Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Sebagai agama yang begitu sempurna, Islam mengatur segala segi kehidupan termasuk
tata cara pembagian harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang, setelah orang tersebut
meninggal dunia. Hukum yang mengatur tentang pembagian atau peralihan harta warisan
disebut hukum kewarisan yang di dalam Islam dikenal dengan hukum faraidl. Allah SWT
memerintahkan kepada setiap orang beriman untuk mengikuti ketentuan-ketentuan hukum
tersebut sebagaimana tertulis dalam QS. An-Nisa’ ayat 13 dan 14.

Artinya: 13. (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga
yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan
itulah kemenangan yang besar. 14. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya
ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang
menghinakan.

Dalam tradisi Arab pra Islam, hukum yang diberlakukan menyangkut ahli waris mereka
menetapkan bahwa wanita dan anak-anak tidak memperoleh bagian warisan, dengan alasan
mereka tidak atau belum dapat berperang guna mempertahankan diri, suku atau
kelompoknya.1 Oleh karena itu yang berhak mewarisi adalah laki-laki yang berfisik kuat dan
dapat memanggul senjata untuk mengalahkan musuh dalam setiap
peperangan. 2 Konsekuensinya perempuan, anak-anak dan orang tua renta tidak berhak
mewarisi harta peninggalan kerabatnya.

PENGERTIAN

1
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Ilmu Hukum Waris Menurut Ajaran Islam, Mutiara Ilmu,Surabaya, hlm.
15.
2
Ahmad Rofik, Fiqh Mawaris, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 6.
Kata mawaris atau pembagian hak waris berasal dari kata “waris” (bahasa Arab) yang
berarti mempusakai harta orang yang sudah meninggal, atau membagi-bagikan harta
peninggalan orang yang sudah meninggal kepada ahli warisnya. Ahli waris adalah orang-
orang yang mempunyai hak untuk mendapat bagian dari harta peninggalan orang yang sudah
meninggal. Ahli waris dapat digolongkan menjadi dua, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli
waris perempuan.3

Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-
Baqarah:188)

KETENTUAN

1. Zawil Furud

Zawil furud adalah ahli waris yang perolehan harta warisannya sudah ditentukan oleh
dalil Al-Qur’an dan hadist. 4 Dari ayat Al-Qur’an tersebut, dapat diuraikan orang yang
mendapat bagian seperdua, seperempat, dan seterusnya.

a. Ahli waris yang mendapat 1/2, yaitu sebagai berikut.

1) Anak perempuan tunggal.

2) Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki.

3) Saudara perempuan tunggal yang sekandung.

4) Saudara perempuan tunggal yang sebapak apabila saudara perempuan yang


sekandung tidak ada.

Margiono, Junaidi Anwar, Latifah, Pendidikan Agama Islam 3 Lentera Kehidupan SMA Kelas XII,
31

Yudhistira, Jakarta, hlm. 150.

4
Margiono, Junaidi Anwar, Latifah, Pendidikan Agama Islam 3 Lentera Kehidupan SMA Kelas XII,
Yudhistira, Jakarta, hlm. 152.
5) Suami apabila istrinya tidak mempunyai anak, atau cucu (laki-laki ataupun
perempuan) dari anak laki-laki.

b. Ahlinya waris yang mendapat 1/4, yaitu sebagai berikut.


1) Suami apabila istrinya mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.

1) Istri ( seorang atau lebih) apabila suaminya tidak mempunyai anak atau cucu dari
anak laki-laki.

c. Ahli waris yang mendapat 1/8, yaitu istri (seorang atau lebih) apabila suaminya
mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.

d. Ahli waris yang mendapat 2/3, yaitu sebagai berikut.

1) Dua orang anak perempuan atau lebih apabila tidak ada anak laki-laki (menurut
sebagian besar ulama).

2) Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki apabila anak perempuan
tidak ada (dikiaskan kepada anak perempuan).

3) Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sekandung (seibu sebapak).

4) Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak.

e. Ahli waris yang mendapat 1/3, yaitu sebagai berikut.

1) Ibu, apabila anaknya yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu, atau dia
tidak mempunyai saudara-saudara ( laki-laki atau perempuan) yang sekandung,
yang sebapak atau seibu.

2) Dua orang saudara atau lebih (laki-laki atau perempuan) yang seibu apabila tidak
ada anak atau cucu.

f. Ahli waris yang mendapat 1/6, yaitu sebagai berikut.

1) Ibu, apabila anaknya yang meninggal itu mempunyai anak atau cucu (dari anak
laki-laki) atau mempunyai saudara-saudara (laki-laki atau perempuan) yang
sekandung, yang sebapak atau seibu,

2) Bapak, apabila anaknya yang meninggal mempunyai anak atau cucu (laki-laki
atau perempuan) dari anak laki-laki,
3) Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak). Nenek mendapat seperenam apabila ibu
tidak ada. Jika nenek dari pihak bapak dan ibu masih ada, maka keduanya
mendapat bagian yang sama dari bagian yang seperenam itu.

4) Cucu perempuan (seorang atau lebih) dari anak laki-laki apabila orang yang
meninggal mempunyai anak tunggal. Akan tetapi, apabila anak perempuan lebih
dari seorang, maka cucu perempuan tidak mendapat apa-apa.

5) Kakek, apabila orang yang meninggal mempunyai anak atau cucu (dari anak laki-
laki), sedangkan bapaknya tidak ada.

6) Seorang saudara (laki-laki atau perempuan) yang seibu.

7) Saudara perempuan yang sebapak (seorang atau lebih) apabila saudaranya yang
meninggal itu mempunyai seorang saudara perempuan kandung. Ketentuan
pembagian seperti itu dimaksudkan untuk menggenapi jumlah bagian saudara
kandung dan saudara sebapak menjadi 2/3 bagian. Apabila saudara kandungnya
ada dua orang atau lebih, maka saudara sebapak tidak mendapat bagian.5

2. Asabat

Berasal dari bahasa Arab ‘ashabab yang berarti kerabat seseorang dari pihak bapak.
Disebut demikian, dikarenakan mereka adalah kerabat bapak yang menguatkan dan
melindungi.1

Maka jika dalam faraidl kerabat diistilahkan dengan asabat, hal ini disebabkan mereka
melindungi dan menguatkan. Inilah pengertian asabat dari segi bahasa.

Sedangkan pengertian asabat menurut istilah para fuqaha ialah : ahli waris yang tidak
disebutkan banyaknya bagiannya dengan tegas.6

Sebagai contoh, anak laki-laki, cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, saudara kandung
laki-laki dan saudara laki-laki seayah, dan paman (saudara kandung ayah). Kekerabatan
mereka sangat kuat dikarenakan berasal dari pihak ayah.

Apabila ada di antara ahli waris yang mendapat bagian tertentu, maka sisanya menjadi
bagian asabat yang dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.

5
ibid
6
Ahmad Sarwat, Fiqih Mawaris, DU CENTER, hlm. 64
a. Asabat Binafsih

Asabat binafsih yaitu laki-laki yang nasabnya kepada pewaris tidak tercampuri kaum
wanita.7

b. Asabat Bilgair

Perempuan juga ada yang menjadi asabat dengan ketentuan sebagai berikut.

1) Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabat dengan
syarat bahwa untuk laki-laki mendapat bagian dua kali lipat perempuan.

2) Cucu laki-laki dari anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
asabat.

3) Saudara laki-laki sekandung juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
asabat.

4) Saudara laki-laki sebapak juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi
asabat.

Keempat macam asabat di atas dinamakan asabat bilgair yaitu asabat dengan sebab orang
lain. Jika ahli waris yang ditinggalkan dua orang saudara atau lebih, maka cara
pembagiannya ialah untuk saudara laki-laki mendapat dua kali lipat dari bagian perempuan.

c. Asabat Ma’algair

Selain dua asabat yang disebutkan di atas, ada satu asabat lagi yang dinamakan asabat
ma’algair (asabat bersama orang lain). Asabat ini ada dua macam, yaitu sebagai berikut.

1) Saudara perempuan sekandung apabila ahli warisnya saudara perempuan sekandung


(seorang atau lebih) dan anak perempuan (seorang atau lebih) atau saudara perempuan
sekandung dan cucu perempuan(seorang atau lebih), maka saudara perempuan
menjadi asabat ma’algair. Sesudah ahli waris yang lain mengambil bagian masing-
masing, sisanya menjadi bagian saudara perempuan tersebut.

2) Saudara perempuan sebapak apabila ahli waris saudara perempuan sebapak (seorang
atau lebih) dan anak perempuan (seorang atau lebih), atau saudara perempuan sebapak
dan cucu perempuan (seorang atau lebih), maka saudara perempuan menjadi asabat

7
Ahmad Sarwat, Fiqih Mawaris, DU CENTER, hlm. 68
ma’algair. Jadi, saudara pereempuan sekandung atau sebapak dapat menjadi asabat
ma’algair apabila mereka tidak mempunyai saudara laki-laki.

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

1. Rukun Waris
Untuk terjadinya sebuah pewarisan harta, maka harus terpenuhi tiga rukun waris. Bila
salah satu dari tiga rukun ini tidak terpenuhi, maka tidak terjadi pewarisan.
Ketiga rukun itu adalah al-muwarrits, al-waarist dan al-mauruts. Lebih rincinya :
a. Al-Muwarrits
Al-Muwarrits (bahasa Arab) sering diterjemahkan sebagai pewaris, yaitu orang
yang memberikan harta warisan. Dalam ilmu waris, al-muwarrits adalah orang yang
meninggal dunia, lalu hartanya dibagi-bagi kepada para ahli waris.
Harta yang dibagi waris haruslah milik seseorang, bukan milik instansi atau
negara. Sebab instansi atau negara bukanlah termasuk pewaris.1
b. Al-Warist
Al-Warist (bahasa Arab) diterjemahkan sebagai ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk
menerima harta peninggalan karena adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan
pernikahan, atau lainnya.8

c. Al-Mauruts
Al-Mauruts (bahasa Arab) berarti harta warisan, yaitu harta benda atau hak yang
ditinggalkan, baik berupa uang, tanah, dan sebagainya. Sedangkan harta yang bukan milik
pewaris, tentu saja tidak boleh diwariskan. Misalnya, harta bersama milik suami istri. Bila
suami meninggal, maka harta itu harus dibagi dua terlebih dahulu untuk memisahkan mana
yang milik suami dan mana yang milik istri. Barulah harta yang milik suami itu dibagi waris.
Sedangkan harta yang milik istri, tidak dibagi waris karena bukan termasuk harta warisan.
d. Al-Hujub
Al-hujub dalam bahasa Arab bermakna 'penghalang'. Jadi, bentuk isim fa'il (subjek)
untuk kata hajaba adalah hajib dan bentuk isim maf'ul (objek) ialah mahjub. Maka makna
al-hajib menurut istilah ialah orang yang menghalangi orang lain untuk mendapatkan warisan,
dan al-mahjub berarti orang yang terhalang mendapatkan warisan. Adapun pengertian al-
hujub menurut kalangan ulama faraid adalah menggugurkan hak ahli waris untuk menerima
waris, baik secara keseluruhannya atau sebagian saja disebabkan adanya orang yang lebih
berhak untuk menerimanya.

GUGURNYA HAK WARISAN


Bersama dengan kajian tentang siapa saja yang berhak mendapat warisan, ada juga hal-
hal yang membuat seseorang yang seharusnya mendapat warisan, namun karena satu dan lain
hal, haknya menjadi gugur. Sehingga orang tersebut tidak jadi menerima warisan. Hal-hal
yang bisa menggugur hak waris seseorang adalah sebagai berikut.
a. Pembunuhan

8
Ahmad Sarwat, Fiqih Mawaris, DU CENTER, hlm. 45
Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya seorang anak
membunuh ayahnya), maka gugurlah haknya untuk mendapatkan warisan dari
ayahnya. Si Anak tidak lagi berhak mendapatkan warisan akibat perbuatannya. Hal
ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
"Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya. "
b. Perbedaan Agama
Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang non muslim,
apa pun agamanya. Maka seorang anak tunggal dan menjadi satu-satunya ahli waris
dari ayahnya, akan gugur haknya dengan sendiri bila dia tidak beragama Islam.
Siapapun yang seharusnya termasuk ahli waris, tetapi dia tidak beragama Islam, tidak
berhak mendapatkan harta warisan dari pewaris yang muslim. Hal ini telah
ditegaskan Rasulullah SAW dalam sabdanya:
25
“Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir
mewarisi muslim."
c. Murtad dari Agama Islam
Sekalipun mulanya beragama Islam, tetapi kemuadian pindah ke agama lain,
maka dia tidak berhak lagi mewarisi harta keluarganya yang beragama Islam.
d. Menjadi Budak
Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai hak untuk mewarisi
sekalipun dari saudaranya. Sebab segala sesuatu yang dimiliki budak, secara
langsung menjadi milik tuannya. Baik budak itu sebagai qinnun (budak murni),
mudabbar (budak yang telah dinyatakan merdeka jika tuannya meninggal), atau
mukatab (budak yang telah menjalankan perjanjian pembebasan dengan tuannya,
dengan persyaratan yang disepakati kedua belah pihak). Jadi, semua jenis budak
merupakan penggugur hak untuk mewarisi dan hak untuk diwarisi disebabkan
mereka tidak mempunyai hak milik.
2. Sebelum Pembagian Warisan
Pada saat jenazah telah dimakamkan, sebelum dilaksanakan pembagian warisan, pihak
keluarga atau ahli waris terlebih dahulu harus menyelesaikan beberapa hal yang ada
hubungannya dengan harta peninggalan, yaitu sebagai berikut.
a. Zakat
Apabila sudah tiba saatnya untuk mengeluarkan zakat harta, maka harta
peninggalan dikeluarkann untuk zakat maal terlebih dahulu atau zakat fitrah.
b. Hutang
Apabila almarhum/almarhumah meninggalkan hutang, maka hutang itu harus
dibayar lebih dahulu dengan harta yang dimilikinya. Kecuali bila orang yang memberi
hutang itu menyatakan kerelaannya atas hutang-hutang itu.
c. Biaya Pengurusan
Semua biaya untuk pengurusan jenazah, bahkan mulai dari biaya rumah sakit
bila ada, hingga biaya memandikan, mengkafani, menguburkan dan lainnya, bisa
diambilkan dari harta almarhum /almarhumah.
Dari langkah ini akan segera bisa didapat nilai nominal harta
almarhum/almarhumah. Tentu harta itu bukan hanya uang, tetapi bisa berbentuk
rumah, tanah, kendaraan atau apapun.
Namun untuk memudahkan penghitungan, biasanya dilakukan penaksiran atas
semua asset beliau dalam besaran nominal. Meski benda-benda itu tidak harus
langsung dijual kepada pihak lain.
d. Wasiat
Apabila sebelum meninggal almarhum/ almarhumah pernah berwasiat atas
harta yang dimiliknya, maka sebelum warisan dibagikan, wasiat itu harus dikeluarkan
terlebih dahulu. Dengan syarat jumlahnya tidak boleh melebihi dari 1/3 dari total
hartanya. Bila telah melebihi, maka hukumnya tidak boleh karena yang 2/3 itu adalah
milik ahli waris.
Apabila semua hak yang tersebut di atas telah diselesaikan semuanya, maka harta
warisan yang masih tersisa bisa dibagi-bagikan kepada para ahli waris yang berhak
menerimanya.

Anda mungkin juga menyukai