Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator utama dalam


menentukan derajat kesehatan anak. Selain itu, AKB juga merupakan cerminan
dari status kesehatan masyarakat. Sustainable Development Goals (SDGs) pada
tahun 2015 mencantumkan kematian bayi termasuk dalam salah satu fokus utama
dalam tujuan kesehatan dunia. Fokus tersebut adalah mengakhiri kematian bayi
yang dapat dicegah dengan menurunkan angka kematian neonatal hingga 12 per
1.000 kelahiran hidup. Tiga penyebab utama kematian pada neonatal di dunia,
salah satunya adalah bayi prematur merupakan komponen dalam bayi berat lahir
rendah (BBLR). (WHO 2014)
World Health Organization (WHO) mendefinisikan BBLR sebagai berat
saat lahir kurang dari 2.500 gram. Pada tahun 2014, WHO menyebutkan bahwa
BBLR menjadi masalah kesehatan global serta berhubungan dengan masalah
kesehatan jangka pendek dan jangka panjang. Berdasarkan observasi
epidemiologi, bayi yang memiliki berat badan kurang dari 2.500 gram memiliki
resiko kematian 20 kali lipat lebih besar dari pada bayi dengan berat badan
normal. (UNICEF)
Secara keseluruhan, WHO memperkirakan angka kejadian BBLR adalah
sekitar 15%-20% dari seluruh kelahiran di dunia dan hampir 95% BBLR terjadi di
Negara berkembang. The sixty-fifth World Health Assembly (WHA) di Geneva
pada tahun 2012 mengeluarkan kebijakan yaitu mentargetkan penurunan angka
kelahiran bayi dengan BBLR sebesar 30% pada tahun 2025. Tujuan dari
kebijakan ini adalah untuk meningkatkan perhatian, investasi, dan tindakan dalam
membuat peraturan dan intervensi yang dapat membatu negara-negara anggota
untuk dapat menurunkan angka kejadian BBLR.
Di Indonesia, berat badan lahir dicatat atau disalin berdasarkan
dokumen/catatan yang dimiliki oleh anggota rumah tangga, seperti buku KIA,
KMS, atau buku catatan kesehatan anak lainnya. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesadas) tahun 2013 menyebutan bahwa presentase anak balita yang memiliki
catatan berat badan lahir adalah 52,6 persen. Berdasarkan catatan berat lahir
tersebut, persentase BBLR tahun 2013 sebesar 10,2%, lebih rendah dari tahun
2010 yaitu sebesar 11,1%, dengan persentase BBLR tertinggi terdapat di provinsi
Sulawesi Tengah sebesar 16,9% dan terendah di Sumatera Utara sebesar 7,2%.
Lebih lanjut lagi, untuk menekan presentase BBLR tersebut, Rencana Strategis
Kementrian Kesehatan (Renstra) 2015-2019 memuat BBLR sebagai satu dari lima
tujuan indikator peningkatan status kesehatan masyarakat. Indikator BBLR yang
akan dicapai tersebut adalah menurunnya presentase BBLR dari sebesar 10,2%
menjadi 8% pada tahun 2015-2019.
Penyebab BBLR sendiri bersifat multifaktorial. Ada beberapa faktor
resiko yang mempengaruhi terjadinya BBLR, seperti penelitian yang dilakukan
oleh Yadav et al tahun 2011, yang menyebutkan bahwa faktor sosiodemografik
seperti usia ibu, tingkat pendidikan dan status ekonomi serta antenatal care (ANC)
berhubungan dengan kejadian BBLR. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mirzarahmi
2013 mengungkap bahwa BBLR disebabkan oleh kesehatan ibu seperti riwayat
hipertensi, infeksi saluran kemih maupun perdarahan selama masa kehamilan
(Mirzarahimi, 2013).
Berdasarkan data prevalensi di atas, target kesehatan SDGs tahun 2030,
target Renstra 2015-2019, serta penyebab BBLR yang terdiri dari berbagai
macam faktor, penulis tertarik untuk mengetahui tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di rumah sakit
Wangaya Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah


- Apakah usia gestasi merupakan faktor resiko kejadian BBLR di RSUD
Wangaya kota Denpasar?
- Apakah paritas ibu merupakan faktor resiko kejadian BBLR di RSUD Wangaya
kota Denpasar?
- Apakah anemia ibu merupakan faktor resiko kejadian BBLR di RSUD Wangaya
kota Denpasar?

- Apakah usia ibu merupakan faktor resiko kejadian BBLR di RSUD Wangaya
kota Denpasar?

1.3 Hipotesis
- Usia gestasi merupakan faktor resiko kejadian BBLR di RSUD Wangaya kota
Denpasar
- Paritas ibu merupakan faktor resiko kejadian BBLR di RSUD kota Wangaya
Denpasar
- Anemia ibu merupakan faktor resiko kejadian BBLR di RSUD Wangaya kota
Denpasar

- Usia ibu merupakan faktor resiko kejadian BBLR di RSUD Wangaya kota
Denpasar

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan umum


- Untuk mengetahui pengaruh usia gestasi, paritas ibu, anemia ibu, usia ibu
sebagai faktor resiko kejadian BBLR di RSUD Wangaya kota Denpasar

1.4.2 Tujuan khusus


- Untuk mengetahui rerata usia gestasi bayi yang lahir di RSUD Wangaya
kota Denpasar
- Untuk mengetahui rerata jumlah paritas ibu yang melahirkan di RSUD
Wangaya kota Denpasar
- Untuk mengetahui prevalensi anemia ibu yang melahirkan di RSUD
Wangaya kota Denpasar

- Untuk mengetahui rerata usia ibu yang melahirkan di RSUD Wangaya


kota Denpasar

1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu
kedokteran dan memberikan informasi beberapa faktor resiko yang
berhubungan dengan kejadian BBLR

1.5.2 Manfaat praktis


Dengan adanya hasil penelitian yang menjelaskan mengenai beberapa faktor
resiko yang berhubungan dengan kejadian BBLR diharapkan mampu
menjadi evaluasi dan edukasi kepada pihak penyedia layanan kesehatan
maupun masyarakat untuk dapat mengurangi angka kejadian BBLR.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian BBLR


Berat badan merupakan salah satu indikator penting kesehatan bayi baru
lahir. Berat lahir adalah berat badan neonatus pada saat kelahiran yang ditimbang
dalam waktu satu jam sesudah lahir.berat badan merupakan ukuran antropometri
yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Bayi
berat lahir rendah (BBLR) mengindikasikan situasi sosioekonomi dan secara tidak
langsung mengukur kesehatann ibu dan anak. (who 2010, mishra 2017)

BBLR adalah sindorma kompleks yang menyertakan bayi preterm ( lahir


sebelum usia gestasi 37 minggu), kecil masa kehamilan (KMK) pada bayi aterm,
maupun gabungan dari dua kondisi tersebut(WHO 2014). World Health
Organization (WHO) mendefinisikan BBLR sebagai bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram. Lebih lanjut lagi, WHO menyatakan bahwa semua bayi
baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram disebut low
birth weight infant (bayi berat lahir rendah). WHO telah mengganti istilah
premature baby dengan low birth weight baby (LBW)/ BBLR. Hal ini
dikarenakan tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2.500 gram pada waktu
lahir merupakan bayi prematur. Keadaan ini dapat disebabkan oleh masa
kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan yang sesuai, atau bayi lebih
dari 37 minggu yang beratnya kurang dari berat semestinya menurut masa
kehamilannya/kecil untuk masa kehamilan (KMK) atau intrauterine growth
restriction (IUGR). (WHO 2014)( Ppm idai)

2.2 Klasifikasi BBLR

Klasifikasi bayi menurut berat lahir dapat dibagi menjadi : (gomelia)


a. Micropreemie: <800 gram,
b. Bayi berat lahir amat sangat rendah: bila berat lahir <1000 gram,
c. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR): bila berat lahir <1500 gram,
d. Bayi berat lahir rendah (BBLR): bila berat lahir <2500 gram,
e. Bayi berat lahir normal : bila berat lahir antara 2500 gram sampai 4000 gram,
f. Bayi berat lahir besar : bila berat lahir antara 4000 gram sampai 4500 gram,
g. Bayi berat lahir sangat besar: bila berat lahir >4500 gram.

Klasifikasi bayi menurut masa gestasi atau umur kehamilan yaitu : (idai
buku ajar)
a. Bayi Kurang Bulan (BKB): bayi dilahirkan dengan masa gestasi <37 minggu
(<259 hari)
b. Bayi Cukup Bulan (BCB): bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37-42
minggu (259-293 hari)
c. Bayi Lebih Bulan (BLB): bayi dilahirkan dengan masa gestasi >42 minggu
(294 hari)

Berdasarkan usia gestasi bayi kurang bulan, dapat dikelompokan sebagai


berikut: ( consensus IDAI)
a. Amat sangat prematur (extremely preterm): Jika lahir pada usia gestasi <28
minggu
b. Sangat prematur (very preterm): Jika lahir pada usia gestasi 28 minggu sampai
<32 minggu
c. Moderate to late preterm: Jika lahir pada usia gestasi 32 minggu sampai<37
minggu

Beberapa terminologi mengenai usia gestasi dan berat bayi adalah sebagai
berikut:
a. Kecil masa kehamilan (KMK): bila berat lahir <P10 menurut masa gestasi
grafik Lubchenco. KMK merujuk pada ukuran bayi saat lahir, bukan
pertumbuhan janin. KMK berhubungan dengan faktor maternal, faktor dan
faktor janin. ( gomelia 7th)
b. Sesuai masa kehamilan (SMK): bila berat lahir berada antara P10 dan P90
menurut masa gestasi grafik Lubchenco
c. Besar masa kehamilan (BMK): bila berat lahir >P90 menurut masa gestasi
grafik Lubchenco. BMK bisa terjadi pada bayi dengan ibu penderita diabetes,
bayi dengan Beckwith-Wiedemann syndrome dan sindroma lain, bayi
postmatur, maupun bayi hydrop fetalis. Bayi BMK terkadang diartikan
sebagai bayi makrosomia.( gomelia)
d. Pertumbuhan janin terhambat (PJT): bila terjadi pertumbuhan janin yang
abnormal atau melambat
e. Usia kronologis: usia yang dihitung sejak bayi itu lahir
f. Usia koreksi: hasil pengurangan usia kronologis dengan hasil perbedaan usia
gestasi dengan usia aterm (40 minggu), contoh: bayi lahir dengan masa gestasi
34 minggu, usia kronologis 10 minggu, maka usia koreksinya adalah 10
minggu - (40 minggu – 34 minggu) = 4 minggu.
Gambar 2.1. Kurva Lubchenco ( Gomelia 7th)

2.3 Penyebab BBLR


Sebagian besar pasien lahir dengan BBLR/Kecil masa kehamilan (KMK)
tidak mempunyai etiologi yang jelas (negrato 2018). Namun, beberapa kondisi
ibu maupun kondisi janin telah diidentifikasi sebagai faktor penyebab yaitu :
a. Faktor Maternal:
1) Malnutrisi (gomelia,negrato, demelash)
2) kehamilan ganda (gomelia)
3) tinggal di dataran tinggi (gomelia)
4) Penyakit sistemik hipertensi dan diabetes mellitus (gomelia, negrato,
pawar)
5) Preeclampsia (gomelia)
6) Merokok baik aktif maupun pasif ( gomelia, negrato, saenger)
7) Penggunaan obat terlarang (negrato)
8) Konsumsi Alkohol (negrato)
9) Penyakit periodontal (gomelia)
10) Jumlah paritas (negrato, demelash, pawar, hinkle)
11) Suku (negrato)
12) Usia ibu (negrato, demelash)
13) riwayat memiliki anak dengan KMK sebelumnya (negrato)
14) Anemia (pawar, rahmiati, kumar)
15) Jarak kelahiran yang terlalu dekat (demelash)
b. Faktor plasenta
1) plasenta previa ( gomelia)
2) malformasi anatomis (gomelia)
3) fungsi plasenta yang abnormal yang dapat mengakibatkan rusaknya aliran
darah utero-plasental atau gangguan plasental transfer(negrato)
4) infark plasenta (gomelia, negrato)
5) gangguan perkembangan plasenta (negrato)
c. faktor janin
1) infeksi kongenital (gomelia)
2) kelainan kromosom seperti gonadal disgenesy, Edward Syndrome, Turner
Syndrome, Down Syndrome, dan Prader-Willi Syndrome (gomelia,negrato)
3) malformasi kongenital (gomelia)

2.4 Permasalahan dan Dampak BBLR

Masalah lebih sering dijumpai pada bayi kurang bulan dan BBLR
dibanding dengan bayi cukup bulan dan bayi berat lahir normal. Masalah tesebut
antara lain: (buku ajar)
a. Ketidakstabilan suhu
Kesulitan untuk mempertahankan suhu akibat :
1) Peningkatan hilangnya panas
2) Kurangnya lemak subkutan
3) Rasio luas permukaan terhadap berat badan yang besar
4) Produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan
ketidakmampuan untuk menggigil
b. Kesulitan bernapas
1) Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke Penyakit Membran Hialin
(PMH)
2) Resiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya reflek batuk, reflek
menghisap dan reflek menelan
3) Thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang lemah
4) Pernapasan yang periodik dan apnea
c. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi
1) Reflek isap dan telan yang buruk terutama sebelu 34 minggu
2) Motilitas usus yang menurun
3) Pengosongan lambung tertunda
4) Pencernaan dan absorpsi vitamin yang laruk dalam lemak berkurang
5) Defisiensi enzim lactase pada brush border usus
6) Menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh
7) Meningkatnya resiko Enterokolitis Nekrotikans (EKN)
d. Imaturitas hati
1) Konjugasi dan ekskresi bilirubin terganggu
2) Defisiensi faktor pembekuan yang bergantung vitamin K
e. Imaturitas ginjal
1) Ketidakmampuan untuk mengekskresi solute load besar
2) Akumulasi asam anorganik dengan asidosis metabolik
3) Ketidakseimbangan elektrolit, misalnya hiponatremia atau hipernatremia,
hiperkalemia atau glikosuria ginjal
f. Imaturitas imunologis
Resiko infeksi tinggi akibat:
1) Tidak banyak transfer Imunoglobulin G (Ig G) maternal melalui plasenta
selama trimester ke tiga
2) Fagositosis terganggu
3) Penurunan faktor komplemen
g. Kelainan neurologis
1) Refleks hisap dan telan yang imatur
2) Penurunan motilitas usus
3) Apnea dan bradikardia berulang
4) Perdarahan intraventrikel dan leukomalasia periventrikel
5) Pengaturan perfusi serebral yang buruk
6) Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE)
7) Retinopati prematuritas
8) Kejang
9) hipotonia
h. Kelainan kardiovaskuler
1) Patent ductus arteriosus (PDA) merupakan hal yang umum ditemui pada
bayi BKB
2) Hipotensi atau hipertensi
i. Kelainan hematologis
1) Anemia (onset dini atau lanjut)
2) Hiperbilirubinemia
3) Disseminated intravascular coagulation (DIC)
4) Hemorrhagic disease of the newborn (HDN)
j. Metabolisme
1) Hipokalsemia
2) Hipoglikemia atau hiperglikemia

Selama masa neonatal, bayi dengan KMK/ BBLR memiliki resiko


hipoglikemia, hipotermia, hiperkoaguloabilitas, hiperbilirubinemia, hipotensi,
necrotizing enterocolitis (NEC), respiratory distress syndrome (RDS), APGAR
score yang rendah, asidosis arteri umbilical, lebih banyak dilakukan intubasi,
komplikasi selama kelahiran dan kematian (negrato 2018,oleray 2017). Neonatus
dengan berat badan 2,00-2,49 gram, 1,50-1,99 gram, dan kurang dari 1,50 gram
secara berturut-turut, memiliki resiko kematian 2 kali, 8 kali dan 25 kali lebih
besar di tahun pertama kehidupan dibandingkan dengan bayi non BBLR. (oleray
2017).
Anak yang terlahir dengan KMK/BBLR dikemudian hari memiliki
masalah kemampuan belajar, kongitif maupun atensi di saat masa remaja.
Mereka juga cenderung memiliki masalah psikososial, kemampuan sosialisasi
yang kkurang serta masalah tingkah laku yang disebabkan oleh gangguan
perkembangan neurokognitif dan pembelajaran. Masalah ketidak stabilan mood
dan kemampuan akademis juga mungkin terjadi pada anak yang terlahir derngan
KMK/BBLR.(negrato 2018)

Masalah lain yang dapat terjadi pada anak KMK/BBLR adalah masalah
puebertas, dimana pubertas dini lebih sering terjadi pada anak yang lahir dengan
KMK.

Children born SGA present early and rapid start of


puberty; the amplitude of pubertal spurt is small, and
they reach their final height earlier than children born
with AGA. Girls have an advanced menarche by 5–10
months and boys have more genital alterations [38].

2.5 Pemeriksaan BBLR

a. Pemeriksaan berat badan < 2500 gram ( ppm idai)

b. Pemeriksaan New ballard score ( gomelia)


pemeriksaan skor new ballard terdiri dari 2 bagian, yaitu maturitas
neuromuskular (neuromuscular maturity) dan maturitas fisik (physical
maturity). Kematangan neuromuskular terdiri dari 6 poin penilaian, yaitu
sikap tubuh (posture), jendela siku-siku (squad window), rekoil lengan (arm
recoil), sudut poplitea (poplitea angle), tanda selempamg (scarf sign), dan
tumit ke telinga (heel to ear). Kematangan fisik meliputi kulit, lanugo,
permukaan telapak kaki/plantar, payudara, mata dan telinga, serta genetalia.

Tabel 2.1. usia gestasi berdasarkan maturitas neuromuskular (ballard score)


Tabel 2.2. usia gestasi berdasarkan maturitas fisik (ballard score)

c. Tes kocok (shake test)


Tes setelah kocok merupakan tes yang udah dan sering dilakukan untuk
menilai defisiensi surfaktan yang mengarah ke penyakit membra hialin
(PMH). Prosedur pemeriksaan tes kocok adaah menggunakan 0,5 ml cairan
lambung bayi yang didapat dalam 20 menit setelah kelahiran dicampur
dengan normal saline 0,5 ml selama 15 detik lalu ditambah dengan 1 ml
cairan ethanol 95%. Setelah 15 menit kemudiam, campuran di interpretasikan
berdasarkan gelembung. Hasil tes dikatakan negatif jika tidak ada gelembung
pada campuran yang mengindikasikan bahwa terdapat sangat sedikit
surfaktan, positif jika terdapat gelembung pada permukaan campuran yang
mengindikasikan bahwa terdapat jumlah surfaktan yang adekuat.
(norisadkham 2014)

d. Pemeriksaan radiologis thoraks


Pada pemeriksaan radiologi, terdapat gambaran khas namun tidak
patognomonik seperti gambaran retikulogranuler dari parenkim paru dan air
bronkogram, yang serinng lebih menonjol terlebih dahulu pada lobus kiri
bawa karena superimposisi bayangan jantung. ( nelson)

e. Pemeriksaan darah lengkap dan gula darah (ppm idai)

2.6 Penatalaksanaan BBLR

2.7 Pencegahan BBLR


Menurut WHO tahun 2014, pencegahan BBLR terdiri dari :
a. Pencegahan pada tingkat Negara/regional:
1) Mendukung pemberdayaan perempuan dan pendidikan perempuan,
2) Sistem proteksi sosial untuk memperbaiki kunjungan tingkat kunjungan
kesehatan,
3) System distribusi makanan untuk mendukung ketahanan pangan,
4) Akses air bersih, sanitasi dan kebersihan,
5) Mendukung program garam beryodium dan memastikan garam rumah
tangga yang dikonsumsi beryodium,
6) Memperbaiki fasilitas kesehatan perinatal daerah,
7) Mempermudah system pengumpulan data perinatal dengan system
elektronik.
b. pencegahan pada tingkat komunitas:
1) Nutrisi yang adekuat untuk remaja perempuan,
2) Mempromosikan tidak merokok selama dan sesudah kehamilan,
3) Kesehatan berbasis komunitas untuk meningkatkan kelahiran di fasilitas
kesehatan,
4) Suplementasi besi dan asam folat untuk wanita usia produktif dan remaja
perempuan,
5) Mencegah malaria selama kehamilan.
c. pencegahan sebelum kehamilan:
1) Promosi jarak kelahiran,
2) Suplementasi asam folat selama masa persiapan kehamilan untuk
mencegah kelainan kongenital,
3) Promosi kesehatan untuk tidak merokok.
d. pencegahan antenatal care untuk wanita:
1) Pemantauan dan berat dan ukuran janin pada setiap kunjungan antenatal,
diintegrasikan pada “WHO new antenatal care model”,
2) Suplementasi besi dan asam folat selama kehamilan,
3) Mengurangi angka seksio sesaria tanpa indikasi medis dan induksi
persalinan,
4) Promosi untuk tidak merokok.
e. Pencegahan postnatal care untuk wanita:
1) Inisiasi dan promosi ASI eksklusif pada komunitas,
2) Jarak kehamilan,
f. Pencegahan antenatal untuk wanita khusus:
1) Keseimbangan asupan energi protein,
2) Uterine cervical cerclage/ cervical stich pada perempuan dengan riwayat
bayi premature dan cerviks pendek,
3) Pemberian antiplatelet sebelum usia kehamilan 16 minggu pada wanita
dengan resiko preeklampsia,
4) Terapi progesterone untuk wanita dengan resiko bayi prematur,
5) Pemberian dosis tunggal kortikosteriod antenatal untuk mempercepat
pematangan paru janin pada kelahiran prematur,
6) Terapi antibiotic untuk wanita dengan bacterial vaginosis dan bakteriuria
asimptomatik,
7) Pencegahan pada pereklampsia berat sebelum kelahiran.

2.8 Hubungan Usia Gestasi dan BBLR

2.9 Hubungan Paritas dan BBLR


Etiologi kehamilan pertama menyebabkan terjadinya BBLR mungkin
disebabkan perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan, seperti aliran
darah uteroplasental yang bertanggungjawab sebagai penyuplai oksigen dan
nutrisi pada janin lebih kecil pada primipada dari pada multipara. Selain itu,
struktur uterus pada primipara memiliki kapasitas terbatas, bayi primipara juga
mungkin terpapar imun maternal yang dapat menyebabkan pertumbuhan
terhambat dibandingkan dengan multipara (hinkle 2014)
2.10 Hubungan Anemia Ibu dan BBLR
Pawar et al 2017 dalam studinya juga menemukan faktor resiko anemia
ibu juga secara bermakna mengingkatkan kejadian BBLR. Berdasarkan data
Center for Disease Control, ibu hamil dikatakan anemia jika kadar hemoglobin
pada trimester pertama dan kedua adalah kurang dari 11 g/dl dan pada trimester
ketiga adalah kurang dari 10,5 g/dl. Dipihak lain, WHO memiliki batasan pada
wanita hamil dapat didagnosis sebagai anemia jika kadar hemoglobin di bawah
110 g/l (rahmati 2017).
Studi yang dilakukan di Iran tahun 2017 tentang anemia ibu hamil
terhadap kejadian BBLR menemukan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara anemia ibu dan kejadian BBLR pada trimester pertama, namun,
hubungan ini tidak bermakna untuk trimester kedua dan ketiga kehamilan.
(rahmati 217). Hal ini bertentangan dengan studi yang dilakukan oleh kumar et
al tahun 2018 menyebutkan bahwa angka kejadian BBLR berhubungan secara
bermakna pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan anemia pada trimester
ketiga. ( foto kumar).
2.11 Hubungan Usia Ibu dan BBLR
Menurut Negrato 2018, Penyebab maternal yang juga berkontribusi
terhadap BBLR adalah usia, dimana usia ibu saat kehamilan kurang dari 16
tahun atau lebih dari 35 tahun beresiko memiliki anak dengan BBLR. Hal ini
didukung oleh penelitian kontrol dan kasus yang dilakukan oleh Demelash et al
tahun 2015 tentang usia ibu terhadap kejadian BBLR menyebutkan terdapat
hubungan yang bermakna antara usia ibu muda kejadian BBLR. Studi ini
memakai batasan usia <20 th, namun studi ini menyebutkan tidak ada hubungan
resiko usia ibu tua (>35 tahun) terhadap kejadian BBLR.(demelash 2015).
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Teori


Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir yang
ditimbang dalam waktu satu jam sesudah lahir kurang dari 2500 gram. Keadaan
ini dapat disebabkan oleh masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat
badan yang sesuai, atau bayi lebih dari 37 minggu yang beratnya kurang dari
berat semestinya menurut masa kehamilannya/kecil untuk masa kehamilan
(KMK) atau Intrauterine growth restriction(IUGR).
Sebagian besar pasien lahir dengan BBLR/ KMK tidak mempunyai
etiologi yang jelas. Namun, beberapa kondisi ibu maupun kondisi janin telah
diidentifikasi sebagai faktor penyebab seperti faktor maternal, faktor plasenta,
maupun faktor janin. faktor maternal meliputi penyakit kronis, malnutrisi,
kehamilan ganda, tinggal di dataran tinggi atau kondisi yang mempengaruhi aliran
darah ke plasenta seperti hipertensi, preeklampsia, merokok dan sebagainya.
Faktor plasenta meliputi plasenta infark, pasenta previa, malformasi anatomis,
dan sebagainya. Faktor janin seperti infeksi kongenital, kelainan kromosom,
malformasi kongenital.
Masalah lebih sering dijumpai pada bayi kurang bulan dan BBLR
dibanding dengan bayi cukup bulan dan bayi berat lahir normal. Resiko
hipoglikemia, hipotermia, hiperkoaguloabilitas, hiperbilirubinemia, hipotensi,
necrotizing enterocolitis (NEC), respiratory distress syndrome (RDS), APGAR
score yang rendah, asidosis arteri umbilical, lebih banyak dilakukan intubasi,
komplikasi selama kelahiran dan kematian merupakan masalah yang sering
timbul pada bayi yang lahir dengan BBLR. Lebih lanjut, Anak BBLR dapat
memiliki masalah berupa kemampuan belajar yang terganggu, masalah kongitif,
gaunggan atensi, psikososial, tingkah laku, maupun masalah kemampuan
akademis di kemudian hari.

3.2 Kerangka Konsep

Malnutrisi
Tempat tinggal
Konsumsi rokok,obat
terlarang, alkohol
Kehamilan ganda Suku
Riwayat penyakit kronis ibu Riwayat anak KMK
(Hipertensi, diabetes) sebelumnya
Neonatus dengan kelainan Jarak kehamilan
Kongenital Kelainan plasenta
Ibu menderita tuberkulosis, Neonatal dengan kelinan
HIV/AIDS, sifilis genetik

Faktor resiko
usia gestasi
Bayi Berat Lahir
Jumlah paritas
Rendah (BBLR)
Anemia ibu
Usia ibu

Gambar III.1 Kerangka Konsep


Keterangan:

: Variabel Utama

: Variabel tergantung

: Variabel perancu yang dikontrol dengan cara restriksi

: Variabel perancu yang tidak dikontrol

3.3 Hipotesis
- Usia gestasi merupakan faktor resiko kejadian BBLR di RSUD Wangaya kota
Denpasar
- Paritas ibu merupakan faktor resiko kejadian BBLR di RSUD kota Wangaya
Denpasar
- Anemia ibu merupakan faktor resiko kejadian BBLR di RSUD Wangaya kota
Denpasar

- Usia ibu merupakan faktor resiko kejadian BBLR di RSUD Wangaya kota
Denpasar
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan
rancangan penelitian kasus dan kontrol dengan perbandingan 1:1. Penelitian ini
dimulai dengan mengidentifikasi faktor resiko yang terjadi pada kelompok kasus
dan kelompok kontrol.

Faktor Resiko (+)


Kasus
BBLR
Faktor Resiko (-)
Populasi Lahir
hidup
Faktor Resiko (+)
Kontrol
Tidak BBLR
Gambar IV.1 Rancangan Penelitian
Faktor Resiko (-)
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSUD Wangaya kota Denpasar, Bali.
4.2.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan sejak tanggal 1 Oktober 2018 sampai
jumlah sampel terpenuhi.
4.3 Populasi Penelitian
4.3.1 Populasi target
Populasi target pada penelitian ini adalah bayi lahir hidup.
4.3.2 Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah bayi lahir hidup di RSUD
Wangaya kota Denpasar mulai 01 januari 2018-30 september 2018.
4.4 Sampel Penelitian
4.4.1 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel kasus bayi lahir hidup yang mengalami
BBLR di RSUD Wangaya Kota Denpasar periode 1 Januari 2018 − 30
September 2018. Sampel kontrol adalah bayi lahir hidup yang tidak
mengalami BBLR di RSUD Wangaya Kota Denpasar periode 1 Januari
2018 − 30 September 2018.
4.4.2 Besar sampel
Besar sampel diambil dengan rumus studi case control untuk pengujian
hipotesis terhadap odd ratio:

n1=n2 =

Keterangan:
n : jumlah sampel
Zα : deviat baku alfa (Kesalahan 5%, Zα = 1,96)
Zβ : deviat baku beta (besar power ditentukan sebesar 80%,
sehingga, Zβ = 0,842)
P2 : proporsi pajanan pada kelompok kontrol yang sudah
diketahui nilainya
Q2 : 1-P2
P1 : proporsi pada kelompok kasus
Q1 : 1-P1
P1-P2 : selisih proporsi
P : proporsi total = (P1+P2)/2
Q : 1-P
a. Besar sampel untuk faktor resiko usia gestasi
Pada penelitian yang dilakukan oleh Gogoi tahun 2018, proporsi
pajanan pada kelompok kasus (P1) adalah 0,32 dan pada kelompok
kontrol (P2) adalah 0,04, sehingga, P= 0,18; Q=0,82; Q1=0,68;
Q2=0,96. Sehingga,

28,3 = 28 sampel

b. Besar sampel untuk faktor resiko paritas


Pada penelitian yang dilakukan oleh Ahankari, et al, , proporsi
pajanan pada kelompok kasus (P1) adalah 0,76 dan pada kelompok
kontrol (P2) adalah 0,46, sehingga, P= 0,61; Q=0,39; Q1=0,24;
Q2=0,54. Sehingga,
40,3 = 40 sampel

c. Besar sampel untuk faktor resiko anemia ibu


Pada penelitian yang dilakukan oleh Rajashree, et al, , proporsi
pajanan pada kelompok kasus (P1) adalah 0,58 dan pada kelompok
kontrol (P2) adalah 0,14, sehingga, P= 0,36; Q=0,64; Q1=0,42;
Q2=0,86. Sehingga,

17,4 = 17 sampel

d. Besar sampel untuk faktor resiko usia ibu


Pada penelitian yang dilakukan oleh Rajashree, et al, , proporsi
pajanan pada kelompok kasus (P1) adalah 0,58 dan pada kelompok
kontrol (P2) adalah 0,20, sehingga, P= 0,49; Q=0,51; Q1=0,42;
Q2=0,80. Sehingga,

25,5 = 25 sampel

Setelah dilakukan perhitungan, ditetapkan perbandingan sampel kasus


dan kontrol adalah 1:1, maka diperoleh jumlah sampel minimal yang
mewakili seluruh faktor resiko yang diteliti adalah besar sampel
terbesar, yaitu 40 kasus dan 40 kontrol, sehingga total sampel adalah
80 neonatus.
4.4.3 Teknik pengambilan sampel
Data sampel kasus dipilih sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, lalu
diambil menggunakan teknik consecutive sampling dengan cara
pengundian hingga mencapai jumlah sampel yang diinginkan. Data
sampel kontrol dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi,
dengan perbandingan jumlah sampel kasus dan kontrol adalah 1:1.

4.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


4.5.1 Kriteria inklusi
a. Kasus: Neonatus lahir hidup dengan berat lahir rendah yang lahir di
RSUD Wangaya Kota Denpasar periode 1 Januari 2018 – 30 September
2018.
b. Kontrol: Neonatus lahir hidup dengan berat lahir normal yang lahir di
RSUD Wangaya Kota Denpasar periode 1 Januari 2018 – 30 September
2018.
4.5.2 Kriteria eksklusi
a. Kehamilan ganda
b. Neonatus dengan kelainan kongenital
c. Neonatus dari ibu yang mengalami hipertensi, preeklampsia/eklampsia
d. Neonatus dari ibu yang menderita diabetes
e. Neonatus dari ibu yang menderita infeksi tuberkulosis, HIV/AIDS,
sifilis
f. Data rekam medik tidak lengkap
4.6 Variabel Penelitian
4.6.1 Variabel dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah bayi berat lahir rendah (BBLR)
4.6.2 Variabel independen
Variabel independen pada penelitian ini adalah usia gestasi, paritas, anemia
ibu, usia ibu.
4.6.3 Variabel lain
Variabel lain yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah karakteristik
neonatus kelompok kasus dan kontrol, yaitu jenis kelamin dan jenis
persalinan.

4.7 Definisi Operasional


4.7.1 Bayi berat lahir rendah
a. Definisi: Berat badan bayi kurang dari 2500 gram yang ditimbang dalam
waktu satu jam pertama setelah bayi lahir.
b. Cara ukur: Melihat catatan rekam medis.
c. Hasil ukur:
1) Kode 1: BBLR,
2) Kode 2: Non BBLR.
d. Skala data: Nominal.
4.7.2 Usia gestasi
a. Definisi: usia kehamilan yang dihitung berdasarkan Hari Pertama Haid
Terakhir (HPHT)
b. Cara ukur: Melihat catatan rekam medis.
c. Hasil ukur:
1) Kode 1, jika usia kehamilan < 37 minggu: premature,
2) Kode 2, jika usia kehamilan ≥ 37 minggu: aterm.
d. Skala: Nominal.
4.7.3 Paritas ibu
a. Definisi: Jumlah persalinan yang telah dialami ibu dengan bayi lahir
hidup.
b. Cara ukur: Melihat catatan rekam medis.
c. Hasil ukur:
1) Kode 1, jika ibu belum pernah mengalami persalinan sebelumnya:
Primipara,
2) Kode 2, jika ibu pernah mengalami persalinan sebelumnya:
Multipara.
d. Skala: Nominal.
4.7.4 Anemia ibu
a. Definisi: kadar haemoglobin (Hb) ibu yang diukur sebelum persalinan.
b. Cara ukur: Melihat catatan rekam medis.
c. Hasil ukur:
1) Kode 1, jika kadar Hb ibu < 11 mg/dl: Anemia,
2) Kode 2, jika kadar Hb ibu ≥ 11 mg/dl: Tidak Anemia.
d. Skala: Nominal.
4.7.5 Usia ibu
a. Definisi: satuan waktu dari ibu dengan bayi lahir hidup.
b. Cara ukur: Melihat catatan rekam medis.
c. Hasil ukur:
1) Kode 1, jika usia ibu <16 tahun atau > 35 tahun: beresiko,
2) Kode 2, jika usia ibu 16-35 tahun: tidak beresiko.
d. Skala: Nominal.
4.7.6 Jenis kelamin
a. Definisi: Jenis kelamin sampel yang tercatat dalam rekam medis.
b. Cara ukur: Melihat catatan rekam medis.
c. Hasil ukur:
1) Kode 1: Laki-laki,
2) Kode 2: Perempuan.
d. Skala data: Nominal.
4.7.7 Jenis persalinan
a. Definisi: Cara yang dilalui saat persalinan.
b. Cara ukur: Melihat catatan rekam medis.
c. Hasil Ukur:
1) Kode 1: Per vaginam,
2) Kode 2: Per abdominam.
d. Skala: Nominal.
4.8 Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data dengan dokumen untuk mencatat data yang dibutuhkan
dalam penelitian, antara lain daftar bayi lahir hidup dengan BBLR dan bayi lahir
hidup tidak BBLR yang lahir di RSUD Wangaya kota Denpasar.
4.9 Cara Pengolahan dan Analisis Data
4.9.1 Pengolahan data
Seluruh data yang diperoleh dicatat dan dilakukan pengkodean sesuai
dengan kebutuhan. Selanjutnya data dimasukkan ke dalam program SPSS
(Statistic Product and Service Solution) 21.0, dan dilakukan analisis.
4.9.2 Penyajian data
Data disajikan dalam bentuk tabel.
4.9.3 Analisis univariat
Pada analisis univariat, ditampilkan tabel distribusi frekuensi sampel
berdasarkan berat lahir, jenis kelamin, paritas ibu, dan jenis persalinan
4.9.4 Analisis bivariat
Pada analisis bivariat, data yang telah dikumpulkan diidentifikasi sesuai
dengan variabel dependen dan independen yang telah ditetapkan, kemudian
dikelompokkan berdasarkan kategori yang telah ditentukan. Hasil
pengelompokkan kemudian dimasukkan ke dalam bentuk tabulasi silang
untuk mencari hubungan antara variabel dependen dan independen dengan
tes uji korelasi Chi-square. Hubungan dikatakan signifikan jika p ≤ 0,05.
Untuk melihat kekuatan hubungan antara faktor resiko dengan kejadian
BBLR maka digunakan Odds Ratio (OR) dengan interval kepercayaan
95%. Odds ratio dapat dihitung dengan rumus berikut:
OR = =

OR = =

Dimana, bila nilai:


OR = 1, maka tidak ada hubungan antara faktor resiko dengan kejadian
BBLR
OR > 1, maka faktor yang diteliti meningkatkan risiko terjadinya BBLR
OR < 1, maka terdapatPopulasi Penelitian
efek protektif dari faktor resiko terhadap kejadian
Seluruh
BBLRneonatus lahir hidup yang lahir di RSUD Wangaya
Denpasar dan datanya tercatat pada data register dan rekam
4.9.5 Analisis multivariat
medik periode 1 Januari 2018− 30 September 2018.
Pada analisis multivariat, variable-variabel bebas dianalisis terhadap
variabel tergantung dengan menggunakan uji regresi logistik.
Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Sampel
4.10 Alur Kasus
Penelitian Sampel Kontrol
Neonatus BBLR Neonatus tanpa BBLR

Faktor Faktor Faktor Faktor


resiko (+) resiko (-) resiko (+) resiko (-)

Pengumpulan data

Analisis data

Penyajian data
4.8 Analisa Data
Pertama dilakukan tabulasi data, dan data entry. Analisis data yang
dilakukan meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis. Pada analisis deskriptif
(univariat), data dengan skala kategorikal dinyatakan dalam distribusi
frekuensi dan persentase, sedangkan data dengan skala kontinyu dinyatakan
dalam rerata dan simpang baku. Hubungan faktor-faktor resiko dengan
kejadian BBLR diuji menggunakan uji hipotesis x2 bila sebaran data normal atau
uji mutlak Fisher bila sebaran data tidak normal (analisis bivariat). Faktor-faktor
resiko yang berhubungan dilakukan analisis multivariant dengan menggunakan
uji regresi logistik .Analisis data dilakukan dengan program SPSS for
Windows versi 21. Besarnya hubungan faktor-faktor resiko terhadap kejadian
BBLR dinyatakan dalam Odds Ratio (OR)) dengan interval kepercayaan 95%
dengan nilai p<0,05. Hasil penelitian yang ada disajikan dalam bentuk tabel.
4.9 Etika Penelitian
Persetujuan untuk penelitian dan penggunaan data serta akses rekam
medis di setujui oleh kepala bagian SMF Anak di RSUD Wangaya Kota
Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai