Laporan Pendahuluan Leukimia
Laporan Pendahuluan Leukimia
Laporan Pendahuluan Leukimia
KONSEP MEDIS
A. PENGERTIAN
Leukemia adalah proliferasi tanpa batas sel darah putih yang imatur dalam jaringan
tubuh yang membentuk darah, walaupun bukan suatu tumor sel-sel leukemia
memperlihatkan sifat neoplastik yang sama seperti sel-sel kanker yang solid (Wong, 2008)
Leukemia adalah proliferasi neoplastik satu sel tertentu (granulosit, monosit,
limfosit atau megakariosit) (Muttaqin Arif 2012). Leukemia akut adalah Neoplasma
maligna dengan karakteristik proliferasi sel-sel hematopoetik imatur yang tampak tidak
tidak bermanfaat serta timbulnya akut (Child J. A. 2010)..
B. KLASIFIKASI
1. Leukemia diklasifikasikan berdasarkan jenis sel yang dipengaruhinya. Ketika pada
pemeriksaan diketahui bahwa leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka
disebut leukemia limfositik. Sedangkan leukemia yang mempengaruhi sel mieloid
seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil, disebut leukemia mielositik. Dari klasifikasi ini,
maka leukemia dibagi menjadi empat tipe, yaitu:
a. Leukemia limfositik akut (LLA)
Merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada klien-klien. Penyakit ini
juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih. Leukimia
Limfositik Akut ditandai dengan keberadaan sel-sel besar seragam didalam sum-sum
tulang dan darah tepi, menyerupai limfoblas yang berproliferasi pada perkembangan
janin. Lebih lanjut lagi diklasifikasikan menurut gambaran morfologis atau menurut
sifat imunologik atau genetik :
1) L1 : Blas homogen berukuran sedang ,secara imunologi bukan petanda tetapi
meliputi beberapa tipe, mencakup ALL biasa dan ALL pra B, sering terjadi pada
masa klien-klien dengan prognosis baik.
2) L2 : Sel blas heterogen, sekali lagi merupakan kelompok campuran,beberapa
bukan penanda sebagian besar tipe sel T ,tipe biasa terlihat pada orang dewasa
dan memiliki prognosis buruk.
3) L3 : Sel blas tipe Burkitt basofil homogen, ditandai sebagai sel B, prognosis
buruk.
b. Leukemia mielositik akut (LMA/AML)
Merupakan tipe leukemia yang lebih sering terjadi pada dewasa daripada
klien-klien. Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut. Leukimia
Mieloid (granulositik) ,ditandai dengan proliferasi sel seri granulosit, biasanya netrofil
meskipun tidak jarang terjadi proliferasi eosinofil dan basofil secara bersamaan.
LMA ditandai dengan proliferasi mieloblas. Mieloblas sulit dibedakan secara
morfologi dengan limfoblas, kecuali : mieloblas mengandung batang Auer yang
merupakan inklusi sitoplasmik kristalin warna ungu, mieloblas bermaturasi menjadi
promielosit dan terlihat granul kasar dalam sitoplasma dan digunakan sebagai penanda
sitokimia atau imunologik. AML lebih lanjut diklasifikasikan menurut sifat
morfologisnya
1) M0 : Berdiferensiasi minimal
2) M1 : Berdifrensiasi granulositik tanpa maturasi
3) M2 : Diferensiasi granulositik dengan maturasi sampai stadium promielositik.
4) M3 : Diferensiasi granulositik dengan promielositik hipergranular, dihubungkan
dengan koagulasi intravsakular diseminata.
5) M4 : Leukimia mielomonositik akut ,garis sel monosit dan dranulosit, garis sel
monosit dari granulosit.
6) M5a : Leukimia monosit akut, berdiferensiasi buruk
7) M5b : Leukimia monosit akut, berdiferensiasi baik
8) M6 : Eritroblasia yang menonjol dengan diseritropoesis berat.
9) M7 : Leukimia megakariosi
c. Leukemia limfositik kronis (LLK)
Merupakan tipe leukemia yang sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih
dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada
pada klien-klien.
d. Leukemia mielositik kronis (LMK)
Merupakan tipe leukemia yang sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga
terjadi pada klien-klien, namun sangat sedikit. Leukimia mielositik kronik ditandai
dengan proliferasi sel granulosit yang telah matur melebihi stadium mieloblas. Kurang
dai 5% sel didalam sum-sum adalah mieloblas. Bila pasien leukimia mielositik kronis
memiliki sum-sum tulang yang mengandung lebih dari 5 % mieloblas, pasien tersebut
didefinisikan sedang mengalami akselerasi atau fase blas penyakit yang dideritanya.
2. Menurut awitan dan perjalan klinis :
Klasifikasi ini merupakan pendekatan paling awal karena identitas sel-sel
yang terlibat tidak diketahui. Hal ini masih mempunyai manfaat klinis:
a. Leukimia akut memiliki awitan mendadak dengan perjalanan progresif cepat yang
menyebabkan kematian jika tidak diterapi lebih lanjut. Leukimia ini ditandai
dengan sel-sel primitif (blas) yang secara morfologi berdiferansiasi buruk.
b. Leukimia kronik memiliki awitan samar dan perjalanan klinis lambat, pasien
seringkali bertahan hidup selama beberapa tahun bahkan jika tidak diterapi.
Leukimia kronis biasanya ditandai dengan tipe sel yang lebih matur/
berdiferensiasi baik.
3. Menurut Gambaran Darah Tepi :
a. Leukemik, ditandai dengan peningkatan hitung sel darah putih dan banyaknya sel
leukemik. Bentuk ini adalah bentuk yang sering terjadi.
b. Subleukemik, ditandai dengan hitung sel darah putih total normal atau rendah,
tetapi terdapat sel-sel leukemik yang dapat dikenali didalam darah tepi.
c. Aleukemik, keadaan dengan hitung sel darah putih total normal atau rendah dan
tidak ada sel-sel leukemik yang dapat dikenali dalam darah tepi. Leukimia ini
jarang terjadi, tetapi dapat terjadi pada awal penyakit.
C. ETIOLOGI
Beberapa faktor-faktor penyebabnya tidak dapat diidentifikasi, tetapi ada beberapa faktor
yang terbukti dapat menyebabkan leukemia myeloid akut. Faktor- faktor tersebut antara
lain:
1. Faktor genetic
Insidensi leukemia myeloid akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah 20
kali lebih banyak daripada normal. Saudara kandung penderita leukemia mempunyai
resiko lebih tinggi untuk menderita sindrom Down. Selain itu, didapat data bahwa
2. Sinar radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
kali lebih besar. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa penderita-penderita yang diobati
dengan sinar radioaktif atau obat-obat alkilating akan menderita leukemia pada 6%
3. Virus
pada manusia adalah virus. Walaupun demikian ada beberapa hasil penelitian yang
menyokong teori virus sebagai penyebab leukemia antara lain: enzyme reverse
D. PATOFISIOLOGI
Leukemia adalah jenis gangguan pada sistem hematologik yang fatal dan terkait
dengan sum-sum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan tidak terkendalinya
proliferasi dari leukosit. Sejumlah besar dari sel, pertama-tama menggumpal pada tempat
asalnya (granulosit dalam sum-sum tulang, limfosit di dalam limphonode) dan menyebar
ke organ hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih besar (splenomegali,
hepatomegali). Proliferasi dari satu jenis sel hematopoetik lainnya dan mengarah ke
pengembangan/pembelahan sel yang cepat dan penurunan sel darah. Pembelahan dari sel
darah putih mengakibatkan menurunnya immunocompotence dengan meningkatnya
kemungkinan mendapatkan infeksi.
E. MANIFESTASI KLINIK
Berdasarkan maturasi sel dan asal sel, leukemia dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Leukemia akut
Pada leukemia akut, sel-sel sumsum tulang tidak bisa matang dengan baik. Sel-sel
pengobatan, kebanyakan pasien dengan leukemia akut akan hidup hanya beberapa
bulan. Beberapa jenis leukemia akut merespon dengan baik terhadap pengobatan,
dan banyak pasien dapat disembuhkan. Jenis lain dari leukemia akut memiliki
2. Leukemia Kronis
Pada leukemia kronis, sel-sel dapat matang sebagian tapi tidak sepenuhnya. Sel-sel
ini mungkin terlihat cukup normal, tetapi sebenarnya tidak. Mereka umumnya tidak
melawan infeksi seperti fungsi sel darah putih normal. Dapat bertahan hidup lebih
berkembang selama jangka waktu yang lama, dan sebagian besar pasien dapat hidup
selama bertahun-tahun.
asal atau jenis sumsum tulang yang terpengaruh dari leukemia, yaitu :
1. Leukemia myeloid
Leukemia yang dimulai dalam bentuk awal sel myeloid - sel darah putih
2. Leukemia limfoid
Jika kanker mulai di bentuk awal dari limfosit, maka disebut leukemia
berkembang dari sel-sel di sumsum tulang, limfoma berkembang dari sel-sel dalam
kelenjar getah bening atau organ lainnya. Jenis leukemia ini diantaranya :
Dengan mempertimbangkan apakah leukemia yang akut atau kronis dan apakah
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yakni:
1. Pemeriksaan darah lengkap (complete blood cell/CBC): menunjukkan normositik,
anemia normositik. Anak dengan CBC kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis
memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3
adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur. Laboratorium akan
memeriksa jumlah sel – sel darah. Leukimia menyebabkan jumlah sel –sel darah
putih meningkat sangat tinggi, dan jumlah trombosit dan hemoglobin dalam sel – sel
darah merah menurun. Pemeriksaan laboratorium juga akan meneliti darah untuk
mencari ada tidaknya tanda –tanda kelainan pada hati atau ginjal.
-Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
-Retikulosit: jumlah biasanya rendah
-Trombosit: sangat rendah (< 50000/mm)
-SDP: mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immature
- Asam urat serum: mungkin meningkat
2. Aspirasi sumsum tulang (BMP): hiperseluler terutama banyak terdapat sel muda.
3. Biopsi sumsum tulang untuk mengetahui komposisi sel sumsum. Dokter akan
mengangkat sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang besar lainnya. Ahli
patologi kemudian akan memeriksa sampel di bawah mikroskop, untuk mencari sel
– sel kanker. Cara ini disebut biopsi, yang merupakan cara terbaik untuk mengetahui
apakah ada sel – sel leukemia di dalam sumsum tulang.
4. Lumbal punksi untuk mengetahui apakah sistem saraf pusat terinfiltrasi
5. Muramidase serum: pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik.
6. Foto dada dan biopsi nodus limfe: dapat mengindikasikan derajat keterlibatan kecil.
7. Sitogenetik – Laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel darah tepi,
sumsum tulang atau kelenjar getah bening.
8. Processus Spinosus – dengan menggunakan jarum yang panjang dan tipis, dokter
perlahan – lahan akan mengambil cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang
di sekitar otak dan sumsum tulang belakang). Prosedur ini berlangsung sekitar 30
menit dan dilakukan dengan anastesi local. Pasien harus berbaring selama beberapa
jam setelahnya, agar tidak pusing. Laboratorium akan memeriksa cairan apakah ada
sel – sel Leukimia atau tanda – tanda penyakit lainnya.
Sinar X pada dada – sinar X ini dapat menguak tanda –tanda penyakit di dada.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada kasus leukimia adalah:
1. Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Chilc, J.A, 2010) yaitu:
a. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
1) Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi.
Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm³,
maka diperlukan transfusi trombosit.
2) Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
b. Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya
tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi kanker
sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan
maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik
maupun intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang tampak.
1) Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak
memperbanyak diri lagi.
2) Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
3) Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi
c. Fase Pelaksanaan Kemoterapi:
1) Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase profilaksis sistem
saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison melalui
intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak.
2) Konsolidasi
Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis
dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.
2. Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien
dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus
menerus.
G. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari Leukemia secara umum yaitu berupa :
1. Pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali) yaitu
kompensasi dari beban organ yang semakin berat kerjanya akibat pemindahan proses
pembentukan sel darah dari intamedular (sumsum tulang) ke ekstramedular (hati dan
limpa).
2. Osteonekrosis yaitu suatu keadaan yang berpotensi melumpuhkan tulang akibat dari
komplikasi kombinasi kemoterapi berupa dosis tinggi steroid. Insiden dan resiko
faktor utama untuk gejala osteonekrosis telah diperiksa pada kelompok perlakuan
klien dengan dosis tinggi steroid, prednison dan dexamitason untuk klien Leukemia
Limfoblas Akut.
3. Thrombosis meningkat pada pasien dengan Leukemia Limfoblas Akut dan kejadian ini
mungkin komplikasi dari bagian penatalaksanaan dengan tubrukan prognostic negative.
Frekuensi terjadinya komplikasi ini menurut laporan berkisar diantara 1,1% sampai
36,7%, kesungguhan ini memiliki variasi besar berhubungan beberapa factor, seperti
perbedaan definisi dari thrombosis ( gejala atau non gejala ), metode diagnosis untuk
mendeteksi terjadinya komplikasi, study design, dan perbedaan pada protocol
pengobatan.
Selain itu dari pengobatan leukemia menyebabkan beberapa komplikasi oral maupun
craniofacial. Masalah mulut mungkin menyusahkan klien-klien untuk menerima semua
pengobatan kankernya. Pada banyak pasien leukemia, komplikasi oral yang paling
menyakitkan dan berpotensi kematian. Terkadang, pengobatan leukemia harus
dihentikan seluruhnya.
Komplikasi pada oral
1. Masalah oral yang paling umum adalah peradangan pada membrane mucus pada
mulut, infeksi dan penekanan terhadap pembentukan leukosit, masalah dengan
sensasi rasa; nyeri, mulut kering, dan lemahnya system imun.
2. Mucositis merupakan peradangan garis oral pada mulut (mukosanya)-berlanjut
dengan kemerahan, kehilangan epitel barier dan ulserasi.
3. Pada beberapa pasien, mucositis merupakan bagian terburuk dari pengobatan
kanker. Mucositis oral mungkin muncul selama 4 sampai 7 hari setelah permulaan
kemoterapi. Mucositis oral terutama mempengaruhi mukosa oral yang soft (non-
keratin)- termasuk palatum molle, orofaring, buccal dan mukosa labia, dasar mulut,
dan sisi bawah (ventral) dan permukaan lateral lidah. Resolusi lengkap pada
mucositis terjadi 7 sampai 14 hari setelah kemunculannya.
4. Penurunan dramatis jumlah immunoglobulin ludah (IgA dan IgG).
5. Penurunan dramatis jumlah neutrofil yang melawan infeksi. Sebagai hasilnya,
terjadi oral infeksi.
6. Infeksi jamur (candida) pada mukosa sering terjadi, dan dapat menyebabkan
sensasi terbakar, distorsi rasa, dan masalah penguyahan.
7. Infeksi virus, terutama reaktivasi herpes simplex virus type I (HSV-1), sangat
serius karena dapat menyebabkan nyeri dan masalah cairan dan nutrisi.
8. Perdarahan spontan pada oral yang disebabkan oleh sitotoksik, induksi obat,
penurunan jumlah platelet (thrombocytopenia). Penurunan dramatis pada platelet
mengawali perdarahan spontan oral ketika jumlah platelet dibawah 20,000 per mm
kubik.
Sel yang membentuk dentin (odontoblasts), dan sel yang membentuk enamel (ameloblasts),
dapat dirusak oleh agen kemoterapi jika sel-sel ini terletak pada fase yang peka dalam siklus
selnya (fase M atau S). Hasil akhirnya mungkin menyebabkan gigi lebih pendek, tipis, akar
meruncing, atau hipomineralisasi atau enamel hipomatur.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Keluhan utama:
Yang mungkin ditemukan adalah kelemahan dan kelelahan, kecenderungan
kelelahan, petekia dan ekimosis, nyeri, sakit kepala, muntah, demam, dan infeksi.
2. Riwayat kesehatan masa lalu:
Sering ditemukan riwayat keluarga yang terpapar dengan bahan kimia (benzene dan
arsen), infeksi virus, kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatan seperti;
vhenilbutazone dan chlorampenicol.
3. Riwayat psikososial:
Merasa kehilangan kemampuan dan harapan, serta kehilangan teman, depresi,
mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood dan tampak
bingung.
4. Pemeriksaan fisik:
a) B1 (Brithing)
Sering mengalami kelelahan, sesak saat beraktivitas.
b) B2 (Bleeding)
Mudah mengalami perdarahan spontan yang tidak terkontrol dengan trauma
minimal, seperti; perdarahn retina, lebam, perdarahan gusi dan epitaksis.
c) B3 (Brain)
Nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, keram pada otot, meringis dan
kelemahan.
Neurosensori:
Penurunan kemampuan koordinasi, perubahan, disorientasi, hilang
konsentrasi, pusing, kesemutan dan kehilangan rasa (baal).
Pola mekanisme koping:
Ditemukan adanya depresi, penarikan diri, cemas, takut, marah dan iritabilitas.
d) B4 (Bladder)
Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal serta hematuria.
e) B5 (Bowel)
Ditemukan penurunan nafsu makan (anoreksia), muntah, perubahan sensasi rasa,
gangguan menelan dan penurunan berat badan.
f) B6 (Bone)
Gangguan pola latihan dan aktifitas.
5. Pola tidur dan istirahat
6. Pola latihan
Sering mengalami penurunan koordinasi dalam pergerakan, keluhan nyeri pada sendi
atau tulang,
7. Aktivitas
Anak sering merasa cepat lemah, tidak kuat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Selain itu pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan penurunan tonus otot,
8. Pemeriksaan Diagnostik
g. Bone Marrow Biopsi : indikasi 60-90% adalah blast sel dengan precursor eritroid,
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, penurunan kekuatan otot dan
kontraktur.
b. Nyeri berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan
jaringan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketdakmampuan mengabsorpsi nutrin
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
e. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC :
Berhubungan dengan : Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
- Gangguan metabolisme Active Monitoring vital sign
sel Mobility Level sebelm/sesudah latihan dan lihat
- Keterlembatan Self care : ADLs respon pasien saat latihan
perkembangan Transfer performance Konsultasikan dengan terapi fisik
- Pengobatan Setelah dilakukan tentang rencana ambulasi sesuai
- Kurang support tindakan keperawatan dengan kebutuhan
lingkungan selama….gangguan Bantu klien untuk menggunakan
- Keterbatasan ketahan mobilitas fisik teratasi tongkat saat berjalan dan cegah
kardiovaskuler dengan kriteria hasil: terhadap cedera
- Kehilangan integritas Klien meningkat Ajarkan pasien atau tenaga
struktur tulang dalam aktivitas fisik kesehatan lain tentang teknik
- Terapi pembatasan gerak Mengerti tujuan dari ambulasi
- Kurang pengetahuan peningkatan mobilitas Kaji kemampuan pasien dalam
tentang kegunaan Memverbalisasikan mobilisasi
pergerakan fisik perasaan dalam Latih pasien dalam pemenuhan
- Indeks massa tubuh diatas meningkatkan kebutuhan ADLs secara mandiri
75 tahun percentil sesuai kekuatan dan sesuai kemampuan
dengan usia kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat
- Kerusakan persepsi berpindah mobilisasi dan bantu penuhi
sensori Memperagakan kebutuhan ADLs ps.
- Tidak nyaman, nyeri penggunaan alat Berikan alat Bantu jika klien
- Kerusakan Bantu untuk memerlukan.
muskuloskeletal dan mobilisasi (walker) Ajarkan pasien bagaimana
neuromuskuler merubah posisi dan berikan
- Intoleransi bantuan jika diperlukan
aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau masa
- Keengganan untuk
memulai gerak
- Gaya hidup yang
menetap, tidak digunakan,
deconditioning
- Malnutrisi selektif atau
umum
DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan
(penurunan untuk
berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah pendek)
- Keterbatasan motorik
kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
- Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat
dan tidak terkoordinasi
Brunner & Suddarth (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, Edisi 8, Unit 16.
Editor : Smeltzer & Bare, Alih Bahasa : Agung Waluyo et al, Editor bahasa Indonesia
Mutaqqin, Arif (2008). Buku Ajar Gangguan Kardiovaskuler dan Hematologi, Salemba
Medika, Jakarta.
Pierce, E. Evelyn (2011) Anatomi Fisiologi Untuk Paramedis. Alih bahasa : Sri Yuliani H,
Price & Wilson, (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2,
Edisi 6. Alih Bahasa : Brahm U. Pedit et al; editor : Huriawati Hartanto et al. EGC,
Jakarta.
Silbernagi, S. & Florian, Lang (2006). Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Alih Bahasa :
Iwan S & Iqbal M, Editor Bahasa Indonesia : Titiek Resmisari, EGC, Jakarta.
Wilkinson, Judith M. & Ahern Nancy R. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan :
diagnose NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Alih Bahasa : Esty
Wong, Donna L. (2008) Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, volume 2, edisi 6. EGC, Jakarta.