Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN

Studi kasus dilakukan pada pasien An. MHA, usia 9 tahun, pasien
merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Pasien datang ke Puskesmas
Baiturrahman dengan keluhan gatal-gatal hampir di seluruh tubuh. Keluhan ini di
rasakan pasien sudah sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu.. Menurut pengakuan
ibu pasien, pasien pertama kali mengeluhkan timbul bentol-bentol yang terasa
gatal di paha bagian dalam terutama pada malam hari, bentol-bentol kemudian
menyebar ke perut dan kaki pasien. Keluhan ini mengarah kepada skabies.
Skabies adalah penyakit kulit yang sangat menular, disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei varian hominis. Penyakit ini ditandai
dengan keluhan subyektif yang sangat gatal terutama pada malam hari sehingga
dapat mengganggu penderita yang akan dirasakan oeh penderita 4-6 minggu
setelah tertular, disertai erupsi kulit dengan derajat keparahan yang bervariasi.
Onset gejala klinis terjadi seiring dengan berkembangnya respon imun terhadap
keberadaan tungau dan produk-produknya pada epidermis. 4
Dari alloanamnesis dengan ibu pasien diketahui bahwa sepupu pasien yang
mengalami keluhan yang sama seperti pasien datang dan menginap di rumah
pasien selama seminggu. Selama seminggu tersebut pasien dan sepupunya
melakukan aktivitas bersama seperti tidur, mandi, dan bermain bahkan saling
berganti-ganti handuk. Hal ini sesuai dengan metode penularan skabies, yaitu
melalui kontak langsung (skin to skin), sehingga penyakit ini dapat menyerang
seluruh anggota keluarga. Penularan juga bisa terjadi secara tidak langsung
melalui penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur, juga kontak
seksual. Populasi yang padat, yang merupakan karakteristik dari negara yang
belum maupun sedang berkembang, kemiskinan, dan hiegiene yang buruk
meningkatkan penyebaran skabies. Dari pemaparan ibunya didapatkan faktor
risiko yang terdapat pada pasien adalah kebiasaan memakai handuk yang sama
dengan orang lain, dari kunjungan ke rumah pasien juga terlihat kebersihan rumah
kurang baik, luas rumah dengan jumlah penghuni yang tidak seimbang, serta
posisi rumah yang berada pada lingkungan padat penduduk. 5
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada regio tangan, perut, selangkangan,
genitalia, dan kaki tampak papul dan vesikel dengan krusta disertai ekskoriasi dan
erosi tersebar diskret, jumlah multipel, distribusi generalisata. Lesi primer pada
skabies merupakan reaksi alergi terhadap tungau, berupa erupsi papula yang
terdapat disekitar aksila, umbilikus, dan paha.. Lesi sekunder berupa ekskoriasi,
krusta dan bila timbul infeksi sekunder terdapat pustula yang dapat mengaburkan
lesi primernya. Adanya terowongan dengan dinding tipis bentuk berkelok-kelok
berwarna putih keabu-abuan dengan panjang 1-10 mm merupakan patognomonis
pada skabies. Terowongan ini disebabkan perpindahan kutu pada stratum
korneum, dan ada vesikel pada salah satu ujung yang berdekatan dengan tungau
yang sedang menggali terowongan, dan seringkali dikelilingi eritema ringan.
Terowongan ditemukan pada : bagian tepi dari jari-jari, telapak tangan, sela-sela
jari, bagian volar pergelangan tangan, dan punggung kaki. Pada bayi, terowongan
sering pada telapak tangan, telapak kaki, juga bisa ditemukan di badan, kepala,
dan leher. Terowongan pada genetalia pria biasanya ditutupi oleh papula yang
meradang, dan papula tersebut yang ditemukan pada penis dan skrotum adalah
patognomonis untuk skabies. Pada pasien tidak ditemukan terowongan mungkin
disebabkan karena pasien sering menggaruk-garuk lesi sehingga lesi terowongan
tersebut tersamarkan. 4,5
Terdapat beberapa cara untuk menemukan terowongan (kanalikuli) yaitu
dengan kerokan kulit, mengambil tungau dengan jarum, pemeriksaan dengan tinta
parker (Burrow ink test) atau dermatoskop (Epiluminescence microscopy), namun
tidak satupun pemeriksaan dilakukan karena tidak dipatkan lesi mirip dengan
terowongan pada pasien. 4
Erupsi skabies disebabkan oleh respon imun terhadap keberadaan Sarcoptes
scabiei atau produk-produknya pada kulit. Pada infestasi primer, erupsi kulit
biasanya terjadi sekitar 4 minggu setelah infestasi dan diikuti dengan timbulnya
gejala klinis. Rasa gatal dan inflamasi adalah hasil dari reaksi hipersensitivitas
dari pejamu karena adanya bahan-bahan asing (seperti kutu, telur dan feses) pada
kulit. Garukan yang terjadi akibat rangsangan gatal akan mengurangi jumlah
organisme dan membantu membatasi derajat infestasi. Pada reinfestasi, gejala
klinis timbul lebih cepat yaitu sekitar 1-4 hari setelah infestasi dengan derajat
yang lebih ringan. Hal ini terjadi oleh karena pada infestasi ulang telah terjadi
sensitisasi dalam tubuh pasien terhadap tungau dan produknya yang merupakan
antigen dan mendapat respon dari sistem imun tubuh. Tungau betina membuat
liang di dalam epidermis (stratum korneum, yang bersifat lebih longgar dan tipis)
dan meletakkan telur dalam liang-liang yang ditinggalkannya. Awalnya pejamu
tidak menyadari adanya aktivitas penggalian terowongan dalam epidermis tetapi
setelah 4-6 minggu terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap tungau atau bahan-
bahan yang dikeluarkannya, dan mulainya timbul gatal. Reaksi alergi terhadap
tungau dan produknya disebabkan akibat substansi yang dilepaskan S.scabiei
sebagai respon terhadap hubungan antara tungau, keratinosit, dan sel-sel
Langerhans ketika melakukan penetrasi kedalam kulit. Hasil penelitian terbaru,
menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Pada reaksi tipe I,
terjadi akibat pertemuan antigen tungau dengan imunoglobulin E pada sel mast,
sehingga terjadi peningkatan imunoglobulin-E. Keterlibatan reaksi
hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan gejala sekitar 10-30 hari setelah
sensitisasi tungau dan berupa terbentuknya papul dan nodul inflamasi. Cara
penularan skabies melalui kontak langsung (skin to skin), sehingga penyakit ini
dapat menyerang seluruh anggota keluarga. Penularan secara tidak langsung
melalui penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur, juga kontak
seksual. 4,5
Untuk mendiagnosis skabies dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang, yaitu dengan menemukan 2 dari 4
kriteria : (1) Pruritus nokturna (gatal malam hari, karena aktivitas tungau lebih
tinggi pada suhu lembab); (2) Menyerang sekelompok manusia; (3) Predileksi dan
morfologi lesi yang khas; (4) Identifikasi mikroskopik adanya tungau, telur, fecal
pellet (skibala). Pada pasien didapatkan 3 kriteria tersebut, yaitu kriteria 1, 2, dan
3. 4,5
Pada kunjungan ke puskesmas terapi medikamentosa yang diberikan adalah
Permetrin krim 5% yang dioleskan pada seluruh tubuh kecuali bagian wajah. Hal
ini sesuai dengan tatalaksana skabies. Pasien juga diberikan antihistamin klasik
sedatif ringan untuk mengurangi rasa gatal yaitu cetirizine sekali sehari pada
malam hari. Permetrin sebagai anti skabies lebih poten jika dibandingkan dengan
lindan (gameksan) atau krotamiton, juga lebih poten dan aman pada bayi dan
anak. Obat ini efektif untuk kasus skabies yang gagal dengan pengobatan skabies
lain khususnya lindan. Penularan skabies terutama melalui kontak langsung yang
erat, maka untuk keberhasilan terapi seluruh keluarga yang tinggal dalam 1 rumah
harus diobati dengan anti skabies secara serentak. Penularan melalui kontak tidak
langsung seperti melalui perlengkapan tidur, pakaian, atau handuk memegang
peranan penting, maka dilakukan edukasi kepada keluarga pasien untuk mencuci
pakaian, sprei, gorden dan menjemur sofa dan tempat tidur. Hal ini dilakukan
untuk mematikan semua tungau dewasa dan telur sehingga tidak terjadi
kekambuhan. 4,5
Komplikasi pada penyakit ini yaitu terjadinya infeksi sekunder pada lesi
skabies akibat garukan-garukan yang dirangsang rasa gatal. Bila infeksi
disebabkan oleh S. pyogenes maka dapat terjadi glomerulonefritis akut,
limphadenopathy. Hal lain yang mungkin timbul adalah penyakit menjadi kronik
oleh karena salah diagnosis dan salah penanganan. 4,5
Dalam menatalaksana pasien, seorang dokter perlu memperhatikan pasien
seutuhnya, tidak hanya tanda dan gejala penyakit namun juga psikologisnya.
Pembinaan keluarga yang dilakukan pada kasus ini tidak hanya mengenai
penyakit pasien, tetapi juga mengenai masalah-masalah lainnya seperti fungsi
ekonomi dan pemenuhan kebutuhan keluarga, perilaku kesehatan keluarga, dan
lingkungan. 6
Masalah ekonomi yang dialami adalah rendahnya pendapatan keluarga
sehingga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan dan sandang. Keluarga
dimotivasi untuk menambah sumber pendapatan tambahan melalui pemanfaatan
waktu luang, seperti berdagang atau menjadi pramuwisma paruh waktu. Masalah
lingkungan rumah pada keluarga adalah ventilasi dan pencahayaan di dalam
rumah yang masih kurang, ukuran rumah yang terlalu kecil untuk penghuni yang
berjumlah 7 orang, lantai rumah yang kurang bersih, serta banyaknya pakaian
ditumpuk dan digantung di sembarang tempat, yang merupakan lingkungan yang
baik untuk berkembang biaknya parasit seperti skabies. Keluarga dimotivasi untuk
memperbaiki ventilasi dan pencahayaan dengan membuka pintu rumah pada siang
hari dan menggunakan kipas angin yang selalu dibersihkan, serta selalu mencuci
dan menyeterika pakaian setelah digunakan dan menyimpannya dalam lemari.
Intervensi yang dilakukan terhadap lingkungan adalah memberi penyuluhan
mengenai skabies (gejala, penatalaksanaan, penyebaran penyakit, dan
pencegahannya) terhadap warga masyarakat dalam satu RW. Selain itu, penemuan
kasus skabies pada lingkungan harus dilaporkan kepada Puskesmas setempat agar
dapat dilakukan tindakan pengobatan secara massal untuk mencegah penularan
yang lebih luas .

Anda mungkin juga menyukai