus intervertebralis kehilangan hidrasi dan elastisitas saat menua,


sehingga retak dan fisura. Selanjutnya diskus kolaps karena inkompetensi
biomekanik, menyebabkan annulus menonjol keluar. Ligamen sekitar juga
kehilangan sifat elastis dan membentuk spur akibat tarikan. Pembentukan spur
uncovertebral terjadi akibat proses degeneratif di mana sendi faset kehilangan
tulang rawan menjadi sklerotik dan membentuk osteofit. Stenosis servikal
didapat (acquired) lebih sering akibat perubahan degeneratif seperti
pembentukan osteofit, protrusion diskus, hipertrofi ligamen atau hipertrofi
sendi faset. Sekuele neurologik akibat stenosis kanalis sentralis terjadi apabila
diameter kanal kurang dari 12 mm pada bidang sagital dan stenosis absolut
dinyatakan apabila diameter kanal kurang dari 10 mm. Stenosis spinal dengan
gejala mielopati dapat mencakup disfungsi kandung kemih dan bowel
neurogenik, gangguan pola jalan (gait), impotensi, dan perubahan fungsi
seksual. Kelemahan tungkai dan spastisitas juga dapat terjadi.

Pemeriksaan fisik secara khas menunjukkan penurunan ROM spina


servikal, terutama ekstensi leher. Tes diagnostik termasuk pencitraan polos
untuk melihat sendi uncovertebral, sendi faset, foramen dan sela diskus
intervertebra. MRI mengevaluasi kanalis spinalis dan foramen dalam
hubungannya dengan medulla spinalis, thecal sac, dan akar saraf.
Respons sensory evoked potential (SEP) terlambat atau beramplitudo
rendah dengan adanya mielopati, dan dapat dilakukan berkala untuk
mengevaluasi status perkembangan mielopati. EMG jarum dapat
mengkonfirmasi keterlibatan akar saraf pada gejala radikuler. CT scan dan
mielografi merupakan pencitraan pilihan untuk mendokumentasi stenosis
spinal dan foramen.

Tatalaksana nyeri spondilosis servikal dengan atau tanpa gejala radikuler


dimulai dengan pemberian NSAID. Modalitas terapi fisik dapat dicoba
pemberian traksi dengan hati-hati. Terapi panas yang dalam seperti ultrasound
diathermy dapat menurunkan nyeri dan selanjutnya gerak sendi dapat
ditingkatkan. TENS dan massage bermanfaat mengurangi nyeri dan spasme
otot daerah servikal. Mobilisasi seperti teknik energi otot juga bermanfaat, akan
tetapi harus diawasi dengan ketat karena mobilisasi berlebihan dapat
menyebabkan mielopati. Program latihan termasuk fleksibilitas, penguatan,
stabilisasi dan kondisi aerobik. Rujukan bedah dilakukan segera apabila
evaluasi klinis dan tes neurodiagnostik positif untuk mielopati.

2.3.7 Manifestasi Klinik


Seperti yang telah diketahui bahwa saraf cervical yang berperan dalam
persarafan bahu, lengan, sampai jari adalah saraf cervical yang berasal dari segmen
medula spinalis C5, C6, C7, dan C8 maka radiks-radiks dari segmen inilah yang
memegang peranan dalam masalah cervical root syndrome ini. Pada anamnesa
biasanya dijumpai pasien dengan keluhan nyeri tengkuk serta kaku pada otot leher
dan kadang disertai dengan sakit daerah belakang kepala. Rasa nyeri biasanya
timbul pada pergerakan kepala dan leher disertai adanya penjalaran ke lengan
sesuai dengan persarafan radiks yang terkena, ini yang dinamakan nyeri
radikuler.15,16

Pada pemeriksaan tidak jarang leher mengalami keterbatasan dalam lingkup


geraknya dan biasanya pasien juga merasakan hal itu dengan atau tidak disertai
nyeri leher. Kelainan neurologiknya, terhadap radiks saraf spinal akan
menimbulkan gangguan sensibilitas dan motorik. Untuk ganguan sensibilitas
pengenalan klinisnya ditentukan oleh terdapatnya nyeri saraf daerah kulit yang
dipersarafi oleh radiks dorsalis yang terangsang. Hal tersebut yang dinamakan
dengan dermatom. Sedangkan kelaianan motoric ditandai dengan adanya
kelemahan pada daerah lengan dan tangan. Pemeriksaan lebih lanjut dinilai refleks
tendonnya yang terkadang menurun pada otot yang dipersarafinya.15,16

2.3.11 Hubungan antara posisi dan nyeri leher


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh chungbuk U1 university pada
tahun 2017 yang meneliti kaitan sudut leher dengan penggunaan telepon seluler,
menjelaskan bahwa adanya kelelahan dan nyeri pada otot punggung dan leher.
Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa nyeri pada leher berkaitan dengan
waktu penggunaan telepon seluler di meja atau di pangkuan dengan posisi leher
yang sedikit maju ke depan. Penelitian lain di korea selatan mengungkapkan
bahwa penggunaan telepon seluler kurang dari 2 jam memiliki keluhan yang lebih
sedikit dibanding dengan penggunaan lebih dari 2 jam. Penggunaan telepon
seluler juga dapat meningkatkatkan resiko terjadinya penyakit seperti cts,
muskoskletal disorder lainnya.21
Penggunaan telepon seluler yang sering dilakukan dalam satu posisi atau
postur dapat menyebabkan nyeri terutama pada ekstremitas atas, dan aktivitas ini
dapat menyebabkan kerusakan di otot, tulang, pembuluh darah, dan sendi yang
menyebabkan nyeri pada leher/ cervical. Penggunaan telepon seluler yang lama
juga dapat mnyebabkan posisi tubuh yang tidak normal dimana leher melakukan
fleksi berlebi akan menyebabkan peningkatan stress pada otot leher seperti
trapezius, hal ini juga mempengaruhi otot ekstensor dan menyebabkan kerusakan
ligament-ligamen. Ketika posisi kepala rendah dan posisi leher lurus maka posisi
ini dapat menyebabkan mayofacial syndrome dan sindrom ini dapat
menyebabkan kerusakan jaringan dan otot.22
2.4 Kerangka Teori

Somatic
Nyeri Nosiseptik
Viceral

Fisiologi Psikogenik

Transduksi Mix Sentral

Transmisi
Neuropatik Perifer

Modulasi
Cervical syndrome
Persepsi
Faktor muskuloskeletal

Ket: : Aspek diteliti Faktor nervorum


Faktor vaskularisasi
Proses degeneratif
Tumor Tulang Belakang

Umur Infeksi Tulang Belakang

Trauma Factor resiko


Pekerja
Degeneratif Patofisiologi
PekerjaanTe
Pekerjaan
naga& Posisi Perubahan struktur anatomi pada diskus intravertebralis

Ponsel Pengurangan kadar air di nucleus pulposus


Pekerja
Jarak antar vertebra menjadi tipis
Definisi Dampak Frekuensi/ Posisi dan ruang diskus semakin sempit
Durasi
Anulus fibrosus mengalami penekanan
dan menonjol keluar

Saraf yang mengalami penekanan akan mengalami peningkatan kepekaan saraf dan
terjadi perubahan fisiologis

Nyeri
2.5 Kerangka Konsep

Penggunaan ponsel Cervical syndrome

- Frekuensi - Usia
- Durasi - Jenis kelamin
- Posisi
- Pekerjaan
- Rata-rata
waktu
Daftar Pustaka
1) Fadilah A. Pengaruh penggunaan alat komunikasi handphone (HP) terhadap aktivitas
belajar siswa smp negeri 66 jakarta selatan. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah; 2011.h. 10-12
2) Kim MS. Influence of neck pain on cervical movement in the sagittal plane during
smartphone use. 2015.h. 15-17
3) Daeng ITM, Mewengkang NN, Kalesaran ER. Penggunaan smartphone dalam
menunjang aktivitas perkuliahan oleh mahasiswa fispol unsrat manado. E-journal “Acta
Diurna” vol.VI no. 1. 2017
4) Shin.Y, Kim W, Kim S. Correlations among visual analogue scale, neck disability
index, shoulder joint range of motion, and muscle strength in young women with
forward head posture. Department of Physical Therapy, College of Rehabilitation
Sciences, Daegu University, Daegu, Korea. Journal of Exercise Rehabilitation. Korea:
2009;13(4):413-7
5) Kang J, Park R.et.al. The Effect of The Forward Head Posture on Postural Balance in
Long Time Computer Based Worker. Department of Rehabilitation Medicine, Gwangju
Veterans Hospital. Ann Rehabil Med. Korea: 2012; 36: 98-104
6) Hoeger WWK, Hoeger SA, Fawson AL, dan Hoeger CI. Fitness and wellness. United
States: Cengage. 2018.h. 86
7) Yudiyanta, Khoirunnisa N, Novitasari R.W. Assessment Nyeri. Departemen Neurologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: 2015;3(42)
8) Barret E.K, Barman S.M. et.al. Ganong’s Review of Medical Physiology. Mc Graw
Hill Companies Inc. Singapore: 2005;1(23):147-150
9) Pinzon R. Terapi Rasional Nyeri Neuropatik. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta: 2014;3(41)
10) Bahrudin M. Patofisiologi nyeri (pain). Jurnal Universitas Muhammadiyah Malang vol.
13 no.1. 2017
11) Sanjaya P. Cervical Root Syndrome. Bagian Penyakit Saraf RSU Unit Swadana Pare-
Kediri. 2012.
12) Tulaar AB. Nyeri Leher dan Punggung. Studi Tinjauan Pustaka. Departemen
Kedoktteran Fisik dan Rehabilitasi. Majalah Kedokteran Indonesia. 5 (5); Mei. 2008.
13) Jackson R. 2010. The Classic: The Cervical Syndrome.
http://www.springerlink.com/content/1r7004736x033820/fulltext.html
14) Noerjanto M. 1996. Nyeri Tengkuk. Dalam: Hardinoto S, Setiawan, Soetedjo. Nyeri
Pengenalan dan Tatalaksana. Semarang: Badan Penerbit UNDIP
15) Emil R. 2004. Sindroma Servikal. Semarang: FK UNDIP
16) Malanga G. 2009. Cervical Radiculopathy Clinical Presentation.
http://emedicine.medscape.com/article/94118-clinical#showall
17) Mardjono M. dan Sidharta P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat
18) Susilo WA. Pengaruh terapi modalitas dan terapi latihan terhadap penurunan rasa nyeri
pada pasien cervical root syndrome di RSUD. DR. Moewardi Surakarta. Skripsi. FK
Universitas Sebelas Maret.
19) CDC. Cumulative trauma disorders in workplace. Diunduh dari
https://www.cdc.gov/niosh/docs/95-119/default.html. 10 november 2018.
20) Tejo B. 2009. Cervical Root Syndrome.
http://bimaariotejo.wordpress.com/2009/05/31/cervical-root-syndrome/
21) Kanw KWMK, Putra IGNP, Purwata TE. Hubungan antara penggunaan telepon pintar
dengan kejadian nyeri leher pada individu dewasa muda. 2018. Udayana
22) Iqbal MH, Gilani SA, Hanifka Iqbal Z. Association of neck pain with use of android
phone and its daily usage among student of university of lahore

Anda mungkin juga menyukai