Anda di halaman 1dari 11

KELOMPOK 2

Nama Anggota :
1. Dewi Nur Oktaviani (108116039)
2. Dewi Apriliani (108116041)
3. Dita Rizki Baerawati (108116043)
4. Ahmad Fatoni (108116050)
5. Ayu Safitri (108116063)

Prodi : S1 Keperawatan 3B

PEMERIKSAAN 12 SARAF KRANIAL (NERVUS CRANIALIS)

A. PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS


1. Nervus Olfaktorius/N I (sensorik)
Cara pemeriksaan : tiap lubang hidung diuji terpisah. Pasien atau pemeriksa
menutup salah satu lubang hidung pasien kemudian pasien disuruh mencium salah
satu zat dan tanyakan apakah pasien mencium sesuatu dan tanyakan zat yang
dicium. Untuk hasil yang valid, lakukan dengan beberapa zat/bau-bauan yang
berbeda, tidak hanya pada 1 macam zat saja.

Penilaian : Pasien yang dapat mengenal semua zat dengan baik disebut daya
cium baik (normosmi). Bila daya cium kurang disebut hiposmi dan bila tidak dapat
mencium sama sekali disebut anosmi.

2. Pemeriksaan N.II: Optikus


Tujuan pemeriksaan :
a. Mengukur ketajaman penglihatan / visus dan menentukan apakah kelaianan
pada visus disebabkan oleh kelaianan okuler lokal atau kelaianan syaraf.
b. Mempelajari lapangan pandangan
c. Memeriksa keadaan papil optik
Cara Pemeriksaan :
Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan
pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka biasanya dilakukan
pemeriksaan nervus II , yaitu :

a. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan :


1. Dilakukan dengan cara memandingkan ketajaman penglihatan pasien
dengan pemeriksa yang normal.
2. Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh, misalnya jam
dinding dan ditanyakan pukul berapa.
3. Pasien disuruh membaca huruf-huruf yang ada di koran atau di buku.
4. Bila ketajaman penglihatan pasien sama dengan pemeriksa, maka
dianggap normal.
5. Pemeriksaan ketajaman penglihatan yang lebih teliti dengan pemeriksaan
visus dengan menggunakan gambar snellen.
6. Pemeriksaan snellen chart
a. Pasien disuruh membaca gambar snellen dari jarak 6 m
b. Tentukan sampai barisan mana ia dapat membacanya.
c. Bila pasien dapat membaca sampai barisan paling bawah, maka
ketajaman penglihatannya norma (6/6)

b. Pemeriksaan Lapangan Pandangan :

Dilakukan dengan jalan membandingkan dengan penglihatan pemeriksa


yang dianggap normal., dengan menggunakan metode konfrontasi dari donder.

1) Pasien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan


jarak kira-kira 1 m.
2) Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri pasien harus
ditutup, misalnya dengan tangan atau kertas, sedangkan pemeriksa harus
menutup mata kanannya.
3) Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan
pemeriksa harus selalu melihat mata kanan pasien.Setelah itu pemeriksa
menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antara pemeriksa dan
pasien.
4) Lakukan gerakan dari arah luar ke dalam
5) Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi
tahu dan dibandingkan dengan pemeriksa, apakah pemeriksa juga
melihatnya
6) Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan
lebih dahulu melihat gerakan tersebut.
7) Lakukan pemeriksaan pada masing-masing mata pasien.

3. Saraf okulomotoris (N. III)

Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil

a. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas
kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral.
Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari
pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke
atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara
kronik pula.
b. Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint
ke arah medial, atas, dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya penglihatan
ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan
gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus
(juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
c. Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
1. Bentuk dan ukuran pupil
2. Perbandingan pupil kanan dan kiri
Perbedaan Æ pupil sebesar 1mm masih dianggap normal
3. Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
a) Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
b) Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II)
c) Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya
sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua
bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola
mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris
berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan
disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan pada
jarak ± 15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat
konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.

4. Pemeriksaan N. IV Trokhlearis Fungsi : Somatomotorik

Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil. Yang


diperiksa adalah ukuran pupil (miosis bila ukuran pupil < 2 mm, normal dengan
ukuran 4-5 mm, pin point pupil bila ukuran pupil sangat kecil dan midiriasis
dengan ukuran >5 mm), bentuk pupil, kesamaan ukuran antara kedua pupil (isikor
/ sama, aanisokor / tidak sama), dan reak pupil terhadap cahaya (positif bila tampak
kontraksi pupil, negative bila tidak ada kontraksi pupil. Dilihat juga apakah
terdapat perdarahan pupil (diperiksa dengan funduskopi).
5. Pemeriksaan N. V Trigeminus Fungsi : Somatomotorik, somatosensorik

a. Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, yaitu menutup mulut,


menggerakkan rahang ke bawah dan samping dan membuka mulut.
b. Bagian sensorik cabang Oftalmik mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung,
kening, selaput otak, sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung.
c. Bagian sensorik cabang maksilaris mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas,
bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung.
d. Bagian sensorik cabang mandibularis mengurus sensibilitas rahang bawah,
bibir bawah, mukosa pipi, 2/3 bagian depan lidah dan sebagian telinga, meatus
dan selaputotak.

Cara pemeriksaan fungsi motorik :

a. Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kita raba m. Masseter
dan m. Temporalis, perhatikan besarnya, tonus serta bentuknya.
b. Kemudian pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan apakah ada deviasi
rahang bawah.
c. Bila ada parese, maka rahang bawah akan berdeviasi ke arah yang lumpuh

Cara pemeriksaan fungsi sensorik :

a. Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah yang
dipersyarafi.
b. Periksa reflek kornea.
6. Pemeriksaan N.VI Abdusen

Fungsi : Somato motorik Meninervasi m. Rektus eksternus (lateralis). Kerja mata


ini menyebabkanlirikmatakearahtemporal

Untuk N. III, IV dan VI fungsinya saling berkaitan. Fungsinya ialah menggerakkan


otot mata ekstra okuler dan mengangkat kelopak mata. Searbut otonom N III,
mengatur otot pupil.

Cara pemeriksaannya bersamaan,yaitu:

a. Pemeriksa melakukan wawancara dengan pasien


b. Selama wawancara, pemeriksa memperhatikan celah matanya, apakah ada
ptosis, eksoftalmus dan strabismus/ juling dan apakah ia cendrung
memejamka matanya karena diplopia.
c. Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil,
reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola
mata dan nistagmus.
d. Untuk menilai m. Levator palpebra, pasien disuruh memejamkan matanya,
kemudia disuruh ia membuka matanya.
e. Waktu pasien membuka matanya, kita tahan gerakan ini dengan jalan
memegang / menekan ringan pada kelopak mata.
f. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.
g. Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri dan kanan, apakah
sama ukurannya, apakah bentuknya bundar atau tidak rata tepinya. Miosis =
pupil mengecil, midriasis = pupil membesar
h. Reflek cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung atau tidak langsung.
Cara Pemeriksaan :
1) Pasien disuruh melihat jauh.
2) Setelah itu pemeriksa mata pasien di senter/ diberi cahaya dan lihat apakah
ada reaksi pada pupil. Normal akan mengecil
3) Perhatikan pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut mengecil karena
penyinaran pupil mata tadi disebut dengan reaksi cahaya tak langsung
4) Cegah reflek akomodasi dengan pasien disuruh tetap melihat jauh.7.

7. Saraf fasialis (N. VII)

Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes
kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan:

a. Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut
unilateral dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada
kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik
b. Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus
sardonicus tremor dan seterusnya
c. Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng).
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudian pemeriksa
mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan
kiri.
3. Memperlihatkan gigi (asimetri)
4. Bersiul dan mencucu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5. Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan udara dari pipi masing-masing.
6. Menarik sudut mulut ke bawah.
8. Pemeriksaan N. VIII Akustikus/vestibulokoklealis

Fungsi : Sensorik khusus pendengaran dan keseimbangan

Cara Pemeriksaan syaraf kokhlerais :

a. Ketajaman pendengaran
b. Tes swabach
c. Tes Rinne
d. Tes weber
Cara untuk menilai keseimbangan :
a. Tes romberg yang dipertajam :
1) Pasien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit
kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain
2) Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup
3) Orang normal mampu berdiri dalam sikap romberg yang dipertajam
selama 30 detik atau lebih
b. Tes melangkah di tempat
1) Pasien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup, sebanyak 50
langkah dengan kecepatan berjalan seperti biasa
2) Suruh pasien untuk tetap di tempat
3) Tes abnormal jika kedudukan pasien beranjak lebih dari 1 m dari
tempat semula atau badan berputar lebih 30 o
c. Tes salah tunjuk
1) Pasien disuruh merentangkan lengannya dan telunjuknya menyentuh
telunjuk pemeriksa
2) Kemudian pasien disuruh menutup mata, mengangkat lengannya
tinggi-tinggi dan kemudian kembali ke posisi semula
3) Gangguan (+) bila didapatkan salah tunjuk
9. Pemeriksaan N. IX Glossofaringeus

Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, pengecapan,


somatosensorik
Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongs patel keposterior faring pasien.
Timbulnya reflek muntah adalah normal (positif), negative bila tidak ada reflek
muntah.

10. Pemeriksaan N. X Vagus

Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, somatosensorik


N IX dan N X diperiksa bersamaan. Cara Pemeriksaan Fungsi motorik :

1) Pasien disuruh menyebutkan aaaaaa


2) Perhatikan kualitas suara pasien, apakah suaranya normal, berkurang, serak
atau tidak sama sekali.
3) Pasien disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan air
4) Perhatikan apakah ada kesalahan telan / tidak bisa menelan / disfagia
5) Pasien disuruh membuka mulut
6) Perhatikan palatum mole dan faring, perhatikan sikap palatum mole, arkus
faring dan uvula dalam keadaan istirahat dan bagaimana pula waktu
bergerak, misalnya waktu bernafas atau bersuara. Abnormal bila letaknya
lebih rendah terhadap yang sehat.

11. Pemeriksaan N. XI aksesorius


Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
a. Untuk mengukur kekuatan otot sternocleidomastoideus dilakukan dengan
cara :
1) pasien disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan oleh otot
ini dan kita tahan gerakannya.
2) Kita gerakkan bagian badan pasien dan disuruh ia menahannya.
3) Dapat dinilai kekuatan ototnya.
b. Lihat otot trapezius
1) apakah ada atropi atau fasikulasi,
2) apakah bahu lebih rendah,
3) apakah skapula menonjol
4) Letakkan tangan pemeriksa diatas bahu pasien
5) Suruh pasien mengangkat bahunya dan kita tahan.
6) Dapat dinilai kekuatan ototnya.

12. Pemeriksaan N. XII Hipoglosus


Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
a. Suruh pasien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat
dan bergerak
b. Dalam keadaan istirahat kita perhatikan :
1) besarnya lidah,
2) kesamaan bagian kiri dan kanan
3) adanya atrofi
4) apakah lidah berkerut
c. Apakah lidahnya mencong bila digerakkan atau di julurkan
Fungsi Nervus Hipglosus (motorik)
Cara pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dak menarik lidah
kembali, dilakukan berulang kali. Normal bila gerakan lidah terkoordinasi
dengan baik, parese/miring bila terdapat lesi pada hipoglosus.
B. Tujuan Pemeriksaan 12 Saraf Kranial
1. Untuk mengevaluasi keadaan fisik klien secara umum dan juga menilai
apakah ada indikasi penyakit lainnya selain kelainan neurologis.
2. Untuk mengetahui kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada saraf
kranial
C. Indikasi melakukan pemeriksaan nervus kranialis adalah adanya defisit neurologis,
di antaranya:
1. Gangguan penciuman
2. Gangguan penglihatan seperti kebutaan monokular, penurunan lapang
pandang, Marcus Gunn Pupil, nistagmus, ptosis, dilatasi pupil, diplopia
3. Gangguan sensori seperti anestesi, kehilangan sensasi wajah
4. Paralisis: paralisis fasial baik sebagian atau komplit
5. Parestesi
6. Gangguan keseimbangan
7. Gangguan koordinasi
8. Gangguan pendengaran, seperti tuli atau tinnitus
9. Gangguan sensasi pada faring atau palatum
10. Gangguan rasa
11. Disfonia
12. Kelemahan: kelemahan otot sternokleidomastoideus atau trapezius,
kelemahan atau deviasi lidah
13. Gangguan menelan

Anda mungkin juga menyukai